BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia Merupakan Makhluk Individu Sekaligus Makhluk Sosial Yang Senantiasa Melakukan Hubungan Interpersonal Dengan Sesamanya.Dalam Hubungan Dengan Linkungan Sosialnya,Manusia Seringkali Mengalami Berbagai Pengalaman Emosi Dan Ekspresi Yang Berbeda.Pengalaman Ekspresi Itu Nampak Beberapa Hal Seperti Gerak Tubuh ,Perubahan Raut Wajah,Dan Nada Suara.Perubahan-perubahan Inilah Yang Dengan Mudah Dapat Dirasakan Oleh Orang Yang Mengalaminya Atau Setiap Kepribadian Manusia.Demikian Pula Dapat Di Mengerti Oleh Orang Yang Menyaksikannya Terutama Jika Intesitasnya Sangat Kuat Yang Seringkali Disebut Emosi.Perubahan-perubahan Ekspersi Emosi Manusia Nampak Dalam Proses Interaksinya Dengan Linkungan.Interaksi Tersebut Dapat Mengakibatkan Manusia Yang Mengalami Saat-saat Dimana Ia Merasa Sangat Marah,Jengkel Ataupun Muak Terhadap Perilaku Orang yang Tidak Adil,Hal Ini Muncul Dari Setiap Kepribadian Manusia.Adapun Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepribadiannya Yaitu Baik Herediktas(pembawaan) Ataupun Lingkungan(SepertiFisik,Sosial,Kebudayaan,Spritual).
Dalam Perkembangan Penghayatan Keagamaan Agama Selalu Memberikan Kerangka Moral, Sehingga Setiap Kepribadian Atau Individu Manusia Mampu Membandingkan Tingkah Lakunya.Agama Dapat Memberikan Tingkah Laku Dan Biasa Memberikan Penjelasan Mengapa Dan Untuk Apa Seseorang Berada Di Dunia Ini .Agama Senantiasa Selalu Memberikan rasa Aman Bagi Semua Umatnya Terutama Anak Usia Dini Dan Juga Anak Anak Remaja Yang Tengah Mencari Jati Diri.Penghayatan Keagamaan Ini Tidak Hanya Sampai Pada Pengakuan Atas Keberadaan-Nya,Namun Harus Di Akui Sebagai Sumber Nilai Luhur Yang Abadi.Oleh Karena Itu Manusia Harus Menyadari Bahwa Dalam Hidup Selalu Ada Tuhan Dan Menyadari Bahwa Emosi Yang Ada Dalam Setiap Kepribadian Manusia Selalu Dikendalikan Oleh Tuhan,Maka Setiap Individu Harus Mempunyai Penghayatan Keagamaan.
B. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah Dari Makalah Ini Yaitu:
1. Apa Defenisi Dari Emosi Kepribadian Dan Penghayatan Keagamaan?
2. Apa Saja Ciri- ciri Perkembangan Emosi Kepribadian Dan Penghayatan Keagamaan?
3. Bagaimana Teori-teori Perkembangan Emosi Kepribadian Dan Penghayatan Keagamaan?
4. Bagaimana Permasalahan Dalam Upaya Pengembangan Aspek Emosi Kepribadian Dan Penghayatan Keagamaan?
C. Tujuan
Tujuan Penulisan Makalah Ini Antara lain :
1. Mengetahui Defenisi Dari Perkembangan Emosi Kepribadian Dan Penghayatan Keagamaan.
2. Mengetahui Ciri-ciri Emosi Kepribadian Dan Penghayatan Keagamaan.
3. Mengetahui Teori-teori Perkembangan Emosi Kepribadian Dan penghayatan Keagamaan
4. Mengetahui Permasalahan Dan Upaya Pengembangan Emosi Kepribadian Dan Pengahayatan Keagamaan.
D. Manfaat Penulisan
Adapun Manfaat Dari Penulisan Makalah ini Diantaranya :
1. Untuk Memperdalam Pemahaman Mengenai Perkembangan Emosi Kepribadian Dan Penghayatan Keagamaan.
2. Untuk Memperdalam Ilmu Pengetahuan Mahasiswa/Mahasiswi Mengenai Ciri –ciri Emosi Kepribadian dan Penghayatan keagamaan
3. Bagi Para Pembaca Bisa Mengetahui Teori-teori Perkembangan Emosi Kepribadian Dan Penghayatan Keagamaan.
4. Untuk Memahami Permasalahan dan Upaya pengembangan Emosi Kepribadian dan Penghayatan Kepribadian.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Emosi Kepribadian Dan Penghayatan Keagamaan.
1. Perkembangan Emosi
Menurut Crow & crow (1958) (dalam Sunarto, 2002:149) emosi adalah “An emotion, is an affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental physiological stirred up states in the individual, and that shows it self In hi sovert behavior.”
Menurut James & Lange , bahwa emosi itu timbul karena pengaruh perubahan jasmaniah atau kegiatan individu. Misalnya menangis itu karena sedih, tertawa itu karena gembira. Sedangkan menurut Lindsley bahwa emosi disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syaraf terutama otak, misalnya apabila individu mengalami frustasi, susunan syaraf bekerja sangat keras yang menimbulkan sekresi kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat mempertinggi pekerjaan otak, maka hal itu menimbulkan emosi pada diri individu.Jadi pengertian emosi secara umum adalah perasaan yang di miliki seseorang yang ditujukan pada orang lain atau reaksi terhadap seseorang atau suatu kejadian.
2. Perkembangan Kepribadian.
Kepribadian itu memiliki banyak arti, bahkan saking banyaknya boleh dikatakan jumlah definisi dan arti dari kepribadian adalah sejumlah orang yang menafsirkannya. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan dalam penyusunan teori, penelitian dan pengukurannya.
a. Kepribadian secara umum
Personality atau kepribadian berasal dari kata persona, kata persona merujuk pada topeng yang biasa digunakan para pemain sandiwara di Zaman Romawi. Secara umum kepribadian menunjuk pada bagaimana individu tampil dan menimbulkan kesan bagi individu-individu lainnya. Pada dasarnya definisi dari kepribadian secara umum ini adalah lemah karena hanya menilai perilaku yang dapat diamati saja dan tidak mengabaikan kemungkinan bahwa ciri-ciri ini bisa berubah tergantung pada situasi sekitarnya selain itu definisi ini disebut lemah karena sifatnya yang bersifat evaluatif (menilai), bagaimanapun pada dasarnya kepribadian itu tidak dapat dinilai “baik” atau “buruk” karena bersifat netral.
b. Kepribadian menurut Psikologi
Untuk menjelaskan kepribadian menurut psikologi saya akan menggunakan teori dari George Kelly yang memandang bahwa kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Sementara Gordon Allport merumuskan kepribadian sebagai “sesuatu” yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu yang bersangkutan.
Lebih detail tentang definisi kepribadian menurut Allport yaitu kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pikiran individu secara khas.
Allport menggunakan istilah sistem psikofisik dengan maksud menunjukkan bahwa jiwa dan raga manusia adalah suatu sistem yang terpadu dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, serta diantara keduanya selalu terjadi interaksi dalam mengarahkan tingkah laku. Sedangkan istilah khas dalam batasan kepribadian Allport itu memiliki arti bahwa setiap individu memiliki kepribadiannya sendiri. Tidak ada dua orang yang berkepribadian sama, karena itu tidak ada dua orang yang berperilaku sama.
Sigmund Freud memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem yaitu Id, Ego dan Superego. Dan tingkah laku, menurut Freud, tidak lain merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kerpibadian tersebut.
1. Faktor yang mempengaruhi Kepribadian
Kepribadian dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik hereditas (pembawaan) maupun lingkungan (seperti: fisik, sosial, kebudayaan, spiritual).
a. Fisik. Faktor yang dipandang mempengaruhi perkembangai kepribadian adalah postur tubuh (langsing, gemuk, pendek atau tinggi), kecantikan (cantik atau tidak cantik), kesehatan (sehat atau sakit-sakitan), keutuhan tubuh (utuh atau cacat), dan keberfungsian organ tubuh.
b. Inteligensi. Tingkat intelegensi individu dapat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Individu yang inteligensinya tinggi atau normal biasa mampu menyesuaikan din dengan lingkungannya secara wajar, sedangkan yang rendah biasanya sering mengalami hambatan atau kendala dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.
c. Keluarga. Suasana atau iklim keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Seorang anak yang dibesar kan dalam Iingkungan keluarga yang harmonis dan agamis dalam arti, orangtua memberikan curahan kasih sayang, perhatian serta bimbingan dalam kehidupan berkeluarga, maka perkembangan kepribadian anak tersebut cenderung positif.
Adapun anak yang dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang broken home, kurang harmonis, orangtua bersikap keras terhadap anak atau tidak memperhatikan nilai-nilai agama dalam keluarga, maka perkembangan kepribadiannya cenderung akan mengalami distorsi atau mengalami kelainan dalam penyesuaian dirinya (maladjustment).
d. Teman sebaya (peer group). Setelah masuk sekolah, anak mulai bergaul dengan teman sebayanya dan menjadi anggota dan kelompoknya. Pada saat inilah dia mulai mengalihkan perhatiannya untuk mengembangkan sifat-sifat atau perilaku yang cocok atau dikagumi oleh teman-temannya, walaupun mungkin tidak sesuai dengan harapan orangtuanya. Melalui hubungan ini terpersonal dengan teman sebaya, anak belajar menilai dirinya sendiri dan kedudukannya dalam kelompok. Bagi anak yang kurang mendapat kasih sayang dan bimbingan keagamaan atau etika dan orangtuanya, biasanya kurang memiliki kemampuan selektif dalam memilih teman dan mudah sekali terpengaruh oleh sifat dan perilaku kelompoknya.
e. Kebudayaan. Setiap kelompok masyarakat (bangsa, ras, atau suku bangsa) memiliki tradisi, adat, atau kebudayaan yang khas.
2. Perubahan Kepribadian
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubaha ke dalam tiga kategori, yaitu:
a. Faktor organik, seperti: makanan, obat, infeksi, dan gangguan organik.
b. Faktor lingkungan sosial budaya, seperti: pendidikan, nekreasi dan partisipasi sosial.
c. Faktor dari dalam individu itu sendiri, seperti: tekanan emosional identifikasi terhadap orang lain, dan imitasi.
3. Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Bossard dan Bolly menyatakan bahwa sekalipun pada masa remaja banyak mempertanyakan kepercayaan-kepercayaan keagamaan mereka, namun pada akhirnya kembali lagi kepada kepercayaan tersebut. Banyak orang yang pada usia dua puluhan dan awal tiga puluhan, tatkala mereka sudah menjadi orang tua, kembali melakukan praktek-praktek yang sebelumnya mereka abaikan.
Adams & Gullotta (1983), agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan biasa memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada didunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.
James Fowler (1976) mengajukan pandangan lain dalam perkembangan konsep religius. Indiduating-reflexive faith adalah tahap yang dikemukakan Fawler, muncul pada masa remaja akhir yang merupakan masa yang penting dalam perkembangan identitas keagamaan. Untuk pertama kalinya dalam hidup mereka, individu memiliki tanggung jawab penuh atas keyakinan religius mereka. Sebelumnya mereka mengandalkan semuanya pada keyakinan orang tuanya.
Dengan melalui pertimbangan fungsi afektif, kognitif, dan konatifnya, pada saat-saat tertentu, individu akan meyakini dan menerima tanpa keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha Agung yang melebihi apa pun, termasuk dirinya. Penghayatan seperti itu disebut pengalaman keagamaan (religious experience) (Zakiah Darajat, 1970). Brightman (1956) menjelaskan bahwa penghayatan keagamaan tidak hanya sampai kepada pengakuan atas kebaradaan-Nya, namun juga mengakui-Nya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang abadi yang mengatur tata kehidupan alam semesta raya ini. Oleh karena itu, manusia akan tunduk dan berupaya untuk mematuhinya dengan penuh kesadaran dan disertai penyerahan diri dalam bentuk ritual tertentu, baik secara individual maupun kolektif, secara simbolik maupun dalam bentuk nyata kehidupan sehari-hari
1. Tahapan Perkembangan Keagamaan
Abin Syamsuddin (2003) menjelaskan tahapan perkembangan keagamaan, beserta ciri-cirinya sebagai berikut :
a. Masa Kanak-Kanak Awal
• Sikap reseptif meskipun banyak bertanya
• Pandangan ke-Tuhan-an yang dipersonifikasi
• Penghayatan secara rohaniah yang belum mendalam
• Hal ke-Tuhan-an dipahamkan secara ideosyncritic (menurut khayalan pribadinya)
b. Masa Kanak-Kanak Akhir
• Sikap reseptif yang disertai pengertian
• Pandangan ke-Tuhan-an yang diterangkan secara rasional
• Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, melaksanakan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.
c. Masa Remaja Awal
• Sikap negatif disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat realita orang – orang beragama yang hypocrit (pura-pura)
• Pandangan ke-Tuhan-an menjadi kacau, karena beragamnya aliran paham yang saling bertentangan
• Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptik, sehingga banyak yang enggan melaksanakan ritual yang selama ini dilakukan dengan penuh kepatuhan
d. Masa Remaja Akhir
• Sikap kembali ke arah positif, bersamaan dengan kedewasaan intelektual bahkan akan agama menjadi pegangan hidupnya
• Pandangan ke-Tuhan-an dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
• Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja, ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran manusia
2. Proses Pertumbuhan Penghayatan Keagamaan
Para ahli (Zakiah, Starbuch, dan lain-lain) juga sependapat bahwa meskipun tahapan proses perkembangan seperti di atas merupakan gejala yang universal, namun terdapat variasi yang luas, pada tingkat individual maupun pada tingkat kelompok (keluarga, daerah, aliran, paham) tertentu. Peranan lingkungan keluarga sangat penting dalam pembinaan penghayatan keagamaan.
B. Ciri-ciri Perkembangan Emosi Kepribadian Dan Penghayatan Keagamaan.
1. Ciri-ciri Emosi
Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
a. Lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berpikir.
b. Bersifat fluktuatif (tidak tetap)
c. Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera.
2. Pengelompokan Emosi
Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu :
a. Emosi sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dan luar terhadap tubuh, seperti: rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang, dan lapar.
b. Emosi psikis, di antaranya adalah:
• Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran.
• Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok.
• Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai baik dan buruk atau etika moral.
• Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dan sesuatu, baik bersifat kebendaan maupun kerohanian.
• Perasaan Ketuhanan. Salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk Tuhan, dianugerahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal Tuhannya.
2. Ciri-ciri Kepribadian
Ciri-ciri kepribadian umum:
Ketekunan
Ambisi
Kelainan seksual
Timbulnya kecenderungan turunan
Ciri-ciri kepribadian sehat
Mampu menilai diri sendiri secara realistis
Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistis
Kemandirian
Mampu menilai secara realistis
Mempunyai filsafat hidup
Orientasinya keluar (ekstrovert)
Berbahagia
Penerimaan sosial
Mempunyai tujuan
Bisa mengontrol emosi
Dapat menerima tanggung jawab
Ciri-ciri kepribadian tak sehat
Mudah marah
Hiperaktif
Susah tidur
Bersikap memusuhi semua otoritas
Pesimis dalam menghadapi kehidupan
Sering tertekan (depresi atau stress)
Memperlihatkan kecemasan dan kekhawatiran
Senang mengganggu orang lain yang usianya jauh lebih muda atau dengan dengan binatang
Tidak mampu menjauhi perilaku menyimpang meskipun sudah diperingatkan atau dihukum
Senang mengkritik, mengejek orang lain
Kurang bergairah (bermuram durja) di kehidupan yang dijalani
Kurang mempunyai kesadaran untuk menaati ajaran agama
Sering mengalami pusing kepala (meskipun sebab utamanya bukan dari faktor yang bersifat organis).
3. Ciri–ciri Perkembangan Penghayatan Keagamaan
1. Perkembangan Keagamaan Masa Kanak-Kanak Awal
Sikap reseptif meskipun banyak bertanya
Pandangan ke-Tuhan-an yang dipersonifikasi
Penghayatan secara rohaniah yang belum mendalam
Hal ke-Tuhan-an dipahamkan secara ideosyncritic (menurut khayalan pribadinya)
2. Perkembangan Keagamaan Masa Kanak-Kanak Akhir
Sikap reseptif yang disertai pengertian
Pandangan ke-Tuhan-an yang diterangkan secara rasional
Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, melaksanakan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.
3. Perkembangan Keagamaan Masa Remaja Awal
Sikap negatif disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat realita orang – orang beragama yang hypocrit (pura-pura).
Pandangan ke-Tuhan-an menjadi kacau, karena beragamnya aliran paham yang saling bertentangan.
Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptik, sehingga banyak yang enggan melaksanakan ritual yang selama ini dilakukan dengan penuh kepatuhan
4. Perkembangan Keagamaan Masa Remaja Akhir
Sikap kembali ke arah positif, bersamaan dengan kedewasaan intelektual bahkan akan agama menjadi pegangan hidupnya Pandangan ke-Tuhan-an dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya. Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja, ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran manusia.
C. Teori –Teori Perkembangan Emosi Kepribadian Dan Penghayatan Keagamaan
1. Teori Perkembangan Emosi
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995)
Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates. Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), Rage(kemarahan), Love (cinta). Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu:
Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa
Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri
Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga
Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih
Terkejut : terkesiap, terkejut
Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka
malu : malu hati, kesal
Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi menurut Goleman pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada. Dalam the Nicomachea Ethics pembahasan Aristoteles secara filsafat tentang kebajikan, karakter dan hidup yang benar, tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional kita dengan kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan memiliki kebijaksanaan; nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan kelangsungan hidup kita. Tetapi, nafsu dapat dengan mudah menjadi tak terkendalikan, dan hal itu seringkali terjadi. Menurut Aristoteles, masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikan (Goleman, 2002 : xvi).
Menurut Mayer (Goleman, 2002 : 65) orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah. Dengan melihat keadaan itu maka penting bagi setiap individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak menjadikan hidup yang di jalani menjadi sia-sia.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan (afek) yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku terhadap stimulus, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya.
2. Teori Perkembangan Kepribadian
Teori (Perkembangan) Kepribadian berdasarkan pendapat para ahli, yaitu sebagai berikut:
Sigmund Freud (Psikoanalisis Klasik) (1856 – 1939)
Struktur Kepribadian, Kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (Conscious), Pra sadar (Preconscious), dan tidak sadar /bawah sadar (Unconscious mind). Id, ego, superego. Id adalah berkaitan dengan prinsip kesenangan, ego berkaitan dengan prinsip kenyataan, sedangkan superego merupakan penjaga moral atau kata hati. Tahap perkembangan psikoseksual, yaitu oral, anal, phalik, laten, genital.
Alfred Adler (Psikologi Individual) (1870 – 1937)
Struktur Kepribadian, Manusia adalah mahluk social dan makhluk individual.
Pokok-Pokok Teori Adler, Individualitas sebagai pokok persoalan, Pandangan Teleologis: Finalisme Semu, Dua Dorongan Pokok, yaitu dorongan kemasyarakatan, dorongan keakuan, Rasa Rendah Diri dan Kompensasi pendorong bagi segala perbaikan dalam kehidupan manusia, Gaya Hidup adalah prinsip yang dipakai landasan untuk memahami tingkah laku seseorang, Diri yang Kreatif adalah penggerak utama, pegangan filsafat, sebab pertama bagi semua tingkah laku.
Karen Horney (1885-1952)
Teori Kepribadian, Dasar kepribadian terbentuk pada tahun-tahun pertama kehidupan anak. Faktor sosial (hubungan antara orang tua dan anak) sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian (bukan dorongan biologis). Horney menekankan faktor budaya dibanding faktor biologis dalam perkembangan manusia, terutama yang terkait dengan perbedaan gender.Anak-anak memulai hidupnya dengan basic anxiety, tapi hal itu dapat diatasi dengan pengasuhan yang memadai dari orang tua maupun orang lain.
Harry Stack Sulivan
Faktor sosial (Proses akulturasi) menentukan perkembangan psikologis. Juga faktor-faktor fisiologis. Pengalaman-pengalaman terdiri dari :
a.) Pengalaman prototasik,
b.) Pengalaman parataksik,
c.) Pengalaman sintaksik.
Erich Fromm (1900-1980)
Manusia melarikan diri dari kebebasan, karena Manusia tidak dapat dipisahkan dari alam dan orang lain, Semakin bebas manusia semakin ia merasa kesepian, tidak berarti dan terasing, Manusia menemukan rasa aman jika bersatu & bekerjasama dengan orang lain.Ada dua cara untuk memperoleh makna dari kebersamaan dalam kehidupan, yaitu: Mencapai kebebasan positif tanpa mengorbankan kebebasan dan integritas pribadi dan Memperoleh rasa aman dengan meninggalkan kebebasan. Tiga mekanisme pelarian yang terpenting yaitu : Authoritarianism terdiri dari masochistic dan sadistic, Destructiveness, dan Automation conformity. Kebutuhan Manusia, yaitu: Relatedness (berelasi/berhubungan), Rootedness (berikatan), Unity (bersatu), Identity (indetitas).
Adolf Meyer
Teori psychobiology (atau alternatifnya, ergasiology, istilah yang diciptakan dari kata Yunani untuk bekerja dan melakukan), dimana Meyer melakukan pendekatan untuk pasien penyakit jiwa yang mencakup, meneliti dan mencatat semuanya,baik psikologis biologis, dan sosial yang relevan dengan faktor kasus – sehingga penekanannya pada pengumpulan sejarah kasus rinci untuk pasien, memberikan perhatian khusus terhadap latar belakang sosial dan lingkungan yang membesarkan pasien. Meyer percaya bahwa penyakit mental hasil dari disfungsi kepribadian, bukan patologi otak.
Carl Gustav Jung (1875-1961)
Konsep-konsep Kepribadian Menurut Carl Gustav Jung ada tiga macam, yaitu Personality Function, Psyche adalah merupakan gabungan atau jumlah dari keseluruhan isi mental, emosional dan spiritual seseorang, dan Self adalah Kepribadian Total (total personality) baik Kesadaran maupun Bawah Sadar. Ia memandang manusia sangatlah unik karena mempunyai begitu banyak Kepribadian yang beragam antara individu satu dengan individu lainnya. Jung membedakan istilah antara Ambang Sadar (Subconscious) dan Bawah Sadar (Unconscious).
Gordon W Allport (1897-1967)
Kepribadian adalah:”sebuah organisasi dinamis di dalam sistem psikis dan fisik individu yang menentukan karakteristik perilaku dan pikirannya.”Teori trait oleh Gordon W. Allport. Central trait, yaitu kumpulan kata-kata yang biasanya digunakan oleh orang untuk mendeskripsikan individu. Unit dasar dari kepribadian adalah trait yang keberadaannya bersumber pada sistem saraf. Allport percaya bahwa trait menyatukan dan mengintegrasikan perilaku seseorang dengan mengakibatkan seseorang melakukan pendekatan yang serupa (baik tujuan ataupun rencananya) terhadap situasi-situasi yang berbeda. Walaupun demikian, dua orang yang memiliki trait yang sama tidak selalu menampilkan tindakan yang sama. Faktor genetik dan lingkungan sama-sama berpengaruh dalam menentukan perilaku manusia.
Kurt Lewin (1890- 1947)
Teori medan (life space) merupakan sekumpulan konsep dimana seseorang dapat menggambarkan kenyataan psikologis yang dapat diterapkan dalam semua bentuk tingkah laku, dan sekaligus juga cukup spesifik untuk menggambarkan orang tertentu dalam suatu situasi konkret.
Abraham H. Maslow (1908-1970)
Teori Kebutuhan Maslow:Kebutuhan Fisiologis/Biologis,
Kebutuhan Keamanan,Kebutuhan Cinta, sayang dan kepemilikan,Kebutuhan Esteem,
Kebutuhan Aktualisasi Diri. Hirarki kebutuhan manusia, harus dipenuhi untuk mengembangkan potensi dalam diri manusia.
Ivan Pavlov (1849-1936)
Teori pelaziman klasik adalah memasangkan stimuli yang netral atau stimuli yang terkondisi dengan stimuli tertentu yang tidak terkondisikan, yang melahirkan perilaku tertentu. Setelah pemasangan ini terjadi berulang-ulang, stimuli yang netral melahirkan respons terkondisikan. Dari contoh tersebut diterapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.
John B Watson (1878-1958)
Menurut John Watson, perilaku yang terbentuk merupakan hasil suatu pengondisian. Hubungan berantai sederhana antara stimulus dan respon yang membentuk rangkaian kompleks perilaku. Rangkaian kompleks perilaku meliputi; pemikiran, motivasi, kepribadian, emosi dan pembelajaran.
Burrhus Frederick Skinner (Psikologi Behaviorisme ) (1904-1990)
Struktur kepribadian, Tehnik mengontrol perilaku adalah sebagai berikut:Pengekangan Fisik ( physical restraints )Bantuan Fisik (physical aids)Mengubah Kondisi Stimulus (changing the stimulus conditions)Manipulasi Kondisi Emosional (manipulating emotional conditions)Melakukan Respons-respons Lain (performing alternative responses)Menguatkan Diri Secara Positif (positive self-reinforcement).Menghukum Diri Sendiri (self punishment).
Erik Erikson (1902-1994)
Teori Erik Erikson (Tahapan Pembangunan Psikososial) tentang delapan tahap perkembangan manusia adalah salah satu teori terbaik yang dikenal dalam psikologi. Sementara teori didasarkan pada tahapan Freud tentang perkembangan psikoseksual, Erikson memilih untuk fokus pada pentingnya hubungan sosial pada pengembangan kepribadian.Teori ini juga melampaui masa kanak-kanak untuk melihat perkembangan di seluruh umur.
Jean Piaget (1896 – 1980)
Teori Jean Piaget tentang perkembangan kognitif tetap salah satu yang paling sering dikutip dalam psikologi, meskipun menjadi subjek kritik yang cukup. Sementara banyak aspek teori tidak teruji oleh waktu, namun ide intinya tetap penting hari ini: anak-anak berpikir berbeda daripada orang dewasa.
Lawrence Kohlberg
Lawrence Kohlberg mengembangkan teori pengembangan kepribadian yang berfokus pada pertumbuhan pemikiran moral. Bangunan pada proses dua-tahap yang diusulkan oleh Piaget, Kohlberg memperluas teori untuk meliputi enam tahapan yang berbeda. Sementara teori tersebut telah dikritik karena beberapa alasan yang berbeda, termasuk kemungkinan bahwa ia tidak mengakomodasi jenis kelamin yang berbeda dan budaya yang sama, teori Kohlberg tetap penting dalam pemahaman kita tentang pengembangan kepribadian.
James W. Fowler (1940-sekarang)
James Fowler perkembangan konsep kepribadian religious/kepercayaan. Indiduating-reflexive faith adalah tahap yang dikemukakan Fawler, muncul pada masa remaja akhir yang merupakan masa yang penting dalam perkembangan identitas keagamaan. Untuk pertama kalinya dalam hidup mereka, individu memiliki tanggung jawab penuh atas keyakinan religius mereka.Sebelumnya mereka mengandalkan semuanya pada keyakinan orang tuanya. Adapun tingkat perkembangan iman atau rohani yakni iman intuitif-projektif; iman mitis-literal; iman sintetik-konvensional; iman individuatif-reflektif; iman konjuktif; dan iman universal. Tahap-tahap iman tersebut menurut Fowler dipengaruhi oleh aspek kepercayaan. Di mana kepercayaan memiliki sifat ilmiah yang mengandung unsur empiris dalam diri manusia.
3. Teori Penghayatan Keagamaan
1. Pengertian
Dalam kamus besar bahasa Indonesia penghayatan adalah penguasaan secara mendalam yang berlangsung melalui pembinaan, bimbingan, penyuluhan, penataran, dan sebagainya. Penghayatan agama merupakan suatu proses penanaman sikap ke dalam diri pribadi seseorang melalui pembinaan, bimbingan dan sebagainya agar ego menguasai secara mendalam suatu nilai sehingga dapat tercermin dalam sikap dan tingkah laku sesuai dengan standar yang diharapkan. Dalam pengertian psikologis, penghayatan mempunyai arti
penyatuan sikap atau penggabungan, standart tingkah laku, pendapat, dalam kepribadian. Freud menyakini bahwa super ego atau aspek moral kepribadian berasal dari internalisasi sikap-sikap orang tua.
Dalam pengertian lain yang merujuk pada agama islam menurut Djamaludin Ancok Penghayatan agama adalah bagian dari keberagamaan yang berkaitan dengan perasaan keagamaan seseorang. Psikologi agama menyebutnya sebagai pengalaman keagamaan (religious experience) yaitu unsur perasaan dalam kesadaran agama yang membawa pada suatu keyakinan yang dihasilkan oleh sebuah tindakan (amaliyah).Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka penghayatan agama adalah penanaman nilai-nilai islam melalui berbagai pendekatan ke dalam diri pribadi peserta didik sehingga unsur perasaan dalam kesadaran agama mampu teresapi dan membentuk kepribadian yang mencerminkan nilai-nilai agama yang berupa sikap dan tingkah laku. Menurut Muhaimin dalam proses penghayatan agama yang dikaitkan dengan pembinaan peserta didik ada 3 tahapan yang terjadi yaitu:
a. Tahap tranformasi nilai
Tahap ini merupakan suatu proses yang dilakukan oleh pendidik dalam menginformasikan nilai-nilai yang baik dan kurang baik. Pada tahap ini hanya terjadi komunikasi verbal antara guru dan siswa, seperti berbohong merupakan perbuatan yang tidak baik dan lain sebagainya.
b. Tahap Transaksi nilai
suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah atau interaksi antara siswa dengan pendidik yang bersifat timbal balik. Dalam tahap ini, guru tidak hanya menyajikan informasi tentang nilai yang baik dan buruk, tetapi juga terlibat untuk melaksanakan dan memberikan contoh amalan yang nyata dan siswa diminta memberikan respon yang sama tentang nilai itu, yakni menerima dan mengamalkan nilai-nilai tersebut.
c. Tahap transinternalisasi
Pada tahap transinternalisasi nilai yang ingin ditanamkan jauh lebih dalam dari pada transaksi. Dalam tahap ini penampilan pendidik di hadapan peserta didiknya bukan lagi pada sisi fisiknya, melainkan lebih pada sikap mentalnya (kepribadiannya) Proses penghayatan agama terjadi apabila individu menerima pengaruh tersebut dan bersedia bersikap mematuhi dan menjalankan pengaruh tersebut sesuai dengan apa yang ia yakini dan sesuai dengan sistem yang dianutnya. Jadi penghayatan agama sangatlah penting dalam pendidikan agama, karena pendidikan agama merupakan pendidikan nilai sehingga nilai-nilai tersebut dapat tertanam dalam diri peserta didik, dengan pengembangan yang mengarah pada penghayatan nilai-nilai agama yang merupakan manifestasi
manusia religius.
D. Masalah Dan Upaya Perkembangan Emosi Kepribadian Dan Penghayatan
Keagamaan.
1. Masalah Perkembangan Emosi Kepribadian Dan Penghayatan Keagamaan
Masalah perkembangan emosi kepribadian dan penghayatan keagamaan dalam individu manusia yaitu rasa marah, kesal, sedih atau gembira adalah hal yang wajar yang tentunya sering dialami remaja meskipun tidak setiap saat Pengungkapan emosi dalam kepribadian .
2. Dalam setiap individu perlu pengendalian emosi,merupakan upaya untuk menekan atau menghilangkan emosi dalam kepribadian serta harus adanya penghayatan keagamaan dapat juga dilakukan dengan cara:
a. Belajar menghadapi situasi dengan sikap rasional
b. Belajar mengenali emosi dan menghindari dari penafsiran yang berlebihan terhadap situasi yang dapat menimbulkan respon emosional.
c. Bagaimana memberikan respon terhadap situasi tersebut dengan pikiran maupun emosi yang tidak berlebihan atau proporsional, sesuai dengan situasinya, serta dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan sosial.
d. Belajar mengenal, menerima, dan mengekspresikan emosi positif (senang, sayang, atau bahagia dan negative (khawatir, sedih, atau marah)
Kegagalan pengendalian emosi biasanya terjadi karena remaja kurang mau bersusah payah menilai sesuatu dengan kepala dingin. Bawaannya main perasaan.
e. Selalu mendekatkan diri pada Tuhan,bersikap sopan santun,ramah,tidak sombong,serta selalu menghargai setiap perbedaan yang ada maupun selalu berpikir positif terhadap sesuatu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai perkembangan emosi kepribadian dan penghayatan keagamaan maka dapat disimpulkan bahwa emosi menjadi kecenderungan,tujuan dalam kepribadian seseorang untuk menggerakkan tingkah lakunya.Serta emosi dalam kepribadian manusia perlu adanya penghayatan keagamaan untuk membentuk kepribadian manusia.Peninjauan materi menjelaskan latar belakang,pengertian perkembangan emosi kepribadian dan penghayatan keagamaan,ciri-ciri,teori-teori serta permasalahan dan bagaimana upaya pengembangan emosi,kepribadian dan keagamaan,merupakan suatu hal yang harus di pelajari dan dipahami karena berkaitan pembentukan karakter manusia
B. Saran
Kami selaku penulis bersedia menerima kritik atau masukan dari pembaca. Kritik dan masukan itu nantinya akan kami gunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki kesalahan dalam penulisan makalah ini.Semoga makalah berikutnya dapat kami selesaikan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
M, Asrori. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Untan Press : Pontianak
U, Husna Asmara. 2004. Penulisan Karya Ilmiah. Fahruna Bahagia : Pontianak
Fatimah, Enung. 2008. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik).Bandung: CV. Pustaka Setia
Agus, Sujanto.1986. Psikologi Kepribadian, Jakarta: Aksara Baru.
Defabj.blogspot.co.id/2013/03/makalahteoriperkembanganemosi-kepribadian-keagamaan.html
Tiarprasetia.blogspot.co.id/2013/05/perkembanganemosiremaja.html
*Sumber: https://www.academia.edu/42960068/Makalah_Perkembangan_Emosi_Keperibadian_dan_Penghayatan_Keagamaan
0 Komentar untuk "Perkembangan Emosi, Kepribadian, dan Penghayatan Keagamaan"