Fenomena Bencana Banjir

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Hampir seluruh negara di dunia mengalami masalah banjir, tidak terkecuali di negara-negara yang telah maju sekalipun. Masalah tersebut mulai muncul sejak manusia bermukim dan melakukan berbagai kegiatan di kawasan yang berupa dataran banjir (flood plain) suatu sungai. Kondisi lahan di kawasan ini pada umumnya subur serta menyimpan berbagai potensi dan kemudahan sehingga mempunyai daya tarik yang tinggi untuk dibudidayakan. Oleh karena itu, kota-kota besar serta pusat-pusat perdagangan dan kegiatan-kegiatan penting lainnya seperti kawasan industri, pariwisata, prasarana perhubungan dan sebagainya sebagian besar tumbuh dan berkembang di kawasan ini. Sebagai contoh, di Jepang sebanyak 49% jumlah penduduk dan 75% properti terletak di dataran banjir yang luasnya 10% luas daratan; sedangkan sisanya 51% jumlah penduduk dan hanya 25% properti yang berada di luar dataran banjir yang luasnya 90% luas daratan. Hampir seluruh kota-kota besar di Indonesia juga berada di dataran banjir.

Selain memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, dataran banjir juga mengandung potensi yang merugikan sehubungan dengan terdapatnya ancaman berupa genangan banjir yang dapat menimbulkan kerusakan dan bencana. Seiring dengan laju pertumbuhan pembangunan di dataran banjir maka potensi terjadinya kerusakan dan bencana tersebut mengalami peningkatan pula dari waktu ke waktu. Indikasi terjadinya peningkatan masalah yang disebabkan oleh banjir di Indonesia dapat diketahui dari peningkatan luas kawasan yang mengalami masalah banjir sejak Pelita I sampai sekarang.

1.2. Tujuan Makalah
Makalah yang kami susun dengan judul  Banjir bertujuan untuk mengetahui tentang :
a. Bagaimana proses terjadinya banjir 
b. Untuk  mengetahui penyebab banjir
c. Untuk mengetahui apa tindakan yang di lakukan saat banjir
d. Untuk mengetahui tentang apa yang harus di lakukan agar tidak ada jatuh korban ketika bajir

1.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan tujuan makalah diatas, maka masalah-masalah yang di bahas dapat di rumuskan sebagai berikut :
a. Bagaimana proses terjadinya banjir ?
b. Apa penyebab banjir  ?
c. Bagaimana cara menanggulangi banjir ?



BAB II
PEMBAHASAN

BENCANA BANJIR
1. Pengertian Banjir
Banjir adalah peristiwa terbenam nya daratan oleh air. Peristiwa banjir timbul jika air menggenangi daratan yang biasanya kering. Banjir pada umumnya disebabkan oleh air sungai yang meluap ke lingkungan sekitarnya sebagai akibat curah hujan yang tinggi. Kekuatan banjir mampu merusak rumah dan menyapu fondasinya. Air banjir juga membawa lumpur berbau yang dapat menutup segalanya setelah air surut. Banjir adalah hal yang rutin. 
Setiap tahun pasti datang.  Banjir, sebenarnya merupakan fenomena kejadian alam "biasa" yang sering terjadi dan dihadapi hampir di seluruh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Banjir sudah termasuk dalam urutan bencana besar, karena meminta korban besar.

2. Jenis-jenis Banjir
Berdasarkan sumber air yang menjadi penampung di bumi, jenis banjir dibedakan menjadi tiga, yaitu banjir sungai, banjir danau, danbanjir laut pasang.  
Banjir Sungai
Terjadi karena air sungai meluap. Contoh ketika banjir suangai Citarum Karawang, Jawa Barat. Dibawah ini adalah data dari contoh banjir sungai. Banjir Sungai Citarum semakin meluas pada Rabu (24/3), merendam 10 kecamatan dengan 15.510 rumah di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Sehari sebelumnya, sembilan kecamatan dengan 9.561 rumah terendam air setinggi rata-rata tiga meter.

Dampak banjir yang meluas di 10 kecamatan tersebut memicu tanggapan Bupati Karawang Dadang S Muchtar yang menyayangkan upaya pengendalian banjir yang dinilai terlambat itu.
Menurut Dadang, Perusahaan Umum Jasa Tirta (PJT) II selaku pengelola Waduk Ir Juanda Jatiluhur seharusnya sejak awal mengoptimalkan pelepasan/penggelontoran air waduk untuk mencegah banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum di Karawang dan di Bekasi.
Dadang berharap instansi terkait segera menempuh langkah antisipasi untuk mencegah meluasnya banjir.

PJT II, kemarin, mengoptimalkan penggelontoran air Bendung Curug dan Bendung Walahar ke tiga saluran induk, yakni Tarum Barat, Tarum Utara, dan Tarum Timur, untuk mengurangi debit air yang mengalir ke hilir Sungai Citarum.

Langkah itu dilakukan untuk mengurangi luas genangan air di sepanjang aliran sungai yang meliputi 10 kecamatan. Kesepuluh kecamatan tersebut adalah Karawang Barat (dengan 7.389 rumah terendam), Karawang Timur (412 rumah), Teluk Jambe Timur (3.576 rumah), Teluk Jambe Barat (494 rumah), Ciampel (81 rumah), Batujaya (250 rumah), Pakisjaya (1.533 rumah), Rengasdengklok (486 rumah), dan Klari (97 rumah). Kecamatan terakhir yang ikut terendam banjir, sejak Rabu dini hari, adalah Kecamatan Jayakerta (1.192 rumah).

Adapun luas sawah terendam banjir di Karawang, per Selasa, mencapai 817 hektar dan tersebar di tujuh kecamatan, yakni Teluk Jambe Timur (180 ha), Karawang Barat (9 ha), Klari (5 ha), Ciampel (67 ha), Teluk Jambe Barat (130 ha), Batujaya (32 ha), dan Pakisjaya (342 ha). Usia padi 1-10 hari (persemaian) dan sekitar 50 ha usia 11-100 hari.

Menurut Kepala Dinas Pertanian Karawang Nahrowi Muhamad Nur, luas sawah yang terendam pada Rabu siang bertambah menjadi 842 ha seiring meluasnya genangan. Penambahan terjadi di tujuh kecamatan tersebut.

Kepala Biro Operasi dan Konservasi PJT II Sutisna Pikrasaleh menjelaskan, debit yang dialirkan ke tiga saluran dioptimalkan hingga kapasitas maksimal, yakni 27 meter kubik per detik ke Tarum Barat, 52,5 meter kubik per detik ke Tarum Timur, dan 80 meter kubik per detik ke Tarum Utara. Pemecahan air menuju Tarum Barat dan Tarum Timur dilakukan di Bendung Curug. Adapun untuk Tarum Utara dilakukan di Bendung Walahar.

Dilaporkan pula, pelepasan air bendung berangsur-angsur membuat tinggi muka air (TMA) bendungan utama Waduk Jatiluhur menurun. TMA pada Rabu siang 108,27 meter di atas permukaan laut (dpl), menurun dibandingkan dengan pada Minggu malam yang mencapai 108,41 meter dpl atau Selasa pagi yang setinggi 108,39 meter dpl.

Meski pelepasan air tiga bendung di Waduk Jatiluhur ke tiga saluran induk telah dioptimalkan, debit air yang mengalir ke hilir Citarum tetap tinggi. Debit air yang keluar dari Bendung Walahar, Rabu pagi, mencapai 1.600 meter kubik per detik dan merupakan yang tertinggi dalam sebulan ini. Hujan di hulu dan sejumlah anak sungai membuat debit tetap tinggi.
Naiknya muka air Citarum memperluas genangan banjir di Karawang. Persawahan di kanan dan kiri sungai yang sebelumnya kering, seperti Desa Curug, Kecamatan Klari; Desa Mulyasejati, Mulyasari, dan Kutapohaci, Kecamatan Ciampel, mulai tergenang air pada Rabu pagi. Petani pun mempercepat panen untuk menyelamatkan padi.

Sejumlah jalan antar kecamatan dan antardesa/kelurahan yang sebelumnya kering, seperti Jalan Raya Ranggagede, Jalan Raya Tanjung Mekar, dan Rawagempol (Kecamatan Karawang Barat), Jalan Kertabumi, serta jalanan di beberapa kawasan perumahan, seperti Perum Karaba Indah, Galuh Mas, Sukaharja, Bintang Alam (Kecamatan Teluk Jambe Timur) juga mulai tergenang. Banjir juga memicu kemacetan, terutama di akses menuju dan dari Pintu Tol Karawang Barat.

Banjir Danau
Terjadi karena air danau meluap atau bendungan nya jebol. Contoh banjir danau adalah banjir ketika situ gintung pada tahun 2009. Berita banjir bandang di Jakarta Jumat pagi (27/3/09) sangat mengejutkan. Dengan korban lebih dari 50 orang meninggal tentu saja ini sebuah bencana yang cukup serius terjadi di dekat Ibu Kota lagi. Melihat sepintas pada peta-peta yang dikoleksi kesimpulan sementara yang ada adalah “keringkan saja danau ini, dan jangan dibendung lagi“.

Kesimpulan ini mungkin mengagetkan karena disitu ada sebuah taman wisata yg sangat bagus. Namun alasan sederhana dibawah barangkali perlu dipikirkan secara seksama. Dibawah ini adalah gambar korban banjir situ gintung.

Banjir Laut pasang
Terjadi antara lain akibat adanya badai dan gempa bumi. Dibawah ini adalah beberapa daerah yang terkena banjir laut pasang.

JAKARTA 
Air pasang kembali melanda kawasan Jakarta Utara. Akibatnya beberapa ruas jalan mengalami kemacetan dan tak jarang motor yang melintas pun akhirnya mogok.
Seperti dilansir situs TMC Polda Metro Jaya, Senin (12/1/2009) air pasang ini terdapat di enam titik ruas jalan di antaranya, Jalan Martadinata Pos I dengan ketinggian air mencapai 10 cm.

Kemudian, depan Pospol Volker setinggi 30 cm,Jalan Baru Ancol  dengan ketinggian air 20 cm, depan Alexis Pademangan setinggi 10 cm, dan Penjaringan tepatnya Muara Baru Ujung setinggi 40 cm serta Teluk Gong setingi 30 cm. “Untuk di Penjaringan karena ketinggian air pasang cukup tinggi, akibatnya banyak motor yang mogok ketika melintas,” ujar petugas Satwil Jakut Aiptu Guntur.

Dia menambahkan saat ini walaupun terdapat air pasang, namun sejumlah arus lalu lintas tidak sampai dialihkan oleh petugas. “Masih normal ,hanya ketika melintas dititik -titik tersebut kendaraan berjalan harus pelan -pelan karena situasi benar -benar padat ,” jelasnya. (ram)
JAKARTA-Banjir rob akibat pasang air laut yang biasanya hanya melanda perumahan warga Jakarta Utara kini semakin meluas hingga mengganggu aktivitas bisnis.

Genangan  air yang mencapai luas satu kilometer itu diakibatkan lambatnya pembangunan tanggul dan perilaku masyarakat. Permukaan air setinggi pinggang orang dewasa di mulai menutupi Jalan Muara Baru di Kelurahan Penjaringan dan Jalan R.E Martadinata, Kelurahan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Banjir mulai terjadi pukul 10.00 WIB dan mulai surut pukul 15.00 WIB.

Fenomena Bencana Banjir

Akibatnya terjadi kemacetan di ruas jalan tersebut dan tertunda nya sejumlah kegiatan bisnis. Seorang distributor ikan, Saiful Bakrie (21), mengaku banjir membuatnya tertunda untuk memasok ikan ke sejumlah restoran di Jakarta. Akibatnya pesanan ada yang dibatalkan.
Untuk menjaga pelanggan, terkadang dia harus menerobos banjir dengan menggunakan jasa angkut becak. “Biayanya operasional bisa naik, untuk mencapai pusat grosir ikan perlu mengeluarkan biaya Rp 70 ribu pulang balik,” ungkapnya di Jakarta, Senin (1/12/2008).
Apalagi waktunya bisa habis untuk menunggu banjir mulai surut, luas genangan air yang mencapai satu kilometer itu bsia sampai malam baru mulai surut. “Hanya mobil besar yang bisa menerobos, mobil ukuran sedang tidak bisa. Apalagi motor,” kata Arafiq (20),  suplier ikan di restoran kawasan Jakarta Selatan.

Menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto tanggul di Muara Angke dan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, sudah hampir selesai dibangun. Pembangunan tanggul sepanjang 3.400 meter terbuat dari beton dan batu kali. Ketinggian tanggul mencapai 1,3 meter hingga 2 meter dari permukaan tanah atau 3 meter dari ketinggian air di pelabuhan Tanjung Priok. “Dapat mengantipasi rob hingga tahun 2025 nanti,” ungkap Prijanto.
Ketinggian tersebut diperkirakan sudah mencapai batas aman dari ketinggian rob. Bahkan apabila terjadi penurunan tanah dan kenaikan pasang laut tanggul ini cukup aman mencegah air pasang masuk.

Dengan perkiraan catatan tertinggi air pasang 2,2 meter saja, tanggul masih memiliki jarak aman 60-80 centimeter. Namun tanggul yang berada di luar wilayah Pemprov DKI itu hingga kini masih belum ada aktivitasnya. Tanggul di wilayah otorita Pelindo II di sisi timur Muara Baru belum terlihat ada aktifitas pembangunan tanggul. Sama halnya tanggul yang ada di wilayah Pelabuhan Ikan Zamzami, Muara Baru, yang menjadi tanggung jawab Departemen Perikanan dan Kelautan. “Sama sekali belum ada aktifitas,” ungkap Lurah Penjaringan Budi Santoso.

Humas Pelindo II Hambar Wiyadi mengatakan PT Pelindo II Tanjung Priok akan membangun dermaga baru di sebelah barat yang saat ini menjadi gudang penyimpanan batu bara. “Kami akan bangun tanggul permanen sepanjang 200 meter termasuk break water nya,” ungkap Hambar.

Karawang
Sedikitnya seratus rumah di Kec. Cilebar dan Tempuran Kab. Karawang diterjang limpasan pasang air laut (rob), Selasa (13/1) kemarin. Bahkan, 10 hektare tambak udang dan bandeng siap panen, juga turut tersapu rob. Di Kec. Cilebar, limpasan pasang air laut merendam rumah warga di Dusun Sukamulya, Desa Pusakajaya Utara, antara pukul 8.00 WIB hingga pukul 11.00 WIB. Ketinggian air berkisar antara 50 sentimeter sampai dengan dua meter.
Menurut Kepala Desa Pusakajaya Utara Warman Abdurahman, di sepanjang Pantai Cilebar tercatat ada sekitar 100 rumah yang terkena gulungan ombak. Ia pun memerintahkan warganya untuk segera mengungsi sebelum ombak yang lebih besar datang lagi.

Warman menyebutkan, akibat terjangan ombak dengan ketinggian dua meter tersebut, sedikitnya 10 rumah mengalami kerusakan cukup parah. Bahkan, satu di antaranya ambruk.
Salah seorang warga, Rohi (32), menyebutkan, para penghuni sepuluh rumah itu telah mengungsi. “Tetapi, yang lain masih bertahan karena tidak memiliki tempat tinggal lain,” ucapnya.

Selain merusak rumah, limpasan pasang air laut itu juga merusak jalan sepanjang satu kilometer. Ketinggian air di jalan tersebut mencapai 50 sentimeter sehingga menyebabkan kendaraan-kendaraan yang melintas tak mampu menembus jalanan karena mogok setelah mesin kendaraan terendam air. Menurut Warman, rendaman air baru surut sekitar pukul 13.30 WIB. Karena khawatir akan ada rob lanjutan, maka para nelayan pun urung melaut.
Sementara itu, di Kec. Tempuran, rob menyapu 12 rumah dan menggagalkan panen tambak udang dan bandeng seluas 10 hektare. Berbeda dengan di Kec. Cilebar, rob melanda pesisir Pantai Ciparagejaya, Desa Ciparagejaya, sekitar pukul 13.00 WIB.

Sejak empat hari lalu, nelayan Ciparagejaya mulai menghentikan aktivitasnya melaut. Mereka khawatir dengan kondisi laut yang tidak menentu. Menurut Manajer Koperasi Unit Desa Mina Singaperbangsa, Aep Suhardi, akibat musibah itu, petani tambak menderita kerugian cukup besar. “Sedangkan angka kerugiannya masih kami hitung,” ungkapnya. Selain itu, rob juga telah melumpuhkan aktivitas di tempat pelelangan ikan setempat. Dalam pandangan nelayan, sia-sia mereka melaut saat kondisi cuaca buruk karena hasilnya tidak akan maksimal.
Sementara itu, di wilayah Karawang Kota, hujan deras turun sepanjang hari kendati beberapa saat sempat berhenti. Namun, belum ada laporan adanya banjir di wilayah tersebut. Bahkan, ketinggian Sungai Citarum masih dalam keadaan normal.

CILACAP
Kawasan air pasang (rob) di Kabupaten Cilacap Jawa Tengah (Jateng) meluas, dampak dari kerusakan hutan mangrove akibat ilegal loging. Ketinggian air pasang juga sudah mengkhawatirkan warga yang bermukim diwilayah Segara Anakan dan sejumlah kecamatan di Cilacap barat. Sejumlah kecamatan yang kini menjadi langganan rob, adalah kecamatan yang sebelumnya merupakan hutan mangrove, antara lain di Kampunglaut di desa Ujung Gagak dan Ujung Alang, Kec/Desa Bantarsari, Kec. Gandrungmangu meliputi Desa Cisumur, Kec. Kawunganten di Desa Cisumur, Kedungreja, Sidaurip, Grugu Ujungmaning dan sejumlah desa di Cilacap barat.

“Desa dan kecamatan tersebut sebelumnya adalah hutan mangrove. Hilangnya mangrove akibat ilegal loging dan sedimentasi menyebabkan kawasan rob makin meluas dan tinggi,” kata Camat Kampunglaut Herdiman. Selain ancaman air pasang yang datang secara mendadak, hilangnya mangrove telah dirasakan olah masyarakat perikanan tangkap, akibatnya jumlah tangkapan semakin berkurang dan suhu udara yang semakin panas.
Hardiman, menambahkan, ratusan rumah di Segara Anakan tergenang air pasang yang mencapai ketinggian diatas lutut orang dewasa. “Rob datang secara tiba-tiba, pada musim hujan kali ini frekwensinya rob makin tinggi,” terangnya, Ratusan hektar lahan persawahan tidak bisa ditanam akibat terinterusi air laut, antara lain lahan di Ujung gagak, motean dan klaces.

Guna mengurangi kawasan rob, pihak Perhutani tahun ini sudah menanam mangrove sebanyak 700 ribu batang dikawasan kosong dan tahun sebelumnya mencapai 2 juta batang.
Sementara di wilayah Cilacap barat masih terdapat 400 hektar lahan kosong yang saat ini masih merupakan sengketa antara Perhutani dan warga. Lahan bekas hutan mangrove berada di Kec. Bantarsari Gandrungmangu dan Kec, Kawunganten.

“Kita sudah melakukan pendekatan terhadap masyarakat agar kawasan kosong tersebut ditanam mangrove kembali melalui lembaga masyarakat desa sekitar hutan (LMDH). Dan nampaknya sudah ada titik terang, warga sudah mulai menyadari fungsi mangrove mereka mau kita ajak kerja sama, ” tambahnya.

3. Penyebab Terjadinya Banjir
Sering sekali terjadinya banjir, dan hampir setiap kali hujan, maka pasti ada saja daerah yang terkena banjir. Apa penyebab banjir itu, secara umum, penyebab terjadinya banjir adalah sebagai berikut. 
Penebangan hutan secara liar tanpa disertai reboisasi,
Salah satu sebab utama perusakan hutan hujan dan terjadinya banjir adalah penebangan hutan. Banyak tipe kayu yang digunakan untuk perabotan, lantai, dan konstruksi diambil dari hutan tropis di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Dengan membeli produk kayu tertentu, orang-orang di daerah seperti Amerika Serikat secara langsung membantu perusakan hutan hujan.

Walau penebangan hutan dapat dilakukan dalam aturan tertentu yang mengurangi kerusakan lingkungan, kebanyakan penebangan hutan di hutan hujan sangat merusak. Pohon-pohon besar ditebangi dan diseret sepanjang hutan, sementara jalan akses yang terbuka membuat para petani miskin mengubah hutan menjadi lahan pertanian. Di Afrika para pekerja penebang hutan menggantungkan diri pada hewan-hewan sekitar untuk mendapatkan protein. Mereka memburu hewan-hewan liar seperti gorila, kijang, dan simpanse untuk dimakan.

Penelitian telah menemukan bahwa jumlah spesies yang ditemukan di hutan hujan yang telah ditebang jauh lebih rendah dibandingkan dengan jumlah yang ditemukan di hutan hujan utama yang belum tersentuh. Banyak hewan di hutan hujan tidak dapat bertahan hidup dengan berubah nya lingkungan sekitar.

Penduduk lokal biasanya bergantung pada penebangan hutan di hutan hujan untuk kayu bakar dan bahan bangunan. Pada masa lalu, praktek-praktek semacam itu biasanya tidak terlalu merusak ekosistem. Bagaimanapun, saat ini wilayah dengan populasi manusia yang besar, curamnya peningkatan jumlah orang yang menebangi pohon di suatu wilayah hutan hujan bisa jadi sangat merusak. Sebagai contoh, beberapa wilayah di hutan-hutan di sekitar kamp-kamp pengungsian di Afrika Tengah (Rwanda dan Congo) benar-benar telah kehilangan seluruh pohonnya. 

Pendangkalan sungai,
Pembuangan sampah yang sembarangan, baik ke aliran sungai mapupun gotong royong,
Pembuatan saluran air yang tidak memenuhi syarat,
Pembuatan tanggul yang kurang baik,
Air laut, sungai, atau danau yang meluap dan menggenangi daratan.

4. Dampak Negatif Dari Banjir
Banjir dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup berupa: 
1. Rusaknya areal pemukiman penduduk,
2. Sulitnya mendapatkan air bersih, dan
3. Rusaknya sarana dan prasarana penduduk.
4. Rusaknya areal pertanian
5. Timbulnya penyakit-penyakit
6. Menghambat transportasi darat

5. Cara Mencegah Banjir
Lubang Resapan Biopori - Mencegah Banjir Dimusim Banjir. Hujan turun banjirpun datang, begitulah fenomena yang kini terjadi di beberapa daerah di negri kita ini.  Setiap musim hujan tiba, banyak orang selalu khawatir akan datangnya banjir.  Banjir di musim hujan dan kekeringan air di musim kemarau menjadi masalah yang serius dari tahun ke tahun.

Banjir menjadi agenda tahunan bagi warga yang tinggal didaerah pinggiran sungai.  Namun jangan heran, dataran yang jauh dari sungai pun kini sudah tidak luput dari banjir.  Akhir-akhir ini, banjir tidak lagi terjadi di daerah pinggiran sungai saja, namun banjir terjadi juga di daerah dataran tinggi.  Hal ini terjadi karena tanah sudah kehilangan fungsinya dalam menyerap air, akibat dari maraknya penebangan hutan dan pembangungan gedung dan perumahan yang tidak ramah lingkungan.

Ada beberapa cara yang dapat kita lakukan agar dapat mengurangi banjir tahunan, yaitu dengan menanam banyak pepohonan agar air hujan tidak langsung mengalir ke sungai, tetapi tertahan pada akar pepohonan. Kandungan air pada akar pepohonan akan berfungsi sebagai reservoir di musim kemarau. 

Mengolah sampah dengan benar.  Tidak membuang sampah ke sungai atau ke jalanan, juga dapat mengurangi bahaya banjir.  Jika sampah dibuang sembarangan, sampah dapat menyumbat saluran-saluran air yang ada dan mengakibatkan banjir saat hujan datang.
Mencegah banjir dengan membuat sumur resapan adalah cara yang terbaik untuk daerah perkotaan. DKI Jakarta sudah menerapkan kewajiban bagi warganya untuk membuat sumur resapan melalui SK Gubernur DKI nomor 17 Tahun 1992, yang telah dijadikan Perda no. 17/1996, isinya mewajibkan warga Jakarta mebuat sumur resapan.  Namun karena biaya pembuatan yang cukup mahal, maka kebanyakan warga DKI tidak melaksanakan aturan perda tersebut.  Itu salah satu sebab mengapa banjir selalu terjadi dan semakin parah saja setiap tahunnya.

Kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam menanggulangi banjir sangat memegang peranan penting.  Kurangnya kepedulian warga dan lemahnya peran pemerintahan menjalankan peraturan yang ada, memicu masalah banjir semakin buruk dari tahun ke tahun. 
Pembangunan banjir kanal didaerah Timur dan Barat DKI Jakarta diharapkan akan mengurangi terjadinya banjir dimasa mendatang.  Namun pembangunan kanal tersebut tidak menjamin bahwa banjir tidak akan terjadi.  Kepedulian warga tetap memegang peranan penting dalam mencegah banjir.  Tanpa ada partisipasi masyarakat secara luas, banjir sudah dipastikan akan datang kembali.

Salah satu cara terbaru, dengan biaya cukup murah, untuk mengatasi banjir ini adalah dengan mebuat lubang resapan Biopori di dalam tanah.  Biopori sendiri merupakan pori-pori berbentuk lubang (terowongan ) yang terbentuk oleh aktivitas organisme tanah dan pengakaran tanaman.  Aktivitas merekalah yang akan menciptakan rongga-rongga atau liang-liang di dalam tanah, dimana rongga-rongga tersebut akan terisi udara yang menjadi saluran air untuk meresap ke dalam tanah.  Bila lubang-lubang seperti ini dibuat dalam jumlah yang banyak, maka kemampuan dari sebidang tanah untuk meresapkan air akan meningkat. Meningkatnya kemampuan tanah dalam meresapkan air akan memperkecil peluang terjadinya aliran air di permukaan tanah.  Dengan kata lain akan mengurangi banjir yang mungkin akan terjadi.  Karena air dapat diserap langsung ke dalam tanah.

Peningkatan jumlah biopori tersebut dapat dilakukan dengan membuat lubang vertikal kedalam tanah. Lubang-lubang tersebut selanjutnya diisi bahan organik, seperti sampah-sampah organik rumah tangga, potongan rumput dan vegetasi lainnya. Bahan organik ini, melalui proses pengomposan, menjadi sumber energi bagi organisme di dalam tanah.  Dengan adanya bahan organik yang cukup, aktifitas mereka didalam tanah akan meningkat.  Dengan meningkatnya aktifitas organisme dalam tanah maka akan semakin banyak rongga-rongga biopori yang terbentuk.

Cara ini boleh dibilang murah dan mudah dibuat dibandingkan dengan membuat sumur resapan yang memerlukan lahan luas dan biaya bahan yang cukup besar.  Lubang Biopori bisa dibuat dimana saja; gedung perkantoran, taman dan kebun, pelataran parkir, halaman rumah terutama disekitar rumah yang berlahan sempit sekalipun, dan juga bisa dibuat di dasar parit.  Dengan alat yang sederhana, pembuatan lubang biopori ini dapat dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga juga. Metode Biopori ditemukan oleh Ir. Kamir Raziudin Brata MSc, peneliti dan dosen Department Limu Tanah dan Sumber Daya Alam IPB tahun 1976.  Sebelum disosialisasikan ke masyarakat, ia sudah memakainya selama 20 tahun lebih di lingkungan rumahnya. 

Cara mebuat lubang resapan biopori.
Buat lubang berbentuk silinder secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 cm, dengan kedalaman lubang 80-100cm.  Lubang resapan ini bisa dibuat halam rumah, didasar saluran air (got), batas antara tanam dan teras, atau pada tanah lapang berumput, dimana ada genangan dan aliran air hujan.  Alat pembuat lubang biopori dapat di beli di kampu IPB dan juga di Toko Trubus terdekat, seharga Rp. 175.000,-. Agar pinggiran lubang tidak cepat rusak, bibir lubang diperkuat dengan adonan semen selebar 2-3 cm dengan tinggi 10 cm, disekeliling mulut lubang agar tak cepat rusak terkikis.  Atau memasang pipa paralon diamerter 12cm di bagian atasnya.

Masukan sampah organik yang berasal dari sampah dapur, sisa-sisa tanaman, daun yang terjatuh mengering, potongan rumput dan sampah vegatasi lainnya kedalam lubang tersebut.  Sampah organik ini memancing binatang-binatang kecil seperti cacing atau rayap masuk kedalam lubang dan membuat rongga biopori sebagai saluran-saluran kecil.

Sampah dalam lubang akan menjadi sumber energi bagi organisme tanah untuk melakukan kegiatannya melalui proses pengomposan. Sampah yang telah terurai oleh microba ini dikenal sebagai kompos yang dapat dipergunakan sebagai pupuk organik.  Melalui proses seperti itu maka lubang resapan biopori selain berfungsi sebagai bidang peresap air juga sekaligus berfungsi sebagai alat pembuat kompos.

Tambahkan sampah organik kedalam lubang, karena sampah lambat laun akan menyusut.  Setelah lubang dirasakan sudah penuh, kompos bisa diambil untuk dijadikan pupuk tanaman.  Kompos dapat dipanen pada setiap periode tertentu dan dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada berbagai jenis tanaman, seperti tanaman hias, sayuran, buah-buahan dan jenis tanaman lainnya.

6. Cara Penanggulangan Banjir
KETIKA banjir datang, selalu terjadi saling menuding tentang siapa yang salah. Di lain pihak, para ahli cendekia lalu sibuk mengeluarkan pendapat tentang apa dan mengapa terjadi banjir. Ketika banjir surut, perhatian akan banjir ikut surut pula. Kemudian ribut-ribut lagi ketika musim berganti dan banjir datang berulang.

Secara filosofis, ada tiga metode penanggulangan banjir. Pertama, memindahkan warga dari daerah rawan banjir. Cara ini cukup mahal dan belum tentu warga bersedia pindah, walau setiap tahun rumahnya terendam banjir. Kedua, memindahkan banjir keluar dari warga. Cara ini sangat mahal, tetapi sedang populer dilakukan para insinyur banjir, yaitu normalisasi sungai, mengeruk endapan lumpur, menyodet-nyodet sungai. Faktanya banjir masih terus akrab melanda permukiman warga. Ketiga, hidup akrab bersama banjir. Cara ini paling murah dan kehidupan sehari-hari warga menjadi aman walau banjir datang, yaitu dengan membangun rumah-rumah panggung setinggi di atas muka air banjir.

Secara normatif, ada dua metode penanggulangan banjir. Pertama, metode struktur, yaitu dengan konstruksi teknik sipil, antara lain membangun waduk di hulu, kolam penampungan banjir di hilir, tanggul banjir sepanjang tepi sungai, sodetan, pengerukan dan pelebaran alur sungai, sistem polder, serta pemangkasan penghalang aliran.

Anggaran tak seimbang Dalam pertemuan-pertemuan antar pemangku kepentingan (stakeholder) tentang penanggulangan banjir, telah ada political will dari pemerintah, yaitu akan melaksanakan penanggulangan banjir secara hibrida, dengan melaksanakan gabungan metode struktur dan non-struktur secara simultan. Bahkan, telah dibuat dalam perencanaan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Namun, dalam implementasinya, penanggulangan banjir yang dilakukan pemerintah masih sangat sektoral, alokasi anggaran antarsektor tidak seimbang. Anggaran penanggulangan banjir metode struktur alias konstruksi teknik sipil lebih besar dibandingkan dengan anggaran metode nonstruktur yang lebih berbasis masyarakat. Padahal, penanggulangan banjir dengan metode nonstruktur berbasis masyarakat tidak kalah pentingnya. 

Pertama, berupa manajemen di hilir di daerah rawan banjir, antara lain pembuatan peta banjir, membangun sistem peringatan dini bencana banjir, sosialisasi sistem evakuasi banjir, kelembagaan penanganan banjir, rekonstruksi rumah akrab banjir, peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir, serta kemungkinan asuransi bencana banjir.

Kedua, berupa manajemen di hulu daerah aliran sungai, antara lain pengedalian erosi, pengendalian perizinan pemanfaatan lahan, tidak membuang sampah dan limbah ke sungai, kelembagaan konservasi, pengamanan kawasan lindung, peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan konservasi.

Rumah akrab banjir
Hingga dekade yang lalu, cita-cita para ahli banjir masih terus mengumandangkan slogan "bebas banjir" dengan memaksakan teknologi untuk melawan banjir, antara lain sodetan, tanggul sungai, bendungan, dan sebagainya. Namun, dalam diskusi dan publikasi mutakhir tentang manajemen bencana banjir, terjadi perubahan paradigma. Di Vietnam, khususnya warga yang hidup di DAS Mekong, \-ang semula bermimpi untuk bebas dari banjir (free from flood), akhirnya memutuskan hidup bersama banjir [living with flood), antara lain dengan mengubah rumah-rumah mereka menjadi rumah panggung.

Saat ini, banyak institusi penelitian yang melakukan penelitian konsep rumah akrab banjir, salah satunya Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (Puskim), di Jalan Pa-nvaungan. Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung. Ada yang unik dari desain rumah akrab banjir kreasi peneliti Puskim ini, bukan berupa rumah panggung, tetapi rumah apung, yang bisa naik turun sesuai ketinggian banjir. Apa pun desainnya, sebaiknya kreasi para peneliti ini segera diimplentasikan di daerah rawan banjir bekerja sama dengan dunia usaha.

Mengajak masyarakat membangun rumah panggung merupakan tantangan tersendiri, selain perlu uang ekstra untuk rekonstruksi rumah, juga perlu sosialisasi membiasakan diri hidup di rumah panggung. Namun, cara hidup akrab bersama banjir seperti ini relatif lebih murah dan berkelanjutan dibandingkan dengan cara relokasi maupun penerapan metode teknologi penanggulangan banjir yang belum tentu berhasil.

Tentunya komitmen hidup akrab bersama banjir, tetap dilandasi semangat tidak melanggar peraturan yang berlaku. Misalnya Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung yang mengamanatkan perlunya perlindungan terhadap sempadan sungai untuk melindungi fungsi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kondisi sungai serta mengamankan aliran sungai. Salah satu kriteria sempadan sungai disebut; sekurang-kurangnya tiga puluh meter dihitung dari tepi sungai untuk sungai yang tidak ber-tanggul. Penanggulangan banjir memang kompleks, apalagi masyarakat tidak diajak berperan, jadi memang pantas ada sindiran bahwa sejak tiga dekade lalu telah sejuta rencana, tetapi penanggulangan banjir belum juga berhasil.




BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bencana banjir ini sangatlah rawan dan banyak terjadi diberbagai daerah di negri kita, misalnya di Jakarta, Bandung, dan kota lainnya yang tidak kalah besar dan banyak memakan korban.

Sebenarnya penyebab utama dari banjir itu adalah akibat dari perbuatan manusia sendiri, misalnya saja adanya penebangan pohon secara liar dihutan, maka terjadilah banjir, kemudian adanya pembuangan sampah sembarangan sehingga mengakibatkan aliran air tersumbat, maka jadilah banjir.

Cara yang paling efektif untuk mencegah banjir adalah dengan adanya sikap atau prilaku menjaga kebersihan lingkungan hidup kita. Dan cara yang efektif untuk menganggulangi ketika terjadinya banjir adalah membuat rumah akrab banjir.

B. SARAN
Saran dari penyusun adalah “Marilah Kita Menjaga Lingkungan Ini Agar Tidak Terjadi Hal-hal yang Tidak Diinginkan Semisal Banjir”.

Jaga kebersihan lingkungan merupakan kewajiban bagi kita agar terhindar dari bencana banjir yang akan membawa bencana yang lainnya, seperti kematian yang diakibatkan penyakit yang menyerang saat banjir.



DAFTAR PUSTAKA

http://www.google.co.id/search?hl=id&xhr=t&q=penebangan%20hutan&cp=5&pq=banjir+laut+pasang&um=1&biw=1280&bih=653&ie=UTF-8&sa=N&tab=iw#hl=id&pq=cara%20mencegah%20banjir&xhr=t&q=bencana+banjir&cp=9&pf=p&sclient=psy&biw=1280&bih=610&source=hp&aq=0&aqi=&aql=&oq=bencana+b&pbx=1&fp=b7d313ff563e5539


*Sumber: https://www.academia.edu/28858837/Makalah_banjir

Tag : Geografi, IPA, Lainnya
0 Komentar untuk "Fenomena Bencana Banjir"

Back To Top