BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dunia bisnis yang tumbuh dengan pesat menjadi tantangan atau pun ancaman bagi pelaku usaha agar dapat mempertahankan dan menjaga kelangsungan hidup perusahaannya. Setiap pelaku bisnis atau pun pekerjanya akan membuat sebuah perusahaan menjadi berkembang dan terdepan dari pada saingan dari perusahaan tersebut. Etika bisnis dalam sistem perekonomian global cenderung pada usaha menghalalkan segala macam cara dengan tidak mempedulikan etika bisnis. Etika bisnis begitu sangat penting dilakukan diutamakan pada hubungan bisnis dengan pihak yang terkait., baik dengan alam, lingkungan, perusahaan dan perseorangan. Berbisnis dengan tidak menggunakan etika akan menyebabkan tindakan ketika adilan, masalah dan kehancuran bahkan ada pihak yang akan dirugikan karena perbuatan curang tersebut.
Dalam berbisnis kita memerlukan yang namanya moralitas kadang kali moral seseorang bisa dilupakan dalam sebuah pekerjaan dikarenakan tuntutan pekerjaan yang mengharuskan seseorang tidak melihat keadaan sekitar dengan hati. Setiap perusahaan dituntut untuk menggunakan sistem yang modern dengan teknologi yang modern juga yang mengakibatkan praktek-praktek yang etik di dalam tingkatan manajemen dan operasional. Dengan berkenaan praktek organisasi atau perusahaan pada pelanggan dan karyawan nya. Dalam aktivitas perusahaan yang ketat dapat menimbulkan perilaku pelanggaran etika karena orang akan bersifat pragmatis dalam berbagai macam situasi. Oleh sebab itu keadaan apapun diperlukan suatu kesadaran moral agar keputusan yang mendesak tapi masih menggunakan etika.
Serupa dengan pemahaman filsafat yang secara etimologis melandaskan gagasannya pada filos (cinta) dan sophia (kebijaksanaan), begitu pula dengan etika sebagai bagian dari filsafat itu sendiri. Manifestasi ide/gagasan pada ranah kenyataan yang mewujud dalam tata-aturan tentang mana yang baik dan mana yang buruk, untuk kemudian distandarisasi sesuai dengan paradigma dan ideologi, cara pandang, ataupun consensus yang berlaku (Althusser, 1984). Pun begitu, etika sendiri memiliki cara pandang yang hampir sama dengan nilai, norma, ataupun moralitas. etika menjadi pembeda pula antara manusia dengan hewan, lewat fungsi makhluk sosial dan individual. Dengan demikian, hubungan manusia yang sudah berikatan inilah yang menjadi dasaran bagi terciptanya sistematika organisasi dalam birokrasi dengan keseluruhan legalitas dan legitimasi yang melingkupi. Namun, pada saat ini tantangan demi hambatan yang menghadang sistematika tersebut, mulai dari ketidakjelasan implementasi, kegamangan sistem etika/filsafat yang berawal dari disfungsi konsensus dan berakhir pada ketidakberpihakan birokrasi itu sendiri kepada masyarakat.
Dengan itu ada sikap kehati-hatian dalam pengambilan keputusan menggunakan moral dan etika yang baik. Ada beberapa asalan untuk meneiliti kesadaran moral dalam pengambilan keputusan bisnis. Untuk mengetahui apa penyebab dari berbagai macam keadaan yang menciptakan kesadaran moral. Mengetahui penyebab kesadaran moral, perusahaan mampu menciptakan suatu situasi yang mengembangkan kesadaran moral dalam bekerja. Prinsip etika yang hidup dalam berorganisasi merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh cukup besar untuk membangun kesadaran moral. Faktor lingkungan organisasi adalah faktor yang menentukan iklim kerja yang beretika. Iklim etika yang cenderung bersifat individualis itu tidak bisa dipungkiri lagi, yang akan mendorong iklim perusahaan cenderung bersifat individualis juga. Jadi kita sebagai manusia yang bermoral dan beretika harus memiliki moralitas ditempat kerja yang berarti mampu berperilaku dan bermoral sesuai dengan standar etika dan moral ada di perusahaan. Kita pun harus bertindak sebagai seseorang yang memiliki integritas pribadi yang tinggi menjunjung tinggi nilai kejujuran yang beradab ditempat kerja.
Etika dan moral haruslah menjadi sebuah perilaku, karakter, pilihan hidup dan kepribadian yang dapat diperlihatkan dalam keseharian dilingkungan kerja. Praktek moralitas dan etika akan memperkuat itergritas pribadi di tempat kerja, untuk memahami apa yang baik dan apa yang buruk dalam suatu persepsi. Standar moral dalam perilaku biasanya tidak tertulis, merupakan hasil akhir dari pikiran positif terhadap etos kerja itu mengacu pada moralitas ditempat kerja. Sedangkan etika adalah yang mengacu pada standar berperilaku ditempat kerja merupakan pedoman yang formal, baik etika ataupun moralitas memerlukan integritas pribadi yang tinggi untuk menjalanya dengan sempurna. Hubungan kerja yang harmonis selalu di landasi oleh sikap moralitas dan etika yang juga menjadi kekuatan untuk membangun keyakinan dalam menyelesaikan sebuah konflik adalah suatu pekerjaan. Persoalan dapat diselesaikan dengan hati nurani, menggunakan moralitas dan etika akan menghasilkan pemikiran dengan akan yang paling sehat dan menggunakan kejujuran. Moralitas dan etika merupakan fitur penting untuk bertindak bagai keryawan, pimpinan, dan setiap stakeholder ditempat kerja dalam mengedepankan keadilan, terbuka dan penuh dengan tanggung jawab.
Bagaimana orang berperilaku dan menggambarkan standar moral yang di ingan perusahaan dengan menggunakan pedoman etik perusahaan yang harus di ikuti oleh semua orang yang ada di perusahaan tersebut. Memiliki keyakinan terhadap nilai-nilai, norma dan prinsip moral yang ada di dalam pedoman etik peusahan harus dijlankan bukannya karyawan saja tapi seorang pimpinan juga. Etika kerja dan etika bisnis harus mampu menjadi dasar terbaik untuk memperlihatkan moralitas yang berkualitas dalam bekerja, merupakan alat yang mampu untuk memperlihatkan perilaku yang bermoral di tempat kerja. Seseorang dapat menjadi pribadi yang tidak jujur jika tidak memiliki moralitas ditempat kerja, dan mengabaikan misi atau pun visi yang telah ada sehingga akan menyebabkan perusahaan tidak berjalan dengan efektif dan citra atau pun performa perusahaan akan merosot.
Dalam dunia bisnis pun setiap perusahaan akan berambisi untuk mendapatkan laba yang besar dengan melakukan berbagai macam cara, bahkan hal yang bersifat kriminalpun akan ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut. Terjadinya perbuatan tercela didunia bisnis bukannya berkurang tapi malah semakin meningkat, tindakan ingkar janji, one prestasi, tidak menghindarkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam sekitar dan perbuatan korupsi, suap, kolusi masalah tersebut merupakan pengingkaran dari moralitas dan etika bisnis. Tidak ada salahnya bila kita dalam bertindak selain dengan moral dan etika harus di dukung dengan kepercayaan dari keyakinan yang dianut oleh setiap manusia. Keterkaitan antara bisnis dan hukum sangatlah erat, banyak masalah yang timbul dari kedua aspek tersebut.
Etika adalah hal yang penuh dengan pandangan atau nilai yang dianut oleh masyarakat, di mana dasar nilai itu dibangun dari kebiasaan yang mereka lakukan. Membahas mengenai etika, maka kita akan masuk pada ranah kebiasaan yang terjadi pada suatu masyarakat, etika akan berbicara mengenai benar atau salah. Kebiasaan yang berlaku di suatu tempat biasanya mengacu pada adat istiadat,norma, peraturan, budaya dan lainnya. Semakin seseorang sesuai dengan kebiasaan setempat, maka dapat dikatakan ia semakin beretika di tempat yang bersangkutan. Bisnis adalah kegiatan yang teratur dalam melayani suatu kebutuhan yang bersifat umum, sambil memperoleh pendapatan. Bisnis merupakan pertukaran antara jasa/barang dan uang yang saling menguntungkan. Dahulu bisnis digunakan dengan cara barter atau dengan saling menukar barang tanpa menggunakan uang. Pada masa berikutnya kenyataannya manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, untuk mendapatkan keinginannya mereka mencari orang yang mau menukarkan barang barang yang dimiliki dengan barang yang dibutuhkan.
Belakangan ini banyak pelaku bisnis yang melakukan pelanggaran etika bisnis dengan dengan persaingan yang tidak sehat. Pelanggaran etika bisnis tersebut menyebabkan kerugian bagi pelaku bisnis dan bagi pengusaha menengah kebawah disebabkan kurangnya kemampuan dan pengetahuan yang mereka miliki. Setiap perusahaan atau pelaku bisnis harus memiliki prinsip etika bisnis dan moral tersebut. Etika bisnis adalah studi yang di khususkan mengenai moral yang benar atau salah atau tata cara dalam menjalankan bisnis. Dengan adanya etika bisnis, pelaku bisnis atau perusahaan dapat mengetahui aturan-aturan, nilai-nilai, cara-cara melakukan bisnis dengan baik, dan menjalankan norma-norma yang ada. Perusahaan yang menggunakan etika bisnis dapat membentuk nilai, norma, dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam menjalankan hubungan pekerjaan dengan adil, sehat bersama mitra kerja, pelanggan, masyarakat, lingkungan sekitar sekitar perusahaan dan para pemegang saham.
Secara teoritis, ada yang dimaksud norma umum dan norma khusus. Norma umum akan berlaku umum dan universal, tidak kenal waktu, tempat dan lingkungan masyarakat. Yang bisa diartikan dimanapun, kapanpun, dan dilingkungan mana pun norma tersebut akan dilaksanakan. Sedangkan norma khusus yang dilakukan pada waktu, tempat dan lingkungan khusus, dan mengatur kegiatan dan bidang tertentu. Norma moral merupakan norma yang sering berlaku di masyarakat atau norma umum yang mengatur mengenai sikap, perilaku, dan tindakan manusia sebagai yang berkehidupan masyarakat. Norma moral, atau sering disebut dengan moralitas dapat didefinisikan sebagai standar yang dimiliki seseorang atau individu ataupun kelompok tentang apa yang benar dan apa yang salah dan tentang apa yang baik dan apa yang jahat (Satyanugraha, 2003). Secara umum etika diklasifikasikan menjadi dua jenis; pertama etika deskriptif yang menekan pada pengkajian ajaran moral yang berlaku, membicarakan masalah baik-buruk tindakan manusia dalam hidup bersama. Yang ke dua etika normatif, suatu kajian terhadap ajaran norma baik buruk sebagai suatu fakta, tidak perlu perlu mengajukan alasan rasional terhadap ajaran itu, cukup merefleksikan mengapa hal itu sebagai suatu keharusan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah etika dan moralitas diperlukan dalam menjalankan sebuah binsis diperusahaan ?
2. Apakah etika selalu menjadi pedoma dalam menjalankan kegiatan berbisnis ?
3. Apakah moralitas dan etika selalu dikerjakan secara bersamaan dalam kegiatan berbisnis ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui moralitas selalu digunakan dalam kegiatan berbisnis.
2. Untuk mengetahui etika selalu menjadi pedoman dalam menjalankan kegiatan berbisnis.
3. Untuk mengetahui moralitas dan etika selalu dikerjakan secara bersamaan dalam kegiatan berbisnis.
BAB II
PEMBAHASAN
Perkembangan Etika Bisnis
Perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
1. Zaman Prasejarah: Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negra dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan: pada tahun 1960-an: dimulai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota prancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan, khususnya bidang ilmu manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik masalah yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir di Amerika Serikat pada 1970-an yang mana sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis disekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat pada saat itu.
4. Etika Bisnis meluas ke Eropa: tahun 1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akamdemisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena secara Global pada 1990-an, dan tidak hanya terbatas lagi pada dunia barat (Eropa, Amerika Serikat). Tetapi etika bisnis sudah dikembangkan diseluruh dunia. Bahkan telah didirikan Internatioal Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo, Jepang.
Moral Dalam Bisnis
Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan agama dan kebudayaan. Dalam kehidupan sehari – hari, moral moral digunakan sebagai alat untuk mendorong melakukan kebaikan dalam berperilaku. Begitu juga halnya dalam dunia bisnis. Sebagai bagian dari aktivitas, tentunya moral sangat dibutuhkan dalam berbisnis. Moral yang baik dalam berbisnis tentunya juga akan memberikan dampak yang baik untuk perkembangan bisnis tersebut serta dapat menjalin relasi yang baik juga. Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam melakukan bisnis.
Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Aplikasi moral dalam kehidupan sehari – hari misalnya adalah kejujuran. Apabila sebuah bisnis dilandasi dengan kejujuran dalam setiap transaksi dan pengambilan keputusan,maka akan memberikan kepuasan bagi kedua pihak yang saling terkait.
Etika Dalam Bisnis
Etika digunakan sebagai rambu – rambu atau patokan berperilaku. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi. Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Jika ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan.
Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian. Kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Oleh sebab itu untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian. Ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok etika bisnis, antara lain :
1. Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis.
2. Menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh, atau karyawan dan masyarakat luas pemilik aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktik bisnis siapapun juga. Fungsinya jelas yaitu untuk menggugah masyarakat bertindak menuntut para pelaku bisnis untuk berbisnis secara baik demi terjaminnya hak dan kepentingan masyarakat tersebut.
3. Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis.
Etika Bisnis dan Perbedaan Budaya
Relativisme etis adalah teori bahwa, karena masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan etis yang berbeda. Apakah tindakan secara moral benar atau salah, tergantung kepada pandangan masyarakat itu. Dengan kata lain, relativisme moral adalah pandangan bahwa tidak ada standar etis yang secara absolut benar dan yang diterapkan atau harus diterapkan terhadap perusahaan atau orang dari semua masyarakat. Dalam penalaran moral seseorang, dia harus selalu mengikuti standar moral yang berlaku dalam masyarakat manapun dimana dia berada. Pandangan lain dari kritikus relativisme etis yang berpendapat, bahwa ada standar moral tertentu yang harus diterima oleh anggota masyarakat manapun jika masyarakat itu akan terus berlangsung dan jika anggotanya ingin berinteraksi secara efektif. Relativisme etis mengingatkan kita bahwa masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan moral yang berbeda, dan kita hendaknya tidak secara sederhana mengabaikan keyakinan moral kebudayaan lain ketika mereka tidak sesuai dengan standar moral kita.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan dengan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Membumikan Etika Bisnis Di Perusahaan
Etika pada dasarnya membahas sesuatu yang dianggap baik – buruk, atau benar- salah. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan karyawan sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan perusahaan lain atau masyarakat setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan. Perilaku yang etis dalam perusahaan akan menimbulkan sikap saling percaya terhadap sesama pelaku bisnis serta akan mencegah pelanggan, pegawai dan pemasok bertindak oportunis, serta tumbuhnya saling percaya.
Kebijakan perusahaan untuk memberikan perhatian serius pada etika perusahaan akan memberikan citra bahwa manajemen mendukung perilaku etis dalam perusahaan. Kebijakan perusahaan biasanya secara formal didokumentasikan dalam bentuk Kode Etik (Code of Conduct) Terdapat tiga faktor utama yang memungkinkan terciptanya iklim etika dalam perusahaan.:
1. terciptanya budaya perusahaan secara baik..
2. terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya (trust-based organization).
3. terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai (employee relationship management).
Manfaat Perusahaan Menerapkan Etika Dalam Bisnis
Selain perencanaan strategis yang baik serta sistem perusahaan yang transparan, hal pendukung yang dibutuhkan untuk membangun perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi,diperlukan suatu landasan yang kokoh pula. Langkah yang dapat ditempuh adalah penerapan etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen. Dengan demikin tidak hanya cita – cita bisnis yang bernilai tinggi saja yang dapat dilaksanakan, tetapi bisnis dengan nilai – nilai etika yang tinggi juga dapat tercapai, sehingga menimbulkan sikap saling percaya dan saling menghargai antar sesama pelaku bisnis baik antara pihak internal perusahaan dengan pihak eksternal,atasan dengan karyawan, maupun karyawan dengan karyawan.
Teknologi yang berkembang di akhir dekade abad ke-20 mentransformasi masyarakat dan bisnis, dan menciptakan potensi problem etis baru. Yang paling mencolok adalah revolusi dalam bioteknologi dan teknologi informasi. Teknologi menyebabkan beberapa perubahan radikal, seperti globalisasi yang berkembang pesat dan hilangnya jarak, kemampuan menemukan bentuk-bentuk kehidupan baru yang keuntungan dan resikonya tidak terprediksi. Dengan perubahan cepat ini, organisasi bisnis berhadapan dengan setumpuk persoalan etis baru yang menarik.
Pentingnya Etika Bisnis
Perilaku etik penting untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. Pentingnya etika bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif, baik lingkup makro maupun mikro, yang akan dijelaskan sebagai berikut:
Perspektif Makro; pertumbuhan suatu negara tergantung pada market system yang berperan lebih efektif dan efisien daripada command system dalam mengalokasikan barang dan jasa. Beberapa kondisi yang diperlukan market system untuk dapat efektif, yaitu:
a. Hak memiliki dan mengelola properti swasta.
b. Kebebasan memilih dalam perdagangan barang dan jasa
c. Ketersediaan informasi yang akurat berkaitan dengan barang dan jasa. Jika salah satu subsistem dalam market system melakukan perilaku yang tidak etis, maka hal ini akan mempengaruhi keseimbangan sistem dan menghambat pertumbuhan sistem secara makro.
Pengaruh dari perilaku tidak etik pada perspektif bisnis makro adalah sebagai berikut:
1. Penyogokan atau suap; hal ini akan mengakibatkan berkurangnya kebebasan memilih dengan cara mempengaruhi pengambil keputusan.
2. Coercive act; mengurangi kompetisi yang efektif antara pelaku bisnis dengan ancaman atau memaksa untuk tidak berhubungan dengan pihak lain dalam bisnis.
3. Deceptive information;
4. Pencurian dan penggelapan; dan unfair discrimination.
Perspektif Bisnis Mikro; dalam Iingkup ini perilaku etik identik dengan kepercayaan atau trust. Dalam Iingkup mikro terdapat rantai relasi di mana supplier, perusahaan, konsumen, karyawan saling berhubungan kegiatan bisnis yang akan berpengaruh pada Iingkup makro. Tiap mata rantai penting dampaknya untuk selalu menjaga etika, sehingga kepercayaan yang mendasari hubungan bisnis dapat terjaga dengan baik.
Kasus – kasus Pelanggaran dalam Etika Bisnis
Profesi Akuntan menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran. Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik oleh para akuntan. Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke depan. Dari situ sudah diketahui kalau bidang kerja akuntan rawan memicu konflik kepentingan. Oleh karena itu, segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu dilakukan.
a. Skandal Enron, worldcom, dan perusahaan-perusahaan besar di AS; Enron mengumumkan kebangkrutannya pada akhir tahun 2002. Tentu saja kebangkrutan ini menimbulkan kehebohan yang luar biasa. Bangkrutnya Enron dianggap bukan lagi semata-mata sebagai sebuah kegagalan bisnis, melainkan sebuah skandal yang multidimensional, yang melibatkan politisi dan pemimpin terkemuka di Amerika Serikat. Hal ini bisa dilihat dari beberapa fakta yang cukup mencengangkan seperti:
Ø Dalam waktu sangat singkat perusahaan yang pada tahun 2001 sebelum kebangkrutannya masih membukukan pendapatan US$ 100 miliar, ternyata tiba-tiba melaporkan kebangkrutannya kepada otoritas pasar modal. Sebagai entitas bisnis, nilai kerugian Enron diperkirakan mencapai US$ 50 miliar. Sementara itu, pelaku pasar modal kehilangan US$ 32 miliar dan ribuan pegawai Enron harus menangisi amblasnya dana pensiun mereka tak kurang dari US$ 1 miliar.
Ø Saham Enron terjun bebas hingga berharga US$ 45 sen. Padahal sebelumnya pada Agustus 2000 masih berharga US$ 90 per lembar. Oleh karenanya banyak pihak yang mengatakan kebangkrutan Enron ini sebagai kebangkrutan terbesar dalam sejarah bisnis di Amerika Serikat dan menjadi bahan pembicaraan dan ulasan di berbagai media bisnis dan ekonomi terkemuka seperti Majalah Time, Fortune, dan Business Week.
Prinsip-Prinsip Etika dan Perilaku Bisnis
Prinsip – prinsip yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang mencegah timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan. Muslich (1998) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut:
1. Prinsip Otonomi
Prinsip otonomi memandang bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya. Kebijakan yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan komunitasnya
2. Prinsip Kejujuran
Kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan perusahaan. Kejujuran harus diarahkan pada semua pihak, baik internal maupun eksternal perusahaan. Jika prinsip kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh perusahaan, maka akan dapat meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan tersebut.
3. Prinsip tidak berniat jahat
Prinsip ini berhubungan dengan prinsip kejujuran. Penerapan prinsip kejujuran yang ketat akan mampu meredam niat jahat perusahaan (manajer dan segenap karyawan).
4. Prinsip keadilan
Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan sistem bisnis. Contohnya, upah yang adil kepada karyawan sesuai kontribusinya, pelayanan yang sama kepada konsumen, dan lain-lain.
5. Prinsip hormat pada diri sendiri
Perlunya menjaga citra baik perusahaan tersebut melalui prinsip kejujuran, tidak berniat jahat dan prinsip keadilan. Hormat pada diri sendiri maksudnya adalah perusahaan harus menjaga nama baiknya dengan menerapkan prinsip jujur, tidak berniat jahat, dan melakukan prinsip keadilan sehingga mendatangkan apresiasi yang baik dari lingkungan.
1. Moralitas
Menurut Chaplin (2001), moral adalah hal yang menyinggung akhlak, tingkah laku yang susila, ciri-ciri khas seseorang dengan perilaku pantas dan baik, menyinggung hukum, adat istiadat, kebiasaan yang mengatur tingkah laku. Menurut Poespoprodjo (2009), ada tiga faktor penentu moralitas, pertama perbuatan sendiri, yang dikehendaki individu memandangnya tidak dalam tertib fisik tetapi dalam tertib moral. Kedua, motif yang dimiliki individu dalam pikiran ketika melakukan suatu perbuatan secara sadar dilakukan sendiri untuk dicapai dengan perbuatan sendiri, dan ketiga, keadaan, segala yang terjadi pada suatu peristiwa atau perbuatan. Berdasarkan penelusuran peneliti melalui media massa, didapatkan beberapa fenomena remaja cenderung melakukan tindakan amoral. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2009) amoral diartikan sebagai tidak bermoral atau tidak berakhlak.
Moral awareness didefinisikan sebagai derajat dimana seseorang mengenali aspek-aspek situasi yang dapat dikategorikan sebagai moral yang salah dan merugikan bagi orang lain, sekelompok orang, atau masyarakat lebih luas (VanSandt et al. 2006) . Moral awareness di sini didefinisikan dalam bentuk derajat, bukan sebagai sesuatu yang ada atau tiada. Definisi tersebut merujuk pada definisi dari Blum (1991) yang membahas moral sebagai suatu proses. Moralitas individu akan dijelaskan dalam level penalaran moral individu, serta akan berpengaruh pada perilaku etis mereka (Puspasari, 2012).
2. Etika
Ditinjau dari asal-usul kata, istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno ethos, yang berarti etika, etis, cara pandang dan sistem nilai yang dipakai dalam suatu kelompok (Ongky Setio Kuncono, 2013). Dalam Concise Oxford Dictionary (1974) kata ethos didefinisikan sebagai characteristic spirit of community, people or system (suasana khas yang menandai suatu kelompok bangsa atau sistem). Sementara menurut K. Bertens (2007: 224) istilah setika diartikan sebagai tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang atau gudang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Sehingga dalam bentuk jamaknya ta etha diartikan sebagai adat kebiasaan.
Secara bahasa (etimologi) menurut Noviliadi (2009: 4), istilah ethos berarti tempat hidup yang dimaknai sebagai adat istiadat atau kebiasaan. Dari kata ethos muncul istilah ethikos yang berarti teori kehidupan atau dalam istilah teori ilmu disebut etika. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) etika adalah nilai mengenai benar atau salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat. Menurut Maryani dan Ludigdo (2001), etika adalah seperangkat aturan, norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik aturan yang harus dilakukan maupun aturan yang harus dihindari oleh sekelompok manusia, golongan profesi.
Menurut penulis etika merupakan bagian dari kajian filsafat, biasa disebut filsafat etika atau filsafat moral, yaitu kajian filsafat yang memfokuskan kajiannya pada pencarian akan hakikat sistem nilai yang harus diikuti umat manusia (Ma’mun Mu’min, 2014). Namun menurut Poedjawiyatna (2003), etika bukan merupakan bagian dari filsafat. Sebagai ilmu, etika mencari keterangan (benar) yang sedalam-dalamnya. Sebagai tugas tertentu bagi etika, ia mencari ukuran baik-buruk bagi tingkah laku manusia, memang apa yang ditemukan oleh etika mungkin jadi pedoman seseorang, tetapi tujuan etika bukanlah untuk member pedoman, melainkan untuk tahu.
3. Pengertian Bisnis
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan. Secara etimologi, bisnis berarti keadaan di mana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata "bisnis" sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya "bisnis pertelevisian." Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Namun definisi "bisnis" yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.
4. Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, dan masyarakat. Menurut Yosephus (2010: 79), etika bisnis pada dasarnya merupakan applied ethics atau etika terapan. Etika bisnis merupakan wilayah penerapan prinsip-prinsip moral umum pada wilayah tindakan maausia dalam bidang ekonomi, seperti bisnis. Jadi, sasaran etika bisnis adalah perilaku moral pebisnis yang beraktivitas dalam bidang ekonomi. Menurut Ongky (2013) pengertian ini menjelaskan bahwa bagaimana para pelaku bisnis bertindak secara moral dalam melakukan bisnisnya. Etika bisnis adalah kajian yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam sistem dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusi barang dan jasa serta diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi. Misalnya seorang pengusaha yang memiliki etika bisnis biasanya adalah seorang yang jujur dan amanah. Etika bisnis ini diwujudkan karena tuntutan dari pergerakan terhadap meningkatnya berbagai praktek yang tidak sehat dalam dunia bisnis, misalnya layanan yang tidak memuaskan.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja yang unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Etika bisnis dapat menjadi standard dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang professional.
5. Mempertahankan Standar Etika
1. Ciptakan kepercayaan perusahaan
Kepercayaan perusahaan dalam menetapkan nilai-nilai perusahaan yang mendasari tanggung jawab etika bagi pemilik kepentingan.
2. Kembangkan kode etik.
Kode etik merupakan suatu catatan tentang standar tingkah laku dan prinsip-prinsip etika yang diharapkan perusahaan dari karyawan.
3. Jalankan kode etik secara adil dan konsisten
Manajer harus mengambil tindakan apabila mereka melanggar etika. Bila karyawan mengetahui bahwa yang melanggar etika tidak dihukum, maka kode etik menjadi tidak berarti apa-apa.
4. Lindungi hak perorangan
Akhir dari semua keputusan setiap etika sangat bergantung pada individu. Melindungi seseorang dengan kekuatan prinsip morl dan nilainya merupakan jaminan terbaik untuk menghindari untuk menghindari penyimpangan etika. Untuk membuat keputusan etika seseorang harus memiliki: (a) Komitmen etika, yaitu tekad seseorang untuk bertindak secara etis dan melakukan sesuatu yang benar; (b) Kesadaran etika, yaitu kemampuan kompetensi, yaitu kemampuan untuk menggunakan suara pikiran moral dan mengembangkan strategi pemecahan masalah secara praktis.
5. Adakan pelatihan etika
Workshop merupakan alat untuk meningkatkan kesadaran para karyawan.
6. Lakukan audit etika secara periodic
Audit merupakan cara terbaik untuk mengevaluasi efektivitas sistem etika. Hasil evaluasi tersebut akan memberikan suatu sinyal kepada karyawan bahwa etika bukan sekadar gurauan.
7. Pertahankan standar tinggi tentang tingkah laku, tidak hanya aturan.
Tidak ada seorang pun yang dapat mengatur norma dan etika. Akan tetapi, manajer bisa saja membolehkan orang untuk mengetahui tingkat penampilan yang mereka harapkan. Standar tingkah laku sangat penting untuk menekankan betapa pentingnya etika dalam organisasi. Setiap karyawan harus mengetahui bahwa etika tidak bisa dinegosiasi atau ditawar.
8. Hindari contoh etika yang tercela setiap saat dan etika diawali dari atasan.
Atasan harus memberi contoh dan menaruh kepercayaan kepada bawahannya.
9. Ciptakan budaya yang menekankan komunikasi dua arah.
Komunikasi dua arah sangat penting, yaitu untuk menginformasikan barang dan jasa yang kita hasilkan dan menerima aspirasi untuk perbaikan perusahaan.
10. Libatkan karyawan dalam mempertahankan standar etika.
Para karyawan diberi kesempatan untuk memberikan umpan balik tentang bagaimana standar etika dipertahankan.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
*Sumber: http://anggunrizkiaprilliani.blogspot.com/2017/03/nilai-etika-dan-moral-dalam-bisnis.html
Tag :
Bisnis Manajemen,
Etika Bisnis
0 Komentar untuk "Nilai Etika dan Moral dalam Membangun Bisnis"