BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada suatu negara yang sedang berkembang, peranan para wirausahawan tidak dapat diabaikan terutama dalam melaksanakan pembangunan. Suatu bangsa akan berkembang lebih cepat apabila memiliki para wirausahawan yang dapat berkreasi serta melakukan inovasi secara optimal yaitu mewujudkan gagasan-gagasan baru menjadi kegiatan yang nyata dalam setiap usahanya. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang berusaha dengan giat untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Salah satu peran penting dalam meningkatkan taraf hidup rakyatnya adalah melalui pendidikan. Hal ini karena, pendidikan merupakan salah satu prasyarat untuk mempertahankan martabat manusia serta memiliki kesempatan dalam mengembangkan kemampuan dan membina kehidupannya dalam masyarakat antara lain melalui pendidikan.
Pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia khususnya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga akan menjadi bangsa yang beradab dan dapat bersaing di dunia Internasional. Salah satu upaya mewujudkan tujuan pendidikan itu terutama di sekolah telah dikembangkan dan dilaksanakan pelajaran kewirausahaan sebagai mata pelajaran. sejalan dengan pendapat Ciputra yang menyatakan bahwa Pendidikan entrepreneurship akan mampu menghasilkan dampak nasional yang besar bila kita berhasil mendidik seluruh bangku sekolah kita dan mampu menghasilkan empat juta entrepreneur baru dari lulusan lembaga pendidikan Indonesia selama 25 tahun mendatang.
Pendidikan entrepreneurship sejak dini sebagaimana dikemukakan Ciputra Dari pendapat yang dikemukakan itu patut disimak bahwa usia memulai bisnis tidaklah ada patokan yang tepat. Oleh karena itu keinginan individu yang ingin memulai bisnis mereka sejak usia dini bukanlah hal yang tidak lazim. Di kalangan etnis Tionghoa, pebisnis kawakan di Indonesia maupun di mancanegara aktivitas bisnis sudah mereka mulai sejak usia muda melalui pembelajaran dari toko orang tuanya sejak mereka masih di Sekolah Dasar. Saat mereka merasa ingin memulai aktivitas bisnis sendiri mereka tidak lagi .bekerja. Pada bisnis orang tuanya tetapi sudah memulai bisnis sendiri. Di Indonesia etnis lain yang mempunyai motiv berbisnis yang relatif tinggi dapat dilihat pada etnis antara lain Minang, Bugis dan Madura. Terbentuknya calon pebisnis baru di sebuah Negara menjadi penting karena akan melahirkan pebisnis-pebisnis tangguh yang akan membuat pertumbuhan ekonomi negara itu menjadi lebih baik. Terbatasnya lapangan kerja akibat laju pertumbuhan angkatan kerja yang tidak dibarengi dengan laju pertumbuhan ekonomi, penyebaran tenaga kerja yang tidak merata dan sikap mental wirausaha para lulusan sekolah kejuruan dan non kejuruan yang tidak terbina dengan baik, memerlukan pemecahan yang cukup serius.
Sebagaimana diketahui salah satu tujuan kebijaksanaan pembangunan nasional adalah meningkatkan produksi yang disertai dengan penciptaan lapangan kerja baru yang seluas-luasnya dan penyebaran pendapatan yang lebih merata. Berdasarkan uraian di atas, maka sudah sewajarnya para lulusan sekolah kejuruan diajak untuk memahami secara realistis keadaan sekarang ini dalam hubungannya dengan masalah kesempatan kerja. Juga perlu disadari bahwa tanggung jawab mereka tergantung sepenuhnya pada diri mereka. Pemikiran yang selalu menggantungkan sepenuhnya harapan kepada pemerintah dan pihak lainnya untuk menyediakan lapangan kerja perlu disingkirkan. Salah satu alternatif yang menarik untuk memecahkan masalah ketenagakerjaan ini adalah menumbuhkan sikap mandiri, mengembangkan pengetahuan, menumbuhkan motivasi dan menanamkan minat berwirausaha terhadap anak.
Jelaslah bahwa salah satu solusi untuk mengurangi jumlah pengangguran serta meningkatkan pendapatan masyarakat dalam rangka pengembangan wilayah adalah melalui pengembangan SDM di samping pengembangan sumber daya lainnya melalui pendidikan formal sebagai sebuah lembaga untuk menumbuhkan sikap mandiri, mengembangkan pengetahuan, dan menumbuhkan motivasi serta menanamkan minat berwirausaha kepada anak-anak.
A. Rumusan Masalah
Mengacu dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Apakah pengertian kewirausahaan?
2) Bagaimana proses pendidikan kewirausahaan di sekolah?
3) Bagaimana cara memupuk jiwa kewirausahaan sejak dini?
4) Apakah peran pendidikan dalam pembentukan jiwa wirausaha pada anak?
5) Bagaimana cara pendidikan kewirausahaan dalam membentuk minat anak?
6) Bagaimana cara pendidikan kewirausahaan dalam membangun motivasi anak?
7) Apakah perlunya pendidikan kewirausahaan?
B. Tujuan Pembahasan
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui pengertian kewirausahaan.
2) Untuk mengetahui proses pendidikan kewirausahaan di sekolah.
3) Untuk mengetahui cara memupuk jiwa kewirausahaan sejak dini.
4) Untuk mengetahui peran pendidikan dalam pembentukan jiwa wirausaha pada anak.
5) Untuk mengetahui perlunya pendidikan kewirausahaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kewirausahaan
Wirausaha adalah seseorang yang bebas dan memiliki kemampuan untuk hidup mandiri dalam menjalankan kegiatan usahanya atau bisnisnya atau hidupnya. Ia bebas merancang, menentukan mengelola, mengendalikan semua usahanya. Sedangkan kewirausahaan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Kewirausahaan meruapakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif berdaya, bercipta, berkarsa dan bersaahaja dalam berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegaitan usahanya atau kiprahnya. Seorang yang memiliki jiwa dan sikap wirausaha selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya. Dari waktu-ke waktu, hari demi hari, minggu demi minggi selalu mencari peluang untuk meningkatkan usaha dan kehidupannya. Ia selalu berkreasi dan berinovasi tanpa berhenti, karena dengan berkreasi dan berinovasi lah semua peluang dapat diperolehnya. Wirausaha adalah pelaku utama dalam pembangunan ekonomi dan fungsinya adalah melakukan inovasi atau kombinasi-kombinasi yang baru untuk sebuah inovasi (Hendro, 2011: 29).
Wirausaha adalah orang yang terampil memanfaatkan peluang dalam mengembangkan usahanya dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupannya. Pada hakekatnya semua orang adalah wirausaha dalam arti mampu berdiri sendiri dalam emnjalankan usahanya dan pekerjaannya guna mencapai tujuan pribadinya, keluarganya, msaayarakat , bangsa dan negaranya, akan tetapi banyak diantara kita yang tidak berkarya dan berkarsa untuk mencapai prestasi yang lebih baik untuk masa depannya, dan ia menjadi ketergantungan pada orang lain, kelompok lain dan bahkan bangsa dan Negara lainnya. Istilah kewirausahaan, kata dasarnya berasal dari terjemahan entrepreneur, yang dalam bahasa Inggris di kenal dengan between taker atau go between.
1. Konsep Kewirausahaan
Sampai saat ini konsep kewirausahaan masih terus berkembang. Kewirausahan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Kewirausahaan merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif berdaya, bercipta, berkarya dan bersahaja dan berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usahanya. Seseorang yang memiliki karakter wirausaha selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya. Wirausaha adalah orang yang terampil memanfaatkan peluang dalam mengembangkan usahanya dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupannya.
(Norman:2009), “An entrepreneur is one who creates a new business in the face of risk and uncertainty for the purpose of achieving profit and growth by identifying opportunities and asembling the necessary resources to capitalze on those opportunities”. Wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses/meningkatkan pendapatan. Intinya, seorang wirausaha adalah orang-orang yang memiliki karakter wirausaha dan mengaplikasikan hakikat kewirausahaan dalam hidupnya. Dengan kata lain, wirausaha adalah orang-orang yang memiliki jiwa kreativitas dan inovatif yang tinggi dalam hidupnya.
Dari beberapa konsep di atas menunjukkan seolah-olah kewirausahaan identik dengan kemampuan para wirausaha dalam dunia usaha (business). Padahal, dalam kenyataannya, kewirausahaan tidak selalu identik dengan karakter wirausaha semata, karena karakter wirausaha kemungkinan juga dimiliki oleh seorang yang bukan wirausaha. Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan, baik karyawan swasta maupun. Wirausaha adalah mereka yang melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide, dan meramu sumber daya untuk menemukan peluang (opportunity) dan perbaikan (preparation) hidup.
Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila seseorang individu berani mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. Proses kewirausahaan meliputi semua fungsi, aktivitas dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan peluang dan penciptaan organisasi usaha (Suryana, 2001). Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing.
Nilai tambah tersebut dapat diciptakan melalui cara-cara sebagai berikut:
a) Pengembangan teknologi baru (developing new technology),
b) Penemuan pengetahuan baru (discovering new knowledge),
c) Perbaikan produk (barang dan jasa) yang sudah ada (improving existing products or services),
d) Penemuan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit (finding different ways of providing more goods and services with fewer resources).
Walaupun di antara para ahli ada yang lebih menekankan kewirausahaan pada peran pengusaha kecil, namun sebenarnya karakter wirausaha juga dimiliki oleh orang-orang yang berprofesi di luar wirausaha. Karakter kewirausahaan ada pada setiap orang yang menyukai perubahan, pembaharuan, kemajuan dan tantangan, apapun profesinya.
Dengan demikian, ada enam hakikat pentingnya kewirausahaan, yaitu:
a) Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses dan hasil bisnis.
b) Kewirausahaan adalah suatu nilai yang dibutuhkan untuk memulai sebuah usaha dan mengembangkan usaha.
c) Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (kreatif) dan berbeda (inovatif) yang bermanfaat dalam memberikan nilai lebih.
d) Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.
e) Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreatifitas dan keinovasian dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan usaha.
f) Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan.
Berdasarkan keenam pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan adalah nilai-nilai yang membentuk karakter dan perilaku seseorang yang selalu kreatif berdaya, bercipta, berkarya dan bersahaja dan berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usahanya. Meredith memberikan ciri-ciri seseorang yang memiliki karakter wirausaha sebagai orang yang:
a) Percaya diri
b) Berorientasi tugas dan hasil
c) Berani mengambil risiko
d) Berjiwa kepemimpinan
e) Brorientasi ke depan
f) Keorisinalan.
Jadi, untuk menjadi wirausaha yang berhasil, persyaratan utama yang harus dimiliki adalah memiliki jiwa dan watak kewirausahaan. Jiwa dan watak kewirausahaan tersebut dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, atau kompetensi. Kompetensi itu sendiri ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman usaha. Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa seseorang wirausaha adalah seseorang yang memiliki jiwa dan kemampuan tertentu dalam berkreasi dan berinovasi. Ia adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different) atau kemampuan kreatif dan inovatif. Kemampuan kreatif dan inovatif tersebut secara riil tercermin dalam kemampuan dan kemauan untuk memulai usaha (start up), kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang baru (creative), kemauan dan kemampuan untuk mencari peluang (opportunity), kemampuan dan keberanian untuk menanggung risiko (risk bearing) dan kemampuan untuk mengembangkan ide dan meramu sumber daya.
2. Pengertian Pendidikan Kewirausahaan
Beberapa puluh tahun yang lalu ada pendapat yang mengatakan bahwa kewirausahaan tidak dapat diajarkan. Akan tetapi sekarang ini Enterpreneurship (kewirausahaan) merupakan mata pelajaran yang dapat diajarkan di sekolah-sekolah dan telah bertumbuh sangat pesat.Transformasi pengetahuan kewirausahaan telah berkembang pada akhir-akhir ini. Demikian pula di negara kita pengetahuan kewirausahaan diajarkan di sekolah dasar, sekolah menengah, perguruan tinggi di berbagai kursus bisnis. Jadi kesimpulannya kewirausahaan itu dapat diajarkan. Berikanlah para siswa penanaman sikap-sikap perilaku untuk membuka bisnis kemudian kita akan membuat mereka menjadi seorang wirausaha yang berbakat (Buchari Alma 2000:5).
Pendidikan kewirausahaan merupakan salah satu bentuk aplikasi kepedulian dunia pendidikan terhadap kemajuan bangsanya. Di dalam pendidikan kewirausahaan diperlihatkan di antaranya adalah nilai dan bentuk kerja untuk mencapai kesuksesan. Menurut Suparman Suhamidjaja bahwa:”Pendidikan kewirausahaan adalah pendidikan yang bertujuan untuk menempa bangsa Indonesia sesuai dengan kepribadian Indonesia yang berdasarkan Pancasila”. Dalam arti yang lebih luas bahwa pendidikan kewirausahaan adalah pertolongan untuk membelajarkan manusia Indonesia sehingga mereka memiliki kekuatan pribadi yang dinamis dan kreatif sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang berdasarkan pancasila.
Pendidikan kewirausahaan telah diajarkan sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri yang independen atau terpisah dari ilmu-ilmu yang lain:
a) kewirausahaan berisi body of knowledge yang utuh dan nyata, yaitu ada teori, konsep dan metode ilmiah yang lengkap
b) kewirausahaan memiliki dua konsep yaitu posisi venture start-up dan venture-growth. Ini jelas tidak masuk dalam frame work general management cources yang memisahkan management dan business ownership
c) kewirausahaan merupakan disiplin ilmu yang memiliki objek tersendiri, yaitu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda
d) kewirausahaan merupakan alat untuk menciptakan pemerataan berusaha dan pemerataan pendapatan atau kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur.
Dari uraian konsep pendidikan kewirausahaan di atas, dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan pada dasarnya terfokus pada upaya untuk mempelajari tentang nilai, kemampuan dan perilaku seseorang dalam berkreasi dan inovasi. Oleh sebab itu, objek studi kewirausahaan adalah nilai-nilai dan kemampuan seseorang yang diwujudkan dalam bentuk sikap.
Adapun perlunya pendidikan kewirausahaan di Indonesia menurut R. Djatmiko Danuhadimedjo (1998:77) adalah:
a) Untuk mengembangkan , memupuk dan membina bibit atau bakat pengusaha sehingga bibit tersebut lebih berbobot dan selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang mutakhir.
b) Untuk memberikan kesempatan kepada setiap manusia supaya sedapat mungkin dan menumbuhkan kepribadian wirausaha.
c) Pendidikan kewirausahaan menjadi manusia berwatak dan unggul, memberikan kemampuan untuk membersihkan sikap mental negatif meningkatkan daya saing dan daya juang.
d) Dengan demikian apabila kepribadian wirausaha kita miliki, maka negara kita yang sedang berkembang ini akan dapat menyusul ketinggalan atau menyamai negara yang sudah maju.
e) Untuk menumbuhkan cara berpikir yang rasional dan produktif dalam memanfaatkan waktu dan faktor-faktor modal yang dimiliki oleh wirausaha tradisional pribumi.
2.2 Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah
Pendidikan kewirausahaan bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh (holistik), sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan ketrampilan sebagai wirausaha. Pada dasarnya, pendidikan kewirausahaan dapat diimplementasikan secara terpadu dengan kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah. Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor), peserta didik secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidikan. Pendidikan kewirausahaan diterapkan ke dalam kurikulum dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan di sekolah yang dapat merealisasikan pendidikan kewirausahaan dan direalisasikan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, program pendidikan kewirausahaan di sekolah dapat diinternalisasikan melalui berbagai aspek.
1. Pendidikan Kewirausahaan Terintegrasi Dalam Seluruh Mata Pelajaran
Yang dimaksud dengan pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam proses pembelajaran adalah penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran sehingga hasilnya diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, terbentuknya karakter wirausaha dan pembiasaan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan dan menjadikannya perilaku. Langkah ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran di seluruh mata pelajaran yang ada di sekolah. Langkah pengintegrasian ini bisa dilakukan pada saat menyampaikan materi, melalui metode pembelajaran maupun melalui sistem penilaian.
Dalam pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan ada banyak nilai yang dapat ditanamkan pada peserta didik. Apabila semua nilai-nilai kewirausahaan tersebut harus ditanamkan dengan intensitas yang sama pada semua mata pelajaran, maka penanaman nilai tersebut menjadi sangat berat. Oleh karena itu penanaman nilainilai kewirausahaan dilakukan secara bertahap dengan cara memilih sejumlah nilai pokok sebagai pangkal tolak bagi penanaman nilai-nilai lainnya. Selanjutnya nilai-nilai pokok tersebut diintegrasikan pada semua mata pelajaran. Dengan demikian setiap mata pelajaran memfokuskan pada penanaman nilai-nilai pokok tertentu yang paling dekat dengan karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan. Nilai-nilai pokok kewirausahaan yang diintegrasikan ke semua mata pelajaran pada langkah awal ada 6 (enam) nilai pokok yaitu: mandiri, kreatif pengambil resiko, kepemimpinan, orientasi pada tindakan dan kerja keras.
Integrasi pendidikan kewirausahaan di dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan, silabus dan RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun silabus yang terintegrsi nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan mengadaptasi silabus yang telah ada dengan menambahkan satu kolom dalam silabus untuk mewadahi nilai-nilai kewirausahaan yang akan diintegrasikan. Sedangkan cara menyususn RPP yang terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan cara mengadaptasi RPP yang sudah ada dengan menambahkan pana materi, langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri.Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan dalam silabus dan RPP dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut:
a) Mengkaji SK dan KD untuk menentukan apakah nilai-nilai kewirausahaan sudah tercakup didalamnya.
b) Mencantumkan nilai-nilai kewirausahaan yang sudah tercantum di dalam SKdan KD kedalam silabus.
c) Mengembangkan langkah pembelajaran peserta didik aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan integrasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku.
d) Memasukan langkah pembelajaran aktif yang terintegrasi nilai-nilai kewirausahaan ke dalam RPP.
2. Pendidikan Kewirausahaan yang Terpadu Dalam Kegiatan Ekstra Kurikuler
Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah. Visi kegiatan ekstra kurikuler adalah berkembangnya potensi, bakat dan minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat.
Misi ekstra kurikuler adalah:
a) Menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka
b) Menyelenggarakan kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik mengespresikan diri secara bebas melalui kegiatan mandiri dan atau kelompok.
3. Pendidikan Kewirausahaan Melalui Pengembangan Diri
Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan karakter termasuk karakter wirausaha dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler.
Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pengembangan kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan peserta didik, dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah.
Pengembangan diri secara khusus bertujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam mengembangkan: bakat, minat, kreativitas, kompetensi, dan kebiasaan dalam kehidupan, kemampuan kehidupan keagamaan, kemampuan sosial, kemampuan belajar, wawasan dan perencanaan karir, kemampuan pemecahan masalah, dan kemandirian. Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegiatan tidak terprogram dilaksanakan secara langsung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua peserta didik. Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan melalui pengintegrasian kedalam kegiatan sehari-hari sekolah misalnya kegiatan ‘business day’ (bazar, karya peserta didik, dll).
4. Perubahan Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan dari Teori ke Praktik
Dengan cara ini, pembelajaran kewirausahaan diarahkan pada pencapaian tiga kompetansi yang meliputi penanaman karakter wirausaha, pemahaman konsep dan skill, dengan bobot yang lebih besar pada pencapaian kompetensi jiwa dan skill dibandingkan dengan pemahaman konsep. Dalam struktur kurikulum SMA, pada mata pelajaran ekonomi ada beberapa Kompetensi Dasar yang terkait langsung dengan pengembangan pendidikan kewirausahaan. Mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang secara langsung (eksplisit) mengenalkan nilai-nilai kewirausahaan, dan sampai taraf tertentu menjadikan peserta didik peduli dan menginternalisasi nilai-nilai tersebut. Salah satu contoh model pembelajaran kewirausahaan yang mampu menumbuhkan karakter dan perilaku wirausaha dapat dilakukan dengan cara mendirikan kantin kejujuran, dsb.
5. Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan ke dalam Bahan/Buku Ajar
Bahan/buku ajar merupakan komponen pembelajaran yang paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi pada proses pembelajaran. Banyak guru yang mengajar dengan semata-mata mengikuti urutan penyajian dan k egiatan-kegiatan pembelajaran (task) yang telah dirancang oleh penulis buku ajar, tanpa melakukan adaptasi yang berarti. Penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan dapat dilakukan ke dalam bahan ajar baik dalam pemaparan materi, tugas maupun evaluasi.
6. Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui Kutur Sekolah
Budaya/kultur sekolah adalah suasana kehidupan sekolah dimana peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya, dan antar anggota kelompok masyarakat sekolah. Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan kewirausahaan dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan mengunakan fasilitas sekolah, seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, komitmen dan budaya berwirausaha di lingkungan sekolah (seluruh warga sekolah melakukan aktivitas berwirausaha di lngkungan sekolah).
7. Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui Muatan Lokal
Mata pelajaran ini memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu mata pelajaran muatan lokal harus memuat karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai luhur budaya setempat dan mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang pada akhirnya mampu membekali peserta didik dengan keterampilan dasar (life skill) sebagai bekal dalam kehidupan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Contoh anak yang berada di ingkungan sekitar pantai, harus bisa menangkap potensi lokal sebagai peluang untuk mengelola menjadi produk yang memiliki nilai tambah, yang kemudian diharapkan anak mampu menjual dalam rangka untuk memperoleh pendapatan.
Integrasi pendidikan kewirausahaan di dalam mulok, hampir sama dengan integrasi pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan ini, RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya MULOK memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun RPP MULOK yang terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan cara mengadaptasi RPP MULOK yang sudah ada dengan menambahkan pada materi, langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan. Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan.
2.3 Memupuk Jiwa Kewirausahaan Anak Sejak Dini
Kebanyakan orangtua sering memaknai dan menyikapi kebiasaan konsumtif anak-anak secara negatif. Padahal, apa yang didengar, dilihat, dan dirasakan anak merupakan pendidikan yang membentuk jiwa dan kepribadiannya kelak.
Jajan memang sangat identik dengan dunia anak. Ada yang merengek-rengek minta jajan, karena anak tetangga atau teman sekolahnya lagi jajan. Ada juga yang sering jajan, karena mendapat uang saku ekstra dari sang eyang. Tidak hanya itu, anak-anak juga biasanya minta dibelikan mainan ini dan itu. Secara psikologis, kebiasaan ini bisa dimaklumi, karena dunia anak memang dunia bermain, ceria, dan bergembira ria. Yang bisa dilakukan oleh orangtua dan para pengasuh adalah, mengarahkan kebiasaan itu agar bernilai edukasi. Seperti, menanamkan jiwa wirausaha kepada anak sejak usia dini. Sehingga, budaya konsumtif itu bisa berubah menjadi budaya produktif.
Menurut Psikolog Anak, Rina Mutaqinah Taufik, pendidikan wirausaha untuk anak sejak dini ini sangat baik. Namun sebelumnya, si anak harus dibekali tentang nilai tanggung jawab, cara mengelola uang secara sederhana, dan mengelola waktu untuk belajar dan berwirausaha. Misalnya, mengajarkan anak tanggung jawab ketika buang air kecil ke toilet, dan mengelola uang jajan yang diberikan—sebagian untuk jajan makanan yang sehat, sebagian untuk menabung, dan sebagian lagi untuk sedekah. Latihan seperti ini sudah bisa dilakukan sejak anak berusia dua tahun. Karena, sejak kecil pun anak sudah mampu berkomunikasi. “Jangan anggap anak tidak mengerti apa-apa dengan mengatakan, ‘Ah, masih anak kecil,’” ujarnya. Sementara itu, menurut Zainun Mu’tadin, M.Psi, Dosen Psikologi UPI YAI, orangtua harus menanyakan anaknya hal-hal yang memancing kreativitas. Misalnya, jangan bertanya 5 x 5 berapa. Tapi, tanyalah berapa kali berapa saja sama dengan 25. Anak akan dilatih untuk memiliki beberapa alternatif jawaban dan solusi. Dengan alternatif tersebut, anak mampu mengambil keputusan yang tepat dari berbagai pilihan yang ada.Tentu saja jiwa wirausaha pada diri anak tidak serta-merta ada, tapi memerlukan latihan bertahap. Bisa dimulai dari hal-hal kecil dalam aktivitas keseharian anak. Misalnya, membereskan mainan selesai bermain, rajin sikat gigi sebelum tidur, dan membereskan tempat tidur. Ini merupakan latihan untuk berdisiplin, bertanggung jawab, dan awal pengajaran tentang kepemilikan.
Latihan selanjutnya, mengajarkan anak untuk mampu mengelola uang dengan baik. Latihan yang perlu diajarkan bukan hanya cara membelanjakan, tapi juga menabung, sedekah, dan mencari uang. Tentu saja cara ini memerlukan konsistensi orangtua terhadap aturan. Tahap selanjutnya, si anak mulai diajarkan berbisnis kecil-kecilan. Misalnya, menjual makanan ringan ke teman-teman sekolahnya. Dengan syarat, orangtua harus benar-benar melihat kemampuan si anak, agar tidak membebani ketika belajar di sekolah. “Kalau kita tahu anak bermasalah dalam konsentrasi belajar, sebaiknya jangan dulu diizinkan,” tegas Zainun. Dengan demikian, anak akan memiliki keahlian mendasar untuk menjadi seorang pengusaha. Ia akan belajar mengetahui modal awal, harga jual, dan laba dari penjualan. Secara mental, akan merangsang kreativitas anak dan membentuk kesadaran bahwa mencari uang itu tidak mudah. Dan secara tidak langsung, ia juga belajar matematika, marketing, komunikasi, dan lain sebagainya.
Indonesia sebagai negara besar yang memiliki penduduk sekitar 230 juta jiwa masih sangat minim memiliki wirausahawan. Berdasar data, hanya sekitar 0,18% penduduk Indonesia dari total penduduk yang merupakan wirausahawan. Padahal secara konsensus, sebuah negara agar bisa maju, minimal harus memiliki wirausahawan minimal 2% dari total penduduknya. Peluang untuk tumbuhnya wirausahawan di negeri ini sebenarnya cukup besar, namun anehnya pengangguran dari waktu ke waktu justru makin meningkat. Salah satu penyumbang besar pengangguran dan terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu adalah mereka yang berstatus sarjana. Dunia wirausaha menjadi pilihan ke-2 setelah menjadi karyawan, baik itu karyawan PNS maupun swasta. Sepertinya telah terjadi sesuatu secara sistematis di negri ini. Kenapa, karena di jaman nenek moyang kita, jarang kita menemukan pengangguran, hampir semua masyarakat berkarya sebagai, petani, nelayan, pedagang atau profesi lain. Sepertinya ada pergeseran budaya di masyarakat kita. Dahulu, pekerjaan diwariskan dari orang tua turun temurun. Tidak seperti sekarang, pekerjaan dicari, dilamar, dan kemudian diterima atau ditolak.
1. Proses Pembelajaran kewirausahaan (Entrepreneurial Learning)
Dalam teori siklus pembelajaran, Munford (1995) menyatakan bahwa pembelajaran didapat dari proses pembelajaran atas pengalaman yang didapat dalam aktivitas sehari-hari yang kemudian disimpulkan dan menjadi konsep maupun sistim nilai yang dipergunakan untuk keberhasilan dimasa yang akan datang. Hall menyatakan bahwa dalam jangka pendek pembelajaran akan merubah sikap dan kinerja seseorang, sedangkan dalam jangka panjang mampu menumbuhkan identitas dan daya adaptabilitas seseorang yang sangat penting bagi keberhasilannya. Cope dan Watt menyatakan bahwa kejadian kritis (critical-incident) yang dialami wirausaha dalam kegiatan usahanya sehari-hari mengandung muatan emosional yang sangat tinggi dan pembelajaran tingkat tinggi.
Cope dan Watt menekankan pentingnya pembimbingan (mentoring) untuk mengintepretasikan kejadian kritis yang dihadapi sebagai pembelajaran, sehingga hasil pembelajarannya menjadi efektif.
Sulivan menekankan pentingnya client-mentor matching dalam keberhasilan pembimbingan. Ia mengatakan bahwa pengetahuan, keterampilan, dan pembelajaran dapat difasilitasi ketika dibutuhkan wirausaha. Dengan memperhatikan tingkat siklus hidup wirausaha. Lebih jauh, Rae menggambarkan bahwa pengembangan kemampuan wirausaha dipengaruhi oleh motivasi, nilai-nilai individu, kemampuan, pembelajaran, hubungan-hubungan, dan sasaran yang diinginkannya. Sementara itu Minniti dan Bygrave membuktikan dalam model dinamis pembelajaran wirausaha, bahwa kegagalan dan keberhasilan wirausaha akan memperkaya dan memperbaharui stock of knowledge serta sikap wirausaha sehingga ia menjadi lebih mampu dalam berwirausaha. Dalam kaitannya dengan upaya untuk mempertahankan usaha, seorang wirausahawan memerlukan suatu strategi positioning yang kuat serta konsisten dalam suatu lingkungan persaingan yang dinamis. Hal ini memerlukan suatu perbaikan yang berkelanjutan untuk mengelola perubahan tersebut agar efektif sehingga diperlukan suatu proses pembelajaran baik single-loop learning untuk memperkuat posisi saat ini maupun double-loop learning untuk menemukan landasan kokoh guna membangun keunggulan bersaing.
Wright menyebutkan bahwa “akumulasi pembelajaran” merupakan salah satu harta tak berwujud yang menjadikan suatu kapabilitas individu atau perusahaan yang tidak dapat ditiru (inimitable), terutama pengetahuan teknis yang tidak kentara (tacit knowledge). Pendidikan dan latihan, mentoring dan belajar dari pengalaman merupakan faktor pembentuk pembelajaran kewirausahaan yang signifikan. Pembelajaran dapat dipandang sebagai proses perubahan dan pembentukan pengetahuan, keterampilan, sikap dan kemampuan seorang wirausahawan, baik melalui pendidikan, pelatihan, mentoring, ataupun pengalaman.
2.4 Peran Pendidikan Dalam Pembentukan Jiwa Wirausaha Pada Anak
Pada awal abad 20, entrepreneurship atau kewirausahaan menjadi satu kajian hangat karena perannya yang penting dalam pembangunan ekonomi. Adalah Schumpeter yang mengatakan bahwa jika suatu negara memiliki banyak entrepreneur, negara tersebut pertumbuhan ekonominya tinggi, yang akan melahirkan pembangunan konomi yang tinggi. Jika suatu negara ingin maju, jumlah entrepreneurnya harus banyak Enterprenuership is driving force behind economic growth. Kirzner mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Rasionalisasinya adalah jika seseorang memiliki kewirausahaan, dia akan memiliki karakteristik motivasi/mimpi yang tinggi (need of achievement), berani mencoba (risk taker), innovative dan independence. Dengan sifatnya ini, dengan sedikit saja peluang dan kesempatan, dia mampu merubah, menghasilkan sesuatu yang baru, relasi baru, akumulasi modal, baik berupa perbaikan usaha yang sudah ada (upgrading) maupun menghasilkan usaha baru. Dengan usaha ini, akan menggerakan material/bahan baku untuk “berubah bentuk” yang lebih bernilai sehingga akhirnya konsumen mau membelinya. Pada proses ini akan terjadi pertukaran barang dan jasa, baik berupa sumber daya alam, uang, sumber daya sosial, kesempatan maupun sumber daya manusia. Dalam ilmu ekonomi, jika terjadi hal demikian, itu berarti ada pertumbuhan ekonomi, dan jika ada pertumbuhan ekonomi berarti ada pembangunan.
Meskipun seorang wirausaha belajar dari lingkungannya dalam memahami dunia wirausaha, namun ada pendapat yang mengatakanbahwa seorang wirausaha lebih memiliki streetsmart daripada booksmart, maksudnya adalah seorang wirausaha lebih mengutamakan untuk belajar dari pengalaman (streetsmart) dibandingkan dengan belajar dari buku dan pendidikan formal (booksmart). Pandangan ini masih perlu dibuktikan kebenarannya. Jika pendapat tersebut benar maka secara tidak langsung usaha-usaha yang dilakukan untuk mendorong lahirnya jiwa kewirausahaan leat jalur pendidikan formal pada akhirnya sukar untuk berhasil. Terhadap pendangan di atas, Chruchill memberi sanggahan terhadap pendapat ini, menurutnya masalah pendidikan sangatlah penting bagi keberhasilan wirausaha. Bahkan dia mengatakan bahwa kegagalan pertama dari seorang wirausaha adalah karena dia lebih mengandalkan pengalaman daripada pendidikan. Namun dia juga tidak menganggap remeh arti pengalaman bagi seoranga wirausaha, baginya sumber kegagalan kedua adalah jika seorang wirausaha hanya bermodalkan pendidikan tapi miskin pengalamam lapangan. Oleh karena itu perpaduan antara pendidikan dan pengalaman adalah faktor utaman yang menentukan keberhasilan wirausaha.
Menurut Eels dam Mas’oed dibandingkan dengan tenaga lain
tenaga terdidik S1 memiliki potensi lebih besar untuk berhasil menjadi seorang wirausaha karena memiliki kemampuan penalaran yang telah berkembang dan wawasan berpikir yang lebih luas.
Seorang sarjana juga memiliki dua peran pokok, pertama sebagai
manajer dan kedua sebagai pencetus gagasan. Peran pertama berupa tindakan untuk
menyelesaikan masalah, sehingga pegnetahuan manajemen dan keteknikan yang
memadai mutalk diperlukan. Peran kedua menekankan pada perlunya kemampuan
merangkai alternatif-alternatif. Dalam hal ini bekal yang diperlukan berupa pengetahuan keilmuan yang lengkap. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa seorang wirausaha yang memiliki potensi sukses adalah mereka yang mengerti kegunaan pendidikan untuk menunjang kegiatan seta mau belajar untuk meningkatkan pengetahuan. Lingkungan pendidikan dimanfaatkan oleh wirausaha sebagai sarana untuk mencapai tujuan, pendidikan disini berarti pemahaman suatu masalah yang dilihat dari sudut keilmuan atau teori sebagai landasan berpikir.
2.5 Pendidikan Kewirausahaan Dalam Membangun Minat Anak
Minat adalah rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar dirinya. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, maka semakin besar minatnya. Jika eseorang telah melaksanakan kesungguhannya kepada suatu objek maka minat ini akan menuntun seseorang untuk memperhatikan lebih rinci dan mempunyai keinginan untuk ikut atau memiliki objek tersebut. Minat merupakan salah satu aspek psikis manusia yang mendorongnya untuk memperoleh sesuatu atau untuk mencapai suatu tujuan, sehingga minat mengandung unsur keinginan untuk mengetahui dan mempelajari dari sesuatu yang diinginkannya itu sebagai kebutuhannya.
Minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Oleh sebab itu, apa yang dilihat seseorang sudah tentu akan membangkitkan minatnya sejauh apa yang dilihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingannya sendiri. Minat merupakan suatukeinginan yang cenderung menetap pada diri seseorang untuk mengarahkan pada suatu pilihan tertentu sebagai kebutuhannya, kemudian dilanjutkan untuk diwujudkan dalam tindakan nyata dengan adanya perhatian pada objek yang diinginkannya itu untuk mencari informasi sebagai wawasan bagi dirinya.
Siswa akan mempunyai dorongan yang kuat untuk berwirausaha apabila menaruh minat yang besar terhadap kegiatan wirausaha. Dengan adanya minat akan mendorong siswa untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, karena di dalam minat terkandung unsur motivasi atau dorongan yang menyebabkan siswa melakukanaktivitas sesuai dengan tujuan. Kuatnya dorongan bagi diri seseorang dapat berubahubah sewaktu-waktu. Perubahan tersebut terjadi karena kepuasan kebutuhan yakni seseorang telah mencapai kepuasan atas kebutuhannya. Dengan demikian dorongan kuat untuk melakukan kegiatan berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan. Apabila kebutuhan terpenuhi, maka akan timbul kepuasan, sedangkan kepuasan itu sendiri sifatnya menyenangkan. Hal ini berarti bahwa dorongan untuk berhubungan lebih aktif dengan obyek yang menarik ini disertai dengan perasaan senang.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi minat siswa untuk
berwirausaha, diantaranya:
a) Kemauan
Kemauan adalah suatu kegiatan yang menyebabkan seseorang mampu untuk melakukan tindakan dalam mencapai tujuan tertentu. Dengan adanya kemauan seseorang untuk mencoba berwirausaha merupakan suatu hal yang baik.
b) Ketertarikan
Ketertarikan adalah perasaan senang, terpikat, menaruh minat kepada sesuatu. Saat ada ketertarikan dari diri seseorang maka ada daya juang untuk meraih yang ingin dicapai. Dalam hal ini adalah ketertarikan untuk mau berwirausaha, maka siswa tersebut mempunyai minat untuk berwirausaha.
c) Lingkungan Keluarga
Berkaitan dengan lingkungan keluarga, maka peran keluarga sangat penting dalam menumbuhkan minat anak. Orang tua merupakan pendidik pertama dan sebagai tumpuan dalam bimbingan kasih sayang yang utama. Maka orang tualah yang banyak memberikan pengaruh dan warna kepribadian terhadap seorang anak. Dengan demikian mengingat pentingnya pendidikan di lingkungan keluarga, maka pengaruh di lingkungan keluarga terhadap anak dapat mempengaruhi apa yang diminati oleh anak.
d) Lingkungan Sekolah
Pendidikan di sekolah menjadi tanggung jawab guru. Jadi pada dasarnya yang berpengaruh terhadap perkembangan siswa yaitu proses pendidikan di sekolah sebagai bekal untuk diterapkan dalam kehidupan di lingkungan masyarakat. Seorang guru dalam proses pendidikan juga dapat memberikan motivasi dan dorongan kepada siswa dalam menumbuhkan minatnya. Sebagai pendidik dalam lembaga pendidikan formal, maka guru berperan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, apalagi yang dibutuhkan orang pada dasarnya adalah ke arah pengembangan kualitas SDM yang berguna (Suprapto, 2007). Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi besarnya minat yang timbul dari dalam maupun luar diri siswa terhadap sesuatu yaitu minat berwirausaha.
2.6 Pendidika Kewirausahaan Dalam Membangun Motivasi Anak
Motivasi adalah proses membangkitkan, mengarahkan dan memantapkan perilaku arah suatu tujuan. Motivasi merupakan hal yang melatar belakangi individu berbuat untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi adalah kesediaan individu untuk mengeluarkan berbagai upaya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Motivasi dapat dicermati dari ketegangan yang dialami oleh individu, semakin besar ketegangan, semakin tinggi tingkat upaya yang ditunjukkan individu dalam mencapai tujuannya. Motivasi berasal dari kata Latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Pentingnya motivasi adalah karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal (Hasibuan, 2005).
Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang dan dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran serta berkaitan dengan minat. Motivasi bisa bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri; dapat juga bersifat external yaitu dari guru, orang tua, teman dan sebagainya. Oleh karena itu, memahami motivasi yang ada pada individu patut juga memahami beberapa teori yang dikemukakan oleh para pakar. Teori motivasi telah muncul sejak dasawarsa 1950 saat konsep-konsep motivasi ditulis dan menjadi acuan banyak pihak. Tiga teori motivasi (klasik) dikenal dengan teori hirarkhi kebutuhan dari Abraham Maslow, Teori X dan Y dari Douglas McGregor dan Teori Motivasi Higienis dari Frederick Herzberg. Selain Teori motivasi (klasik) dikenal juga Teori Kontemporer yang menyertai Teori motivasi (klasik). Teori kontemporer motivasi antara lain Teori ERG (existence, relatedness, growth) yang dikemukakan oleh Clayton Alderfer dari Universitas Yale. Teori lain berasal dari David McClelland yang mengemukakan tentang motivasi berprestasi. Teori ini mengungkap bahwa diri manusia ada tiga hal penting yaitu kebutuhan berprestasi, kebutuhan afiliasi dan kebutuhan berkuasa. Dua teori motivasi kontemporer yang telah disebut di atas lazim digunakan untuk mengamati, mempelajari, menganalisis dan memahami perilaku individu saat ia melakukan aktivitasnya sehari-hari. Oleh karena itu aspek motivasi menjadi sangat relevan bila kita ingin mengetahui motivasi individu dalam berwirausaha.
Dalam berwirausaha peran motivasi, terutama motivasi untuk berhasil menjadi sangat penting. Sebab di dalam motivasi terdapat sejumlah motif yang akan menjadi pendorong (drive/stimulus) tercapainya keberhasilan. Apalagi di dalam motivasi berwirausaha diperlukan daya juang untuk sukses, mau belajar melihat keberhasilan orang lain, memiliki dorongan kuat untuk mengatasi semua kendala dalam berwirausaha. Pasalnya, keberhasilan berwirausaha tidak dengan seketika diperoleh. Itu sebabnya bagi para pemula atau pebisnis kawakan aspek-aspek yang disebutkan tadi penting dimiliki dan menjadi modal untuk meraih sukses. Jadi, motif adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu demi mencapai tujuan tertentu. Sebab sejumlah motif akan membentuk menjadi motivasi yang bersumber dari kebutuhan individu. Oleh karena itu, untuk memahami motivasi perlu untuk memahami berbagai jenis kebutuhan. Hal itu sejalan dengan teori hirarki kebutuhan (hierarchy of needs) dari Abraham Maslow, yang terdiri dari: kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan terhadap harga diri, kebutuhan akan aktualisasi (Iskandar, 2009).
Untuk beralih ke tingkat kebutuhan yang lebih tinggi, individu terlebih dahulu terpuaskan pada tingkat kebutuhan sebelumnya. Tingkat kebutuhan yang lebih tinggi muncul apabila tingkat kebutuhan yang lebih rendah telah terpuaskan. Berdasarkan teori ini kelima tingkatan kebutuhan tersebut merupakan motivator bagi seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Pada hakekatnya tingkah laku manusia ditentukan oleh keinginannya untuk mencapai tujuan atau maksud tertentu. Tindakan yang dilakukan selalu dipengaruhi oleh dorongan baik berasal dari dalam dirinya maupun dorongan yang berasal dari luar dirinya yang juga disebut motif.
Pengertian motivasi seperti yang dikemukakan di atas mengacu pada timbulnya dorongan. Sedangkan berwirausaha merupakan salah satu objek pekerjaan di samping pekerjaan lain, yakni pegawai negeri atau pegawai swasta. Dengan demikian motivasi berwirausaha diartikan sebagai tenaga dorongan yang menyebabkan siswa melakukan suatu kegiatan berwirausaha. Dengan demikian adanya perasaan senang yang menyertai timbulnya motivasi berwirausaha. Rangsangan-rangsangan dari objek wirausaha akan menumbuhkan motivasi dan motivasi yang telah tumbuh akan merupakan dorongan dan motor untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan. Suatu perbuatan dimulai dengan adanya ketidakseimbangan dalam diri seseorang. Keadaan tidak seimbang ini tidak menyenangkan sehingga timbul kebutuhan untuk menghilangkan ketidakseimbangan tersebut.
Kebutuhan ini menimbulkan dorongan atau motif untuk berbuat sesuatu. Setelah perbuatan tersebut dilakukan maka tercapai keadaan seimbang dalam diri siswa. Kebutuhan yang sudah tercapai dengan hasil baik akan memberikan kepuasan dan timbulnya rasa puas pada diri siswa akan diikuti perasaan senang. Akan tetapi keseimbangan tersebut tidak berlangsung untuk selamanya karena akan timbul ketidakseimbangan baru yang menyebabkan proses motivasi di atas diulangi. Keberhasilan usaha dalam bidang wirausaha terletak pada sejauhmana motivasi berprestasi dalam berwirausaha menjiwai usahanya. Semakin tinggi motivasi berprestasi dalam berwirausaha akan semakin menunjang keberhasilan usaha yang dicapai. Karena dengan motivasi berwirausaha yang tinggi akan mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan akan mampu menciptakan jalan keluar dari kesulitan. Selain itu akan selalu didorong oleh pemikiran optimis, semangat kerja, ulet dan menggunakan program dalam mencapai tujuan di bidang usahanya, kegiatannya dilaksanakan dengan teratur dan bertanggung jawab.
Siswa yang memiliki motivasi berwirausaha tinggi, berarti mempunyai kemauan untuk berhasil dalam berwirausaha. Dengan pertimbangan siswa-siswi belum terjun secara aktif dalam kegiatan wirausaha sehingga tidaklah mungkin mengukur perilakunya dalam berwirausaha dan dengan asumsi bahwa sikap berwirausaha sangat dekat dengan perilaku dalam bidang berwirausaha, maka berdasarkan teori dan hasil-hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi berwirausaha mempengaruhi sikap berwirausaha.
2.7 Perlunya Pendidikan Kewirausahaan
Kewirausahaan tidak muncul secara mendadak, akan tetapi melalui proses pembelajaran. Perlunya pendidikan kewirausahaan bagi setiap orang antara lain sebagai berikut :
a) Tenaga-tenaga wirausaha mempunyai kemampuan luar biasa. Oleh karena itu, sudah sewajarnya memberikan kesempatan kepada setiap manusia memiliki kepribadian wirausaha. Ilmu kewirausahaan dapat dibentuk, dilatih, dididik, dikembangkan dan ditingkatkan jumlahnya.
b) Seorang yang berjiwa wirausaha, diri sendirilah yang menjadikan seorang manusia yang berkepribadian dan berwatak unggul, memberikan kemampuan untuk membersihkan sikap mental negatif, serta meningkatkan daya saing dan daya juang untuk mencapai kemajuan.
c) Jiwa kewirausahaan merupakan salah satu bekal bagi seseorang dalam menjalani kehidupan.
d) Kewirausahaan adalah sumber peningkatan mutu kepribadian dan kemampuan usaha. Usaha penggalian kewirausahaan sangat mutlak diharapkan oleh setiap orang.
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh oleh suatu masyarakat dan negara dengan adanya orang-orang yang berjiwa wira-usaha, antara lain sebagai berikut :
a) Sebagai generator dan sumber penciptaan serta perluasan kesempatan kerja.
b) Sebagai pelaksanaan pembangunan yang dapat dipercaya integritasnya dan berdedikasi memajukan lingkungannya.
c) Sebagai penolong orang lain agar orang lain mampu membantu dan menolong dirinya.
d) Sebagai pembayar pajak yang teratur.
e) Sebagai sumber tenaga manusia yang ideal.
Kecenderungan yang terjadi pada masyarakat, kebanyakan dari mereka lebih menginginkan pekerjaan yang mapan setelah menyelesaikan pendidikannya. Mereka tidak mau mengawali kehidupan setelah lulus dengan memulai suatu usaha. Kesuksesan seseorang mereka lihat dari ukuran seberapa makmur kehidupan orang tersebut, berapa besar gaji yang diperolehnya, apakah ia sudah memiliki mobil mewah atau rumah yang indah. Padahal, sukses tidaknya seorang wirausahawan bukan dilihat dari sudut pandang kemakmuran dan kesejahteraan seseorang. Namun lebih dinilai dari usaha apa yang telah diperbuat dalam pekerjaannya, baik itu dengan memulai suatu usaha sendiri atau lewat pekerjaan yang digelutinya.
Pendidikan kewirusahaan sekarang ini cenderung kepada bagaimana memulai suatu usaha dan mengelola usaha tersebut dengan baik. Wirausaha bukan berarti harus memiliki suatu usaha. Wirausahawan secara umum adalah orang-orang yang mampu menjawab tantangan-tantangan dan memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Bekerja keras unutk menjawab tantanga-tatangan yang ada dan memanfaatkan peluang-peluang yang ada dengan sebaik-baiknya tanpa harus melanggar aturan dan etika yang ada.
Pendidikan kewirausahaan sangatlah penting bagi wirausaha, agar mereka tidak meraba-raba dalam melakukan bisnis mereka. Dengan adanya pendidikan maka mereka akan mempertimbangkan semua yang akan mereka lakukan dengan matang. Pendidikan akan membentuk para wirausahawan atau pebisnis yang handal dan tangguh. Siap menghadapi tantangan yang akan mereka hadapi. Besar kecilnya resiko akan mereka pertinmbangkan matang-matang, melakukan segala hal dengan petunjuk yang mereka ketahui tanpa adanya kebimbangan yang tidak pasti.
1. Perlunya Pendidikan Kewirausahaan Sejak Dini
Jiwa wirausaha (entrepreneurship) harus ditanamkan oleh para orang tua dan sekolah ketika anak-anak mereka dalam usia dini. Kewirausahaan ternyata lebih kepada menggerakkan perubahan mental. Jadi tak perlu dipertentangkan apakah kemampuan wirausaha itu berkat adanya bakat atau hasil pendidikan.
Demikian salah satu kesimpulan yang terungkap dalam Parenting Seminar yang diselenggarakan Universitas Paramadina, di Jakarta, beberapa waktu lalu. Sebagai pembicara dalam seminar tersebut adalah CEO PT Graha Layar Prima Ananda Siregar, pakar kepribadian sekaligus Presiden Direktur Lembaga Pendidikan Duta Bangsa Mien R Uno, dan Presiden Direktur Kiroyan Kuhon Partners/PT Komunikasi Kinerja, Noke Kiroyan. Mien Uno mengatakan bahwa untuk menjadi wirausahawan andal dibutuhkan sebuah karakter unggul.
Karakter unggul tersebut adalah pengenalan terhadap diri sendiri (self awareness), kreatif, mampu berpikir kritis, mampu memecahkan permasalahan (problem solving), dapat berkomunikasi, mampu membawa diri di berbagai lingkungan, menghargai waktu (time orientation), empati, mau berbagi dengan orang lain, mampu mengatasi stres, bisa mengendalikan emosi, dan mampu membuat keputusan. Karakter tersebut, masih menurut Mien Uno, akan terbentuk melalui sebuah proses yang panjang. Dalam proses ini, orang tua anak perlu mengambil peranan. Orang tua perlu menyupervisi anak dengan memberi contoh yang baik dan menjaga agar ucapannya sama dengan tindakan. Selain itu, orang tua ikut memotivasi anak, mengevaluasi, dan memberikan apresiasi atas prestasi anak. Membangun jiwa kewirausahaan memang sangat penting, lebih-lebih dengan meningkatnya angka pengangguran terdidik.
Kriteria pengangguran terdidik adalah para lulusan perguruan tinggi,baik D-1,D-2,D-3,S-1,S-2 maupun S-3 yang belum mendapatkan pekerjaan dan tentunya mereka berpredikat sebagai pencari kerja. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2007, jika pengangguran terdidik mencapai 6,16% atau 673.628 orang pada Agustus 2006, jumlah tersebut naik menjadi 7,02% atau 740.206 orang pada Februari 2007. Mengutip pendapat sosiolog David Mc Celland, suatu negara bisa menjadi makmur manakala memiliki sedikitnya dua persen entrepreuneur (wirausahawan) dari jumlah penduduk. Dari data statistik BPS (2007), Indonesia baru memiliki 400.000 wiraswastawan atau 0,18 persen dari jumlah penduduk. Untuk itu, Indonesia perlu secara serius mempersiapkan lahirnya generasi entrepreuneur untuk mencapai kemajuan ekonomi yang pesat.
Bagi sebagian orang, pendidikan bisa menjadi faktor pendorong kesuksesan untuk berwirausaha. Seseorang memang tidak perlu berpredikat sarjana untuk menjadi pengusaha, tetapi dengan latar belakang pendidikan akademik, berarti akan banyak kesempatan terbuka karena lebih luas wawasannya dalam melihat berbagai peluang bisnis yang ada.
Problem utama dalam membangun jiwa kewirausahaan adalah kurangnya kesadaran akan arti penting dan urgensinya menjadi pemuda yang mandiri dan berwirausaha. Kini masih banyak pemuda terdidik dari organisasi kepemudaan yang lebih berorientasi kepada pergerakan politik dan kekuasaan karena mereka cenderung memilih cara instan untuk menjadi terkenal dan politisi andal, tetapi dari aspek ekonomi mereka jauh tertinggal. Jadi, tahap awal yang harus dilakukan dalam memberdayakan pemuda adalah membangun jiwa pemuda yang mandiri dan menanamkan semangat hidup berwirausaha agar kemandirian mudah dibangun. Berarti pendidikan dalam konteks ini mestinya bukan sekadar untuk mencetak generasi terampil serta memiliki kompetensi tinggi, tetapi juga harus mampu mencetak generasi dengan jiwa wirausaha.
Ikon bahwa sekolah hanya mencari ilmu, lantas mencari pekerjaan, harus diubah menjadi mencari ilmu dan mengaplikasikannya di lapangan. Dengan demikian, pendidikan nasional harus mampu membawa generasi terdidik untuk menciptakan pekerjaan. Pendidikan kewirausahaan yang diajarkan sejak SD bisa mengubah tipe pendidikan nasional kita yang sudah terlanjur menjadi birokrasi minded karena melulu difokuskan untuk mencetak generasi baru yang hanya untuk mengisi kantor-kantor saja. Dengan fakta angka pengangguran terdidik yang makin melonjak dari tahun ke tahun, kini tipe pendidikan birokrasi minded tidak layak dibiarkan terus-menerus. Sekarang saatnya anak-anak sejak SD diajari untuk mengenal berbagai jenis kewirausahaan, sebagai alternatif menghadapi masa depan di luar cita-cita menjadi pegawai kantor. Mental priyayi sebagai konsekuensi dari birokrasi minded, yang selama ini menjadi tipe pendidikan nasional kita, harus mulai dihapus. Sebab faktanya menunjukkan, lowongan pekerjaan di kantor selalu terbatas. Sebaliknya, peluang kerja di luar kantor terbuka lebar untuk semua generasi.
Jika pendidikan nasional dibiarkan bertipe birokrasi minded, dikhawatirkan hanya akan menambah angka pengangguran terdidik dari tahun ke tahun. Masih terlalu banyak lulusan perguruan tinggi yang bermental priyayi, sehingga tidak bersedia merintis usaha kecil dan memilih menganggur sambil mondar-mandir keluar masuk kantor menawarkan surat lamaran kerja yang dilampiri ijasah sarjananya. Jika generasi muda dibiarkan bermental priyayi, ujung-ujungnya banyak di antara mereka yang hanya akan menjadi kuli di negara lain, sehingga makin menguatkan citra Indonesia sebagai bangsa kuli. Hal ini hanya bisa dihentikan dengan memberikan pendidikan kewirausahaan kepada anak-anak sejak SD. Betapa mental priyayi banyak dimiliki jajaran pendidik kita, sehingga bisa menjadi kendala untuk mengajarkan pendidikan kewirausahaan di sekolah-sekolah.
Jadi, kendala utama untuk mengajarkan pendidikan kewirausahaan di sekolah terletak pada guru-guru di sekolah. Hal ini hanya bisa diatasi dengan poltical will dari pemerintah dalam bentuk instruksi resmi dari otoritas pendidikan (Depdiknas) kepada kepala-kepala sekolah agar mengajarkan pendidikan kewirausahaan.
2. Meningkatkan Kualitas Pendidikan Kewirausahaan
Paradigma kewirausahaan saat ini terus diwacanakan dan bahkan telah menjadi bagian dari motto sejumlah lembaga pendidikan. Kelas kewirausahaan diselenggarakan oleh lembaga pendidikan formal kita khususnya universitas. Melalui pendidikan kewirausahaan yang terarah dan sistemik dengan komitmen sepenuh hati dari segenap civitas akademika di perguruan tinggi diharapkan nantinya lulusan S1 mampu menciptakan lapangan kerja bagi para pencari kerja atau minimal bagi dirinya sendiri.
Dengan demikian mereka menjadi insan-insan akademik yang mandiri dan mampu mensejahterakan dirinya dan orang lain. Mereka percaya diri untuk menumbuhkembangkan usahanya dan tidak berorientasi menjadi pegawai yang selama ini merupakan fenomena umum terjadi pada diri sebagian besar lulusan perguruan tinggi. Peluang untuk membuka lapangan kerja masih terbuka lebar bagi para mahasiswa yang mempunyai minat dan jiwa entrepreneurship tinggi. Dukungan segenap civitas akademika diperlukan agar menjadikan mahasiswa siap berwirausaha.
Di kalangan perguruan tinggi negeri seperti dj Universitas Brawijaya dewasa ini tersedia alokasi anggaran melalui program kewirausahaan mahasiswa (PKM). Berbagai kegiatan yang mendorong terjadinya kreativitas mahasiswa di bidang kewirausahaan perlu selalu digalakkan. Mengundang dunia usaha dan industri menjalin kerjasama dengan universitas dalam pengembangan jasa atau produk-produk yang diciptkaan mahasiswa merupakan sesuatu yang niscaya. .Kemudian, kerjasama antara pemerintah dan universitas atas bisnis yang dirintis mahasiswa perlu pula diwujudnyatakan - sebagaimana bantuan modal UMKM melalui program KUR (Kredit Usaha Rakyat). Pendampingan/mentoring atau asistensi bisnis serta berbagai bantuan teknis manajerial hingga pelibatan mahasiswa dalam jaringan bisnis/pemasaran yang tersedia (disediakan) data informasinya oleh Pemerintah - termasuk dalam hal ini perbankan, asosiasi bisnis seperti Kadin dan pihak terkait lainnya sangatlah diperlukan untuk menunjang kerberhasilan usaha yang dirintis mahasiswa.
Pendidikan nasional menyebutkan bahwa negara kita menjadi negara pengekspor tenaga kerja yang kewirausahaan akan mendorong para pelajar dan mahapeserta didik agar memulai kurang “kreatif” sehingga berbagai permasalahan yang harus dihadapi mereka. mengenali dan membuka usaha atau berwirausaha. Pola pikir yang selalu beorientasi Sementara hampir 45% tanaga kerja kita saat ini tidak lulus Sekolah Dasar. Akibatnya, menjadi karyawan diputar balik menjadi berorientasi untuk mencari karyawan. Dengan produktivitas mereka juga rendah. Hal ini lebih lanjut berakibat pada rendahnya daya demikian kewirausahaan dapat diajarkan melalui penanaman nilai-nilai kewirausahaan saing Republik ini dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita seperti Thailand, yang akan membentuk karakter dan perilaku untuk berwirausaha agar para peserta Vietnam, Malaysia, Cina, dan lebih-lebih lagi Singapore. Pada tataran psikologis didik kelak dapat mandiri dalam bekerja atau mandiri usaha. semua orang mempunyai banyak sedikitnya potensi intrepreneur, namun potensi ini tidak akan muncul optimal atau bahkan hilang sama sekali jika tidak dikembangkan Hal yang tidak bisa dilupakan dan dirasakan sangat penting dalam konteks pendidikan iklim yang sesuai dengan perkembangan potensi itu.
Pendidikan yang intelektualitas yang berwawasan kewirausahaan di sekolah yaitu bahwa Kementerian Pendidikan yang cenderung sangat bersifat formal dengan membiarkan kemampuan kreativitas dan Nasional juga perlu membuat kerangka pengembangan kewirausahaan yang ditujukan inovasi peserta didik antara lain yang menyebabkan kondisi sosio-psikologis ini. Kata bagi kalangan pendidik dan kepala sekolah. Mereka adalah agen perubahan ditingkat kuncinya adalah pendidikan entrepreneur menjadi sebuah keniscayaan. sekolah yang diharapkan mampu menanamkan karakter dan perilaku wirausaha bagi jajaran dan peserta didiknya. Pendidikan yang berwawasan kewirausahan ditandai Pendidikan kewirausahaan akan memberikan peluang tumbuh dan berkembangnya dengan proses pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi kearah potensi kreativitas dan inovasi anak. Nilai-nilai kewirausahaan akan menjadi pembentukan kecakapan hidup (life skill) pada peserta didiknya melalui kurikulum karakteristik peserta didik yang dapat digunakannya dalam bersosialisasi dan terintegrasi yang dikembangkan di sekolah. berinteraksi dengan lingkungnnya. Pada akhirnya pribadi yang memiliki karakter kreatif, inovatif, bertangung jawab, disiplin dan kosisten akan mampu.
Pendidikan Kewirausahaan dalam Perspektif Sosio-Psikologis. kontribusi dalam pemecahan masalah sumber daya manusia Indonesia. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pendidikan kewirausahaan sangat berorientasi pada Analisis pascakolonial mengenai pendidikan menunjukan bahwa Indonesia belum sosio-psiklogis. Pendidikan kewirausahaan akan mereduksi mindset peserta didik dapat melepaskan diri dari tujuan pendidikan kolonial, yaitu menjadi pegawai dan tentang tujuan dan orientasi mengikuti pendidikan untuk menjadi pegawai negeri. bukan menjadi seseorang yang dapat berdiri sendiri. Kondisi sosio-psikologis ini Pendidikan kewirausahaan juga mempersiapakan peserta didik memiliki sikap sepertinya memberikan implikasi dalam tataran kehidupan sosial.
Dewasa ini terdapat kewirausahaan dan mampu mengembangkan seluruh potensi dirinya untuk menghadapi kecenderungan semakin tinggi seseorang mendapat pendidikan semakin besar masa depannya dengan segala problematikanya. Ini berarti pendidikan kewirausahaan kemungkinannya jadi penganggur. Apa yang menyebabkan republik yang kaya raya bersamaan dengan substansi pendidikan lainnya akan mereduksi sejumlah persoalan sumber daya alamnya ini namun masih tergolong negara berkembang yang miskin. sosiologis yang terkait dengan kehidupan sosial kemasyarakatan. Sebab itu, kemampuan sumber daya manusia yang pengembangan pendidikan kewirausahaan ini harus memperhatikan suasana psikologis tidak dapat memanfaatkan kekayaan alamnya itu. Setiap tahun angka kemiskinan relatif dan iklim sosial. bertambah, penggangguran tidak berkurang yang tentu saja memberikan implikasi lain bagi kehidupan sosial.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pengertian Kewirausahaan
Ø Wirausaha adalah seseorang yang bebas dan memiliki kemampuan untuk hidup mandiri dalam menjalankan kegiatan usahanya atau bisnisnya atau hidupnya. Ia bebas merancang, menentukan mengelola, mengendalikan semua usahanya. Sedangkan kewirausahaan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain.
Ø Pendidikan kewirausahaan merupakan salah satu bentuk aplikasi kepedulian dunia pendidikan terhadap kemajuan bangsanya. Di dalam pendidikan kewirausahaan diperlihatkan di antaranya adalah nilai dan bentuk kerja untuk mencapai kesuksesan.
2. Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah
Pendidikan kewirausahaan bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh (holistik), sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan ketrampilan sebagai wirausaha. Pada dasarnya, pendidikan kewirausahaan dapat diimplementasikan secara terpadu dengan kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah. Pendidikan kewirausahaan diterapkan ke dalam kurikulum dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan di sekolah yang dapat merealisasikan pendidikan kewirausahaan dan direalisasikan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
3. Memupuk Jiwa Kewirausahaan Anak sejak Dini
Jiwa wirausaha pada diri anak tidak serta-merta ada, tapi memerlukan latihan bertahap. Bisa dimulai dari hal-hal kecil dalam aktivitas keseharian anak. Misalnya, membereskan mainan selesai bermain, rajin sikat gigi sebelum tidur, dan membereskan tempat tidur. Ini merupakan latihan untuk berdisiplin, bertanggung jawab, dan awal pengajaran tentang kepemilikan. Latihan selanjutnya, mengajarkan anak untuk mampu mengelola uang dengan baik. Latihan yang perlu diajarkan bukan hanya cara membelanjakan, tapi juga menabung, sedekah, dan mencari uang. Tentu saja cara ini memerlukan konsistensi orangtua terhadap aturan.
4. Peran Pendidikan Dalam Pembentukan Jiwa Wirausaha Pada Anak
Meskipun seorang wirausaha belajar dari lingkungannya dalam memahami dunia wirausaha, namun ada pendapat yang mengatakanbahwa seorang wirausaha lebih memiliki streetsmart daripada booksmart, maksudnya adalah seorang wirausaha lebih mengutamakan untuk belajar dari pengalaman (streetsmart) dibandingkan dengan belajar dari buku dan pendidikan formal (booksmart).
5. Pendidikan Kewirausahaan Dalam Membangun Minat Anak
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi minat siswa untuk berwirausaha, diantaranya:
a) Kemauan
Kemauan adalah suatu kegiatan yang menyebabkan seseorang mampu untuk melakukan tindakan dalam mencapai tujuan tertentu. Dengan adanya kemauan seseorang untuk mencoba berwirausaha merupakan suatu hal yang baik.
b) Ketertarikan
Ketertarikan adalah perasaan senang, terpikat, menaruh minat kepada sesuatu. Saat ada ketertarikan dari diri seseorang maka ada daya juang untuk meraih yang ingin dicapai. Dalam hal ini adalah ketertarikan untuk mau berwirausaha, maka siswa tersebut mempunyai minat untuk berwirausaha.
c) Lingkungan Keluarga
Berkaitan dengan lingkungan keluarga, maka peran keluarga sangat penting dalam menumbuhkan minat anak. Orang tua merupakan pendidik pertama dan sebagai tumpuan dalam bimbingan kasih sayang yang utama. Maka orang tualah yang banyak memberikan pengaruh dan warna kepribadian terhadap seorang anak. Dengan demikian mengingat pentingnya pendidikan di lingkungan keluarga, maka pengaruh di lingkungan keluarga terhadap anak dapat mempengaruhi apa yang diminati oleh anak.
d) Lingkungan Sekolah
Pendidikan di sekolah menjadi tanggung jawab guru. Jadi pada dasarnya yang berpengaruh terhadap perkembangan siswa yaitu proses pendidikan di sekolah sebagai bekal untuk diterapkan dalam kehidupan di lingkungan masyarakat. Seorang guru dalam proses pendidikan juga dapat memberikan motivasi dan dorongan kepada siswa dalam menumbuhkan minatnya. Sebagai pendidik dalam lembaga pendidikan formal, maka guru berperan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, apalagi yang dibutuhkan orang pada dasarnya adalah ke arah pengembangan kualitas SDM yang berguna (Suprapto, 2007).
Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi besarnya minat yang timbul dari dalam maupun luar diri siswa terhadap sesuatu yaitu minat berwirausaha.
6. Pendidika Kewirausahaan Dalam Membangun Motivasi Anak
Ø Motivasi adalah proses membangkitkan, mengarahkan dan memantapkan perilaku arah suatu tujuan. Motivasi merupakan hal yang melatar belakangi individu berbuat untuk mencapai tujuan tertentu.
Ø Motivasi adalah kesediaan individu untuk mengeluarkan berbagai upaya dalam memenuhi kebutuhankebutuhannya. Motivasi dapat dicermati dari ketegangan yang dialami oleh individu, semakin besar ketegangan, semakin tinggi tingkat upaya yang ditunjukkan individu dalam mencapai tujuannya.
7. Perlunya Pendidikan Kewirausahaan
Pendidikan kewirausahaan sangatlah penting bagi wirausaha, agar mereka tidak meraba-raba dalam melakukan bisnis mereka. Dengan adanya pendidikan maka mereka akan mempertimbangkan semua yang akan mereka lakukan dengan matang. Pendidikan akan membentuk para wirausahawan atau pebisnis yang handal dan tangguh. Siap menghadapi tantangan yang akan mereka hadapi. Besar kecilnya resiko akan mereka pertinmbangkan matang-matang, melakukan segala hal dengan petunjuk yang mereka ketahui tanpa adanya kebimbangan yang tidak pasti.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2007. Jumlah wiraswasta Indonesia . (Online), (http://www.bps.go.id), diakses 8 Maret 2012.
Hasibuan. 2005. Pengertian Motivasi. (Online). (http://hasibuan.go.id), diakses 9 Mei 2012.
Hendro. 2011. Dasar-Dasar Kewirausahaan. Panduan bagi Mahasiswa untuk Mengenal, Memahami, dan Memasuki Dunia Bisnis. Jakarta: Erlangga.
Iskandar. 2012. Peran Motivasi Dalam Wirausaha. (Online), (http://blogpendidikan.com/2012/01/01/peran-motivasi-dalam-wirausaha/), diakses 9 Mei 2012.
Munford, A. 1995. Learning Style and Mentoring. (Online), (http://gstandi.myflexiland.com/1995/05/23/learning-style-and-mentoring/), diakses 9 Mei 2012.
Norman, C. 2009. Konsep Kewirausahaan. (Online). (http://ciptonorman.com), diakses 8 Mei 2012.
Suryana. 2001. Konsep Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Ide-ide Usaha. (Online). (http:// www.blogekonomi.com) diakses 8 Mei 2012.
Taufik, R. 2011. Mendidik Jiwa Wirausaha Anak Sejak Dini. (Online), (http://www.smkdarunnajah.sch.id/2011/09/21/mendidik-jiwa-wirausaha-anak-sejak-dini/), diakses 7 Mei 2012.
Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian. Edisi Kelima. Malang: Universitas Negeri Malang.
Wordprees. 2011. Konsep Kewirausahaan Dan Pendidikan Kewirausahaan. (Online), (http:// khmadsudrajat.wordpress.com/2011/06/29/konsep-kewirausahaan-dan-pendidikan-kewirausahaan/), diakses 8 Mei 2012.
Tag :
Kewirausahaan
0 Komentar untuk "Pengembangan dan Indikator Karakteristik Berwirausaha yang Berbasis Ilmu Pendidikan"