Pandangan dan Tinjauan Metafisika

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Metafisika adalah landasan awal ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan dan pendidikan dalam Islam. Karena metafisika adalah sumber ilmu pengetahuan itu sendiri. Pemahaman barat yang mengesampingkan metafisika membuat ilmu pengetahuan menjadi mundur, dan Islam yang ikut-ikutan terhadap konsep ini menjadi mundur dalam segala hal. Konsep terciptanya alam semesta tidak dapat dipungkiri pasti terdiri dari fisika dan metafisika. Maka memahami metafisika adalah hal yang dapat membuka cakrawala dalam pendidikan dan ilmu pengatahuan. Al-Attas mengajarkan cara memahami metafisika yang baik dan sebenarnya menurut Islam.

Manusia dan psikologinya merupakan konsep fisika dan metafisika itu sendiri. Subjek dan objek ilmu pengetahuan yang bersumber dari manusia harusnya mampu menyadarkan para manusia yang lupa bahwa psikologi merupakan bagian dari metafisika yang secara kasad mata tidak nampak dan hanya terlihat pada tanda-tanda dan gejala. Tujuan manusia dan psikologinya adalah menagih ilmu pengetahuan yang baik dan benar, karena ini akan menjadi obat bagi tabiat manusia yang pelupa dan membutuhkan ilmu pengetahuan agar terhindar dari keburukannya.

Selain itu, kesalahan konsep kebebasan manusia menurut barat menjadi sumber kemunduran ilmu pengetahuan dan filsafat Islam. Kesalahan ini yang mengagap manusia bebas adalah lepas tanpa batas. Seharusnya menusia diarahkan pada kebabasan yang hakiki yang pada hakikatnya memang membutuhkan kebaikan. Nasib manusia bukan hanyalah ketentuan yang tidak bisa diubah, tapi bisa diusahakan dengan berbagai hal dan memilih dengan baik adalah nasib yang sesungguhnya.

Kemudian, yang lebih luas dari itu semua adalah alam jagad raya yang tidak nampak seluruhnya oleh mata menusia dan hanya bisa diprediksi keadaannya. Seperti halnya alam diluar bumi, tidak pernah bisa terdata sesungguhnya secara sempurna. Tidak ada satupun manusia yang dapat memasuki inti matahari, blakchole, inti bumi dan ujung galaksi. Ini keterbatasan manusia yang sebenarnya diketahui adalah keterbatasan manusia oleh konsep barat, namun mereka tetap tidak mengakui, siapa zat yang menciptakan alam jagad raya nan luas ini. Mereka hanya tetap mementingkan pemahamannya sendiri dan mengalami kebingungan atas apa yang tidak dapat terjawab oleh empiris dan rasio. Dan dari sebab itu, Pandangan Metafisika merupakan pandangan awal yang harus dipahami oleh setiap manusia, baik yang tidak apalagi yang menuntut ilmu, dan baik yang tidak apalagi yang Islam demi mendapatkan ilmu pengetahuan dan pendidikan yang benar.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana metafisika Islam menurut Al-Attas?
2. Bagaimana manusia dan psikologinya?
3. Bagaimana maksud kebebasan dan nasib manusia?
4. Bagaimana jagad raya menurut filsafat pendidikan Islam Al-Attas?

C. Tujuan Penulisan
Makalah ini ditulis bertujuan untuk :
1. Mengetahui metafisika Islam menurut Al-Attas?
2. Mengetahui manusia dan psikologinya?
3. Mengetahui maksud kebebasan dan nasib manusia?
4. Mengetahui jagad raya menurut filsafat pendidikan Islam Al-Attas?



BAB II
PEMBAHASAN

A. Metafisika Islam Menurut Al-Attas
Pada awalnya, kesalahan muatan pendidikan merupakan sumber yang menimbulkan kemunduran dan kelemahan umat Islam dalam bidang Ekonomi dan Politik. Kekeliruan mengenai makna agama, kata-kata kunci, aspek-aspek islam, jiwa, sains dan institusi-institusi peradaban lain membuat Islam menjadi mundur karena konsepnya tidak tersampaikan. Metafisika membicarakan hakikat Realitas Mutlak yang sesungguhnya ini adalah sumber dari segala ilmu. Metafisika pada masa sekarang tidak populer dalam pendidikan modern karena berkembangnya budaya barat menutup mata Islam dan pendidikan modern dari metafisika. Metafisika sangat penting dalam menentukan konsepsi mengenai alam jagad raya, psikologi, epistemologi, etika dan logika serta berbagai sumber ilmu lainnya yang tidak dapat terjawab secara kasad mata dan tidak terjawab hanya pada empiris dan rasio saja. 

Pandangan dan Tinjauan Metafisika

Filsafat pendidikan berpengaruh untuk dasar pendidikan karena filsafat pendidikan membahas ontoligi, epistimologi dan aksioligi pendidikan secara mendalam dan akan membawa pendidikan pada kemajuan yang sesungguhnya. Filsafat memiliki hubungan terhadap pendidikan secara erat dan menerangkan inti sumber ilmu berasal.

Monadisme Leibnitz menyatakan bahwa: Monad adalah implikasi yang muncul karena alam ini yang terdiri dari pusat kesadaran kekuatan spiritual atau energi. Setiap monad mempresentasikan satu mikrokosmos, dan berkembang secara independen antara satu dan yang lain. Alam terdiri dari monad-monad dan merupakan keharmonian rencana Tuhan. Ini saling berkaitan antara metafisika islam, filsafat islam dan pendidikan berlandaskan Islam. Pandangan metafisika Islam merupakan konsep dan praktik pendidikan Islam yang jika dipahami secara mendalam dan diterapkan secara perlahan akan menjadi bentuk pendidikan Islam yang sesungguhnya. 

Menurut Al-Attas, Inti dari Metafisika adalah Allah, jika seseorang sudah mengenal Allah, maka dia akan mengenal semua makhluknya yang bersifat metafikik seperti malaikat, iblis, jin dan lain-lain. Metafisika adalah pemahaman mengenai Al-Qur’an, Hadits dan Doktrin Tasawuf asli. Pemahaman tentang Al-Qur’an harus derdasarkan tafsir oleh ayat mukhtamat lain, dan hadits shahih. Maka metafisika dari al-Quran akan terjawab. Al-Qur’an dan Hadits adalah bahasa Arab yang diislamkan, ilmiah dan memuat kebenaran.

Sufisme atau tasawuf ialah praktik syariat pada tingkat ihsan, tingkat tertinggi dalam realisasi kehidupan agama. Seseorang yang meyakini adanya metafisika akan benar-benar memahami keberadaan tuhan. Dan ini akan membawa seseorang pada tingkat ihsan. Kebeeadaan tuhan ditunjukan berdasarkan nama-nama dan sifatnya. Asmaul Husna dan Sifat-sifat tuhan adalah bukti keberadaan tuhan. Esensi (zat) atau hakikat Tuhan itu sama dengan eksistensinya atau keberadaannya. Nama-Nama dan Sifat Tuhan tidak dikatakan Wujud dan Non wijud, melainkan Entitas-Entitas pertama yang permanen. Entitas pertama ini tetap dan tidak berubah sampai kapanpun.

Konsepsi seberadaan dan keesaan Tuhan dapat dicapai melalui akal dan usaha intelektual. Walaupun demikian, akal yang tidak memiliki persiapan tidak akan dapat mengetahui Nama-Nya dan tidak pula dapat memahami dengan baik hubungan Tuhan dengan semua ciptaan-Nya dan sebaliknya. Itulah sebabnya kenapa pemikiran Yunani, meskipun menguasai permasalahan-permasalahan intelektual secara mendalam, tidak sampai pada ilmu dan keyakinan yang benar mengenai Tuhan dan hubungan-Nya dengan makhluk ciptaan-Nya. 

B. Manusia dan Psikologinya
Berbicara mengenai manusia, banyak hal menarik yang dapat diungkapkan. Al-Attas menjadikan manusia dan psikologinya sebagai pandangan metafisika karena manusia adalah subjek dan objek dalam ilmu pengetahuan, maka manusia harus memahami metafisika alam semesta dan metafisika dalam dirinya. Ketika berkaitan dengan mengatur tubuh ia disebut “jiwa”. Ketika berkaitan dengan intuisi ia di sebut “hati”. Ketika berkaitan dengan intelektual ia disebut “intelek”. Ketika berkaitan dengan dunia yang abstrak ia disebut “ruh”. Manusia diberi pengetahuan mengenai keadaaan dan sifat benda yang bersifat kasat mata, intelijibel, dan pengetahuan mengenai Tuhan. Akan tetapi manusia hanya di beri pengetahuan sedikit tentang “Ruh”.

Pada psikologi manusia, manusia pada tabiatnya memiliki sifat pelupa, yaitu suatu kondisi yang membuatnya menjadi tidak taat, melakukan kedzhaliman, melakukan hal-hal yang bodoh. Oleh karena itu, kesadaran beragama menjadi salah satu cara membuat kelemahan itu menjadi berkurang. Kesadaran beragama manusia menurut Al-Attas diantaranya kesaksian terhadap Allah dan mengakui Allah adalah sebenarbenarnya Tuhan. “Dan ingatlah ketika tuhanmu mengeluarkan keturunan anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman: Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab : benar, kami bersaksi engkau betul-betul Tuhan kami.” Dan Al-Attas mengatakan: tujuan utama dien ini untuk mengembalikan manusia sebelum keadaan perpisahan. Suatu keadaan yang didalamnya terdapat kesadaraan akan jati diri dan nasib spiritualnya.

Tujuan dari manusia baik secara fisik maupun psikis sesungguhnya adalah menginginkan dien, dan tujuan dien dapat dicapai dengan:
1. Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan dan aktualisasi tingkah laku yang baik terpusat dalam pemahaman terhadap teks-teks wahyu Tuhan, simbol-simbolnya di alam semesta. Yang di peroleh melalui dengan berbagai cabang ilmu pengetahuan & penerapan yang sewajarnya yang mengikuti prinsip etika, kebijaksanaan, kesabaran, keberanian, keadilan untuk mencapai kebahagiaan di dunia &di akhirat.

2. Metafisis Islam
Manusia tidak sebatas subjek tetapi juga sebagai objek pengetahuan. Hal ini disebabkan cara mendidik yang benar haruslah melibatkan pelatihan fisik& spiritual manusia. Fisik atau jasad memiliki kontribusi yang besar terhadap perkembangan intelektual & spiritual manusia. Jasad merupakan sesuatu yang penting dalam upaya mencari & membuktikan ilmu pengetahuan empiris karna melalui jasadlah informasi dan data tertentu tentang dunia dan pengalaman bisa di kembangkan oleh ruh pada:
a. Prinsip-prinsip
b. Ide-ide
c. Keyakinan umum
Dengan cara ini pula ruh dapat mengetahui makna-makna sesuatu yang bisa di indra atau tidak.

3. Kemampuan Manusia
Kapasitas intelektual manusia berbeda-beda dan kemampuan etika manusia berbeda. Untuk itulah nilai moral tertinggi tidak terletak dalam usaha mencari persamaan, tetapi usaha dalam mencapai keadilan yang membutuhkan:
a. ilmu pengetahuan
b. kebijaksanaan.
Jika manusia di ciptakan setara & berada-berada dalam kondisi yang sama pada gilirannya akan menimbulakan makna ilmu pengetahuan, kebenaran, keadilan sebagai sesuatu yang mustahil. 

C. Kebebasan dan Nasib Manusia
Al-Attas berpegang pada akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yaitu bahwa Allah adalah pencipta semua tindakan-tindakan hambaNya. Semua terjadi karena kehendak Allah. Hamba-hamba-Nya memiliki pilihan (ikhtiar) yang karenanya mereka diberi pahala dan azab. Eksistensi itu adalah baik karena ia merupakan objek kehendak yang universal. Konsekuensinya adalah bahwa kejahatan itu tidak pernah absolut, “tetapi hanya sesuatu yang relatif, parsial, dan negatif....”.

Meyakini takdir tidak berarti menolak pentingnya pendidikan. Meskipun nasib manusia telah ditentukan sejak awal, pendidikan tidak hanya dianggap sebagai bagian yang integral dalam akidah Islam, tetapi juga merupakan kewajiban yang harus diupayakan oleh setiap orang Islam. Potensi laten yang secara alami terdapat dalam diri manusia haruslah diolah melalui proses pendidikan. Apapun bentuk kemampuan dan ketidakmampuan yang dimiliki manusia, semuanya bisa diperbaiki dan ditingkatkan melalui pendidikan yang efektif.

Keinginan dan pengetahuan mengenai penyerahan diri kepada Tuhan-lah yang sebenarnya disebut kebebasan manusia yang sejati. Istilah yang tepat untuk kata “kebebasan” adalah ikhtiar, berarti “memilih sesuatu yang terbaik”. Memilih seuatu yang terbaik merupakan kebebasan sejati. Memilih sesuatu yang tidak baik adalah ketidakadilan (zhulm). Untuk melakukan sesuatu yang baik seseorang dituntut untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar mana yang salah.

Sebaliknya, memilih sesuatu yang buruk adalah pilihan yang berdasarkan kejahilan dan aspek-aspek tercela nafsu hewani. Al-Attas menganggap bahwa walaupun diberi kemampuan untuk mengikuti atau menolak perntah Allah (kehendak manusia), manusia tetap tidak bisa menolak kehendak Allah. Berbeda halnya dengan pandangan para modernis mengenai kebebasan yang diilhami dan sangat dipengaruhi oleh pandangan kebebasan para humanis Eropa yang menganggap bebas berarti tanpa batasan, dan ini merupakan kekeliruan yang utama dalam alur kehidupan manusia.

D. Jagad Raya
Menurut Islam, terdapat banyak alam selain alam fenomenal, yaitu Entitas-entitas Tetap, alam Spirit, dan alam fenomenal dan pengalaman yang terindra. Manusia modern sekarang lebih terfokus pada alam fenomenal dan pengalaman yang terindra. Bahkan sampai pada anggapan bahwa entitas-entitas supernatural sebenarnya tidak pernah ada. Orang awam menganggap bahwa dunia ini terdiri dari objek-objek yang berbeda yang masing-masing dari realitas tersebut berdiri sendiri. Padahal masing-masing realitas terjadi dalam konteks dikotomi subjek dan objek.

Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat (tanda-tanda), seluruh ciptaan juga merupakan kitab yang berisi tanda-tanda. Al-Attas mengkritik sains modern karena menjadikan kajian fenomena alam itu sebagai tujuan akhir dan melihat sesuatu sebagai sesuatu itu sendiri. Dalam Risalah Al-Attas membuat perbandingan antara memahami “Kitab yang tertulis” dan “Kitab Tuhan yang terbuka” (alam). Memahami Ilmu Qauliyah dan Ilmu Kauniyah. Ketidakabadian alam dunia menurut Islam tidaklah menjadikan dunia ini dianggap tidak penting atau jahat. 
Berkaitan dengan qauliyah dan kauniyah tidak bisa dipisahkan. Sekularisme adalah paham yang memisahkan keduanya dan memisahkan tuhan dari keduanya. Al-Attas sangat tidak setuju jika istilah sekulerisme diterjemahkan ke dalam bahasa Arab sebagai ‘almaaniyyah maupun laadiiniyyah. Al-Attas lebih suka untuk tidak membahasa-Arabkan konsep sekularisme, tetapi dengan meng-Arabkan sebutannya dengan sikulariyah agar konsep buruknya tetap seperti keburukannya.



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Metafisika menurut Al-Attas adalah Allah. Keyakinan menganai Allah dan segala sesuatu yang mengarahkan pada keberadaannya adalah sumber metafisika. Segala makhluknya yang bersifat metafisika akan tetap dianggap ada dan penyusun alam semesta ini adalah bersifat metafisika menurut manusia.
2. Manusia dan psikologinya merupakan subjek dan objek pengetahuan. Ini adalah fisika dan metafisika terdekat dalam diri manusia. Psikologi manusia yang membutuhkan dien demi mencapai tujuan manusia diciptakan. Dan kehausan jasad dan psikologis terhadap tujuan dien akan selalu membuat manusia bertanya-tanya tentang kebenaran metafisika.
3. Kebebasan dan nasib manusia adalah bersumber pada kebebasan memilik jalan yang baik berupa ikhtiar. Sesuatu pilihan yang bersipat tidak baik adalah ketidak adialan atau dzalim. Konsep bebas tanpa batas adalah kesalahan besar dari konsep barat, karena alam diciptakan dengan batasan. Nasib manusia ditentukan oleh Allah, namun jalan dan alur untuk mencapai nasib tersebut dapat secara bebas dipilih dengan ikhtiar tadi. Dan manusia tidak boleh menyerah menanti nasib tanpa memilih.
4. Jagad raya diciptakan secara luas dengan berbagai alam di dalamnya. Ini merupakan bukti metafisika yang tidak dapat dibuktikan hanya dengan empiris dan rasio. Sesuatu yang lebih dari itu akan membawa kita pada pemahaman bahwa jagad raya ini adalah bukti metafisika dan metafisika akan selamanya menjadi sumber utama.

B. Saran
Seperti halnya semua karya tulis yang ditulis oleh kebanyakan orang, karya tulis inipun membutuhkan saran dan memberikan saran. Saran yang dibutuhkan karya tulis ini adalah demi kemanfaatan makalah ini, diharapkan pembaca dapat memberikan sumbangsih pemahaman yang lebih mendalam lagi mengenai isi makalah ini.
Dan saran yang diberikan makalah ini adalah:
1. Para penuntut ilmu haruslah lebih dahulu menjadikan metafisika sebagai sumber awal pengetahuan. 
2. Kesalahan konsep barat tentang metafisika dan ilmu-ilmu lain harus dibantah dan doktrin konsep benar menurut Islam, dan
3. Segala sesuatu yang berkaitan dengan alam semesta dan ilmu pengetahuan di dalamnya, harus diyakini bahwa semuanya dari Allah, maka Islamisasi ilmu pengetahuan akan membawa kita pada kebenaran.




DAFTAR PUSTAKA

Daud, Wan Mohd Wan. 2003. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, Syed M. Naquib Al-Attas. Bandung: Mizan.



*Sumber: https://www.academia.edu/12984257/Makalah_Pandangan_Metafisika


Tag : Filsafat, Lainnya
0 Komentar untuk "Pandangan dan Tinjauan Metafisika"

Back To Top