BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hubungan adalah kaitan antara dua manusia atau lebih yang memudahkan proses pengenalan satu sama lain. Hubungan selalu terjadi dalam setiap proses kehidupan manusia. Manusia disini dapat kita artikan sebagai pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah. Dalam hal ini saya akan membahas salah satu hubungan yang berkaitan dengan manusia yaitu hubungan industrial.
Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terjadi antara para pelaku dalam proses produksi barang dan atau jasa yang terdiri dari unsur pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan undang-undang. Pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah bertanggungjawab mewujudkan hubungan industrial. Dalam melaksanakan hubungan industrial, Pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Selain itu, pemerintah dapat memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang telah berjasa dalam pembinaan ketenagakerjaan.
Pemerintah sebagai penyelenggara negara dibidang ketenagakerjaan harus dapat melaksanakan perannya dengan baik karena, pembangunan ketenagakerjaan dilaksankan secara terpadu dalam bentuk kerja sama yang saling mendukung antara pekerja/buruh, pengusaha, dan juga pemerintah. Pada dasarnya asas pembangunan nasional sesuai dengan asas pembangunan ketenagakerjaan. Pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur,dan merata baik materil maupun spiritual.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menambah ilmu, wawasan, serta pengetahuan penulis maupun pembaca dalam memahami peran pemerintah dalam hubungan industrial.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hubungan Industrial
Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pakerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (Tatanusa,2016:4)
2.2.1. Tujuan Hubungan Industrial
Tujuan Hubungan Industrial adalah mewujudkan Hubungan Industrial yang harmonis, Dinamis, kondusif dan berkeadilan di perusahaan. Ada tiga unsur yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial, yaitu:
a. Hak dan kewajiban terjamin dan dilaksanakan
b. Apabila timbul perselisihan dapat diselesaikan secara internal/bipartit
c. Mogok kerja oleh pekerja serta penutupan perusahaan (lock out) oleh pengusaha, tidak perlu digunakan untuk memaksakan kehendak masing‐masing, karena perselisihan yang terjadi telah dapat diselesaikan dengan baik.
Namun demikian sikap mental dan sosial para pengusaha dan pekerja juga sangat berpengaruh dalam mencapai berhasilnya tujuan hubungan industrial yang kita harapkan. sikap mental dan sosial yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial tersebut adalah:
1) Memperlakukan pekerja sebagai mitra, dan memperlakukan pengusaha sebagai investor
2) Bersedia saling menerima dan meningkatkan hubungan kemitraan antara pengusaha dan pekerja secara terbuka
3) Selalu tanggap terhadap kondisi sosial, upah, produktivitas dan kesejahteraan pekerja
4) Saling mengembangkan forum komunikasi, musyawarah dan kekeluargaan.
(Hermawan,2015: 6)
2.2.2. Ruang Lingkup Hubungan Industrial
Pada dasarnya ruang lingkup hubungan industrial mencakup tempat - tempat kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha bekerjasama dalam membangun hubungan kerja untuk mencapai tujuan yang sama yaitu tujuan usaha. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. (Tatanusa,2016:4)
2.2.3. Fungsi Ruang Lingkup Hubungan Industrial
Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah, pekerja/buruh, dan pengusaha memiliki fungsi masing-masing yaitu:
a. Pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijaksanaan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
b. Pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruhnya mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelagsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.
c. Pengusaha dan organisasi pengusahanya mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka,demokratis, dan berkeadilan.
(Tatanusa,2016:62)
2.2.4. Dasar Hukum Hubungan Industrial
Dasar hukum hubungan industrial terdapat dalam Undang- Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang terdapat pada Bab XI tentang Hubungan Industrial dari pasal 102 sampai pasal 149.
2.2.5. Sarana Hubungan Industrial
Hubungan industrial dilaksanakan melalui sarana:
a. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
b. Organisasi pengusaha
c. Lembaga kerjasama bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/buruh yang sudah tercatat instansi yang bertanggung jawab di bidang kesejahteraan atau unsur pekerja/buruh.
d. Lembaga kerja tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha , serikat pekerja/organisasi buruh, dan pemerintah.
e. Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.
f. Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang teratat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
g. Peraturan perundang undangan ketenagakerjaan
h. Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
(Tatanusa,2016:4)
2.2 Peran Pemerintah dalam Hubungan Industrial
Demi mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, kondusif, dan berkeadilan maka diperlukannya peran penting dari pemerintah karena, pemerintah bertindak sebagai pembina, pengawas, dan penegak peraturan perundang-undangan. Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, pemerintah menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan tenaga kerja. Perencanaan tenaga kerja yang disusun dan ditetapkan oleh pemerintah dilakukan melalui pendekatan perencanaan tenaga kerja nasional, daerah, dan sektoral. Perencanaan kerja meliputi:
a. Perencanaan tenaga kerja makro adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis yang memuat pendayagunaan tenaga kerja secara optimal, dan produktif guna mendukung pertumbuhan ekonomi atau sosial, baik secara nasional, daerah, maupun sektoral sehingga dapat membuka kesempatan kerja seluas-luasnya, meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh.
b. Perencanaan tenaga kerja mikro adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis dalam suatu instansi, baik instansi pemerintah maupun swasta dalam rangka meningkatkan pendayagunaan tenaga kerja secara optimal dan produktif untuk mendukung pencapaian kinerja yang tinggi pada instansi atau perusahaan yang bersangkutan.
Pemerintah harus berpedoman pada perencanaan tenaga kerja agar penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan dapat berkesinambungan. Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, pemerintah menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan tenaga kerja secara berkesinambungan yang meliputi perencanaan tenaga kerja makro dan perencanaan tenaga kerja mikro serta disusun atas dasar informasi ketenagakerjaan yang antara lain meliputi:
a. Pelatihan kerja
Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan bagi tenaga kerja yang diperoleh karena terpenuhinya kompensasi kerja melalui pelatihan kerja dengan memperhatikan kebutuhan kerja dan dunia usaha, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja. Pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada standar kompetensi kerja yang ditetapkan oleh Menteri dengan mengikutsertakan sektor terkait.
Pelatihan kerja dapat dilakukan secara berjenjang yang pada umumnya terdiri atas tingkat dasar, terampil, dan ahli. Pelatihan kerja diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja pemerintah dan/atau lembaga pelatihan kerja swasta dan diselenggarakan di tempat pelatihan atau tempat kerja serta dapat bekerja sama dengan swasta. Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pembinaan pelatihan kerja dan pemagangan yang ditujukan ke arah peningkatan relevansi, kualitas, dan efisiensi penyelenggaraan pelatihan kerja dan produktivitas yang dilakukan melalui pengembangan budaya produktif, etos kerja, teknologi, dan efisiensi kegiatan ekonomi, menuju terwujudnya produktivitas nasional.
b. Penempatan Tenaga Kerja
Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri. Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi. Penempatan tenaga kerja ini diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum yang dilaksanakan dengan memperhatikan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan program nasional dan daerah. Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja. Pelaksana penempatan tenaga kerja ini wajib memberikan perlindungan sejak rekrutmen sampai penempatan tenaga kerja yang mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.
c. Perluasan Kesempatan Kerja
Pemerintah bertanggung jawab mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik didalam maupun di luar hubungan kerja dengan cara bersama-sama dengan masyarakat mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja. Semua kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah di setiap sektor diarahkan untuk mewujudkan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja. Lembaga keuangan baik perbankan maupun non perbankan, dan dunia usaha perlu membantu dan memberikan kemudahan bagi setiap kegiatan masyarakat yang dapat menciptakan atau mengembangkan perluasan kesempatan kerja.
Perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja dilakukan melalui penciptaan kegiatan yang produktif dan berkelanjutan dengan mendayagunakan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi tepat guna yang dilakukan dengan pola pembentukan dan pembinaan tenaga kerja mandiri, penerapan sistem padat karya, penerapan teknologi tepat guna, dan pendayagunaan tenaga kerja sukarela atau pola lain yang dapat mendorong terciptanya perluasan kesempatan kerja. Pemerintah menetapkan kebijakan ketenagakerjaan dan perluasan kesempatan kerja serta bersama-sama masyarakat mengawasi pelaksanaan kebijakan sebagaimana dimaksud. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dapat dibentuk badan koordinasi yang beranggotakan unsur pemerintah dan unsur masyarakat. Semua ketentuan mengenai perluasan kesempatan kerja, dan pembentukan badan koordinasi sebagaimana dimaksud diatur dengan Peraturan Pemerintah.
d. Menetapkan Kebijakan Pengupahan Yang Melindungi Pekerja
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruhyang meliputi:
o upah minimum;
o upah kerja lembur;
o upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
o upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
o upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
o bentuk dan cara pembayaran upah;
o denda dan potongan upah;
o hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
o struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
o upah untuk pembayaran pesangon; dan
o upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Dalam menetapkan upah minimum, Pemerintah harus berdasarkan kepada kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Upah minimum sebagaimana dimaksud dapat terdiri atas:
• upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
• upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
Upah minimum sebagaimana dimaksud diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak dan ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota. Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud diatur dengan Keputusan Menteri. Untuk memberikan saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah, serta untuk pengembangan sistem pengupahan nasional dibentuk Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota yang terdiri dari unsur 8 pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, perguruan tinggi, dan pakar. Keanggotaan Dewan Pengupahan tingkat Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, sedangkan keanggotaan Dewan Pengupahan Provinsi, Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur/Bupati/ Walikota. Semua ketentuan mengenai tata cara pembentukan, komposisi keanggotaan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan, serta tugas dan tata kerja Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud, diatur dengan Keputusan Presiden.
e. Memfasilitasi Usaha - Usaha Produktif Pekerja
Untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh, dibentuk koperasi pekerja/buruh dan usaha-usaha produktif di perusahaan. Pemerintah, pengusaha, dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh berupaya menumbuh kembangkan koperasi pekerja/buruh, dan mengembangkan usaha produktif sebagaimana dimaksud. Pembentukan koperasi sebagaimana dimaksud, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Upaya-upaya untuk menumbuh kembangkan koperasi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
f. Menetapkan Kebijakan Dan Memberikan Pelayanan
Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruhnya mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahlian nya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya. Dalam melaksanakan hubungan industrial, pengusaha dan organisasi pengusahanya mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan.
g. Memfasilitasi Penyelesaian Hubungan Industrial
Hubungan Industrial dilaksanakan melalui sarana:
• serikat pekerja/serikat buruh;
• organisasi pengusaha;
• lembaga kerja sama bipartit;
• lembaga kerja sama tripartit;
• peraturan perusahaan;
• perjanjian kerja bersama;
• peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan; dan
• lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Lembaga kerja sama tripartit memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan. Lembaga Kerja sama Tripartit sebagaimana dimaksud, terdiri dari:
• Lembaga Kerja sama Tripartit Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota; dan
• Lembaga Kerja sama Tripartit Sektoral Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
Keanggotaan Lembaga Kerja sama Tripartit terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh. Tata kerja dan susunan organisasi Lembaga Kerja sama Tripartit sebagaimana dimaksud diatur dengan Peraturan Pemerintah.
h. Mensahkan Peraturan Perusahaan Dan Perjanjian Kerja Bersama
Pengesahan peraturan perusahaan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk harus sudah diberikan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak naskah peraturan perusahaan diterima. Apabila peraturan perusahaan telah sesuai sebagaimana ketentuan, maka dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sudah terlampaui dan peraturan perusahaan belum disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk, maka peraturan perusahaan dianggap telah mendapatkan pengesahan. Dalam hal peraturan perusahaan belum memenuhi persyaratan, Menteri atau pejabat yang ditunjuk harus memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha mengenai perbaikan peraturan perusahaan. Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan diterima oleh pengusaha sebagaimana dimaksud, pengusaha wajib menyampaikan kembali peraturan perusahaan yang telah diperbaiki kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Perubahan peraturan perusahaan sebelum berakhir jangka waktu berlakunya hanya dapat dilakukan atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan wakil pekerja/buruh. Peraturan perusahaan hasil perubahan sebagaimana dimaksud harus mendapat pengesahan dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk Perjanjian kerja bersama mulai berlaku pada hari penandatanganan kecuali ditentukan lain dalam perjanjian kerja bersama tersebut yang ditandatangani oleh pihak yang membuat perjanjian kerja bersama selanjutnya didaftarkan oleh pengusaha pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
i. Melakukan Pengawasan dan Penegakan Aturan Ketenagakerjaan
Dalam mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha, pemerintah wajib melaksanakan pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dalam mewujudkan hubungan industrial merupakan tanggung jawab pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah.
j. Menerima Pemberitahuan Mogok Kerja
Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya memuat:
• waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
• tempat mogok kerja;
• alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan
• tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja.
Instansi pemerintah dan pihak perusahaan yang menerima surat pemberitahuan mogok kerja sebagaimana dimaksud wajib memberikan tanda terima.
k. Memediasi Perundingan Dalam Mogok Kerja
Sebelum dan selama mogok kerja berlangsung, instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan wajib menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya pemogokan dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih. Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi. Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud tidak menghasilkan kesepakatan, maka pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya mogok kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang. Dalam hal perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud, maka atas dasar perundingan antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh atau penanggung jawab mogok kerja, mogok kerja dapat diteruskan atau dihentikan untuk sementara atau dihentikan sama sekali.
l. Mengantisipasi Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja
Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya. Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dapat diterima oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial apabila telah dirundingkan dengan Pekerja/Serikat Pekerja. Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan.
m. Melakukan Pembinaan
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap unsur-unsur dan kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan dengan mengikutsertakan organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan organisasi profesi terkait dan dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi. Dalam rangka pembinaan ketenagakerjaan, pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi profesi terkait dapat melakukan kerja sama internasional di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah dapat memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang telah berjasa dalam pembinaan ketenagakerjaan dalam bentuk piagam, uang, dan/atau bentuk lainnya.
n. Melakukan Pengawasan
Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang undangan ketenagakerjaan yang ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota yang diatur dengan Keputusan Presiden. Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud, pada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri yang tata cara penyampaian laporannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Ketentuan mengenai persyaratan penunjukan, hak dan kewajiban, serta wewenang pegawai pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam wajib:
• merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan;
• tidak menyalahgunakan kewenangannya.
o. Melakukan Penyelidikan
Selain penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga kepada pegawai pengawas ketenagakerjaan dapat diberi wewenang khusus sebagai penyidik pegawai negeri sipil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memiliki kewenangan:
• melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;
• melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana dibidang ketenagakerjaan;
• meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;
• melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang ketenaga-kerjaan;
• melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana dibidang ketenagakerjaan;
• meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan; dan
• menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan tentang adanya tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sosialisasi Aturan Ketenagakerjaan ini merupakan satu hal penting yang menjadi kunci dari sebagian permasalahan yang muncul. Keterbatasan anggaran untuk sosialisasi menjadi salah satu alasan klise dari masalah ini. Idealnya, sosialisai aturan ketenagakerjaan ini dilaksanakan dengan cara - cara yang lebih bisa menyentuh semua komponen. Pekerja dan pengusaha harus mengetahui aturan ketenagakerjaan untuk meminimalisir pelanggaran yang terjadi. Fungsi dan peran Pemerintah dalam mensosialisasikan aturan ketenagakerjaan sangat diharapkan menjadi alternatif preventif yang seimbang. Optimalisasi Peran Pemerintah Dalam Ketenagakerjaan ini seharusnya menjadi skala prioritas karena ini merupakan kunci dan akar masalah gejolak ketenagakerjaan yang selama ini terjadi di berbagai wilayah. Mudah - mudahan, semuanya bisa terlaksana dengan baik dan sesuai harapan demi terciptanya iklim investasi yang sehat dan pemerataan kesejahteraan bagi pekerja dan juga untuk pengusahanya sendiri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Peran pemerintah dalam hubungan industrial ialah mengupayakan terwujudnya hubungan industrial yang harmonis, dinamis, kondusif, dan berkeadilan dengan cara bertindak sebagai pembina, pengawas, dan penegak peraturan perundang-undangan.
DAFTAR PUSTAKA
Carmelita,Ariesta dkk.2014.Peran Pemerintah dan Pengadilan Hubungan Industrial.(online).academia.edu diakses tanggal 23 September 2018
Hermawan,Helmi.2015.Hubungan Industrial.(online).academia.edu diakses tanggal 23 September 2018
Tatanusa.2016.Ketenagakerjaan dan Pengupahan.Jakarta:PT.Tatanusa
*Sumber: https://www.academia.edu/37522951/Peran_Pemerintah_dalam_Hubungan_Industrial
0 Komentar untuk "Peran Pemerintah dalam Hubungan Industrial"