Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia(MSDM)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu persoalan peting dalam pengelolaan sumber daya manusia (dalam tulisan ini disebut juga  dengan istilah pegawai) dalam organisasi adalah evaluasi kinerja pegawai dan pemberian kompensasi. Ketidak tepatan dalam melakukan evaluasi kinerja akan berdampak pada pemberian kompensasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku dan sikap karyawan, karyawan akan merasa tidak puas dengan kompensasi yang didapat sehingga akan berdampak terbalik pada kinerja pegawai yang menurun dan bahkan karyawan akan mencoba mencari pekerjaan lain yang memberi kompensasi baik. Hal ini cukup berbahaya bagi perusahaan apabila pesaing merekrut atau membajak karyawan yang merasa tidak puas tersebut karena dapat membocorkan  rahasia perusahaan atau organisasi .

Evaluasi kinerja pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kadar profesionalisme karyawan serta seberapa tepat pegawai telah menjalankan fungsinya. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menilai dan mencari jenis perlakuan yang tepat sehingga karyawan dapat berkembang lebih cepat sesuai dengan harapan ketepatan pegawai dalam menjalankan fungsinya akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan, tidak sedikit di perusahaan –perusahaan swasta maupun negeri yang melakukan evaluasi kinerja pegawai tidak tepat, tidak sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, pada akhirnya akan berdampak pada pemberian kompensasi. Oleh karena itu banyak oara karyawan yangkinerjanya menurun dan pada akhirnya hrus mengundurkan diri karena kompensasi yang tidak sesuai. Dengan adanya kasus seperti inilah bagi instansi pemerintahan, mauoun perusahaan swasta evaluasi kinerja sangat berguna untuk menilai kuantitas, kualitas, efisiensi perubahan, motivasipara aparatur serta melakukan pengawasan dan perbaikan, kinerja aparatur yang optimal sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas dan menjaga kelangsungan instansi ini disetiap instansi tidak akan pernah luput dari hal pemberian balas jasa atau kompensasi yang merupakan salah satu masalah yang penting dalam menciptakan motivasi kerja aparatur, karena  untuk meningkatkan kinerja aparatur, dengan terbentuknya motivasi yang kuat, maka akan dapat membuahkan hasil atau kinerja yang baik sekaligus berkualitas dari pekerjaan yang dilaksanakannya .

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja pembahasan mengenai tentang Kinerja MSDM
2. Apa saja pembahasan mengenai tentang HR Scorecard
3. Apa saja pembahasan mengenai tentang Motivasi dan kepuasan kerja
4. Apa saja pembahasan mengenai tentang Mengelola potensi kecerdasan dan emosional MSDM
5. Apa saja pembahasan mengenai tentang Membangun kapabilitas dan kompetensi MSDM
6. Apa saja pembahasan mengenai tentang Konsep audit kinerja.
7. Apa saja pembahasan mengenai tentang Pelaksanaan audit kinerja



BAB II
PEMBAHASAN

KINERJA MSDM
1.1 Pengertian Kinerja Manajemen Sumber Daya Manusia
Akhir-akhir ini tampak suatu fenomena administratif pada tingkat yang belum pernah terlihat sebelumnya, yaitu semakin besarnya perhatian semakin banyak pihak terhadap pentingnya manajemen sumber daya manusia. Perhatian yang semakin besar tersebut ditunjukkan baik oleh para politisi, para tokoh industri, para pembentuk opini yaitu para pimpinan media massa para birokrat di lingkungan pemerintahan maupun oleh para ilmuwan yang menekuni berbagai cabang ilmu, terutama ilmu-ilmu sosial.

Manajemen sumber daya manusia merupakan terjemahan dari Man Power Management dan dianggap mempunyai pengertian yang sama dan Personal Management atau manajemen personalia. Secara umum, baik istilah manajemen sumber daya manusia maupun istilah manajemen personalia sama-sama diartikan sebagai manajemen kepegawaian dalam hal ini orang-orang yang mengadakan kerja sama dalam mencapai tujuan dari organisasi yang bersangkutan.

Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia(MSDM)

Manajemen sumber daya manusia memiliki arti penting sebagai salah satu fungsi manajemen selain fungsi manajemen pemasaran, keuangan, dan produksi, di mana manajemen sumber daya manusia meliputi usaha-usaha/aktivitas-aktivitas suatu organisasi dalam mengelola sumber daya manusia yang dimilikinya secara umum dimulai dari proses pengadaan karyawan, penempatan, pengelolaan, pemeliharaan, pemutusan hubungan kerja, hingga hubungan industrial. Departemen sumber daya manusia yang ada dalam suatu organisasi membantu karyawan dan organisasi mencapai tujuan mereka. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka studi tentang manajemen sumber daya manusia akan menunjukkan bagaimana seharusnya suatu organisasi memperoleh, menggunakan, mengembangkan, mengevaluasi dan memelihara karyawannya dalam kuantitas dan kualitas yang tepat.
Diantara para ahli mempunyai pandangan yang berbeda dalam mendefinisikan Manajemen Sumber Daya Manusia. Namun demikian, secara umum intisari pengertian yang dikemukakan oleh para ahli memiliki kesamaan tujuan.

Manajemen sumberdaya manusia merupakan sistem yang terdiri dari banyak aktivitas interdependen (saling terkait satu sama lain). Aktivitas ini tidak berlangsung menurut isolasi: yang jelas setiap aktivitas mempengaruhi sumber daya manusia lain. Misalnya keputusan buruk menyangkut kebutuhan staffing bisa menyebabkan persoalan ketenaga-kerjaan, penempatan, kepatuhan sosial, hubungan serikat buruh, manajemen, dan kompensasi. Bila aktivitas sumber daya manusia dilibatkan secara keseluruhan, maka aktivitas tersebut membantu sistem manajemen sumber daya manusia perusahaan. Perusahaan dan orang merupakan sistem terbuka karena mereka dipengaruhi oleh lingkungannya. Manajemen sumber daya manusia juga merupakan sistem terbuka yang dipengaruhi oleh lingkungan luar.
Fokus manajemen sumber daya manusia terletak pada upaya mengelola sumber daya manusia di dalam dinamika interaksi antara organisasi pekerja yang seringkali memiliki kepentingan berbeda. Manajemen sumber daya manusia meliputi penggunaan sumber daya manusia secara produktif dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi dan pemuasan kebutuhan pekerja secara individual.

Jadi manajemen sumber daya manusia dapat juga merupakan kegiatan perencanaan, pengadaan, pengembangan, pemeliharaan, serta penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan baik secara individu maupun organisasi. Walaupun objek nya sama-sama manusia, namun pada hakikatnya ada perbedaan hakiki antara manajemen sumber daya manusia dengan manajemen tenaga kerja atau dengan manajemen personalia. 

1.2 Pengertian Budaya Kinerja
Pada mulanya istilah budaya (culture) populer dalam disiplin ilmu antropologi. Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta buddhayah. Kata buddhayah merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Sedangkan kata culture berasal dari kata colere yang memiliki makna “mengolah”, “mengerjakan”. Istilah culture berkembang hingga memiliki makna sebagai “segala daya dan upaya manusia untuk mengubah alam”.
Dalam rentang dua puluh tahun terakhir, topik budaya kerja menarik perhatian banyak orang, khususnya mereka yang mempelajari masalah perilaku kerja. Budaya kerja mulai dipandang sebagai sesuatu hal yang memiliki peranan penting dalam mencapai tujuan akhir suatu perusahaan.

Jadi pandangan-pandangan tentang budaya kerja umumnya menekankan pada pentingnya nilai-nilai yang dianut bersama yang menjadi pengikat diantara anggota perusahaan yang memberi pengaruh terhadap perilaku anggota perusahaan. Budaya juga membedakan antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya.

Lingkungan yang berbeda akan memberi dampak pada pola dan warna budaya, karena itu terjadi pola dan warna budaya yang tebal dan tipis. Dalam budaya yang tebal terdapat kesepakatan yang tinggi dari anggotanya untuk mempertahankan apa yang diyakini benar dari berbagai aspek sehingga dapat membina keutuhan, loyalitas dan komitmen perusahaan. Kesepakatan bersama ini diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jadi ada proses dalam mengadaptasi budaya kepada pegawai. Masalah sosialisasi budaya dilakukan pada saat perusahaan menerima pegawai baru, sehingga pegawai bersangkutan sudah terbentuk perilakunya sesuai dengan budaya yang ada.

Menurut Moeljono (2005 : 2) mengemukakan bahwa : ” Budaya kerja pada umumnya merupakan pernyataan filosofis, dapat difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat pada karyawan karena dapat diformulasikan secara formal. Dalam berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan ”.

Secara individu maupun kelompok seseorang tidak akan terlepas dari budaya yang ada dalam perusahaan. Pada umumnya mereka akan dipengaruhi oleh keanekaragaman sumberdaya-sumberdaya yang ada sebagai stimulus sehingga seseorang dalam perusahaan mempunyai perilaku yang spesifik bila dibandingkan dengan kelompok organisasi atau perusahaannya.

Budaya kerja menurut Mangkunegara (2005  : 113) yang dikutip dari Edgar H. Schein mendefinisikan bahwa : Budaya kerja adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.

Budaya kerja mempunyai dua tingkatan yaitu pada tingkatan yang lebih dalam dan kurang terlihat, budaya merujuk pada nilai-nilai yang dianut bersama oleh orang dalam kelompok dan cenderung bertahan sepanjang waktu. Pengertian ini mencakup tentang apa yang penting dalam kehidupan dan sangat bervariasi dalam perusahaan yangberbeda. Pada tingkatan yang lebih terlihat, budaya menggambarkan pola atau gaya perilaku suatu perusahaan, sehingga pegawai-pegawai baru secara otomatis terdorong untuk mengikuti perilaku sejawatnya.

Menurut Rachmawati (2004 : 118) bahwa : ” Budaya kerja merupakan sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang dalam suatu perusahaan dan mengarahkan perilaku segenap anggota perusahaan. Selain itu budaya perusahaan mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan perusahaan itu dari perusahaan-perusahaan lain ”.

Ruky (2006 : 315) mengemukakan bahwa budaya kerja adalah mencerminkan cara mereka melakukan sesuatu (membuat keputusan, melayani orang, dsb), yang dapat dilihat dan dirasakan terutama oleh orang di luar organisasi tersebut.

Tika (2008 : 4) berpendapat bahwa budaya kinerja adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yangtepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait seperti di atas.

Sedangkan menurut Mc Kenna dan Nic Beech (2000 : 62) mengemukakan bahwa budaya kerja atau perusahaan sebagai pola asumsi-asumsi yang mendasar di mana kelompok yang ada menciptakan, menemukan atau berkembang dalam proses belajar untuk menanggulangi kesulitan-kesulitan adaptasi eksternal dan integrasi internal.

Unsur-unsur yang terkandung dalam budaya kerja menurut Tika (2008 : 5) dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Asumsi dasar
Dalam budaya kerja terdapat asumsi dasar yang dapat berfungsi sebagai pedoman bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi untuk berperilaku.
2. Keyakinan yang dianut
Dalam budaya kerja terdapat keyakinan yang dianut dan dilaksanakan oleh para anggota perusahaan. Keyakinan ini mengandung nilai-nilai yang dapat berbentuk slogan atau motto, asumsi dasar, tujuan umum perusahaan, filosofi usaha, atau prinsip-prinsip menjelaskan usaha.
3. Pimpinan atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya kerja.
Budaya kerja perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin perusahaan atau kelompok tertentu dalam perusahaan tersebut.
4. Pedoman mengatasi masalah
Dalam perusahaan, terdapat dua masalah pokok yang sering muncul, yakni masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal. Kedua masalah tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar dan keyakinan yang dianut bersama anggota organisasi.
5. Berbagai nilai (sharing of value)
Dalam budaya kerja perlu berbagi nilai terhadap apa yang paling diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga bagi seseorang.
6. Pewarisan (learning process)
Asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota perusahaan perlu diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi sebagai pedoman untuk bertindak dan berperilaku dalam perusahaan tersebut.
7. Penyesuaian (adaptasi)
Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau norma yang berlaku dalam kelompok atau organisasi tersebut, serta adaptasi perusahaan terhadap perubahan lingkungan.

1.3 Jenis-Jenis Budaya Kinerja
Sedangkan jenis-jenis budaya kerja berdasarkan proses informasi dan tujuannya menurut Tika  (2008 : 7) adalah :
1. Berdasarkan Proses Informasi
Robert E. Quinn dan R. McGrath (dalam buku Arie Indra Chandra) membagi budaya organisasi berdasarkan proses informasi terdiri dari :
a) Budaya rasional
Dalam budaya ini, proses informasi individual (klarifikasisasaran pertimbangan logika, perangkat pengarahan) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan kinerja yang ditunjukkan (efisiensi, produktivitas dan keuntungan atau dampak)
b) Budaya ideologis
Dalam budaya ini, pemrosesan informasi intuitif (dari pengetahuan yang dalam, pendapat dan inovasi) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan revitalisasi (dukungan dari luar, perolehan sumber daya dan pertumbuhan)
c) Budaya konsensus
Dalam budaya ini, pemrosesan informasi kolektif (diskusi, partisipasi dan konsensus) diasumsikan untuk menjadi sarana bagi tujuan kohesi (iklim, moral dan kerja sama kelompok)
d) Budaya hierarkis
Dalam budaya hierarkis, pemrosesan informasi formal (dokumentasi, komputasi dan evaluasi) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan kesinambungan (stabilitas, control dan koordinasi)
Berdasarkan TujuannyaTalizuduhu Ndraha membagi budaya kerja berdasarkan tujuannya, yaitu :
e) Budaya organisasi perusahaan,
f) Budaya organisasi publik

1.4 Fungsi Budaya Kinerja
Adapun fungsi utama budaya kerja adalah sebagai berikut :
a. Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok lain.
Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau kelompok yang tidak dimiliki organisasi atau kelompok lain.
b. Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu perusahaan
Hal ini merupakan bagian dari komitmen kolektif dari karyawan. Mereka bangga sebagai seorang pegawai/karyawan suatu perusahaan. Para karyawan mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan rasa tanggungjawab atas kemajuan perusahaannya.
c. Mempromosikan stabilitas sistem sosial.
Hal ini tergambarkan di mana lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung dan konflik serta perubahan diatur secara efektif.
d. Sebagai mekanisme kontrol dalam memadu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. Dengan dilebarkannya mekanisme kontrol, didatarkannya struktur, diperkenalkannya dan diberi kuasanya karyawan oleh perusahaan, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua orang diarahkan ke arah yang sama.
e. Sebagai integrator
Budaya kerja dapat dijadikan sebagai integrator karena adanya sub budaya baru. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh adanya perusahaan-perusahaan besar di mana setiap unit terdapat para anggota perusahaan yang terdiri dari sekumpulan individu yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda.
f. Membentuk perilaku bagi karyawan
Fungsi seperti ini dimaksudkan agar para karyawan dapat memahami bagaimana mencapai tujuan perusahaan.
g. Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok perusahaan. Masalah utama yang sering dihadapi perusahaan adalah masalah adaptasi terhadap lingkungan eskternal dan masalah integrasi internal. Budaya kerja diharapkan dapat berfungsi mengatasi masalah-masalah tersebut.
h. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan.
Fungsi budaya kerja adalah sebagai acuan untuk menyusun perencanaan pemasaran, segmentasi pasar, penentuan positioning yang akan dikuasai perusahaan tersebut.
i. Sebagai alat komunikasi
Budaya kerja dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antara atasan dan bawahan atau sebaliknya, serta antara anggota organisasi. Budaya sebagai alat komunikasi tercermin pada aspek-aspek komunikasi yang mencakup kata-kata, segala sesuatu bersifat material dan perilaku. Kata-kata mencerminkan kegiatan dan politik organisasi. Material merupakan indikator dari status dan kekuasaan, sedangkan perilaku merupakan tindakan-tindakan realistis yang pada dasarnya dapat dirasakan oleh semua insan yang ada dalam perusahaan.
j. Sebagai penghambat berinovasi
Budaya kerja dapat juga sebagai penghambat dalam berinovasi. Hal ini terjadi apabila budaya kerja tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang menyangkut lingkungan eksternal dan integrasi internal. Perubahan-perubahan terhadap lingkungan tidak cepat dilakukan adaptasi oleh pimpinan organisasi. Demikian pula pimpinan organisasi masih berorientasi pada kebesaran masa lalu.

1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Budaya Kinerja
Faktor-faktor utama yang menentukan kekuatan budaya kerja adalah kebersamaan dan intensitas.
1. Kebersamaan
Kebersamaan adalah sejauh mana anggota organisasi mempunyai nilai-nilai inti yang dianut secara bersama.
Derajat kebersamaan dipengaruhi oleh unsur orientasi dan imbalan. Orientasi dimaksudkan pembinaan kepada anggota-anggotaorganisasi khususnya anggota baru maupun melalui program-program latihan. Melalui program orientasi, anggota-anggota baru organisasi diberi nilai-nilai budaya yang perlu dianut secara bersama oleh anggota-anggota organisasi. Di samping orientasi kebersamaan, juga dipengaruhi oleh imbalan dapat berupa kenaikan gaji, jabatan (promosi), hadiah-hadiah, tindakan-tindakan lainnya yang membantu memperkuat komitmen nilai-nilai inti budaya kerja.
2. Intensitas
Intensitas adalah derajat komitmen dari anggota-anggota perusahaan kepada nilai-nilai inti budaya kerja. Derajat intensitas bisa merupakan suatu hasil dari struktur imbalan. Oleh karena itu, pimpinan perusahaan perlu memperhatikan dan mentaati struktur imbalan yang diberikan kepada anggota-anggota perusahaan guna menanamkan nilai-nilai budaya kerja.
Menurut Stepen P. Robbins dalam buku Tika (2008 : 10) menyatakan adalah 10 karakteristik yang apabila dicampur dan dicocokkan, akan menjadi budaya kerja. Kesepuluh karateristik budaya organisasi tersebut sebagai berikut:
1. Inisiatif Individual
Yang dimaksud inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab, keberadaan atau independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif tersebut perlu dihargai 
2. Toleransi terhadap Tindakan Berisiko
Dalam budaya kerja perlu ditekankan, sejauh mana para pegawai dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif dan mengambil resiko. Suatu budaya kerja dikatakan baik, apabila dapat memberikan toleransi kepada anggota/para pegawai untuk dapat bertindak agresif dan inovatif untuk memajukan organisasi/perusahaan serta berani mengambil risiko terhadap apa yang dilakukannya.
3. Pengarahan
Pengarahan dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi/perusahaan dapat menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang
diinginkan. Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi dan tujuan perusahaan. Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
4. Integrasi
Integrasi dimaksudkan sejauh mana suatu perusahaan dapat mendorong unit-unit perusahaan untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Kekompakan unit-unit perusahaan dalam bekerja dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan.
5. Dukungan Manajemen
Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap bawahan.
Perhatian manajemen terhadap bawahan (karyawan) sangat membantu kelancaran kinerja suatu perusahaan.
6. Kontrol
Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma yang berlaku dalam suatu perusahaan. Untuk itu diperlukan sejumlah peraturan dan tenaga pengawas (atasan langsung) yang dapat digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai/karyawan dalam suatu perusahaan.
1. Identitas
Identitas dimaksudkan sejauh mana para anggota/karyawan suatu perusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dalam perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu  atau keahlian profesional tertentu. Identitas diri sebagai satu kesatuan dalam perusahaan sangat membantu manajemen dalam mencapai tujuan dan sasaran perusahaan.
2. Sistem Imbalan
Sistem imbalan dimaksudkan sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan gaji, promosi dan sebagainya) didasarkan atas prestasikerja pegawai, bukan sebaliknya didasarkan atas senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya. Sistem imbalan yang didasarkan atas prestasi kerja pegawai dapat mendorong pegawai/karyawan suatu  perusahaan untuk bertindak dan berperilaku inovatif dan mencari prestasi kerja yang maksimal sesuai kemampuan dan keahlian yang dimilikinya.
Sebaliknya, sistem imbalan yang didasarkan atas senioritas dan pilih kasih, akan berakibat tenaga kerja yang punya kemampuan dan keahlian dapat berlaku pasif dan frustasi. Kondisi semacam ini dapat berakibat kinerja perusahaan menjadi terhambat.

7. Toleransi terhadap konflik
Sejauh mana para pegawai/karyawan didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat merupakan fenomena yang sering terjadi dalam suatu perusahaan. Namun, perbedaan pendapat atau kritik yang terjadi bisa dijadikan sebagai media untuk melakukan perbaikan atau perubahan strategi untuk mencapai tujuan suatu perusahaan.

8. Pola Komunikasi
Sejauh mana komunikasi dapat dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal. Kadang-kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri.

Untuk dapat menentukan karakteristik budaya kerja yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan, diperlukan kriteria ukuran. Kriteria ukuran budaya kerja juga bermanfaat untuk memetakan sejauh mana karakteristik tipe budaya kerja tepat atau relevan dengan kepentingan suatu organisasi karena setiap perusahaan memiliki spesifikasi tujuan dan karakter sumber daya yang berlainan. Karakteristik perusahaan yang berbeda akan membawa perbedaan dalam karakteristik tipe budaya kerja.

1.6 Hubungan Budaya Kerja dengan Kinerja Karyawan
Manajemen budaya kadangkala memfokuskan diri pada pengembangan nilai bersama dan mendapat komitmen untuk nilai bersama tersebut. Nilai ini berkaitan dengan jenis perilaku yang dipercaya manajemen sesuai kepentingan perusahaan. Nilai inti dari bisnis mengekspresikan keyakinan tentang apa yang dianggap penting oleh manajemen mengenai bagaimana fungsi perusahaan dan bagaimana orang-orang seharusnya berperilaku. Tujuannya untuk memastikan bahwa keyakinan ini juga dimiliki dan dilaksanakan karyawan. Strategi manajemen budaya seharusnya menganalisis perilaku yang sesuai dan kemudian dibawa ke dalam proses, seperti manajemen kinerja, yang akan mendorong pengembangan perilaku tersebut.

Menurut Denison dalam buku Tika (2008 :136) berpendapat bahwa ada empat prinsip integratif mengenai hubungan timbal balik antara budaya perusahaan dan efektivitas kinerja perusahaan. Keempat prinsip ini diberi nama empat sifat utama (main cultural traits) yang mencakup, yaitu:
"1. Keterlibatan (involvement),
2. Konsistensi,
3. Adaptabilitas,
4. Misi."

Selanjutnya penjelasan mengenai hubungan keempat sifat utama tersebut di atas dengan efektivitas kinerja perusahaan dapat dijelaskan secara ringkas sebagai berikut :
1. Keterlibatan (Involvement)
Keterlibatan merupakan faktor kunci dalam budaya organisasi. Penelitian tentang keterlibatan perusahaan yang tinggi oleh Walton maupun Lawler mengemukakan bahwa keterlibatan merupakan strategi manajemen bagi kinerja perusahaan yang efektif dan strategi karyawan untuk lingkungan kerja yang baik. Mereka juga lebih memfokuskan pada struktur-struktur dan strategi aktual dalam membentuk, mempertahankan sistem keterlibatan yang tinggi.
Organisasi dengan keterlibatan tinggi memiliki karakteristik dari sebuah suku (clan) daripada sebuah birokrasi formal. Transaksi-transaksi organisasi suku terutama dipengaruhi oleh nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, norma-norma, dan tradisi-tradisi. Organisasi dengan tingkat keikutsertaan, keterlibatan, dan partisipasi  yangtinggi bergantung pada sistem manajemen yang terbentuk berdasarkan.

2. Konsistensi
Teori konsistensi menekankan adanya dampak positif budaya kuat pada efektivitas organisasi dan bahwa sistem keyakinan, nilai dan simbol yang dihayati serta dipahami secara luas oleh para anggota organisasi memiliki dampak positif pada kemampuan mereka dalam mencapai konsensus dan melakukan tindakan-tindakan yang terkoordinasi. Konsep fundamentalnya adalah sistem kontrol implisit, yang berdasarkan nilai-nilai yang diinternalisasi merupakan cara yang efektif dalam tercapainya koordinasi daripada sistem kontrol eksternal yang bergantung pada peraturan-peraturan eksplisit.

Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa konsistensi menyangkut keyakinan, nilai-nilai, simbol, dan peraturan-peraturan mempunyai pengaruh terhadap kinerja perusahaan khususnyamenyangkut, metode melakukan bisnis, perilaku karyawan dan tindakan-tindakan bisnis lainnya.

3. Adaptabilitas
Untuk memformulasikan teori budaya yang lebih proaktif tentang adaptabilitas organisasi, seseorang harus menjabarkan sistem norma-norma dan keyakinan-keyakinan yang dapat mendukung kapasitas suatu perusahaan agar bisa menerima, menafsirkan dan menerjemahkan tanda-tanda yang berasal dari lingkungan supaya terjadi perubahan-perubahan perilaku internal untuk bisa tetap bertahan hidup, tumbuh dan berkembang.

Ada tiga aspek adaptabilitas yang mempunyai dampak pada efektivitas perusahaan, yaitu sebagai berikut :
a. Kemampuan untuk menyadari dan bereaksi pada lingkungan eksternal. Salah satu ciri khas perusahaan Jepang yang berhasil adalah obsesi dari pelanggan dan kompetitor.
b. Kemampuan untuk bereaksi pada pelanggan internal. Kepicikan dalam memperlakukan departemen, divisi, dan distrik lain dalam perusahaan yang sama menunjukkan kurangnya adaptasi dan mempunyai dampak langsung pada kinerja perusahaan yang efektif.
c. Kemampuan untuk bereaksi terhadap pelanggan internal maupun eksternal membutuhkan kemampuan untuk mengatur kembali dan melembagakan kembali sejumlah perilaku dan proses yang mengizinkan perusahaan untuk beradaptasi.

HR SCORECARD (PENGUKURAN KINERJA MSDM)
1.KOMPENSASI PEKERJA
Kompensasi merupakan salah satu fungsi yang penting dalam manajemen sumber daya manusia karena merupakan salah satu aspek yang paling sensitif di dalam hubungan kerja. Dalam prakteknya masih banyak perusahaan yang belum memahami secara benar sistem kompensasi. Sistem kompensasi membantu dalam memberikan penguatan terhadap nilai-nilai kunci organisasi serta memfasilitasi pencapaian tujuan organisasi (sutrisno, 2009).
Lebih lanjut sutrisno, 2009 memberikan penjelasan bahwa pada prinsipnya pemberian kompensasi itu merupakan hasil penjualan dari tenaga para pekerja terhadap perusahaan. Namun dalam hal ini terkandung pula pengertian bahwa para pekerja telah memberikan segala kemampuan kerjanya kepada perusahaan maka sudah sewajarnya pula perusahaan menghargai hasil jerih payah para karyawan itu dengan cara memberi balas jasa yang setimpal kepada mereka.

Tohardi, 2002 dalam sutrisno 2009 mengemukakan bahwa kompensasi dihitung berdasarkan evaluasi pekerjaan dan perhitungan kompensasi berdasarkan evaluasi tersebut dimaksudkan untjuk mendapatkan pemberian balas jasa yang mendekati kelayakan (worth) dan keadilan (equity). Karena bila kompensasi dirasakan tidak layak dan tidak adil oleh parakaryawan maka tidak mustahil hal tersebut merupakan sumber kecemburuan social. Untuk itulah paling tidak kecemburuan social tersebut dapat ditekan atau diminimalkan serendah mungkin sehingga memerlukan tindakan yang preventif. Pemberian kompensasi yang layak dan adil tersebut merupakan kata kunci utama dalam pemberian upah pekerja.

Manajemen kompensasi berkaitan dengan upaya memformulasikan dan mengimplementasikan strategi dan kebijakan kompensasi. Manajemen kompensasi dalam sebuah organisasi secara umum bertujuan untuk membantu organisasi mewujudkan keberhasilan jangka panjang yang bersifat strategis bagi perusahaan (Marwansyah, 2010).

2. PENGUKURAN KINERJA SDM MENGGUNAKAN HUMAN RESOURCE SCORECARD
Dharma dan sunatrio dalam pfeffer et al mengemukakan bahwa terdapat beberapa tahap dalam merancang sistem pengukuran sumber daya manusia melalui pendekatan Human Resource (HR) Scorecard yaitu sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi HR Competency (Kompetensi Manajer SDM)
Kompetensi yang dimaksud berupa pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan serta karakteristik kepribadian yang mempengaruhi secara langsung terhadap kinerjanya. Hasil studi tentang kompetensi sumber daya manusia pernah dilakukan oleh Perrin (1990) dalam (Becker Huselid dan Ulrich) yang menunjukkan bahwa kompetensi sumber daya manusia diidentifikasi sebagai berikut :
a. Memiliki kemampuan computer (eksekutif lini)
b. Memiliki pengetahuan yang luas tentang visi untuk sumber daya manusia (akademik)
c. Memiliki kemampuan untuk mengantisipasi pengaruh perubahan (consultant)
d. Mampu memberikan edukasi tentang sumber daya manusia dan mempengaruhi manajer lini (eksekutif sdm)

Hasil penelitian Universitas Michigan di Amerika dalam periode 1988 sampai 1998 menujukkan bahwa kompetensi yang perlu dimiliki oleh sumber daya manusia di masa depan adalah :
a. Memiliki pengetahuan tentang bisnis
b. Ahli dalam melaksanakan ptaktek sumber daya manusia
c. Memiliki kemampuan mengelola perubahan
d. Memiliki kemampua mengelola budaya
e. Memiliki kredibilitas personal
2. Pengukuran High Performance Work System (HPWS)

HPWS menempatkan dasar untuk membangun sumber daya manusia menjadi strategic asset dengan memaksimalkan kinerja karyawan. Setiap pengukuran sistem sumber daya manusia harus memasukkan kumpulan indikasi yang merefleksikan pada focuspada kinerja dari setiap elemen sistem sumber daya manusia. Pengukuran HPWS lebih pada bagaimana organisasi bekerja melalui setiap fungsi sumber daya manusia mulai dari tingkat makro dan menekankan pada orientasi kinerja pada setiap aktivitas yang contohnya adalah :
a. Berapa banyak kandidat yang berkualitas sangat baik yang direkrut untuk setiap strategi penerimaan karyawan baru?
b. Berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk training bagi karyawan baru tiap tahunnya?

3. Mengukur Human Resource System Alignment
Menilai sejauhmana sistem sumber daya manusia memnuhi kebutuhan implementasi strategi perusahaan atau disebut kesejajaran eksternal (external alignment). Sedangkan yang dimaksud dengan kesejajaran internal (internal alignment) adalah bagaimana setiap elemen dapat bekerja bersama dan tidak mengalami konflik. Dalam hal ini tidak perlu dilakukan pengukuran kesejajaran internal karena bila sistem sumber daya manusia sudah foks pada implementasi strategi (kesejajaran eksternal) atau dapat mengelola kesejajaran eksternal, maka ketidaksejajaran internal cenderung tidak terjadi.

Fokus pada kesejajaran internal lebih sesuai bila pengukuran untuk suatu perusahaan tidak mengadopsi perspektif strategi sumber daya manusia. Pemilihan pengukuran kesejajaran (alignment) yang tepat akan membantu memahami HR deliverable mana yang dibutuhkan untuk menciptakan value dalam organisasi yang juga sebaliknya menentukan elemen sistem sumber daya manusia (leading indicator) yang harus saling di reinforce untuk menghasilkan HR deliverable. Pengukuran kesejajaran tertentu akan dihubungkan secara langsung dengan deliverable tertentu dalam score card. 

4. Human Resource Efficiency
Merefleksikan pada bagaimana fungsi sumber daya manusia dapat membantu perusahaan untuk mencapai kompetensi yang dibutuhkan dengan cara biaya yang efektif. Bukan berarti sumber daya manusia harus meminimalkan biaya tanpa memperhatikanhasil atau outcome tetapi lebih pada merefleksikan keseimbangan (balance).
Pengukuran Human Resource efficiency terdiri dari dua jenis kategori yaitu :
a. Pengukuran efficiency inti (core efficiency) yang mempresentasikan pengeluaran sumber daya manusia yang signifikan yang tidak memiliki kontribusi langsung dengan implementasi strategi perusahaan yang terdiri dari :
Biaya manfaat (benefit cost) sebagai suatu persentase dari penggajian
Biaya kesejahteraan (worker compensation) per karyawan
Persentase pemasukan yang tepat pada sistem informasi sumber daya manusia
b. Pengukuran efesiensi strategik (strategic efficiency) mengukur efesiensi kegiatan dan proses sumber daya manusia yang dirancang untuk menghasilkan Human Resource deliverable tersebut yang terdiri dari :
Biaya per orang yang dipekerjakan
Biaya per jam pelatihan
Pengeluaran sumber daya manusia bagi karyawan

5. Human Resource Deliverable
Untuk mengintegrasikan sumber daya manusia ke dalam sistem pengukuran kinerja bisnis maka manajer harus mengidentifikasi hal yang menghubungkan antara sumber daya manusia dan rencana rencana implementasi strategi organisasi. Hal tersebut dinamakan Strategic Human Resource deliverable yang merupakan outcome dari arsitektur sumber daya manusia yang akan melaksanakan strategi perusahaan. Hal ini bertentangan dengan Human Resource doables yang memfokuskan kepada efesiensi sumber daya manusia dan jumlah kegiatan. hasil atau outcome tetapi lebih pada merefleksikan keseimbangan (balance).

Pengukuran Human Resource efficiency terdiri dari dua jenis kategori yaitu:
c. Pengukuran efficiency inti (core efficiency) yang mempresentasikan pengeluaran sumber daya manusia yang signifikan yang tidak memiliki kontribusi langsung dengan implementasi strategi perusahaan yang terdiri dari :
Biaya manfaat (benefit cost) sebagai suatu persentase dari penggajian
Biaya kesejahteraan (worker compensation) per karyawan
Persentase pemasukan yang tepat pada sistem informasi sumber daya manusia
d. Pengukuran efesiensi strategik (strategic efficiency) mengukur efesiensi kegiatan dan proses sumber daya manusia yang dirancang untuk menghasilkan Human Resource deliverable tersebut yang terdiri dari :
Biaya per orang yang dipekerjakan
Biaya per jam pelatihan
Pengeluaran sumber daya manusia bagi karyawan

6. Human Resource Deliverable
Untuk mengintegrasikan sumber daya manusia ke dalam sistem pengukuran kinerja bisnis maka manajer harus mengidentifikasi hal yang menghubungkan antara sumber daya manusia dan rencana rencana implementasi strategi organisasi. Hal tersebut dinamakan Strategic Human Resource deliverable yang merupakan outcome dari arsitektur sumber daya manusia yang akan melaksanakan strategi perusahaan. Hal ini bertentangan dengan Human Resource doables yang memfokuskan kepada efesiensi sumber daya manusia dan jumlah kegiatan. hal enabler bagi sumber daya manusia dalam organisasi tetapi juga memikirkan bagaimana suatuenabler sumber daya manusia tertentu yang dapat memperkuat performance driver dalam hal operasional, pelanggan (customer) dan segmen finansial di perusahaan (non sumber daya manusia).

3. MANAJEMEN GAJI DAN UPAH
Gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima pegawai sebagai konsekuensi dari kedudukannya sebagai seorang pegawai yang memberikan sumbangan dalam mencapai tujuan organisasi. Gaji dan upah merupakan salah satu alas an bagi seseorang untuk bekerja dan merupakan alas an yang paling penting diantara yang lain seperti untuk berprestasi, berafiliasi dengan orang lain, mengembangkan diri atau untuk mengaktualisasikan diri (Hariandja, 2009).

Lebih lanjut Hariandja, 2009 mengemukakan bahwa arti penting gaji sebagaimana disebutkan di atas menghendaki penentuannya harus dilakukan dengan baik agar fungsional sebagai alat untuk memotivasi karyawan dalam meningkatkan produktivitasnya. Salah satu aspek yang sangat penting dalam hal ini adalah jumlah gajiyang diterima pegawai harus memiliki internal equity dan external equity. Internal equity adalah jumlah yang diperoleh dipersepsi sesuai dengan input yang diberikan dibandingkan dengan pekerjaan yang sama dalam perusahaan. External equity adalah jumlah yang diterima dipersepsi sesuai dengan jumlah yang diterima dibandingkan dengan yang diterima dalam pekerjaan yang sejenis di luar organisasi. Oleh karena itu untuk mengusahakan adanya equity maka organisasi dalam penentuannya dapat melakukan langkah-langkah :
a. Menganalisis jabatan/tugas
b. Mengevaluasi jabatan
c. Melakukan survey gaji dan upah
d. Menentukan tingkat gaji

4. TUNJANGAN DAN PROGRAM KESEJAHTERAAN
Jenis kompensasi lain selain upah dan gaji yang mana hampir semua perusahaan memberikannya dan sangat luas serta penting adalah berupa tunjuangan-tunjangan dan peningkatan kesejahteraan yang pemberiannya tidak didasarkan pada kinerja pegawai tetapi didasarkan kepada keanggotaannya sebagai bagian dari organisasi serta pegawai sebagai seorang manusia yang memiliki banyak kebutuhan agar dapat menjalankan kehidupannya secara normal dan dapat bekerja lebih baik seperti rasa aman dari kemungkinan terjadinya resiko dilakukannya pemutusan hubungan kerja, mengalami gangguan kesehatan, kebutuhan untuk beristirahat dari pekerjaan, kebutuhan untuk berinteraksi secara akrab dengan orang lain dan lain sebagainya (Hariandja, 2009).

Tunjangan dan pemberian berbagai fasilitas disebut dengan berbagai macam istilah seperti benefit and services, program-program kesejahteraan, program-program pelayanan, kompensasi pelengkap, dan lain-lain. Apapun itu namun maksud dan tujuannya adalah sama yaitu untuk membantu pegawai memenuhi ke butuhannya di luar kebutuhan rasa adil, kebutuhan fisik dalam upaya meningkatkan komitmen pegawai kepada organisasi, meningkatkan produktivitas, mengurangi perputaran kerja dan mengurangi gangguan unjuk rasa sebagai faktor yang sangat penting dalam usaha meningkatkan efektivitas organisasi (Hariandja, 2009).

Lebih lanjut disebutkan dalam Hariandja, 2009 bahwa program tunjangan dan peningkatan kesejahteraan dapat dikategorikan menjadi lima yaitu :
1. Pembayaran upah tidak bekerja dengan alas an tertentu
2. Jaminan terhadap resiko kerja
3. Program peningkatan kesehatan dan kesejahteraan

MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
1.1.Pengertian Motivasi Kerja dan Kepuasan kerja
MOTIVASI KERJAMenurut Luthan (1992) Motivasi berasal dari kata latin movere, artinya “bergerak”. Motivasi merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya kekurangan psikologis atau kebutuhan yang menimbulkan suatu dorongan dengan maksud mencapai suatu tujuan atau insentif. Pengertian proses motivasi ini dapat dipahami melalui hubungan antara kebutuhan, dorongan dan insentif (tujuan). Motivasi dalam dunia kerja adalahsuatu yang dapat menimbulkan semangat atau dorongan kerja.

Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.

KEPUASAN KERJA
Dikemukan oleh Robbin (2001) bahwa kepuasan kerja adalah sikap yang umum terhadap suatu pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Pendapat lain bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang dimiliki oleh para individu sehubungan dengan jabatan atau pekerjaan mereka (Winardi,1992). Selain itu pendapat Indrawidjaja (2000) bahwa kepuasan kerja secar umum menyangkut berbagai hal seperti kognisi, emosi, dan kecenderungan perilaku seseorang. Adapun yang menentukan kepuasan kerja adalah:
1.Kerja yang secara mental menantang pegawai yang cenderung menyukai pekerjaan yang memberikan kesempatan menggunakan keterampilan dan kemampuan dalam bekerja
A . Teori Penetapan Tujuan
Teori ini dikemukakan oleh Locke (dalam Berry, 1998). Locke berpendapat bahwa maksud-maksud untuk bekerja kearah suatu tujuan merupakan sumber utama dari motivasi kerja. Artinya, tujuan memberitahukan karyawan apa yang perlu dikerjakan dan betapa banyak upaya akan dihabiskan.

Lima komponen dasar tujuan untuk meningkatkan tingkat motivasi karyawan, yaitu:
(1) Tujuan harus jelas (misalnya jumlah unit yang harus diselesaikan)
(2) Tujuan harus mempunyai tingkat kesulitan menengah sampai tinggi
(3) Karyawan harus menerima tujuan itu
(4) Karyawan harus menerima umpan balik mengenai kemajuannya dalam usaha mencapai tujuan tersebut
(5) Tujuan yang ditentukan secara partisipasif lebih baik dari pada tujuan yang ditentukan begitu saja.

B.Teori Keadilan (Equilty Theory)
Teori keadilan dari Adam menunjukkan bagaimana upah dapat memotivasi. Individu dalam dunia kerja akan selalu membandingkan dirinya dengan orang lain. Apabila terdapat ketidakwajaran akan mempengaruhi tingkat usahanya untuk bekerja dengan baik. Ia membuat perbandingan sosial dengan orang lain dalam pekerjaan yang dapat menyebabkan mereka merasa dibayar wajar atau tidak wajar. Perasaan ketidakadilan mengakibatkan perubahan kinerja. Menurut Adam, bahwa keadaan tegangan negatif akan memberikan motivasi untuk melakukan sesuatu dalam mengoreksinya.

KONSEP AUDIT KINERJA
A.   Definisi Audit
Audit atau pemeriksaan dalam arti luas bermakna evaluasi terhadap suatu organisasi, sistem, proses, atau produk. Audit dilaksanakan oleh pihak yang kompeten, objektif, dan tidak memihak, yang disebut auditor. Tujuannya adalah untuk melakukan verifikasi bahwa subjek dari audit telah diselesaikan atau berjalan sesuai dengan standar, regulasi, dan praktik yang telah disetujui dan diterima.

Jenis – Jenis Audit dalam Sektor Publik
Secara umum, ada tiga jenis audit dalam audit sektor publik, yaitu audit keuangan (financial audit), audit kepatuhan (compliance audit) dan audit kinerja (performance audit).
1. Audit keuangan adalah audit yang menjamin bahwa sistem akuntansi dan pengendalian keuangan berjalan secara efisien dan tepat serta transaksi keuangan diotorisasi serta dicatat secara benar.

Audit kepatuhan adalah audit yang memverifikasi/memeriksa bahwa pengeluaran-pengeluaran untuk pelayanan masyarakat telah disetujui dan telah sesuai dengan undang-undang peraturan. Dalam audit kepatuhan terdapat asas kepatutan selain kepatuhan (Harry Suharto, 2002). Dalam kepatuhan yang dinilai adalah ketaatan semua aktivitas sesuai dengan kebijakan, aturan, ketentuan dan undang-undang yang berlaku. Sedangkan kepatutan lebih pada keluhuran budi pimpinan dalam mengambil keputusan. Audit kinerja yang merupakan perluasan dari audit keuangan dalam hal tujuan dan prosedurnya. Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang diaudit. Audit kinerja merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif, agar dapat melakukan penilaian secara independen atas ekonomi dan efisiensi operasi, efektifitas dalam pencapaian hasil yang diinginkan dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan dan hukum yang berlaku, menentukan kesesuaian antara kinerja yang telah dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut. Kesimpulan:
1. Penilaian evaluasi kinerja dan kompenssi MSDM ini merupakan sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan ulang dan evaluasi prestasi kerja seseorang secara periodik. Dapat diartikan juga penilaian baik dari prestasi adalah suatu analisa yang adil dan jujur tentang nlai karyawan bagi organisasi. Suatu ancangan yang obyektif, sistematis dan menyeluruh kepada penilaian prestasi dapat menjadi suatu alat yang berguna bagi perusahaan. Ia bukan saja menjadi suatu alat untuk memberikan bimbingan kepada manajemen dalam menyeleksi karyawan untuk kenaikan pagkat atau gaji tetapi juga dipakai suatu alat pelatihan dan bimbingan guna membantu para Audit Kinerja Sektor Publik Pemerintah. Sebagaimana kita ketahui, akhir-akhir ini tuntutan masyarakat dan perhatian publik terhadap kinerja pemerintah dalam bidang-bidang yang menyentuh kebutuhan masyarakat umum seperti pelayanan publik semakin besar. Menanggapi hal tersebut, BPK sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa independen pemerintah perlu mengembangkan metodologi pemeriksaan.

Objek Pemeriksaan Kinerja
Pemeriksaan kinerja merupakan jenis pemeriksaan yang unik, salah satu keunikannya terletak pada bervariasinya objek pemeriksaan kinerja. 
Objek pemeriksaan kinerja dapat berupa:
1. organisasi atau entitas pemerintah, Organisasi dapat berupa entitas:
Pemerintah Pusat/Daerah,  
Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D), 
Badan Layanan Umum (BLU), dsb.

Dalam praktiknya, mengingat begitu luas dan kompleksnya suatu organisasi, maka pemeriksaan kinerja atas suatu organisasi sangatkaryawan pada segala jenjang dari organissi untuk meningkatkan prestasinya, dan untuk perencanaan karyawan berjangkauan panjang. penilaian prestasi dilakukan untuk memperoleh informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kegiatam manager sumber daya manusia (SDM) yang lain seperti perencanaan SDM , penarikan dan seleksi , pengembangan SDM, perencanaan dan pengembangan karir , program-program kompensasi, promosi, demosi, pensiun, dan pemecatan. Metode yang paling luas dipakai untuk mengukur (validitas/kelayakan untuk dipercayai) mengenai metode penilaian adalah membandingkan pengharkatan yang paling akhir dengan pengharkatan-pengharkatan terdahulu. Menafsirkan penilaian prestasi merupakan langkah penting yang terakhir. Walaupun sulit, tetapi diperlukan.Diharapkan dengan adanya pembuatan makalah ini dapat mengetahui bagaimana penilaian yang baik terhadap karyawan yang nantinya dapat diterapkan dalam suatu perusahaan.

Pembuatan makalah ini tentu ada banyak kekurangan dalam pembahasan materi, tentunya diharapkan dapat menambah materi yang belum diketahui, dan tentu ada tambahan materi yang sebelumnya belum diketahui. Pemahaman penilaian prestasi kerja tentu sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari jika kita ber kedudukan sebagai manajer dalam suatu perusahaan sehinggan nantinya kita dapat meneruskan dan mengembangkan usaha yang dijalani.

Untuk dapat mengetahui apakah organisasi telah menghasilkan output yang optimal dengan sumber daya yang dimilikinya, auditor dapat membandingkan output yang telah dicapai pada periode yang bersangkutan dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, kinerja tahun-tahun sebelumnya dan unit lain pada organisasi yang sama atau pada organisasi yang berbeda.
Ekonomi berarti meminimalkan biaya perolehan input untuk digunakan dalam proses, dengan tetap menjaga kualitas sejalan dengan prinsip dan praktik administrasi yang sehat dan kebijakan manajemen

2.    Audit Efektivitas
Audit efektivitas bertujuan untuk menentukan tingkat pencapaian hasil atau manfaat yang diinginkan, kesesuaian hasil dengan tujuan yang ditetapkan sebelumnya dan menentukan apakah entitas yang diaudit telah mempertimbangkan alternatif lain yang memberikan hasil yang sama dengan biaya yang paling rendah. Secara lebih rinci, tujuan pelaksanaan audit efektivitas atau audit program adalah dalam rangka:
menilai tujuan program, baik yang baru maupun yang sudah berjalan, apakah sudah memadai dan tepat;
menentukan tingkat pencapaian hasil suatu program yang diinginkan;
menilai efektivitas program dan atau unsur-unsur program secara terpisah;
mengidentifikasi faktor yang menghambat pelaksanaan kinerja yang baik dan memuaskan;
menentukan apakah manajemen telah mempertimbangkan alternatif untuk melaksanakan program yang mungkin dapat memberikan hasil yang lebih baik dan dengan biaya yang lebih rendah;
menentukan apakah program tersebut saling melengkapi, tumpang-tindih atau bertentangan dengan program lain yang terkait;
mengidentifikasi cara untuk dapat melaksanakan program tersebut dengan lebih baik;
menilai ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk program tersebut;
menilai apakah sistem pengendalian manajemen sudah cukup memadai untuk mengukur, melaporkan dan memantau tingkat efektivitas program;
menentukan apakah manajemen telah melaporkan ukuran yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai efektivitas program.
Efektivitas merupakan tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Efektivitas berkaitan dengan hubungan antara output yang dihasilkan dengan tujuan yang dicapai (outcome). Efektivitas berarti output yang dihasilkan telah memenuhi tujuan yang telah ditetapkan.

Standar Pemeriksaan Kinerja
Di Indonesia standar pemeriksaan pada sektor publik adalah Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan dengan Peraturan BPK RI No. 1 Tahun 2007. Berdasarkan SPKN, dalam pemeriksaan kinerja berlaku:
standar umum, 
standar pelaksanaan, dan 
standar pelaporan.
Standar umum berlaku bagi setiap jenis pemeriksaan baik itu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja maupun pemeriksaan dengan tujuan tertentu. 
Sedangkan standar pelaksanaan dan standar pelaporan adalah spesifik untuk setiap jenis pemeriksaan.

1) Standar Umum
Standar umum terdiri atas empat pernyataan yang berkaitan dengan persyaratan :
kemampuan dan keahlian pemeriksa, 
independensi organisasi dan individual pemeriksa, 
kemahiran professional berupa kecermatan dan keseksamaan, serta 
pengendalian mutu pemeriksaan.
Pernyataan standar umum pertama adalah:
“Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan professional yang memadai untuk melaksanaan tugas pemeriksaan.”
Pernyataan standar umum ke dua adalah:
“Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat memengaruhi independensinya.”
Pernyataan standar umum ke tiga adalah:
“Dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama.”
Pernyataan standar umum ke empat adalah:
“Setiap organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan standar pemeriksaan harus memiliki sistem pengendalian mutu yang memadai dan sistem pengendalian mutu tersebut harus di review oleh pihak  lain yang kompeten (pengendalian mutu eksternal).”

2) Standar Pelaksanaan
Standar pelaksanaan terdiri dari empat pernyataan yang berkaitan dengan syarat-syarat bagi pemeriksa dalam merencanakan dan mengawasi pekerjaan dilapangan.
Pernyataan standar pelaksanaan yang pertama adalah:
“Pekerjaan harus direncanakan secara memadai”
Pernyataan standar pelaksanaan ke dua adalah:
“Staf harus disupervisi dengan baik”
Pernyataan standar pelaksanaan yang ke tiga adalah:
“Bukti yang cukup, kompeten, dan relevan harus diperoleh untuk menjadi dasar yang memadai bagi temuan dan rekomendasi pemeriksa.”

Pernyataan standar pelaksanaan yang ke empat adalah:
“Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumen pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan. Dokumen pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa dokumen pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung temuan, simpulan, dan rekomendasi pemeriksa.”

3) Standar Pelaporan
Pernyataan standar pelaporan pertama adalah:
“Pemeriksa harus membuat laporan hasil pemeriksaan untuk mengomunikasikan setiap hasil pemeriksaan.”
Pernyataan standar pelaporan ke dua adalah:
“Laporan hasil pemeriksaan harus mencakup: (a) pernyataan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan Standar Pemeriksaan;(b) tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan; (c) hasil pemeriksaan berupa temuan pemeriksaan, simpulan, dan rekomendasi; (d) tanggapan pejabat yang bertanggung jawab atas hasil pemeriksaan; (e) pelaporan informasi rahasia apabila ada.”
Pernyataan standar pelaporan ke tiga adalah:
“Laporan hasil pemeriksaan harus tepat waktu, lengkap, akurat, objektif, meyakinkan, serta jelas dan seringkas mungkin.”
Pernyataan standar pelaporan ke empat adalah:
“Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang diperiksa, pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”


Proses dan Tahapan Pelaksanaan Audit Kinerja
PROSES AUDIT  
Secara umum, proses audit kinerja memiliki sistematika: 
1. Struktur audit kinerja 
2. Tahapan audit kinerja  
3. Kriteria atau indikator yang menjadi tolok ukur audit kinerja. 
1. Struktur Audit Kinerja 
Pada dasarya, struktur audit adalah sama, hal yg membedakan adalah spesific tasks  pada tiap tahap audit yg menggambarkan kebutuhan dari masing-masing audit.  Secara umum, struktur audit kinerja terdiri atas: 
a. Tahap-tahap audit 
b. Elemen masing-masing tahap audit 
c. Tujuan umum masing-masing elemen  
d. Tugas-tugas yang diperlukan untuk mencapai setiap tujuan 

2. Tahapan Audit Kinerja 
Audit kinerja merupakan perluasan dari audit keuangan dalam hal tujuan dan prosedurya. Berdasarkan kerangka umum struktur audit di atas, dapat dikembangkan struktur audit kinerja yang terdiri atas: 
a. Tahap pengenalan dan perencanaan (familiarization and planning phase) 
b. Tahap pengauditan (audit phase) 
c. Tahap pelaporan (reporting phase) 
d. Tahap penindaklanjutan (follow-up phase)

TAHAP PENGENALAN & PERENCANAAN 
(Familiarization and Planning Phase)  
Tahap pengenalan dan  perencanaan terdiri dari dua elemen: 
A. Survei Pendahuluan (Preliminary Survey)
Survei pendahuluan, bertujuan untuk menghasilkan research plan yang detail yg  dapat membantu auditor dalam mengukur kinerja. Auditor akan berupaya untuk memperoleh gambaran yang akurat tentang lingkungan organisasi yang diaudit, terutama berkaitan dengan:  
1. Struktur dan operasi organisasi 
2. Lingkungan manajemen 
3. Kebijakan, standar, dan  prosedur kerja 

Deskripsi yang akurat tentang lingkungan organisasi yang diaudit akan membantu  auditor untuk menentukan tujuan audit dan rencana audit secara detail, memanfaatkan sumber  daya yang ada untuk berbagai hal yang bersifat material, mendesain tugas secara efisien dan  menghindari kesalahan

B. Review Sistem Pengendalian (Control System Review) 
Review SPM, bertujuan untuk mengembangkan temuan berdasarkan perbandingan  antara kinerja dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada audit keuangan, audit dimulai dengan review dan evaluasi terhadap SPI  terutama yang berkaitan dengan prosedur akuntansinya. Pada audit kinerja, auditor harus menelaah SPM untuk menemukan kelemahan pengendalian yang signifikan agar menjadi  perhatian manajemen dan untuk luas, sifat dan waktu pekerjaan pemeriksaan berikutnya SPM memberikan gambaran tentang metoda dan prosedur yg digunakan oleh organisasi untuk mengendalikan kinerjanya. Pengendalian manajemen bertujuan untuk memastikan bahwa tujuan organisasi dicapai secara ekonomis, efisien, dan sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Tiga langkah prosedur audit yg dilakukan pada review sistem pengendalian: 
1. Menganalisis sistem manajemen organisasi 
2. Membandingkannya dengan model yang ada. 
3. Mencatat dugaan terhadap setiap ketidakcocokan/ketidaksesuaian 

Kriteria penilaian yang digunakan untuk reliabilitas data dibagi dalam dua area, yaitu: 
1. Proses pengumpulan, perhitungan, dan pelaporan data 
a. Prosedur yang ada didesain untuk memastikan fairness, dependability, dan reliability data. 
b. Terdapat pengendalian dalam proses pengumpulan dan penghitungan data untuk  memastikan integritas data. 
c. Pengendalian yang telah ditetapkan sudah dijalankan. 
d. Terdapat dokumentasi yang memadai untuk menentukan integritas data. 

2. Kecukupan pelaporan data 
a. Data yang dikumpulkan dan dihitung, dibuat dengan dasar yang konsisten dengan tahun  sebelumnya 
b. Kewajaran dan reliabilitas data disajikan dengan kriteria tertentu 

Audit pada tahap pengenalan dan perencanaan mempersiapkan dokumen: 
1. Analitical memorandum berisi identifikasi kelemahan yang material dalam sistem  pengendalian manajemen dan pembuatan rekomendasi untuk perbaikan atas kelemahan  tersebut. 
2. Planning memorandum dibuat berdasarkan hasil review sistem pengendalian untuk  menentukan sifat, luas, dan waktu pekerjaan audit berikutnya.

Indikator kinerja dapat membantu pemakai laporan dalam menilai kinerja organisasi  yang diaudit. Penggunaan indikator kinerja untuk masing-masing organisasi juga penting untuk  mengantisipasi kemungkinan bahwa ukuran kerja untuk suatu organisasi berbeda dengan ukuran kerja organisasi lain.

1. Perencanaan Pemeriksaan
Tujuan perencanaan pemeriksaan adalah mempersiapkan suatu program pemeriksaan yang akan digunakan sebagai dasar bagi pelaksanaan pemeriksaan sehingga pemeriksaan dapat berjalan secara efisien dan efektif. 

Perencanaan pemeriksaan terdiri dari lima tahap, yaitu:
a. Pengidentifikasian masalah
Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada dalam organisasi, program, dan fungsi pelayanan publik yang diperiksa. Dua kegiatan utama yang dilakukan dalam tahap pengidentifikasian masalah adalah pemahaman atas rencana strategis dan kebijakan Badan tentang pemeriksaan kinerja dan pemahaman atas entitas yang akan diperiksa..

Beberapa Konsep Dasar yang ada dalam tahap identifikasi masalah:
Entitas adalah suatu organisasi yang didirikan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki;
Input adalah sumber daya yang dimiliki dan digunakan entitas untuk menghasilkan output antara lain berupa dana, sumber daya manusia, peralatan dan material;
Proses adalah kegiatan-kegiatan operasional yang menggunakan input untuk menghasilkan output; 
Output adalah barang-barang diproduksi; jasa yang diserahkan/diberikan, atau hasil-hasil lain dari proses atas input (what is produced).

Secara garis besar, pemahaman terhadap entitas yang diperiksa meliputi dua hal, yaitu:
1. Gambaran umum entitas, yang terdiri dari:
Visi, misi dan strategi entitas
Peraturan terkait (legal mandate)
Lingkungan internal, eksternal dan pihak terkait (stakeholders)
Tugas pokok dan fungsi entitas
Struktur organisasi
Anggaran dan realisasi
Key Performance Indikators (KPI) yang digunakan
Hasil pemeriksaan yang lalu.

2. Memahami input, proses dan output entitas.
Pemahaman terhadap input, proses dan output entitas dimaksud agar pemeriksa dapat memahami bagaimana proses produksi yang dilakukan oleh entitas, yaitu sumber daya apa yang digunakan sebagai input, bagaimana sumber daya tersebut diproses untuk menghasilkan output dan output (barang atau jasa) apa yang dihasilkan dari proses produksi tersebut. Pemahaman input, proses dan output akan memudahkan pemeriksa untuk mengidentifikasi permasalahan apa yang akan timbul pada ketiga hal tersebut dan apa akibat dari permasalahan tersebut.

Sumber informasi yang dapat membantu pemeriksa dalam proses identifikasi masalah, antara lain:
a. Rencana strategis BPK dan kebijakan Badan tentang pemeriksaan kinerja;
b. Hasil pemeriksaan terdahulu;
c. Peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. Pernyataan-pernyataan dan atau keputusan pemerintah;
e. Pendapat publik yang direfleksikan dalam keputusan-keputusan dan atau risalah-risalah sidang/rapat DPR;
f. Strategi dan rencana kerja, dan laporan tahunan entitas;
g. Anggaran entitas;
h. Struktur organisasi;
i. Kebijakan-kebijakan yang ditetapkan entitas;
j. Petunjuk pelaksanaan intern dan pedoman operasional yang ada;
k. Evaluasi program entitas dan rencana periksa intern;
l. Hasil evaluasi dan laporan internal periksa entitas;
m. Notulen rapat pimpinan/manajemen;
n. Hasil-hasil diskusi dengan manajemen dan stakeholders;
o. Hasil studi yang dilakukan oleh industri, professional atau kelompok-kelompok yang mempunyai kepentingan dengan entitas yang diperiksa;
p. Hasil-hasil penelitian akademis;
q. Hasil liputan media massa.

Pengumpulan informasi dalam rangka identifikasi masalah dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Pelajari rencana strategis BPK dan Kebijakan Badan tentang pemeriksaan kinerja;
b. Pahami entitas yang akan diperiksa, bila diperlukan lakukan observasi singkat di lapanan dan wawancara dengan manajemen;
c. Reviu peraturan-peraturan yang mendasari program yang diperiksa, laporan kemajuan pelaksanaan program serta hambatan-hambatan dalam pelaksanaan program;
d. Identifikasi dan reviu tujuan dan program yang diperiksa;
e. Teliti apakah telah ada tolak ukur, standar atau KPI untuk mengukur keberhasilan program;
f. Teliti kemungkinan adanya hambatan yang dialami entitas dalam melaksanakan kewenangannya, yang mungkin disebabkan oleh adanya kewenangan serupa yang dimiliki oleh entitas lain;
g. Teliti kemungkinan adanya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh entitas yang diperiksa;
h. Teliti kemungkinan adanya peraturan atau kebijakan pemerintah yang menghambat pencapaian tujuan dari program yang telah ditetapkan

b. Penentuan area kunci
Tujuan dari tahap ini adalah untuk memilih area, bidang atau kegiatan yang akan menjadi fokus dalam pemeriksaan. Penentuan area kunci yang tepat akan memungkinkan penggunaan sumber daya pemeriksaan secara lebih efisien dan efektif. Beberapa factor yang dapat dipertimbangkan dalam penentuan area kunci adalah risiko terhadap manajemen, signifikansi suatu program, dampak pemeriksaan dan auditabilitas.
1. Risiko Manajemen
Pendekatan pemeriksaan berbasis risiko dalam pemeriksaan laporan keuangan diartikan sebagai suatu pendekatan dengan menggunakan analisis risiko untuk menentukan area penting yang seharusnya menjadi fokus pemeriksaan. Pada pemeriksaan laporan keuangan berfokus pada risiko terjadinya salah saji material dalam penyajian laporan keuangan. Pendekatan pemeriksaan berbasis risiko dalam pemeriksaan kinerja, lebih ditekankan pada risiko yang ditanggung manajemen terkait dengan aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.Beberapa hal yang dapat digunakan untuk menilai kemungkinan terjadinya risiko manajemen dari sisi ekonomi, efisiensi, dan efektivitas antara lain:
a. Pengeluaran di bawah/di atas anggaran dalam jumlah yang signifikan;
b. Tidak tercapainya tujuan yang telah ditetapkan;
c. Tingginya mutasi pegawai;
d. Manajemen tidak bereaksi atas kelemahan yang ditemukan;
e. Ekspansi program secara mendadak;
f. Hubungan tanggung jawab yang tumpang tindih, tidak jelas atau membingungkan;
g. Aktivitas yang bersifat kompleks dalam suatu lingkungan yang penuh dengan ketidakpastian. Beberapa indikator yang mengakibatkan ketidakpastian tersebut antara lain :
Kegiatan yang amat terdesentralisasi dengan banyak pihak yang berkepentingan;
Penggunaan teknologi yang berkembang amat pesat dan canggih;
Lingkungan yang dinamis dan kompetitif;
Melibatkan berbagai macam instansi/lintas sektoral, dan;
Proyek atau aktivitas yang baru.
Penentuan risiko manajemen sangat dipengaruhi oleh penilaian pemeriksa atas pengendalian internal. Pengendalian yang lemah atas suatu program/kegiatan mengandung risiko yang tinggi. Pengendalian yang lemah atas suatu program/kegiatan mengakibatkan tujuan program/kegiatan (meliputi efektifitas, efisiensi, atau ekonomi) semakin sulit tercapai. Pemahaman mengenai Sistem Pengendalian Internal (SPI) dari entitas dapat diperoleh dari hasil pengujian SPI pada pemeriksaan keuangan. Apabila belum terdapat data mengenai hasil pengujian SPI dari pemeriksaan keuangan maka pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan SPI khusus atas area-area potensial yang akan menjadi area kunci.
2. Signifikansi
Konsep signifikansi dalam pemeriksaan kinerja hampir sama dengan materialitas dalam pemeriksaan keuangan. Signifikansi suatu area pemeriksaan berkaitan dengan dampak yang dihasilkan area tersebut terhadap objek pemeriksaan secara keseluruhan. Signifikansi bergantung pada apakah suatu kegiatan dalam suatu area pemeriksaan secara komparatif memiliki pengaruh yang besar terhadap kegiatan lainnya dalam objek pemeriksaan secara keseluruhan. Penentuan signifikansi merupakan penilaian profesional dimana seorang pemeriksa harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti materialitas keuangan, batas kritis keberhasilan, dan visibilitas.
a. Aspek materialitas keuangan
Materialitas keuangan adalah salah satu aspek dari signifikansi. Faktor ini didasarkan atas penilaian terhadap aset yang dikuasai, jumlah penerimaan dan pengeluaran yang dikelola oleh entitas yang diperiksa.
b. Aspek batas kritis keberhasilan
Aspek batas kritis keberhasilan menunjukkan pentingnya suatu area dalam menentukan keberhasilan suatu entitas. Apabila perbaikan yang ditimbulkan akan memberikan dampak yang signifikan terhadap operasi entitas maka signifikansinya akan tinggi. Sebaliknya terhadap suatu pekerjaan yang bersifat rutin dan perbaikan kinerja suatu objek tidak berdampak luas terhadap kinerja entitas secara keseluruhan maka tingkat signifikansinya relatif rendah.
c. Visibilitas
Visibilitas atau kejelasan suatu area, berhubungan erat dengan  dampak eksternal dari kegiatan/program tersebut. Hal ini berkaitan dengan faktor sosial, ekonomi dan lingkungan, serta pentingnya kegiatan tersebut terhadap program pemerintah atau masyarakat.
3. Dampak Audit
Dampak audit merupakan nilai tambah yang diharapkan dari audit tersebut, yaitu suatu perubahan dan perbaikan yang dapat meningkatkan ‘3E’ dari area yang diperiksa. Nilai tambah yang dihasilkan dari suatu audit merupakan hal penting dalam menentukan area kunci yang akan diperiksa secara terinci. Contoh dampak audit yang diharapkan :
a. Aspek ekonomi
1) Pengurangan biaya sebagai hasil dari pengadaan yang lebih baik;
2) Pengurangan biaya akibat pemanfaatan sumber daya yang lebih ekonomis.
b. Aspek efisiensi
1) Peningkatan output pada tingkat input yang sama.
2) Perbaikan atas pekerjaan ganda dan kurang koordinasi.
c. Aspek efektivitas
1) Perbaikan analisis kebutuhan.
2) Memperjelas tujuan dan kebijakan.
4. Auditabilitas
Auditabilitas berhubungan dengan kemampuan BPK RI (AKN dan Kantor Perwakilan) untuk melaksanakan audit sesuai dengan standar profesi (SPKN). Berbagai keadaan dapat terjadi, yang menyebabkan pemeriksa memutuskan untuk tidak melakukan audit dalam area tertentu walaupun hal tersebut amat signifikan. Berbagai situasi mungkin terjadi sehingga menyebabkan pemeriksa memutus kan untuk tidak melaksanakan pemeriksaan pada beberapa area tertentu walaupun hal itu signifikan. Dalam memutuskan hal tersebut, pemeriksa dapat mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. Sifat kegiatan yang tidak memungkinkan untuk diaudit, misalnya untuk melakukan audit atas pertimbangan-pertimbangan teknis suatu fasilitas penelitian.
b. Bila pemeriksa tidak memiliki atau mendapatkan keahlian yang dipersyaratkan.
c. Area tersebut sedang dalam perubahan yang signifikan dan mendasar.
d. Kriteria yang cocok/pantas tidak tersedia untuk menilai kinerja.
e. Lokasi dimana pekerjaan lapangan tidak dapat dijangkau sehubungan dengan bencana alam atau alasan lain.
Apabila hal di atas ditemukan, maka pemeriksa perlu mempertimbangkan untuk tidak melanjutkan pemeriksaan ke pemeriksaan terinci.
Matrik Pembobotan Area Kunci
Untuk melakukan penilaian terhadap faktor-faktor pemilihan yaitu faktor risiko manajemen, signifikansi, dampak pemeriksaan, dan auditabilitas, pemeriksa dapat melakukan pembobotan berdasarkan pertimbangan profesionalnya (professional judgment). Pertimbangan pembobotan yang dilakukan oleh pemeriksa harus dituangkan dalam matrik penentuan area kunci. Dalam rangka pelaksanaan quality control (QC) dan informasi yang lengkap bagi pemeriksa berikutnya maka pertimbangan pembobotan per selection factor dilakukan dalam bentuk deskripsi.
Pembobotan dilakukan  dengan menggunakan matriks pembobotan dengan skor terhadap faktor-faktor pemilihan sebagai berikut:
Tinggi = skor 3
Sedang = skor 2
Rendah = skor 1

TAHAPAN AUDIT (Audit Phase) 
  Tahapan dalam audit kinerja terdiri dari tiga elemen, yaitu: 
1. Telaah hasil-hasil program (program results review) 
2. Telaah ekonomi dan efisiensi (economy and efficiency review) 
3. Telaah kepatuhan (compliance review) 
 
Tahapan-tahapan dalam audit kinerja disusun untuk membantu auditor dalam  mencapai tujuan audit kinerja. Review hasil-hasil program akan membantu auditor untuk  mengetahui apakah entitas telah melakukan sesuatu yang benar. Review ekonomi dan efisiensi  akan mengarahkan auditor untuk mengetahui apakah entitas telah melakukan sesuatu yang benar  tadi secara ekonomis dan efisien. Review kepatuhan akan membnatu auditor untuk menentukan  apakah entitas telah melakukan segala sesuatu dengan cara-cara yang benar, sesuai aturan dan  hukum yang berlaku. Dalam menjalankan elemen-elemen tersebut, auditor juga harus  memepertimbangkan biaya. Atas dasar tersebut, setiap elemen harus dijalankan secara terpisah.

Tujuan tahap pelaksanaan pemeriksaan adalah untuk mengumpulkan bukti-bukti dan menguji apakah bukti-bukti tersebut telah lengkap dan tepat serta menentukan apakah bukti yang dikumpulkan telah cukup untuk menilai kinerja suatu entitas dengan membandingkannya terhadap kriteria yang telah ditetapkan.

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan pemeriksaan meliputi:
a. Memperoleh dan menguji data untuk menjawab tujuan pemeriksaan;
b. Menyusun dan menyampaikan konsep temuan pemeriksaan;
c. Memperoleh tanggapan resmi dan tertulis atas konsep temuan pemeriksaan; dan
d. Menyampaikan temuan pemeriksaan

3. Pelaporan pemeriksaan
Penyusunan laporan pemeriksaan bertujuan untuk memberikan informasi, rekomendasi, dan penilaian yang independen bagi pengguna laporan atas kegiatan yang dilakukan oleh entitas yang diperiksa dengan harapan agar teradi perubahan positif bagi kinerja entitas tersebut di masa datang.

Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaporan adalah:
a. Penyusunan konsep laporan hasil pemeriksaan
b. Perolehan tanggapan atas rekomendasi
c. Penyusunan dan penyampaian laporan hasil pemeriksaan




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Penilaian evaluasi kinerja dan kompensasi MSDM ini merupakan sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan ulang dan evaluasi prestasi kerja seseorang secara periodik. Dapat diartikan juga penilaian baik dari prestasi adalah suatu analisa yang adil dan jujur tentang nlai karyawan bagi organisasi. Suatu ancangan yang obyektif, sistematis dan menyeluruh kepada penilaian prestasi dapat menjadi suatu alat yang berguna bagi perusahaan. Ia bukan saja menjadi suatu alat untuk memberikan bimbingan kepada manajemen dalam menyeleksi karyawan untuk kenaikan pagkat atau gaji tetapi juga dipakai suatu alat pelatihan dan bimbingan guna membantu para karyawan pada segala jenjang dari organisasi untuk meningkatkan prestasinya, dan untuk perencanaan karyawan berjangka panjang. penilaian prestasi dilakukan untuk memperoleh informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kegiatan manager sumber daya manusia (SDM) yang lain seperti perencanaan SDM, penarikan dan seleksi , pengembangan SDM, perencanaan dan pengembangan karir , program-program kompensasi, promosi, demosi, pensiun, dan pemecatan. Metode yang paling luas dipakai untuk mengukur (validitas/kelayakan untuk dipercayai) mengenai metode penilaian adalah membandingkan pengharkatan yang paling akhir dengan pengharkatan-pengharkatan terdahulu. Menafsirkan penilaian prestasi merupakan langkah penting yang terakhir. Walaupun sulit, tetapi diperlukan.Diharapkan dengan adanya pembuatan makalah ini dapat mengetahui bagaimana penilaian yang baik terhadap karyawan yang nantinya dapat diterapkan dalam suatu perusahaan.

Pembuatan makalah ini tentu ada banyak kekurangan dalam pembahasan materi, tentunya diharapkan dapat menambah materi yang belum diketahui, dan tentu ada tambahan materi yang sebelumnya belum diketahui. Pemahaman penilaian prestasi kerja tentu sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari jika kita ber kedudukan sebagai manajer dalam suatu perusahaan sehingga nantinya kita dapat meneruskan dan mengembangkan usaha yang dijalani.



DAFTAR PUSTAKA

Mathis, R.L. & J.H. Jackson. 2006. Human Resource Management: Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan Dian Angelia. Jakarta: Salemba Empat.
Eugene McKenna dan Nie Beech, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi pertama, cetakan pertama, Penerbit : ANDI, Yogyakarta.

Hasibuan, H. Malayu S.P. 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara.

Singgih, L.Moses., dkk. 2001.Pengukuran dan analisa kinerja dengan metode Balanced Scorecard . Media kompertindo, jakarta .

Mangkunegara, Anwar Prabu, 2005, Perilaku dan Budaya Organisasi, cetakan pertama, Penerbit : Remaja Rosda Karya, Malang  

Moeljono, Djokosantoso, 2005, Budaya Organisasi dalam Tantangan, Penerbit :  Elex Media Komputindo, Jakarta.

Moh. Pabundu Tika, 2008, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, cetakan kedua, Penerbit : Bumi Aksara, Jakarta.

Mangkunegara, Anwar Prabu, 2008, Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, edisi kedua, cetakan ketiga, Penerbit : Refika Aditama, Bandung 

Rachmawati, Nuraini Eka, 2004, Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia sebagai Basis Meraih Keunggulan Kompetitif, edisi pertama, cetakan pertama, Penerbit : Ekonisia, Yogyakarta.

Rivai, Veithzal, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, edisi kedua, cetakan kedua, RajaGrafindo Persada, Jakarta

Ruky S. Achmad, 2006, Sumber Daya Berkualitas, Mengubah Visi Menjadi Realita, cetakan kedua, Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Sutrisno, Edy, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi pertama, cetakan pertama, Penerbit : Kencana Prenada Media Group, Jakarta

Sofyandi, Herman, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi pertama, cetakan pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta

Winandi dan Budiono (2009), “Pengaruh iklim kerja, kompensasi dan kompetensi terhadap produktivitas kerja pegawai dan dosen pada STIE-STMIK Insan Pembangunan,” JOCE IP,








*Sumber: https://www.academia.edu/41573472/LISA_OCTAVIANI_MAKALAH_EVALUASI_KINERJA

Tag : Manajemen SDM
0 Komentar untuk "Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia(MSDM)"

Back To Top