BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi yang di tandai dengan kemajuan dunia ilmu informasi dan teknologi, memberikan banyak perubahan dan tekanan dalam segala bidang. Dunia pendidikan yang secara filosofis di pandang sebagai alat atau wadah untuk mencerdaskan dan membentuk watak manusia agar lebih baik (humanisasi), sekarang sudah mulai bergeser atau disorientasi. Demikian terjadi salah satunya dikarenakan kurang siapnya pendidikan untuk mengikuti perkembangan zaman yang begitu cepat. Sehingga pendidikan mendapat krisis dalam hal kepercayaan dari masyarakat, dan lebih ironisnya lagi bahwa pendidikan sekarang sudah masuk dalam krisis pembentukan karakter (kepribadian) secara baik.
Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan primer atau mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang dengan cita-cita untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep pandangan hidupnya.[1] Dalam pengertian sederhana dan umum makna pendidikan adalah usaha sadar manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan agama.
Pendidikan bertujuan tidak sekedar proses alih budaya atau alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga sekaligus sebagai proses alih nilai (transfer of value). Artinya bahwa Pendidikan, di samping proses pertalian dan transmisi pengetahuan, juga berkenaan dengan proses perkembangan dan pembentukan kepribadian atau karakter masyarakat. Dalam rangka internalisasi nilai-nilai budi pekerti kepada peserta didik, maka perlu adanya optimalisasi pendidikan. Perlu kita sadari bahwa fungsi pendidikan Nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembanganya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlakul karimah, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan juga dipandang sebagai sebuah sistem sosial, artinya dikatakan sistem sosial disebabkan di dalamnya berkumpul manusia yang saling berinteraksi dengan lingkungannya. Untuk menuju pada pendidikan yang dapat beradaptasi dengan lingkungannya, yaitu dengan cara melakukan perubahan-perubahan susunan dan proses dari bagian-bagian yang ada dalam pendidikan itu sendiri.[3] Sehingga pendidikan sebagai agen perubahan sosial diharapkan peranannya mampu mewujudkan perubahan nilai-nilai sikap, moral, pola pikir, perilaku intelektual, ketrampilan, dan wawasan para peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi di atas, maka dapat ditarik rumusan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengertian pendidikan dan pembentukan karakter?
2. Bagaimana hubungan antara pendidikan dan pembentukan karakter?
3. Bagaimana implementasi pendidikan karakter?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penulis menulis makalah ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian pendidikan dan pembentukan karakter.
2. Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dan pembentukan karakter.
3. Untuk menambah wawasan khasanah keilmuan tentang wacana implementasi pendidikan karakter.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[4] Dalam pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat.[5]
Berbicara pendidikan sangat erat kaitannya dengan kemajuan peradaban manusia. Karena pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia yang tidak pernah bisa ditinggalkan. Sebagai sebuah proses, ada dua asumsi yang berbeda mengenai pendidikan dalam kehidupan manusia. Pertama, ia bisa dianggap sebagai proses yang terjadi secara tidak disengaja atau berjalan secara alamiah. Dalam hal ini, pendidikan bukanlah proses yang diorganisasikan dan direncanakan secara sistematis, melainkan merupakan bagian kehidupan yang memang telah berjalan sejak manusia itu ada. Kedua, pendidikan bisa dianggap sebagai proses yang terjadi secara di segaja, direncanakan, dan didesain dengan sistematis berdasarkan aturan-aturan yang berlaku terutama perundang-undangan yang dibuat atas dasar kesepakatan masyarakat.
Tujuan-tujuan pendidikan misalnya secara umum orang memahami bahwa tujuan pendidikan adalah mengarahkan manusia agar berdaya, berpengetahuan, cerdas, serta memiliki wawasan ketrampilan agar siap menghadapi tantangan kehidupan dengan potensi-potensinya yang telah diasah dalam proses pendidikan. Misalnya, kita sering memahami bersama secara universal bahwa pendidikan itu berkaitan dengan kegiatan yang terdiri dari proses dan tujuan berikut.
1. Proses pemberdayaan (empowerment), yaitu ketika pendidikan adalah proses kegiatan yang membuat manusia menjadi lebih berdaya menghadapi keadaan yang lemah menjadi kuat.
2. Proses pencerahan (enlightment) dan penyadaran (conscientization), yaitu ketika pendidikan merupakan proses mencerahkan manusia melalui dibukanya wawasan dengan pengetahuan, dari yang tidak tahu menjadi tahu.
3. Proses memberikan motivasi dan inspirasi, yaitu suatu upaya agar para peserta didik tergerak untuk bangkit da berperan bukan hanya sekedar karena arahan dan paksaan, melainkan karena diinspirasi oleh apa yang dilihatnya yang memicu semangat dan bakatnya.
4. Proses mengubah perilaku, yaitu bahwa pendidikan memberikan nilai-nilai yang luhur dan ideal yang diharapkan mengatur perilaku peserta didik kearah yang lebih baik.[6]
Akan tetapi, proses realitas yang terjadi dan sering kita jumpai adalah proses dan out put pendidikan tidak sesuai dengan cita-cita yang indah semacam itu. Mislanya, kita justru melihat realitas pendidikan yang terkesan menghasilkan manusia-manusia yang kehilangan potensi dirinya, manusia yang serakah, merusak dan penindas baru bagi kaum yang lemah, serta manusia-manusia yang justru mengisi sistem yang mengarahkan menuju tatanan yang malah tidak memanusiakan manusia.
B. Pengertian Pembentukan Karakter
Hakekat karakter ialah Menurut Simon Philips, karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Sedangkan Doni Koesoema, memahami bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.[7] Sementara Winnie, memahami bahwa istilah karakter memiliki dua pengertian. Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan “personality”. Seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral.[8]
Dalam hal ini akar dari semua tindakan yang jahat dan buruk, tindakan kejahatan, terletak pada hilangnya karakter. Karakter yang kuat adalah sandangan fundamental yang memberikan kemampuan kepada populasi manusia untuk hidup bersama dalam kedamaian serta membentuk dunia yang dipenuhi dengan kebaikan dan kebajikan, yang bebas dari kekerasan dan tindakan-tindakan tidak bermoral.
Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.[9]
Untuk memahami makna pembangunan karakter dan mengapa hal itu penting, ada suatu kisah yang menarik yang akan penulis sampaikan. Suatu ketika, ada seorang pendidik yang mengusulkan kepada seorang kepala sekolah agar dalam penerimaan peserta didik baru tidak menggunakan tes ujian masuk dalam model apapun. Reaksi sang kepala sekolah menjadi tekaget-kaget luar biasa. “Kalau penerimaan peserta didik baru tidak melalui tes terdahulu, pasti sekolah ini nanti akan banyak diisi oleh peserta didik yang bodoh-bodoh dan nakal-nakal. Terus bagaimana kualitas lulusan kita nanti”. Demikian alasan sang kepala sekolah.
Kemudian, ia menjelaskan alasannya kepada kepala sekolah tersebut. Alasannya begini: para peserta didik baru itu pada dasarnya tidak ada yang bodoh, tidak ada yang nakal, tidak ada yang kekurangan sifatnya. Dengan demikian, setelah para peserta didik baru yang masuk tanpa tes itu diterima, mereka kemudian akan menjalani penelitian kecerdasan yang dimiliki masing-masing. Hal ini dalam istilah ilmi psikologi pendidikan disebut Multi Intelegences Research (MIR). Tindakan tersebut digunakan untuk mengetahui gaya belajar peserta didik, sebuah data yang sangat penting yang harus diketahui oleh para guru yang akan mengajar mereka.
Menurut penulis, cerita pendidik tersebut memang ada benarnya juga. Pendidikan adalah proses pembangunan karakter. Jadi, sudah seharusnya tak menjadi sebuah masalah bagi siapa pun yang akan masuk di dalamnya (sekolah). Pembangunan karakter adalah prose membentuk karakter, dari yang kurang baik menjadi yang lebih baik.[10] Senada dengan kata-kata filosof kaliber Plato (428-347 SM), beliau mengatakan “Jika Anda bertanya apa manfaat pendidikan, maka jawabannya sederhana: Pendidikan membuat orang menjadi lebih baik dan orang baik tentu berperilaku baik”.
C. Hubungan Antara Pendidikan dan Pembentukan Karakter
“Manusia hanya dapat menjadi sungguh-sungguh manusia melalui pendidikan dan pembentukan diri (character) yang berkelanjutan. Manusia hanya dapat dididik oleh manusia lain yang juga dididik oleh manusia yang lain”,begitu kata Immanuel Kant. Artinya bahwa, pendidikan dan pembentukan karakter sejak awal munculnya pendidikan oleh para ahli dianggap sebagai hal yang niscaya dan saling berhubungan.
John Dewey, misalnya, pada tahun 1961, pernah berkata juga. “Sudah merupakan hal lumrah dalam teori pendidikan bahwa pembentukan watak atau karakter merupakan tujuan umum pengajaran dan pendidikan budi pekerti di sekolah.[11] Pendidikan karakter pada hakikatnya ingin membentuk individu menjadi seorang pribadi bermoral yang dapat menghayati kebebasan dan tanggung jawabnya, dalam relasinya dengan orang lain dan dunianya di dalam komunitas pendidikan. Komunitas pendidikan ini bisa memiliki cakupan lokal, nasional, maupun internasional (antar negara).
Sejalan dengan implementasi pendidikan karakter, UNESCO dalam empat pilar pendidikan secara implisit sebenarnya juga menyinggung perlunya pendidikan karakter. Seperti kita ketahui ada empat pilar pendidikan yang diharapkan ditegakkan dalam implementasi pendidikan diseluruh dunia, yang meliputi; learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together. Dua pilar terakhir learning to be, dan learning to live together pada hakekatnya adalah implementasi dari pendidikan karakter.
Dengan demikian, pendidikan karakter mempunyai visi senantiasa mengarahkan diri pada pembentukan individu bermoral, cakap mengambil keputusan yang tampil dalam perilakunya, sekaligus mampu berperan aktif dalam membangun kehidupan bersama. Pendidikan karakter dimulai dari lingkungan keluarga karena lingkungan inilah yang pertama kali dikenal oleh seseorang sejak ia lahir. Lingkungan keluarga sangat berpengaruh karena merupakan dasar dari pembentukan karakter seseorang. Selanjutnya lingkungan tempat tinggal, lingkungan pergaulan dan sampai pada lingkungan pendidikan (sekolah).
a. Posisi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Nasional
Dalam kebijakan nasional ditegaskan, antara lain bahwa pembangunan karakter bangsa merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia sudah bertekad untuk menjadikan pembangunan karakter bangsa sebagai bahan penting dan tidak dipisahkan dari pembangunan nasional.
Secara ekplisit pendidikan karakter (watak) adalah amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang pada pasal 3 menegaskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Potensi peserta didik yang akan dikembangkan seperti beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab pada hakikatnya dekat dengan makna karakter. Senada dengan sembilan pilar pendidikan karakter yang telah dilansir oleh Kementrian Pendidikan Nasional antara lain. (1). Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, (2). Kemandirian dan Tanggung jawab, (3). Kejujuran dan Diplomatis, (4). Hormat dan Santun, (5). Dermawan, Suka tolong menolong, dan Gotong royong, (6). Percaya diri dan Kerja keras, (7). Kepemimpinan dan Keadilan, (8). Baik dan Rendah hati, dan (9). Toleransi, Perdamaian, dan Kesatuan.
Disamping itu pelaksanaanya juga harus tetap memperhatikan K4 (kesehatan, kebersihan, kerapian, dan keamanan). Dengan demikian pengembangan potensi tersebut juga harus menjadi landasan implementasi pendidikan karakter di Indonesia.
b. Implementasi Pendidikan Karakter di Indonesia
Sebelum pada implementasi di Indonesia, sebaiknya kita mengetahui hasil Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Hal ini yang selanjutnya menghasilkan sebuah Kesepakatan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang dinyatakan sebgai berikut:
a). Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh.
b). Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komprehensif sebagai proses pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara utuh.
c). Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah, dan orang tua. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa harus melibatkan keempat unsur tersebut.
d). Dalam upaya merevitalisasi pendidikan budaya dan karakter bangsa diperlukan gerakan nasional guna menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di lapangan.
Kemudian bagaimana implementasi pendidikan karakter di Indonesia. Menurut Kementrian Pendidikan Nasional, pendidikan karakter harus meliputi dan berlangsung pada.
c. Strategi dan Metodelogi Pendidikan Karakter
Strategi disini dapat dimaknai dalam kaitannya dengan kurikulum, strategi dalam kaitannya dengan model tokoh, serta strategi dalam kaitannya dengan metodologi. Dalam kaitannya dengan kurikulum, startegi yang umum dilaksanakan adalah mengintergrasikan pendidikan karakter dalam bahan ajar.[13] Artinya, tidak membuat kurikulum pendidikan karakter tersendiri. Strategi yang kaitannya dengan model tokoh yang sering dilakukan dunia pendidikan di negara-ngara Barat adalah bahwa seluruh tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah harus mampu menjadi model teladan yang baik (uswah hasanah).
Dalam kaitannya dengan metodologi, strategi yang umum diimplementasikan pada pelaksanaan pendidikan karakter di negara-negara Barat antara lain adalah strategi pemanduan, pujian dan hadiah, definisikan dan latihan, penegakan disiplin, dan juga perangai bulan ini. Dan strategi lain yang harus dipraktekan oleh guru pada umumnya ialah keaktifan guru bimbingan dan konseling sebagai pendidik karakter.
Strategi pengembangan karakter yang diterapkan di Indonesia yang dirancang oleh Kementrian Pendidikan Nasional (2010), antara lain. Melalui transformasi budaya sekolah dan habituasi melalui kegiatan ekstrakurikuler. Menurut para ahli bahwa implementasi strategi pendidikan karakter melalui transformasi budaya dan peri kehidupan sekolah, dirasakan efektif dari pada harus mengubah dengan menambahkan materi pendidikan karakter kedalam muatan kurikulum.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sehingga pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab yang pada hakikatnya sangat dekat dengan perannya untuk membentuk manusia yang berkarakter baik.
Dengan demikian, pendidikan karakter mempunyai visi senantiasa mengarahkan diri pada pembentukan individu bermoral, cakap mengambil keputusan yang tampil dalam perilakunya, sekaligus mampu berperan aktif dalam membangun kehidupan bersama dalam tantangan global. Kemudian menurut Kementrian Pendidikan Nasional, pendidikan karakter harus meliputi dan berlangsung pada.
1). Pendidikan Formal (pemerintah)
2). Pendidikan Nonformal (masyarakat)
3). Pendidikan Informal (keluarga)
Yang dari ketiga lembaga pendidikan di atas dalam implementasi nya harus saling bekerja sama dan melengkapi dengan baik, hal demikian dilakukan agar terbentuknya sebuah kondisi dan suasana yang kondusif serta nyaman dalam proses pendidikan dan pembentukan karakter bagi setiap manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Goble. Frank G., 1991, Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham
Maslow, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Samani. Muchlas dan Hariyanto, 2011, “Konsep dan Model” Pendidikan
Karakter, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Koesoema. Doni A, 2010, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di
Zaman Global, Jakarta: Grasindo.
Mu’in. Fatchul, 2011, Pendidikan Karakter (Konstruksi Teoretik dan Praktek),
Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.
*Sumber: https://www.academia.edu/5160589/MAKALAH_PEMBENTUKAN_KARAKTER
0 Komentar untuk "Pembentukan Karakter"