Pancasila Sebagai Demokrasi Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pendidikan kewarganegaraan sebenarnya dilakukan dan dikembangkan di seluruh dunia, meskipun dengan berbagai macam istilah atau nama, mata kuliah tersebut sering di sebut berbagai civic education, cityzenchip education, dan bahkan ada yang menyebut sebagai democracy education. Mata kuliah ini memiliki peran strategis dalam mempersiapkan warga negara yang cerdas, bertanggung jawab dan peradaban. Berdasarkan rumusan “civic internasional” (1995), di sepakati bahwa pendidikan demokrasi penting untuk pertumbuhan civic ulture, untuk krberhasilan pengmembangan dan pemeliharaan pemerintah demokrasi (mansoer,2005).

Pedidikan kewarganegaraan dapat disejajarkan dengan Civics Education Yang dikenal di berbagai negara. Sebagai bidang studi ilmiah, Pendidikan kewarganegaraan bersifat antardisipliner (antar bidang) bukan monodisipliner, karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu kewarganegaraan ini di ambil dari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu upaya pembahasan dan pengembangan nya memerlukan sumbangan dari berbagai disiplin ilmu yang meliputi ilmu politik, ilmu hukum, ilmu filsafat, ilmu sosiologi, ilmu administrasi negara, ilmu ekonomi pembangunan bangsa dan ilmu budaya.

Setiap ilmu harus memenuhi syarat ilmiah, yaitu mempunyai objek, metode, sistem dan bersifat universal. Objek pembahasan setiap ilmu harus jelas, baik objek material maupun objek formalnya. Objek material adalah bidang saran yang dibahas dan dikaji oleh suatu bidang dan cabang ilmu.Sedangkan objek formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih untuk membahas objek material tersebut,Adapun objek material dari pendidikan Kewarganegaraan adalah segala hal yang berkaitan dengan kewarganegaraan dalam kesatuan bangsa dan negara. Sebagai Objek formalnya mencakup 2 segi,yaitu segi hubungan antar warganegara dan negara (termasuk hubungan antar warganegara) dan segi pembelaan negara. Dalam hal ini pembahasan pendidikan kewarganegaraan terserah pada warga negara indonesia dalam hubungannya dengan negara indonesia dan pada upaya pembelaan negara indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Demokrasi dan Implementasinya
Pembahasan tentang peranan negara dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari telaah tentang demokrasi dan hal ini karena dua alasan. Pertama, hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asasnya yang fundamental sebagai telah ditunjukkan oleh hasil studi UNESCO pada awal 1950-an yang mengumpulkan lebih dari 100 sarjana barat dan timur, sementara di negara-negara demokrasi itu pemberian peranan kepada negara dan masyarakat hidup dalam porsi yang berbeda-beda (kendati sama-sama negara demokrasi). Kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara isensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya tetapi ternyata demokrasi itu berjalan dalam jalur yang berbeda- beda (Rais,1995:1).

Dalam hubungannya dengan implementasi ke dalam sistem pemerintahan, demokrasi juga melahirkan sistem yang bermacam-macam seperti: pertama, sistem presidensial yang menyejajarkan antara parlemen dan presiden dengan memberi dua kedudukan kepada presiden dan yakni sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Kedua, sistem parlementer yang meletakkan pemerintah di pimpin oleh perdana menteri yang hanya kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan bukan kepala negara, sebab kepala negaranya bisa di duduki oleh raja atau presiden yang hanya menjadi simbol kedaulatan dan persatuan dan; ketiga, sistem referendum yang meletakkan pemerintah sebagai bagian (badan pekerja) dari parlemen. Di beberapa negara ada yang menggunakan sistem campuran antara presidensial dengan parlementer,yang antara lain dapat dilihat dari sistem ketatanegaraan di prancis atau di indonesia berdasar UUD 1945.

Pancasila Sebagai Demokrasi Indonesia

Dengan alasan tersebut menjadi jelas bahwa asas demokrasi yang hampir sepenuhnya di sepakati sebagai model terbaik bagi dasar penyelenggaraan negara ternyata memberikan implikasi yang berbeda di antara pemakai-pemakainya bagi peranan negara.

B. Arti dan Perkembangan Demokrasi
Secara stimologis istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, “demos” berarti rakyat dan “kratos/kratein” berarti kekuasaan. Konsep dasar demokrasi berarti “rakyat berkuasa” (government of ruleby the people), Ada pula defenisi singkat untuk istilah
 
demokrasi yang di artikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Namun demikian penerapan demokrasi di berbagai negara di dunia, memilki ciri khas dan spesifikasi masing-masing, yang lazimnya sangat di pengaruh oleh ciri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu Negara. Demokrasi mempunyai arti yang penting bagi masyarakat yang menggunakannya, sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi negara di jamin. Oleh sebab itu, hampir semua pengertian yang di berikan untuk istilah demokrasi ini selalu memberikan posisi penting bagi rakyat kendati secara operasional implikasinya di berbagai negara tidak selalu sama. Sekedar untuk menunjukan betapa rakyat diletakkan pada posisi penting dalam asas demokrasi ini berikut akan dikutip beberapa pengertian demokrasi.

Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan negara, karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat (Noer, 1983: 207). Jadi, negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika di tinjau dari sudut organisasi, ia berarti suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau asas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat.

Dalam hubungan ini menurut Henry B. Mayo bahwa sistem politik demokrasi adalh sistem yang menunjukan bahwa kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang di awasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan bekala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik (Mayo, 1960:70).

Meskipun dari berbagai pengertian itu terlihat bahwa rakyat diletakkan pada posisi sentral “rakyat berkuasa” (government or role by the people) tetapi dalam praktiknya oleh Unisco di simpulkan bahwa ide demokrasi itu dianggap ambigu atau mempunyai arti ganda, sekurang-kurangnya ada anbiguity atau ketentuan-ketentuan mengenai lembaga- lembaga atau cara-cara yang di pakai untuk melaksanakan ide, atau mengenai keadaan kultural serta historis yang mempengaruhi istilah ide dan praktik demokrasi (Budiardjo, 1982: 50). Hal ini bisa dilihat betapa negara-negara yang sama-sama menganut asas demokrasi ternyata mengimplementasikannya secara tidak sama. Ketidaksamaan tersebut bahkan bukan hanya pada pembentukan lembaga-lembaga atau aparatur demokrasi, tetapi juga menyangkut perimbangan porsi yang terbuka bagi peranan maupun peranan masyarakat.

Memang sejak dimunculkannya kembali asas demokrasi yaitu setelah tenggelam beberapa abad dari permukaan Eropah telah menimbulkan masalah tentang siapakah sebenarnya yang lebih berperan dalam menentukan jalannya negara sebagai organisasi tertinggi: negara ataukah masyarakat? Dengan kata lain, negara lah yang menguasai negara? Pemakaian demokrasi sebagai prinsip hidup bernegara sebenarnya telah melahirkan fiksi- yuridis bahwa negara adalah milik masyarakat, tetapi pada fisik-yuridis inilah telah terjadi torak-tarik kepentingan, atau kontrol, tolak-tarik mana yang kemudian menunjukan aspek lain yakni tolak-tarik antara negara-masyarakat karena kemudian negara terlihat memiliki pertumbuhannya sendiri sehingga lahirlah konsep tentang negara organis (Mahasin, 1984: 2). Pemahaman atas masalah ini akan lebih jelas melalui penelusuran sejarah perkembangan prinsip itu sebagai asas hidup negara yang fundamental.

Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan hukum di Yunani kuno dan di praktikkan dalam hidup bernegara antara abad ke 4 sebelum masehi sampai abad 6 masehi. Pada waktu itu, dilihat dari pelaksananya, demokrasi yang di praktek kan bersifat langsung (direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan politik di jalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langsung ini dapat dilaksanakan secara efektif karena Negara Kota (City State) Yunani Kuno berlangsung dalam kondisi sederhana dengan wilayah negara yang hanya terbatas pada sebuah kota dan daerah sekitarnya dan jumlah penduduk yang hanya lebih kurang 300.000 orang dalam suatu negara. Lebih dari itu ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga negara yang resmi yang merupakan sebagian kecil dari seluruh penduduk. Yang sebagian besar terdiri dari budak belian, pedagang asing, perempuan, dan anak-anak tidak dapat menikmati hak demokrasi (Budiardjo, 1982: 54).

Gagasan demokrasi yunani boleh dikatakan lenyap daru muka Dunia Barat ketika bangsa Romawi dikalahkan oleh bangsa suku Eropa Barat dan benua Eropa memasuki abad pertengahan (600-1400). Masyarakat abad Pertengahan ini didirikan oleh struktur sosial yang feodal; kehidupan sosial dan spiritual dikuasai oleh paus dan penjabat- penjabat agama, sehingga tenggelam dengan apa yang disebut sebagai masa kegelapan. Kendati begitu, ada sesuatu yang penting berkenaan dengan demokrasi pada abad pertengahan itu, yakni lahirnya dokumen magna Charta (Piagam Besar), suatu piagam yang berisi semacam perjanjian antara beberapa bangsawan dan raja Jhon di inggris bahwa raja
 
mengakui dan menjamin beberapa hak dan previleges bahwasanya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan lain-lain. Lahirnya piagam ini, dapat dikatakan sebagai lahirnya suatu tonggak baru bagipekembangan demokrasi, sebab dari piagam tersebut terlihat adanya dua prinsip dasar: pertama, kekuasaan Raja harus dibatasi; kedua, hak asasi manusia lebih penting dari pada kedaulatan Raja ramdlonnaning, 1983: 9).
Ranaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya Yunani Kuno, yang berupa gelombang-gelombang kebudayaan dan pemikiran yang dimulai di Italia pada abad ke-14 dan mencapai puncaknya pada abad ke-15 dan 16. Masa Renaissance adalah masa ketika orang mematahkan semua ikatan yang ada dan menggantikan dengan kebebasan bertindak yang seluas-luasnya sepanjang sesuai dengan yang dipikirkan, karena dasar ide ini adalah kebebasan untuk berpikir dan bertindak bagi manusia tanpa boleh ada orang lain yang menguasai atau membatasi dengan ikatan-ikatan. Hal itu disamping mempunyai segi positif yang cemerlang dan gemilang karena telah mengantarkan dunia pada kehidupan yang lebih modern dan mendorong berkembangnya pesat ilmu pengetahuan dan teknologi, juga memberi sisi negatif sendiri, sebab adanya pemikiran untuk lepas dari semua ikatan (dan orang tidak mungkin hidup tanpa ikatan- ikatan) berkembanglah sifat-sifat buruk dan asosial seperti kebencian, iri hati, atau cemburu yang dapat meracuni penghidupan yang mengakibatkan terjadinya perjuangan sengit, membujuk, menipu, atau melakukan apa saja yang diinginkan kendati melalui dengan cara yang tercela secara moral.

Selain Renaissance, peristiwa lain yang mendorong timbulnya kembali “demokrasi” yang dahulu tenggelam dalam abad pertengahan adalah terjadinya Reformasi, yakni reformasi agama yang terjadi di Eropa Barat pada abad ke-16 yang pada mulanya menunjukkan sebagai pergerakkan perbaikan keadaan dalam gereja katolik tetapi kemudian berkembang menjadi asas-asas Protestanisme. Reformasi dimulai dalam pintu gereja Wittenbreg (31 Oktober 1517), yang kemudian segera memancing terjadinya serangan terhadap gereja. Luther mempunyai ajaean tentang pengampunan dan kepercayaan saja, sebagai pengganti upacara-upacara, pekerjaan baik dan perantaraan gereja, serta mendesak supaya membaca kitab suci yang ternyata telah memberikan pertanggung jawaban yang lebih besar kepada perseorangan untuk keselamatan sendiri. Ajaran yang kemudian di sambut dimana-mana itu telah menyulut api pemberontakan secara cepat dan meluas dijerman dan sekitarnya, sengketa dengan gereja dan kaisar berjalan lama dan getir yang tidak terselesaikan dengan diselenggarakannya muktamar- muktamar di Speyer (1526-1529) dan di Augsburg (1530). Berakhirnya reformasi ditandai dengan terjadinya perdamaian Westphalia (1648) yang ternyata mampu menciptakan keseimbangan setelah kelelahan akibat perang yang berlangsung selama 30 tahun. Namun, Protestanisme yang lahir dari Reformasi itu tidak hilang dengan selesainya Reformasi, tetapi tetap menjadi kekutan dasar didunia Barat sampai sekarang (Shadily, 1977: 937).

Dua kejadian (Renaissance dan Reformasi) ini telah mempersiapkan Eropa masuk kedalam Aufklarung (Abad Pemikiran) Dan Rasionalisme yang mendorong mereka untuk memerdekakan pikiran dari batas-batas yang ditentukan gereja untuk mendasarkan pada pemikiran atau akal (rasio) semata-mata pada gilirannya kebebasan berfikr ini menelorkan lahirnya pikiran dari kebebasan politik. Dari sini timbullah gagasan tentang hal-hal politik rakyat yang tidak boleh diselewengkan oleh raja, serta timbul kecaman-kecaman terhadap raja yang pada waktu rezim memerintah dengan kekuasaan takas terbatas dalam bentuk monarki-monarki itu telah pula didukung oleh golongan menengah (midleclass) yang waktu itu mulai berpengaruh karena kedudukan ekonomi dan mutu pendidikan golongan ini relatif baik (Budiardjo, 1982: 55).

Kecaman dan dobrakan terhadap absolutisme menarik didasarkan pada teori rasionalistis sabagai”sosial-contarct” (perjanjian masyarakat) yang salah satu asasnya menentukan bahwa dunia ini dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam (natural) yang mengandung prinsip-prinsip keadilan yang universal yang memasalahkan berlakunya hukum alam (naturalaw) bagi semua orang dalam bidang politik telah melahirkan pendapat umum bahwa hubungan antara raja dan rakyat didasarkan pada suatu perjanjian yang mengikat pada kedua belah pihik; Raja diberikan kekuasaan untuk menyelenggarakan penertiban dan menciptakan suasana yang memungkinkan rakyat menikmati hak-hak alamnya dengan aman, sedangkan rakyat akan menaati pemerintahan raja, asal hak-hak alamnya juga terjamin (Budiardjo, 1982: 56).
Tampak bahwa teori hukum alam merupakan usaha untuk mendobrak pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat dalam suatu asas yang disebut demokrasi (pemerintah rakyat). Dua filsafat besar yaitu Jhon Locke dan Montesquieu, masing-masing dari inggris dan Prancis telah membiarkan sumbangan yang besar bagi gagasan pemerintah demokrasi ini. Jhon Locke (1632-1704) mengemukakan bahwa hak-hak politik rakyat mencakup hak atas hidup, kebebasan dan hak memiliki (Live,Liberal,property); sedangkan montesquieu (1689-1955) mengemukakan sistem pilitik tersebut melalui “Trias Politika”- nya, yakni suatu sistem pemisahan kekuasaan dalam negara kedalam kekuasaan legeslatif, eksekutif dan yudikatif yang masing-masing harus dipegang oleh organ sendiri yang merdeka, artinya secara prinsip kiranya semua kekuasaan itu tak boleh dipegang hanya seorang saja.
Dari pemikiran tentang hak-hak politik rakyat dan pemisahan kekuasaan inilah terlihat munculnya kembali ide pemerintahan rakyat(Demokrasi). Tetapi dalm kemunculannya sampai saat ini demokrasi yang berkaitan dengan peran negara dan peran masyarakat, yaitu demokrasi konstitusional abad ke-19 dan demokrasi konstitusional abad ke-20 yang keduanya senangtiasa dikaitkan dengan konsep negara hukum (Mahfud, 1999: 20).

C. Bentuk-bentuk Demokrasi
Menurut Torres demokrasi dapat dilihat dari dua aspek yaitu, Formal democracy dan kedua,substantive democracy, yaitu menunjuk pada bagaimana proses demokrasi itu dilakukan (Winataputra, 2006).. Formal demokrasi menunjuk pada demokrasi dalam arti sistem pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai pelaksanaan demokrasi diberbagai Negara. Dalam suatu negara misalnya dapat diterapkan demokrasi dengan menerapkan sistem presidensial, atau sistem parlementer.

Sistem Presidensial: Sistem ini menekankan pentingnya pemilihan presiden secara langsung, sehingga presiden terpilih mendapatkan mandat secara langsung dari rakyat. Dalam sistem ini kekuasaan eksekutif (kekuasaan menjalankan pemerintah) sepenuhnya berada ditangan presiden. Oleh karena itu presiden adalh merupakan kepala eksekutif (head of government) dan sekaligus menjadi kepala negara (head of state). Presiden adalah penguasa dan sekaligus sebagai simbol kepemimpinan negara (Tim LP3,UMY). Sistem demokrasi ini sebagaimana diterapkan di negara Amerika dan negara Indonesia.

Sistem Parlementer: Sistem ini menerapkan model hubungan yang menyatu antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Kepala eksekutif (head of government) adalah berada ditangan seseorang perdana mentri. Adapun kepala negara (head of state) adalh berada pada seorang ratu, misalnya di negara inggris atau ada pula yang berada pada seorang presiden misalnya india.

Selain bentuk demokrasi sebagaimana dipahami di atas terdapat beberapa sistem demokrasi yang mendasarkan pada prinsip filosofi Negara.
1. Demokrasi Perwkilan Liberal 
Prinsip demokrasi ini didasarkan pada suatu filsafat kenegaraan bahwa manusia adalah sebagai mahkluk individu yang bebas. Oleh karena itu didalam sistem demokrasi ini kebebasan individu sebagai dasar fundamental dalam pelaksanaan demokrasi.
Pemikiran tentang negara demokrasi sebagaimana di kembangkan oleh Hobbes, Locke dan Rousseau bahwa negara terbentuk dengan adanya perbenturankepentingan hidup mereka dalam hidup bermasyarakat dala suatu natural state. Akibatnya terjadilah penindasan di antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu individu-individu dalam suatu masyarakat itu membentuk suatu persekutuan hidup bersama yang di sebut negara, dengan tujuan untuk melindungi kepentingan dan hak individu dalam kehidupan masyarakat negara. Atas dasar kepentingan ini dalam kenyataannya muncullah kekuasaan yang kadang kala menjurus ke arah otoriterianisme.

Berdasarkan kenyataan yang dilematis tersebut,maka muncullah pemikiran kearah kehidupan demokrasi perwakilan liberal, dan hal inilah yang sering dikenal dengan demokrat-demokrat liberal. Individu dalam suatu negara dalam partisipasinya disalurkan melalui wakil-wakil yang dipilih melalui proses demokrasi.

Menurut Held (2004: 10), bahwa demokrasi perwakilan liberal merupakan suatu pembaharuan kelembagaan pokok untuk mengatasi problema keseimbangan antara kekuasaan memaksa dan kebebasan. Namun demikian perlu di sadari bahwa dalam prinsip demokrasi ini apapun yang dikembangkan melalui kelembagaan negara senantiasa merupakan suatu manifestasi perlindungan serta jaminan atas kebebasan individu dalam hidup bernegara. Rakyat harus diberikan jaminan kebebasan secara individu baik di dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, keagamaan bahkan kebebasan anti agama.
Konsekuensi dari implementasi sistem dan prinsip demokrasi ini adalah berkembang bebas, terutama dalam kehidupan ekonimi sehingga akibatnya individu yang tidak mampu menghadapi saingan tersebut akan tenggelam. Adkibat kekuasaan kapasitas lah yang menguasai kehidupan negara, bahkan berbagai kebijakan dalam negara sanagat ditentukan dalam kekuasaan kapital. Hal ini sesuai dengan ana;isa P.L Berger bahwa era global dewasa ini dengan semangat pasar bebas yang dijiwai oleh filosofi demokrasi liberal, maka kaum kapasitas lah yang berkuasa. Kapitalisme telah menjadi fenomena global dan dapat mengubah masyrakat di seluruh dunia baik dalam bidang sosial, plitik maupun kebudayaan (Berger, 1988).

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang di maksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama unutuk Stu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.

Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila pancasila setiap sila pada hakikatnya merupan suatu asas sendiri , fungsi sendiri-sendiri tujuan tertentu, yaitu suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila. Isi sila-sila pancasila hakikatnya merupakan suatu ketentuan . Dasar filsafat indonesia terdiri atas lima sila yang masing- masing merupakan suatu asas peradaban. Namun demikian sila-sila pancasila itu bersama- sama merupakan suatu kesatuan dan ketuhanan, setiap sila merupakan suatu unsur ( Bagian yang mutlak ) dari kesatuan pancasila . Maka dasar filsafat negara pancasila adalah merupakan suatu kesatuan yang bersifat majemuk tunggal (majemuk artinya jamak) (tunggal artinya satu). Konsekuensinya setiap sila tidak berdiri sendiri terpisah dai sila yang lainnya.
Sila-sila pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis. Antara sila-sila pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Sila yang satu senantiasa dikualifikasi oleh sila-sila lainnya. Secara demikian ini maka pancasila pada hakikaknya merupakan sistem, dalam pengertian bahwa bagian-bagian, sila-silanya saling berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu struktur yang menyeluruh. Pancasila sebagai sutau sistem juga dapat di pahami dari pemikiran dasar yang terkandung dalam pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan dirinya sendiri sesama manusia, dengan masyarakat bangsa yang nilai-nilainya telah dimiliki oleh bangsa indonesia. Dengan demikian pancasila merupakan suatu sistem dalam pengertian kefilsafatan sebagai mana sistem filsafat lainnya materlialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme, sosialisme dan sebagainya.
 
SARAN
Sepanjang masa kemerdekaannya, bangsa Indonesia telah mencoba menerapkan bermacam-macam demokrasi. Hingga tahun 1959, dijalankan suatu praktik demokrasi yang cenderung pada sistem Demokrasi Liberal, sebagaimana berlaku di negara-negara Barat yang bersifat individualistik.

Pada tahun 1959-1966 diterapkan Demokrasi Terpimpin, yang dalam praktiknya cenderung otoriter. Mulai tahun 1966 hingga berakhirnya masa Orde Baru pada tahun 1998 diterapkan Demokrasi Pancasila. Model ini pun tidak mendorong tumbuhnya partisipasi rakyat. Berbagai macam demokrasi yang diterapkan di Indonesia itu pada umumnya belum sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi, karena tidak tersedianya ruang yang cukup untuk mengekspresikan kebebasan warga negara.

Berdasar pengalaman sejarah, tidak sedikit penguasa yang cenderung bertindak otoriter, diktaktor, membatasi partisipasi rakyat dan lain-lain. Mengapa dernikian? Ya, sebab penguasa itu sering merasa terganggu kekusaannya akibat partisipasi rakyat terhadap pemerintahan. Partisipasi itu dapat berupa usul, saran, kritik, protes, unjuk rasa atau penggunaan kebebasan menyatakan pendapat lainnya.

Sesudah bergulirnya reformasi pada tahun 1998, kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, kebebasan memilih, kebebasan berpolitik dan lain-lain semakin terbuka juga. Era reformasi sekaligus merupakan era demokratisasi. Dalam suasana reformasi, tidak jarang penggunaan kebebasan tersebut sering berbenturan dengan kepentingan umum. Inilah yang perlu ditata lebih baik, sehingga penerapan kebebasan warga negara dan demokrasi tetap berada dalam koridor hukum dan tidak mengganggu kepentingan umum. Bagaimanapun juga reformasi telah membuka pintu kebebasan, yang hal ini sangat diperlukan bagi rakyat dalam proses menemukan sistem demokrasi yang lebih baik. Pada awalnya, penerapan demokrasi lebih terfokus pada bidang politik atau sistem pemerintahan. Wujud penerapannya antara lain dengan penyelenggaraan pemilihan umum, pergantian pemegang kekuasaan pemerintahan, kebebasan menyatakan pendapat den lain- lain.

Dalam perkembangannya, konsep demokrasi juga diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan, yakni dalam kehidupan ekonomi, pendidikan, sosial-budaya, dan bidang-bidang kemasyarakatan lainnya. Dengan demikian, demokrasi tidak hanya diterapkan dalam
 
kehidupan bernegara, tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Kehidupan yang demokratis adalah kehidupan yang melibatkan partisipasi rakyat dan ditujukan untuk kepentingan rakyat.

Bagaimana konsep demokrasi diterapkan dalam bidang ekonomi? Apakah demokrasi ekonomi juga diterapkan di Indonesia? Apakah UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dalam bernegara juga memuat ketentuan tentang demokrasi ekonomi? Coba perhatikan isi UUD 1945 pasal 33 berikut ini:

Ayat Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluarga:
Ayat (2) : Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Ayat (3) : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,
Ayat (4) : Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Perlu kalian ketahui bahwa isi pasal 33 UUD 1945 sebelum diadakan perubahan hanya terdiri dari ayat (1), (2), dan (3) tersebut. Meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit, namun isi ayat-ayat tersebut mengisyaratkan berlakunya demokrasi ekonomi. Hal itu tercermin pada kata-kata, usaha bersama, bersifat kekeluargaan, dan untuk kemakmuran rakyat. Setelah dilakukan perabahan terhadap UUD 1945, muncullah pasal 33 ayat (4) tersebut. Perubahan itu semakin menguatkan berlakunya demokrasi ekonomi dalam sistem perekonomian di Indonesia.

Apa makna demokrasi ekonomi? Untuk memahami hal tersebut, perlu kalian pahami lagi makna demokrasi. Makna demokrasi yang sangat mendasar adalah partisipasi atau keikutsertaan seluruh rakyat atau warga dalam menentukan kehidupan bersama. Posisi rakyat atau warga bukan sebagai objek, melainkan sebagai subjek dalam kehidupan bersama. Tujuan akhirnya adalah terciptanya kesejahteraan seluruh rakyat atau warga. Demikian pula halnya dalam bidang ekonomi. Persoalannya adalah bagaimana agar rakyat atau warga ikut serta dalam kegiatan ekonomi, baik dalam proses produksi maupun distribusi.
 
Keikutsertaan rakyat dalam proses produksi bukan semata-mata sebagai alat produksi atau buruh yang bekerja pada majikan dengan upah yang rendah. Mereka harus ikut menikmati keuntungan-keuntungan yang diperoleh dan hasil produksi itu dengan mernperoleh jaminan hidup yang layak. Dengan demikian akan tercipta kesejahteraan rakyat.

Salah satu bentuk kegiatan badan usah ayang bersifat demokratis adalah koperasi. Sejalan dengan semangat demokrasi, koperasi terkenal dengan semboyannya “dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota”. Coba bandingkan dengan pernyataan Abraham Lincoln tentang demokrasi yang telah dikutip sebelumnya. Dalam koperasi, pemegang kekuasaan tertinggi adalah rapat anggota. Rapat anggota berwenang meminta keterangan dan pertanggungjawaban pengurus maupun pengawas dalam menjalankan tugasnya. Rapat anggota itu diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun.

Dalam pasal 5 Undang-Undang No 25 Tahun 1992 tentang Koperasi dinyatakan tentang prinsip-prinsip koperasi sebagai berikut:
1. keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
2. pengelolaan dilakukan secara demokratis
3. pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing
4. pemberian balas jasa terbatas terhadap modal
5. kemandirian




DAFTAR PUSTAKA

Rais, Amin,1995, “Pengantar” dalam Misbah Zulfa Ekizabeth, et. Ql, Proses Sukesi Politik, Tiara wacana, Yogyakarta.Dicey, A.V, 1973,An Introduction to The Studyof The Lae of The Constitution, Mac. Millan, London
Noer, Deliar, 1993, Pengantar ke Pemikiran Politik, CV. Rajawali,jakarta. Mahasin,Aswab,1984, “Negara Dan Kuasa”,dalam Prisma NO.8, Tahun 1984
Ramdlonnaning, 1983, Citra an Hak Cipta Hak Asasi Manusia di Indonesia,Lembaga Kriminologi UI jakarta.
Mahfud, Moh. MD., 1999, Hukum Dan Pilar-Pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta.

Held David, 1995, Democracy and The Glonal Order: From the Modern State to Cosmopolitan Governance. Regional. Padma Bandung.
Berger. P.L.. 1988. The Capitalisi Revolution. Fifty Propositions About Prosperity, Equality, and Liberty, Basic Books, New York.







*Sumber: https://www.academia.edu/22044256/PANCASILA_SEBAGAI_DEMOKRASI_INDONESIA

Tag : Lainnya, PKn
0 Komentar untuk "Pancasila Sebagai Demokrasi Indonesia"

Back To Top