Sejarah Kerajaan Tarumanegara

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Pada pertengahan abad ke-5 M, di daerah lembah Sungai Citarum, Jawa Barat terdapat kerajaan bernama Tarumanegara (Kerajaan Taruma). Tarumanegara merupakan kerajaan tertua di Jawa. Jika berita tentang Kutai kita peroleh dari yupa, berita tentang Tarumanegara kita peroleh dari prasasti dan berita Cina. Ada tujuh prasasti yang memuat tentang Kerajaan Tarumanegara. 

Bila menilik dari catatan sejarah ataupun prasasti yang ada, tidak ada penjelasan atau catatan yang pasti mengenai siapakah yang pertama kalinya mendirikan kerajaan Tarumanegara. Raja yang pernah berkuasa dan sangat terkenal dalam catatan sejarah adalah Purnawarman. Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga (Kali Bekasi) sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.

Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah prasasti batu yang ditemukan. Lima di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.

Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas kami mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia I. Dan karena begitu pentingnya materi ini dan untuk menambah pematerian, maka dengan ini kami membuat makalah sejarah Kerajaan Tarumanegara

1.2  Rumusan Masalah
1. Awal muncul Kerajaan Tarumanegara.
2. Masa kejayaan Kerajaan Tarumanegara.
3. Kemunduran atau keruntuhan Kerajaan Tarumanegara.
4. Raja-raja di Kerajaan Tarumanegara.
5. Peninggalan Kerajaan Tarumanegara.

1.3  Tujuan 
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk membantu mempermudah pembelajaran, serta melengkapi pematerian, mengetahui asal usul pendirian Kerajaan Tarumanegara, puncak kejayaan dan masa-masa kehancuran kerajaan tarumanegara. Selain itu, dengan tersusunya makalah ini semoga kita semua akan lebih banyak tahu hal–hal yang berkaiatan dengan Tarumanegara. Dan semoga makalah ini bisa membawa manfaat seperti yang kami harapkan.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Asal Mula Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara berdiri pada taahun 450 Masehi dengan raja yang memerintah Purnawarman. Kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Banten, Jawa Barat dan Jakarta. Kerajaan ini berdiri kira-kira pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M, dan beribu kota di Jayasinghapura. Kerajaan Tarumanegara adalah kelanjutan dari kerajaan Salakanagara, dan merupakan salah satu kerajaan tertua yang ada di Indonesia.


Sejarah Kerajaan Tarumanegara

Salakanagara, adalah salah satu kerajaan kuno yang pernah ada di Indonesia. Bahkan, banyak orang percaya bahwa Salakanagara merupakan kerajaan paling awal yang ada di Nusantara. Salakanagara kemudian menjadi kerajaan besar yang beribukota di Rajatapura. Rajatapura ini menjadi pusat pemerintahan raja-raja Dewawarman (I-VIII) hingga tahun 362. Raja Dewawarman VIII memiliki seorang menantu bernama Jayasingawarman. Ia adalah seorang Maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke Salakanagara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Maurya. Jayasingawarman inilah yang kemudian mendirikan kerajaan baru bernama Tarumanegara. Setelah Kerajaan Tarumanegara berdiri, pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumanegara. Dan Salakanagara hanya menjadi sebuah Kerajaan Daerah.

Bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara dapat diketahui dari 7 buah prasasti batu yang ditemukan. Lima ditemukan di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Ketujuh prasasti tersebut adalah :
1.      Prasasti Kebon Kopi, Bogor
2.      Prasasti Tugu, Jakarta
3.      Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, Banten
4.      Prasasti Ciauteun, Bogor
5.      Prasasti Muara Cianten, Bogor
6.      Prasasti Jambu, Bogor
7.      Prasasti Pasir Awi, Bogor

Dari prasasti-prasasti itu, diketahui bahwa kerajaan Tarumanegara dibangun oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M. Jayasingawarman kemudian memerintah sampai tahun 382 M. Setelah meninggal, Jayasingawarman dimakamkan di sekitar sungai Gomatri (wilayah Bekasi).

Selain prasasti, bukti lain keberadaan kerajaan Tarumanegara adalah adanya berita dari China. Orang-orang China mengatakan bahwa kerajaan Tarumanegara beberapa kali mengirim utusan ke negeri China pada masa Dinasti Sui dan Dinasti Tang. Ini menunjukkan bahwa Kerajaan Tarumanegara di akui oleh kekaisaran China, dan hubungan baik telah terjamin di antara keduanya.

Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M. berdasarkan prasasti, diketahui raja yang memerintah pada waktu itu adalah Purnawarman. Pada saat itu, wilayah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara menurut prasasti Tugu meliputi hampir seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor, dan Cirebon. Raja Purnawarman sendiri terkenal sebagai seorang raja yang arif dan bijaksana. Salah satu bentuk kearifannya adalah ketika pada tahun ke-22 pemerintahannya, atau tepatnya pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km) yang dikerjakan dalam waktu 21 hari. Penggalian Sungai Gomati tersebut untuk menghindari bencana alam berupa banjir di aliran Sungai Chandrabhaga yang sering terjadi pada masa pemerintahannya, sekaligus untuk mengatasi kekeringan yang terjadi pada musim kemarau. Usaha ini membuktikan bahwa Purnawarman penuh perhatian kepada rakyatnya. Penggalian sungai tersebut dilakukan oleh rakyat secara bergotong-royong dan tanpa paksaan. Pada akhir penggalian, Raja Purnawarman kemudian memberikan hadiah seratus ekor lembu kepada para Brahmana.

2.2  Kejayaan Tarumanegra
Masa keeamasan Tarumanagara disebut-sebut terjadi pada zaman Purnawarman, bergelar Sri Maharaja Purnawarman Sang Iswara Digwijaya Bhima prakarma Suryamaha purusa Jagatpati. Pembangun Tarumanagara. Ia disebut juga narendraddhvaja buthena (panji segala raja), atau sering disebut Maharaja Purnawarman, berkuasa pada tahun 317 Saka (395 M), meningal pada 356 Saka (434 M), dipusarakan di Citarum, sehingga disebut juga Sang Lumah ing Tarumadi.

Kemasyhuran Tarumanagara diabadikan didalam Prasasti zaman Purnawaraman, tentang dibangunnya pelabuhan dan beberapa sungai sebagai sarana perekonomian ; pada masa Purnawarman, Tarumanagara menaklukan raja-raja kecil di Jawa Barat yang belum mau tunduk.

Prasasti-prasasti tersebut juga menjelaskan tentang raja Tarumanegara ; menggali kali gomati sepanjang 6122 busur ; wilayahnya meliputi Bogor dan Pandeglang, bahkan pada perkembangan berikutnya, Tarumanagara mampu melebarkan sayap kekuasaannya. Perluasan daerah Tarumanagara dilakukan melalui jalan perang maupun jalan damai, berakibat wilayah Tarumanagara menjadi jauh lebih luas dibandingkan ketika masih dipimpin Rajadirajaguru dan Raja Resi.

Pada zaman ini pula, masalah hubungan diplomatik ditingkat. Sehingga wajar jika Pustaka Nusantara menyebutkan kekuasaan Purnawarman membawahi 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (Purbolinggo) di Jawa Tengah. Sehingga memang secara tradisional Cipamali (Kali Brebes) dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam. Hal yang sama dapat ditenggarai dari masa Manarah dan Sanjaya di Galuh.

a.       Membangun Wilayah
Kisah Purnawarman secara terperinci diuraikan didalam Pustaka Pararatvan I Bhumi Jawadwipa. Langkah pertama yang dilakukannya, ia memindah kan ibukota kerajaan kesebelah utara ibukota lama, ditepi kali Gomati, dikenal dengan sebutan Jaya singapura. Kota tersebut didirikan Jayasingawarman, kakeknya. Kemudian diberi nama Sundapura (kota Sunda). Iapun mendirikan pelabuhan ditepi pantai pada tahun 398 sampai 399 M. Pelabuhan ini menjadi sangat ramai oleh kapal Tarumanagara.
Raja Tarumanagara pada masa Purnawarman sangat memperhatikan pemeliharaan aliran sungai. Tercatatat beberapa sungai yang diperbaikinya :
1. Pada tahun 410 M ia memperbaiki kali Gangga hingga sungai Cisuba, terletak di daerah Cirebon, termasuk wilayah kekuasaan kerajaan Indraprahasta.
2. Pada tahun 334 Saka (412 M) memperindah alur kali Cupu yang terletak di kerajaan Cupunagara yang mengalir hingga istana raja.
3. Tahun 335 Saka (413 M) Purnawarman memerintahkan membangun kali Sarasah atau kali Manukrawa (Cimanuk).
4. Tahun 339 Saka (417 M), memperbaiki alur kali Gomati dan Candrabaga, yang sebelumnya pernah dilakukan oleh Rajadirajaguru, kakeknya.
5. Tahun 341 Saka (419), memperdalam kali Citarum yang merupakan Sungai terbesar di Wilayah kerajaan Tarumanagara.

Proses dan hasil pembangunan beberapa sungai diatas menghasilkan beberapa implikasi, yakni dapat memperteguh daerah-daerah yang dibangun sebagai daerah kekuasaan Tarumanagara. Kedua, karena sungai pada saat itu sebagai sarana perkenomian yang penting, maka pembangunan tersebut membangkitkan perekonomian pertanian dan perdagangan. Politik dan Keamanan Sejak pra Aki Tirem wilayah pantai barat pulau Jawa tak lekang dari gangguan para perompak, bahkan keberadaan Salakanagara tak lepas pula dari perlunya penduduk Kota Perak mempertahankan diri dari gangguan para perompak. Disinilah sebenarnya Dewawarman I berkenalan dengan masyarakat Yawadwipa dan dari thema ini pula masyarakat Jawa Barat bersentuhan dengan kebudayaan India. Konon kabar ketika masa Salakanagara, pemberantasan perompak dianggap sulit, bahkan menurut cerita rakyat, ketujuh putra Dewawarman yang terakhir terbunuh dilaut ketika menghalau para perompak.

Para India, perompak yang paling ganas berasal dari laut Cina Selatan, sehingga Sang Dewawarman menganggap perlu untuk membuka jalur diplomatik dengan Cina dan Gangguan para perompak dialami juga ketika zaman Purnawarman, bahkan wilayah laut Jawa sebelah utara, barat dan timur telah dikuasai perompak. Semua kapal diganggu atau dirampas, yang terakhir para perompak berhasil menyandera dan membunuh seorang menteri Kerajaan Tarumanagara dan para pengikutnya. Untuk menghancurkan para perompak, Sang Purnawarman langsung memimpin pasukan Tarumanagara. Kontak senjata pertama terjadi diwilayah Ujung Kulon. Para perampok tersebut dibunuh dan dibuang kelaut. Sedemikian marahnya Purnawarman. Sejak peristiwa itu daerah tersebut menjadi aman, karena Purnawarman menghukum mati setiap perompak yang tertangkap. Untuk meneguhkan hubungan diplomatik, banyak anggota kerajaan yang menikah dengan keluarga raja lain.

Purnawarman memiliki permaisuri dari raja bawahannya, disamping istri-istri lainnya dari Sumatra, Bakulapura, Jawa Timur dan beberapa daerah lainnya. Dari permaisuri ini kemudian lahir sepasang putra dan putri. Putra Purnawarman bernama diberi nama Wisnuwarman, kelak menggantikan kedudukannya sebagai raja Tarumanagara. Sedangkan adiknya dinikahi oleh seorang raja di Sumatera. Konon dikemudian hari di Sumatera terdapat raja besar yang bernama Sri Jayanasa, dari kerajaan Sriwijaya (pada saat itu masih dibawah kerajaan Melayu), dia adalah keturunan Purnawarman.

a.       Pemberontakan Cakrawarman
Pada saat Purnawarman meninggal Tarumanagara membawahi 46 raja-raja kecil. Sungguh kekuasaan yang besar dan perlu raja yang mampu dan kuat untuk melanjutkan kekuasaan ini. Ia kemudian digantikan oleh putranya, yakni Wisnuwarman, dinobatkan tahun 356 Saka (434 M), Ia memerinta selama 21 tahun.

Wisnuwarman meneruskan kebijakan ayahnya, namun ia jauh lebih bijaksana dibandingkan Purnawarman yang dianggap bertangan besi. Untuk menjaga eksistensi Tarumanagara, penobatan ini diberitahukan keesegenap Negara sahabat dan bawahannya. Pada awal pemerintahan Wisnuwarman sudah beberapa kali mengalami upaya pembunuhan. Hingga kemudian diketahui, bahwa aktor intellectual upaya pembunuhan itu adalah Cakrawarman, pamannya sendiri, adik Purnawarman.

Cakrawarman dimasa Purnawarman menjabat sebagai panglima angkatan perang. Ia sangat setia mendampingi kakaknya dalam upaya melebarkan sayap kekuasaan Tarumanagara. Ia dianggap orang kedua di Tarumanagara. Sepeninggal Purnawarman Ia diharapkan para pengikutnya untuk menggantikan Purnawarman.

Upaya makar sebenarnya tidak akan pernah terjadi jika Cakrawarman tidak berambisi dan yakin terhadap kepemimpinan Wisnuwarman yang mampu melanjutkan kekuasaan Purnawarman. Keraguannya sangat beralasan, mengingat Cakrawarman tidak bertabiat seperti ayahnya, yang tegas dan tanpa kompromi terhadap lawan-lawannya. Namun patut diakui, sejak masa Wisnuwarman keadilan dan kemakmuran Tarumanagara bisa dapat tercapai. Upaya makar yang dilakukan pula oleh para pejabat istana yang setia kepada Cakrawarman, seperti Sang Dewaraja (wakil panglima angkatan perang), Sang Hastabahu (kepala bayangkara), Kuda Sindu (wakil panglima angkatan laut), serta pejabat angkatan perang dan para pejabat kerajaan-kerajaan bawahan Tarumanagara.

Cakrawarman akhirnya terbunuh dalam suatu pertempuran di sebelah selatan Indraprahasta, tidak jauh dari Sungai Cimanuk. Ia terbunuh oleh pasukan Bhayangkara Indraprahasta, kerajaan dibawah Tarumanagara yang setia kepada Wisnuwarman. Sejak peristiwa tersebut, pasukan bhayangkara Tarumanagara selalu dipercayakan kepada orang-orang Indraprahasta. Kepercayaan demikian berlangsung hingga pada peristiwa Galuh, ketika terjadi pemberontakan Purbasora terhadap Sena. Negara Indrapahasta yang dibangun Resi Sentanu itu dibumi hanguskan oleh Sanjaya. Peristiwa pengancuran Indraprahasta oleh Sanhaya diabadikan dalam Nusantara III/2, sebagai berikut : kang rajya Indraprahasta wus sirna dening Rahyang Sanjaya mapan kasoran yuddha nira. Rajya Indraprahasta kebehan nira kaprajaya sapinasuk kadatwan syuhdrawa pinaka tan hana rajya manih i mandala Carbon Ghirang. Wadyanbala, sang pameget, nanawidhakara janapada, manguri, sang pinadika, meh sakweh ira pejah nirawaceca. Kawalya pirang siki lumayu humot ring wana, giri, iwah, luputa sakeng satrwikang tan hana karunya budhi pinaka satwakura. Kerajaan Indraprahasta itu telah musnah oleh Rahyang Sanjaya karena kalah perangnya.

Seluruh Kerajaan Indraprahasta ditundukan termasuk keratonya hancur lumat seakan-akan tidak ada lagi kerajaan didaerah Cirebon Girang. Angkatan perang, pembesar kerajaan, seluruh golongan penduduk, penghuni istana, para terkemuka, hampir seluruhnya binasa tanpa sisa. Hanya beberapa orang yang berhasil melarikan diri bersembunyi di hutan, gunung dan sungai yang terluput dari musuh yang tidak mengenal belas kasihan seperti binatang buas.

b.      Pemberian Otonomi 
Kisah penumpasan pemberontakan Cakrawarman memberikan pelajaran terhadap pihak keraton dan raja-raja dibawah Tarumanagara untuk tidak mengulang peristiwa yang sama. Keteguhan kekuasaan selanjutnya dirubah, dari yang bersifat tangan besi di zaman Purnawarman menjadi perilaku adil dan bijaksana. Ia memperhatikan kesejahteraan rakyat dan mengayomi raja-raja yang ada dibawah kekuasaannya.

Suri ketauladan Wisnuwarman digambarkan ketika menggagalkan upaya Kup Cakrawarman. Secara bijak ia mengadili orang-orang suruhan Cakrawarman untuk memberitahukan aktor intelectualnya. Ia memperlakukan tersangka dengan baik dan secara cerdik dijanjikan tidak akan dihukum mati. Kemudian iapun mendapatkan informasi tentang actor intellectual dimaksud. Kebijaksanaan yang ia miliki dijadikan suri tauladan oleh generasi penerusnya, Indrawarman dan Candrawarman. Sang Maharaja Indrawarman bergelar Sang Paramartha Sakti Maha Prabawa Lingga Triwikrama Buanatala. Berkuasa selama 60 tahun, sejak 377 sampai dengan 437 Saka (455 – 515 M), sedangkan Indrawarman bergelar Sri Maharaja Candrawarman bergelar Sang Hariwangsa Purusasakti Suralaga Wangenparamarta, berkuasa selama 20 tahun, sejak tahun 437 sampai dengan 457 saka (515 – 535 M).

Pada masa pemerintahannya memang banyak penduduk yang beragama Wisnu, namun tidak pernah terdengar adanya benturan, Situasi keagamaan digambar-kan tidak ada yang saling curiga dan cemburu (tan hanekang irsya). Peristiwa yang dapat dianggap monumental ketika menyerahkan pemerintahan raja-raja daerah kepada trah turunanan masing-masing, atas dasar kesetiaan kepada raja Tarumanagara. Peristiwa ini terjadi pada 454 Saka (532 M). Suatu hal yang perlu diteladani, pembagian atau penyerahan pengawasan pusat ke daerah masing-masing bukan suatu barang baru di tatar sunda. Hanya saja banyak ragam proses yang perlu dilalui. Biasanya perlu ada desakan, tekanan dan permintaan agar pusat mau memberikan otonomi.

Dalam peristiwa Tarumanagara justru sebaliknya, pemberian otonomi kepada raja-raja dibawahnya dilakukan ketika Negara dalam keadaan yang stabil. Peristiwa ini digambarkan didalam naskah Wangsakerta (Jawa dwipa Sarga 1) dan disebut adanya perubahan paradigma raja-raja tarumanagara, dari tangan besi kearah pengendoran kekuasaan. Tindakan monumental tersebut kemudian diabadikan dalam bentuk prasasti ketika jaman Raja Suryawarman, yang ditemukan didaerah Pasir Muara (Cibungbulang). Isi prasasti tersebut sebagai berikut : Ini sabdakalanda rakryan juru pangambat wi kawihaji panyca pasagi marsa Ndeca barpulihkan haji sundaIni tanda ucapan rakyan juru pangambat (tahun) 458 pemerintahan daerah dipulihkan kepada raja sunda.

c.       Karakter kepemimpinan
Dari kearifan masa lalu, adanya penerapan leadership yang berbeda antara masa Purnawarman dengan Wisnuwarman. Masa Purnawarman kepemimpinan Tarumanagara dijalan kan secara tangan besi. Ia tanpa ampun menghukum setiap para pelanggar hukum dan penganggu ketertiban. Namun ia pun mampu menjaga hubungan baiknya melalui jalur diplomatik dengan kerajaan lainnya. Bahkan masalah reward dan punishment sangat kentara dijalankan. Hal ini dapat ditenggarai dari setiap selesainya membangun suatu daerah niscaya ia memberikan hadiah kepada warga maupun Brahmana Konsep lain dari kearifannya dapat pula ditenggarai dalam cara-cara Purnawarman menjaga hubungan baik dengan para Brahmana, bahkan ia membangun tempat tempat suci seperti diwilayah Indraprahasta.

Hubungan raja brahmana demikian dapat mensinergikan antara masalah duniawi (raja) dan masalah akhirat (brahma). Dalam cara-cara mempertahankan kejayaan tersebut di zaman Wisnuwarman dilakukan dengan cara yang benar-benar adil dan berani mendelagasikan pengawasan dan kebijakannya kepada raja-raja bawahan. Ia pun memberikan punishment yang seimbang dengan tingkat kesalahan para pelanggarnya. Hal ini terbukti pada cara-cara memberikan hukuman terhadap para pemberontak. Namun tentunya, masalah kepercayaan (dipercayai dan dapat memegang kepercayaan) merupakan factor analisa yang pentinga ia lakukan, sehingga tanpa perang pun ia mampu mempertahankan kejayaan Tarumanagara.

2.3  Runtuhnya Tarumanegara
Runtuhnya Tarumanegara belum dapat di ketahui pasti, namun kerajaan Tarumanegara masih mengirimkan utusannya ke cina sampai tahun 669 M. setelah itu tidak di dapatkan lagi berita. Kemungkinan Tarumanegara di taklukan Sriwijaya (sepertihalnya terlulis dalam Prasasti Prasasti Karang berahi). Sehingga dapat di duga runtuhnya Tarumanegara sekitar + tahun 669 M oleh serangan Sriwijaya.


2.4  Silsilah Raja-Raja Tarumanegara
Berikut adalah raja-raja Tarumanagara:
a.      Jayasingawarman (358 - 382) 
Jayasingawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari SALANKAYANA di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada. Setelah Jayasingawarman mendirikan Tarumanagara, pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumanegara. Salakanagara kemudian berubah menjadi Kerajaan Daerah. Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati (Bekasi).
b.      Dharmayawarman (382 - 395 M) 
Dipusarakan di tepi kali Candrabaga.

c.       Purnawarman (395 - 434 M)
Ia membangun ibukota kerajaan baru dalam tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai dan dinamainya "Sundapura". Nama Sunda mulai digunakan oleh Maharaja Purnawarman dalam tahun 397 M untuk menyebut ibukota kerajaan yang didirikannya. Pustaka Nusantara,parwa II sarga 3 (halaman 159 - 162) menyebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang Purbalingga) di Jawa Tengah. Secara tradisional Ci Pamali (Kali Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.

d.      Wisnuwarman (434-455)

e.      Indrawarman (455-515)

f.        Candrawarman (515-535 M)

g.      Suryawarman (535 - 561 M) 
Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur. Dalam tahun 526 M, misalnya. Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan Limbangan, Garut. Sedangkan putera Manikmaya, tinggal bersama kakeknya di ibukota Tarumangara dan kemudian menjadi Panglima Angkatan Perang Tarumanagara. Perkembangan daerah timur menjadi lebih berkembang ketika cicit Manikmaya mendirikan Kerajaan Galuh dalam tahun 612 M.

h.      Kertawarman (561-628)

i.        Sudhawarman (628-639)

j.        Hariwangsawarman (639-640)

k.       Nagajayawarman (640-666

l.        Linggawarman (666-669) 
Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Dalam tahun 669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya.

m.    Tarusbawa (669 – 723 M)
Tarusbawa yang berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa menggantikan mertuanya menjadi penguasa Tarumanagara yang ke-13. Karena pamor Tarumanagara pada zamannya sudah sangat menurun, ia ingin mengembalikan keharuman zaman Purnawarman yang berkedudukan di purasaba (ibukota) Sundapura. Dalam tahun 670 ia mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Peristiwa ini dijadikan alasan oleh Wretikandayun, cicit Manikmaya, untuk memisahkan Kerajaan Galuh dari kekuasaan Tarusbawa. Karena Putera Mahkota Galuh (SENA or SANNA) berjodoh dengan Sanaha puteri Maharani Sima dari Kerajaan Kalingga, Jepara, Jawa Tengah, maka dengan dukungan Kalingga, Wretikandayun menuntut kepada Tarusbawa supaya bekas kawasan Tarumanagara dipecah dua. Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Tarusbawa menerima tuntutan Galuh. Dalam tahun 670 M Kawasan Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan, yaitu: Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan Citarum sebagai batas.

2.5  Prasasti-Prasasti / Peninggalan
No Prasasti Informasi
1 Prasasti Ciaruteun
Terdapat gambar dua telapak kaki dengan tulisan huruf Palawa dan bahasa Sanskerta: Inilah dua kaki yang seperti kaki Dewa Wisnu, ialah kaki yang mulia Sang Purnawarman di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia.
2 Prasasti Kebon Kopi
Terdapat gambar dua kaki gajah. Isinya: 'Inilah dua telapak kaki gajah yang seperti Airawata, gajah penguasa negeri Taruma yang gagah perkasa.' Tapak kaki dipuja merupakan ajaran Hindu Vaisnawa: raja dianggap keturunan Dewa.
3 Prasasti Jambu
Terdapat gambar sepasang kaki dengan tulisan 'gagah mengagumkan dan jujur terhadap tugas adalah pemimpin manusia yang tiada taranya yang termasyur Sri Purnawarman yang memerintah di Taruma dan baju zirahnya yang terkenal tidak dapat ditembus senjata musuh. Inilah sepasang kakinya, yang senantiasa berhasil menggempur kota-kota musuh, hormat kepada para pangeran, tetapi merupakan duri dalam daging bagi musuhnya.
4 Prasasti Tugu
Terdapat di dekat Tanjung Priok, Jakarta Utara. Isinya: Dahulu sebuah sungai yang bernama Candrabhaga, yang digali oleh seorang guru Rajadiraja mengalir ke laut setelah melalui puri. Dari tahun ke-22 masa pemerintahan Purnawarman telah digali Sungai Gomati yang penjangnya 6122 tombak (± 12 km). Penggalian selesai 21 hari dimulai tanggal 6 paro peteng bulan Phalguna dan selesai tanggal 13 paro terang bulan Caitra. Lalu diadakan selamatan dan oleh Purnawarman dihadiahkan kepada Brahmana 1.000 ekor sapi.
5 Prasasti Lebak
Terdapat di Lebak, Banten. Isinya: Inilah tanda keperwiraan, keagungan, dan keberanian yang sesungguhsungguhnya dari raja dunia, yang mulia Purnawarman yang menjadi panji sekalian raja.
6 Prasasti muara Cianten
Prasasti ini belum dapat dibaca karena menggunakan
huruf ikal
7 Prasasti Pasir Awi
Prasasti ini belum dapat dibaca karena menggunakan huruf ikal




BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari apa yang telah kami uraikan dalam makalah di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa kerajaan Tarumanegara tidak hanya menunjuk pada perkembangan ajaran Hindu–Budha, tetapi juga pada aspek lain, misal aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan lain sebagainya. Dalam proses akulturasi, Indonesia sangat berperan aktif. Hal ini terlihat dari peninggalan–peninggalan yang tidak sepenuhnya merupakan hasil jiplakan kebudayaan India. Meskipun corak dan sifat kebudayaan di pengaruhi India. Namun dalam perkembangannya Indonesia mampu menghasilkan kebudayaan kepribadian sendiri.

3.2 Saran
Saran kami sebagai penulis adalah hendaknya para generasi mudah mau untuk mengetahui mengenai sejarahnya kerajaan-kerajaan zaman dulu, karena dalam setiap kisahnya memiliki hal-hal positif yang bisa diterapkan dalam kehidupan sekarang ini. Dengan mengetahui sejarah tersebut juga bisa menambah wawasan kita sebagai generasi muda.


*Sumber: https://www.academia.edu/12596704/KERAJAAN_TARUMANEGARA

Tag : Sejarah
0 Komentar untuk "Sejarah Kerajaan Tarumanegara"

Back To Top