BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata ritel berasal dari bahasa Prancis, ritellier, yang berarti memotong atau memecah sesuatu. Usaha ritel atau eceran dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis(Christina Whidya Utami, 2008). Ritel juga merupakan perangkat dari aktivitas-aktivitas bisnis yang melakukan penambahan nilai terhadap produk-produk dan layanan penjualan kepada konsumen untuk penggunaan atau konsumsi perseorangan maupun keluarga.
Bisnis ritel atau eceran mengalami perkembangan cukup pesat, ditandai dengan semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel modern maupun munculnya bisnis ritel modern yang baru. Perubahan dan perkembangan kondisi pasar juga menuntut peritel untuk mengubah paradigma lama pengelolaan ritel tradisional menuju paradigma pengelolaan ritel modern.
Pengelolaan ritel modern tentunya membutuhkan infrastuktur yang memadai terutama kebutuhan teknologi tinggi. Teknologi tinggi ini memungkinkan ritel membangun sistem informasi canggih yang mendukung pengelolaan sistem persediaan yang lebih efisien sehingga manajemen ritel mampu menyediakan berbagai produk makanan dan minuman yang selalu segar. Teknologi juga memudahkan pelayanan, pemrosesan, serta pengantaran layanan yang lebih cepat. Teliti dan memuaskan pelanggan.
Oleh karena itu pembahasan dalam karya tulis ini membahas lebih dalam tentang perilaku konsumen. Bagaimana keinginan mereka dan apa saja yang membuat mereka melakukan keputusan pembelian khususnya di usaha ritel. Pembeli adalah fokus utama dalam bisnis ritel, dan perlu mempelajari dan mengetahui bagaimana sikap dan perilaku konsumen/pelanggan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, dapat diketahui beberapa rumusan masalah, sebagai berikut:
1.2.1 Tren Belanja dalam Masyarakat
1.2.2 Keuntungan dan Kelemahan Bisnis Ritel
1.2.3 Faktor-faktor yang Mendorong Majunya Toko Eceran
1.2.4 Pengenalan Karakter Manusia Secara Umum
1.2.5 Mengapa Mempelajari Perilaku Konsumen
1.2.6 Pendekatan Perilaku Konsumen Sebagai Disiplin Ilmu
1.2.7 Pembelajaran Konsumen
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tren Belanja dalam Masyarakat
Perilaku konsumen sekedar mengenai pembelian barang. Lebih dari itu, perilaku konsumen adalah suatu hal yang dinamis, yang mencakup suatu hubungan interaktif antara efektif dan kognitif, perilaku dan lingkungan (Sopiah,2008). Konsumen mungkin sekali membeli secara impulsif, dan tidak hanya dipengaruhi oleh keluarga dan teman-teman, oleh berbagai pemasang iklan dan model peran, tetapi juga oleh suasana hati, keadaan dan emosi (Schiffman dan Kanuk.2008)
Menurut dua pendapat diatas bahwasanya perilaku konsumen itu terkesan tidak bisa menjadi suatu kejadian yang tetap dan terus menerus. Akan tetapi hal itu akan terus berubah akibat dari penawaran menarik yang diberikan produsen, bahkan dari minat dan keinginan dari konsumen yang bersangkutan. Konsumen saat ini menjadi Raja yang harus dilayani setiap kebutuhannya oleh para penjual/produsen. Keinginan masyarakat dapat berubah begitu cepat tanpa memandang waktu dan keadaan. Maka dari itu para penjual/produsen harus melakukan inovasi yang sesuai dengan tren masyarakat atau bahkan membuat tren itu sendiri.
Menurut Peter dan Olson, khusus dalam pembelian ritel terdapat pola perilaku tertentu pada konsumen, pola perilaku terbagi atas 7 kategori. Pola perilaku tersebut bisa berubah urutannya.
1. Perilaku sebelum Pembelian (Pre-Purchase)
Pada tahap sebelum pembelian, ada 2 tahapan perilaku konsumen,yaitu : a) konsumen mencari sebanyak-banyaknya dengan membaca Koran, majalah, buletin dll. Mendengarkan siaran radio melihat TV, mencari informasi dari teman, orang tua, pramuniaga dll. b) perilaku pada tahap kedua, konsumen berusaha mendapatkan uang: mengambil uang tunai di bank, mengambil uang di ATM, meminjam temen, menggunakan kartu kredit atau kartu debit bank tertentu.
2. Perilaku Pembelian (purchase)
Ada lima tahap perilaku konsumen, yaitu:
a. Store contact
Pada tahap ini, konsumen memilih lokasi belanja yang dirasa cocok, mendatangi toko yang dirasa cocok, memasuki toko, dan memilih produk yang dicari.
b. Product contact
Pada tahap ini, konsumen memilih dan menemukan produk yang dicari, lali membawa kekasir untuk melakukan pembayaran.
c. Transaction
Tahap ini konsumen membayar barang yang telah dipilih di kasir dan membawa produk untuk dikonsumsi.
d. Consumption
Pada tahap ini, konsumen menggunakan produk, membuang sisanya jika ada, dan melakukan pembelian ulang jika konsumen merasa puas
e. Communication
Di tahap terakhir ini, kkonsumen memmberikan informasi tentang produk baru kepada orang lain; mengisi kartu garansi (kalau ada) dan memberikan informasi tentang harga, produk, pelayanan, dan lain-lain kepada peritel.
1. Citra toko
Citra toko bsa dianalisis dari dua sudut pandang. Yaitu internal impression dan external impression.
a) Internal impression meliputi citra toko secara fisik; wujud fisik gedungnya, layout, interior, eksterior, etalase, toilet, penempatan barang.
b) External impression meliputi reputasi pemilik toko, kinerja manajemen dan karyawan.
2. Atmosfer toko
Atmosfer toko bisa dibangun melalui lima alat indera manusia, yaitu mata, telinga, hidung, alat untuk menyentuh (tangan/kulit) dan lidah (untuk rasa). Interior dan eksterior toko dengan desain dan penggunaan warna yang serasi. Penggunaan wangi-wangian yang cocok bisa dirasakan pengunjung sebagai atmosfer yang menyenangkan. Pengunjung toko akan merasa betah berada dalam toko. Konsumen lebih menyukai toko yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pengunjung toko untuk tidak sekedar melihat barang yang ada di toko, dengan begitu konsumen akan merasa lebih puas. Konsumen akan lebih puas jika diberi kesempatan untuk mencicipi atau diizinkan mencoba pakaian sebelum membeli.
3. Teater toko
Teater toko bisa dianalisis dari dua sisi, yaitu tema dekor (décor theme) dan event toko (store event)
Interior toko maupun eksterior toko sebaiknya didesain sedemikian rupa sehingga memiliki tema yang jelas, yang disesuaikan dengan peristiwa (moment) tertentu.
2.2 Keuntungan dan Kelemahan Bisnis Ritel
1. Keuntungan Bisnis Ritel
Beberapa keuntungan daril bisnis/usaha ritel adalah:
a) Modal yang diperlukan cukup kecil dengan rentabilitas besar.
b) Pedagang-pedagang eceran kecil menganggap bahwa pendapatannya dari usaha tersebut merupakan pendapatan tambahan atau kadang-kadang hanya iseng atau mengisi waktu luang.
c) Tempat pedagang-pedagang eceran kecil biasanya paling strategis. Mereka biasanya mendekatkan tempat usahanya dengan tempat berkumpulnya konsumen (the center of consumers).
d) Hubungan antara pedagang eceran kecil dan konsumen cukup kuat, misalnya kita bisa melihat para pembeli di warung kopi yang mengobrol dengan intim sekali dengan pemiliknya.
2. Kelemahan Bisnis Ritel
selain berbagai keuntungan sebagaimana disebutkan diatas, bisnis ritel memiliki kelemahan, antara lain:
a) Kurangnya keahlian
b) Administrasi dalam pembukuan kurang diperhatikan sehingga uang yang ada tidak terlacak.
c) Pedagang kecil tidak mampu mengadakan promosi dengan baik sehingga keberadaannya tidak diketahui oleh konsumen.
3. Faktor yang Mendorong Majunya Bisnis Eceran
Ada tiga faktor yang bisa mendorong toko-toko eceran untuk bisa lebih maju, antara lain:
1. Lokasi Toko
Lokasi toko yang strategis merupakan faktor pendorong yang menjanjikan. Jika manajemen toko mampu memanfaatkan hal itu dengan baik, usaha toko akan mengalami kemajuan yang berarti.
2. Harga yang Tepat
Bisnis ritel biasanya menjual produk-produk yang standar untuk kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat bisa mengontrol harga dengan baik. Jika toko menetapkan harga tinggi, konsumen akan pindah ke toko yang lainnya.
3. Tata Ruang Toko
Untuk menyeimbangkan tata ruang toko yang bagus, toko harus menyeimbangkan beberapa tujuan yang seringkali menjadi konflik. Tata ruang toko harus memungkinkan pelanggan untuk memutari toko dan membeli lebih banyak barang daripada yang direncanakan.
a. Jenis-jenis desain
Jenis desain bukanlah maksud daripada estetika, akan tetapi untuk memudahkan para pelanggan untuk mencari produk yang mereka beli. Jenis desain antara lain:
- Bentuk Lintasan Balap
Bentuk ini memudahkan pelanggan mengunjungi berbagai departemen. Tata letak arena lomba juga dikenal sebagai loop, merupakan jenis desain toko yang memberikan lorong untuk memudahkan jalannya pelanggan, dengan akses ke pintu masuk toko.
- Bentuk Bebas
Juga dikenal sebagai tata ruang butik, yaitu menyusun perlengkapan tetap dan lorong secara simetris. Ini biasanya digunakan pada toko kecil atau pada departemen di toko besar.
b. Area-area Khusus
Selain area dimana sebagian besar barang-barang dipamerkan dan disimpan, ada juga toko yang menyiapkan area-area khusus yaitu area didalam toko yang bertujuan untuk mendapatkan perhatian dari pelanggan. Area-area ini meliputi:
- Etalase Ujung
Etalase yang terletak di ujung lorong yang dirancang untuk menarik perhatian konsumen.
- Lorong Promosi
Lorong yang digunakan untuk memamerkan barang-barang yang sudah dipromosikan.
- Perlengkapan Tetap yang berdiri bebas dengan patung model
Biasanya diletakkan di lorong dan didesain untuk mendapatkan perhatian pelanggan dan membawanya ke departemen atau bagian yang memajang barang dagangan tersebut.
- Jendela
Jendela bisa menjadi komponen penting dari tata ruang toko. apabila digunakan dengan tepat, etalase jendela bisa membantu menarik pelanggan untuk masuk kedalam toko.
- Area Utama Penjualan
Tempat didalam toko dimana para konsumen bisa membeli barang-barang. Ara ini bisa menjadi bagian yang paling penting dari toko, karena pelanggan biasa menunggu sampai transaksi selesai.
- Dinding
Kadang seringkali ruangan ritel langka dan mahal, beberapa ritel telah berhasil meningkatkan kemampuannya untuk menyimpan stok tambahan, memamerkan barang-barang, dan memberikan kesan kreatif dengan memanfaatkan ruangan dinding.
c. Perencanaan Ruangan
Alokasi ruangan untuk setiap departemen dan kategori barang dagangan merupakan perencanaan toko yang sangat penting, bahkan merupakan hal yang sangat kompleks dan sulit untuk diputuskan.
d. Teknik-teknik Penyajian Barang
Terdapat beberapa metode bagi ritel untuk menyajikan barang bagi pelanggan. Untuk memutuskan apa yang terbaik untuk situasi khusus, para perencana toko harus memerhatikan empat masalah yaitu; barang harus dipamerkan sedemikian rupa sesuai dengan kesan toko, para perencana harus memperhatikan sifat produk, kemasan seringkali menentukan bagaimana produk dipamerkan, dan kemungkinan keuntungan produk mempengaruhi keputusan untuk memamerkan barang.
- Penyajian barang yang berorientasi pada ide
Metode yang menyajikan barang-barang berdasarkan pada ide khusus atau kesan toko.
- Penyajian Gaya atau jenis barang
Teknik pengaturan stok yang paling umum digunakan oleh ritel penyajian berdasarkan gaya atau jenis barang. Toko diskon, makanan, peralatan, dan obat menggunakan metode ini untuk hampir setiap kategori barang.
- Penyajian warna
Teknik penyajian yang berani adalah dengan warna, contohnya di musim dingin toko wanita bisa memamerkan semua pakaian dengan warna putih untuk memberi tahu pelanggan bahwa toko itu adalah tempat untuk membeli baju musim dingin.
- Penentuan Lini harga
Strategi penentuan lini harga ini membantu para pelanggan mencari barang dengan mudah pada harga yang ingin mereka bayar.
- Pengaturan barang secara vertical
Barang yang disajikan secara vertical dengan menggunakan dinding dan gondola yang tinggi. Banyak pelanggan yang memilik perilaku belanja sama seperti saat mereka membaca Koran-dari kiri ke kanan.
- Pengaturan barang tonase
Teknik pengaturan barang tonase (tonnage merchandise) adalah teknik memamerkan barang dimana banyak barang dipamerkan bersama dan dalam kuantitas yang besar.
- Penyajian dibagian depan
Metode memamerkan barang dimana ritel menunjukan bagian depan produk agar bisa menarik para pelanggan.
- Perlengkapan tetap
- Tujuannya adalah efisiensi dan sekaligus membantu dalam menandai area penjualan dan membangun area lalu lintas pelanggan dalam beberbelanja.
e. Penciptaan Suasana
Penciptaan suasana (atmospherics) berarti desain lingkungan untuk merancang respons emosional dan persepsi pelanggan dan untuk memegaruhi pelanggan dalam membeli barang. Penciptaan suasana dapat dilakukan antara lain:
- Komunikasi Visual
Terdiri dari atas grafik, papan tanda, efek panggung, baik di toko dan di jendela toko membantu meningkatkan penjualan dengan memberikan informasi tentang produk dan menyarankan pembeli barang.
- Pencahayaan
Pencahayaan toko bukan merupakan hal yang sederhana, pencahayaan digunakan untuk memberikan sorotan pada barang dagangan. Pencahayaan toko yang baik akan mempengaruhi keinginan pelanggan untuk berbelanja.
- Warna
Penggunaan warna yang kreatif bisa meningkatkan kesan ritel dan membantu menciptakan suasana hati.
- Musik
Banyak keputusan membeli didasarkan pada emosi, dan baud an music memiliki dampak yang besar bagi emosi konsumen.
2.3 Teori Kepribadian
Poin ini meninjau kembali secara singkat tiga teori kepribadian yang utama : (a) teori Freud, (b) teori neo-Freud, dan (3) teori sifat.
a. Teori Freud
Teori psikoanalistis mengenai kepribadian dari Sigmund Freud merupakan dasar dari psikologi modern. Teori ini didasarkan atas dasar pemikiran bahwa kebutuhan atau dorongan yang tidak disadari, terutama dorongan seksual dan dorongan biologis lainnya, merupakan inti dari motivasi dan kepribadian manusia.
- Id, Superego, dan Ego
Didasarkan kepada analisisnya, freud mengemukakan bahwa kepribadian manusia terdiri dari tiga sistem yang saling mempengaruhi: id, superego, dan ego. Konsep id dirumuskan sebagai “gudang” dari berbagai dorongan primitif dan impulsif- kebutuhan fisiologis dasar seperti rasa haus, rasa lapar, dan seks- yang diusahakan individu untuk dipenuhi segera terlepas dari apa cara-cara khusus yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan itu. Berlawanan dengan id, konsep superego dirumuskan sebagai pernyataan diri individu mengenai moral dank ode etika yang berlaku dalam masyarakat. peran superego adalah menjaga agar individu tersebut memuaskan kebutuhan dengan cara-cara yang dapat diterima masyarakat. Jadi, super ego adalah merupakan semacam “rem” yang mengendalikan atau mencegah berbagai kekuatan id yang impulsive. Akhirnya, ego merupakan pengendalian individu secara sadar. Fungsinya sebagai pemantau dalam diri yang berusaha menyeimbangkan tuntutan id yang bersifat impulsif dan kendala sosiobudaya atas superego.
- Teori Freud dan “kepribadian produk”
Dorongan pada manusia sebagian besar tidak disadari dan bahwa para konsumen terutama tidak menyadari alasan mereka yang sebenarnya mengapa membeli barang atau jasa yang mereka beli. Dengan kata lain apa yang dibeli konsumen dan kepemilikan barang konsumen sebagai cerminan dari kepribadian individu yang bersangkutan.
Jadi dalam bisnis retail hendaknya selalu menjual barang-barang yang diinginkan dalam pikiran konsumen. Serta melakukan pelayanan yang memuaskan dengan tempat (toko) yang memadai.
b. Teori kepribadian neo-Freud
Beberapa rekan Freud tidak sepakat dengan pendapatnya bahwa kepribadian terutama bersifat naluriah dan seksual. Sebaliknya penganut neo-Freud ini percaya bahwa hubungan sosial menjadi dasar pembentukan dan pengembangan kepribadian.
- Individu yang patuh adalah mereka yang ingin mendekati orang lain (mereka ingin disayangi, dibutuhkan, dan dihargai)
- Individu yang agresif adalah mereka yang ingin menjauhi orang lain (mereka ingin mengungguli dan dikagumi)
- Individu yang ingin lepas adalah mereka yang ingin lepas dari orang lain yang dulu berhubungan dengannya (mereka menginginkan kebebasan, kepercayaan diri, mencukupi kebutuhan sendiri, da bebas dari kewajiban)
c. Teori Sifat
Teori sifat merupakan awal penting berpisahnya pengukuran kualitatif yang menjadi cirri khas gerakan pengikut Freud dan neo-Freud. Orientasi teori sifat terutama bersifat kuantitatif atau empiris; teori ini memfokuskan pada pengukuran kepribadian menurut karakteristik psikologis yang khusus, yang disebut sifat. Sifat didefinisikan sebagai “cara yang khas dan relatif bertahan lama yang dapat membedakan seorang individu dengan individu lainnya.
Tes sifat kepribadian tunggal yang dipilih (yang hanya mengukur satu sifat, seperti rasa percaya diri) sering disusun terutama untuk dipakai dalam studi perilaku konsumen. Tes kepribadian yang sangat sesuai dengan kebutuhan tertentu ini mengukur berbagai sifat seperti keinovatifan konsumen (seberapa besar kemauan seseorang menerima berbagai pengalaman baru), materialism konsumen (tingkat kecenderungan konsumen pada “kepemilikan duniawi”), dan etnosentrisme konsumen (kemungkinan konsumen untuk menerima dan menolak produk buatan luar negeri).
2.4 Pembelajaran Konsumen
Pembelajaran adalah aktivitas manusia yang dilakukan sepanjang hidupnya, bahkan pada saat manusia berada dalam kandungan. (lefton 1982 dalam sopiah 2008) mendefinisikan pembelajaran terjadi sebagai akibat dari pengalaman.
2.5 Pendekatan Pembelajaran Konsumen
a. Teori pembelajaran perilaku
Teori ini mengasumsikan bahwa pembelajaran terjadi respons seseorang terhadap kejadian-kejadian diluar dirinya. Jadi, teori itu tidak memperhatikan proses dalam pikiran manusia, tetapi dalam perilaku yang bisa diamati.
Pandangan tersebut menghasilkan 2 aliran, yaitu:
- Classical conditioning
Aliran ini mengacu pada pembelajaran dimana stimulus yang mengakibatkan respons tertentu dipasangkan dengan stimulus lain yang pada mulanya tidak menghasilkan respon bila berdiri sendiri. Kemudian ditambah dengan stimulus yang kedua yang membantu memberi penekanan akan kesan atas stimulus pertama sebelumnya.
Contohnya toko yang memiliki penjelasan akan produknya yang sedang promo atau diskon secara visual dan dapat diperhatikan konsumen secara leluasa ditoko.
- Instrumental conditioning
Aliran ini mengutamakan kepuasan dalam menggunakan atau mengkonsumsi produk. Stimulus yang menghasilkan respon positif yang paling memuaskan yang akan disimpan dalam memori konsumen.
b. Teori Pembelajaran Kognitif
Pendekatan teori ini menwkankan kegiatan mental dalam pembelajaran yakni bagaimana informasi yang diterima seseorang diproses dan disimpan dalam memorinya dalam waktu yang lama. Pembelajaran terjadi atas empat unsure, yaitu:
- Motivasi
Motivasi berakar dari kebutuhan dan tujuan. Jadi, motivasilah yang menggerakkan subjek ajar untuk mengajar.
- Cues (isyarat/pedoman)
Adalah stimulus yang mengarahkan motif. Misalnya, iklan tentang rokok dengan kadar nikotin rendah akan berguna sebagai cues bagi mereka yang gemar merokok, tetapi mengkhawatirkan bahaya nikotin.
- Respon
Adalah bagaimana seseorang berperilaku sebagai reaksi dari dorongan atau cues. Respon tidak terikat pada keutuhan. Kebutuhan atau motif akan menimbulkan bermacam-macam respon.
- Reinforcement
Meningkatkan kemungkinan akan munculnya respon spesifik dimasa yang akan datang sebagai hasil stimulus tertentu sebelumnya.
d. Teori pembelajaran menghafal ikon
teori ini mengatakan bahwa pembelajaran bisa terjadi tanpa kondisi yang ditawarkan, melainkan penekanan pesan yang dilakukan pemasar atau pengiklan dalam produk yang ditawarkan, sehingga membentuk brand awareness bagi konsumen kelak jika dia membutuhkan atau ingin membeli produk untuk dirinya dan orang lain.
e. Teori Pembelajaran Vicarious
Seseorang belajar tanpa harus menerima ganjaran atau hukuman, seperti diyakini oleh pengikut instrumental conditioning. Jika seseorang melihat atau mendengar dan mengetahui bahwa orang lain mengalami kepuasan saat menggunakan produk, seolah-olah dia juga mengalaminya, dan meyakini penggunaan produk yang sama akan memberikan kepuasan.
2.6 Loyalitas Pada Merk
Kindra dkk 1994, dalam Sopiah 2008) mengemukakan bahwa ada hubungan yang erat antara pembelajaran dan loyalitas pada merk. Hal itu dikarenakan karena merk melibatkan pertimbangan kognitif an evaluative yang juga salah satu fungsi pengambilan keputusan pembelian.
Menemukan beberapa hal sebagai hasil penelitian bahwa pergeseran merk muncul karena:
a. Persepsi negatif terhadap kualitas produk
b. Harga
c. Ketidakpuasan atas kinerja produk secara keseluruhan
d. Layanan dan kenyamanan yang tidak memadai ditempat penjualan produk
e. Hambatan fisik maupun psikologis untuk mendapatkan produk
f. Memang ada maksud untuk berhenti memakai merk yang biasa dipakai untuk beralih ke merk lainnya.
2.7 Cognitive Dissonance
Bisa terjadi apabila informasi atau stimulus yang diterima konsumen berbeda dengan apa yang sudah disimpan dalam memorinya sehingga tidak terjadi asosiasi positif.
BAB III
PENUTUP
Perilaku konsumen terkesan tidak bisa menjadi suatu kejadian yang tetap dan terus menerus. Akan tetapi hal itu akan terus berubah akibat dari penawaran menarik yang diberikan produsen, bahkan dari minat dan keinginan dari konsumen yang bersangkutan.
Perilaku konsumen saat melakukan pembelian produk ada dua tahapan yaitu, perilaku sebelum pembelian dan perilaku pembelian
Ada tiga faktor yang mempengaruhi toko ritel untuk bisa lebih maju, antara lain lokasi toko yang strategis, harga yang tepat, dan tata ruang toko. Konsumen sebagai manusia mempunyai kepribadian dalam mereka menentukan pilihannya. Ada tiga teori yang menjelaskan akan hal tersebut yaitu, (1) teori Freud, (2) teori neo-Freud, dan (3) teori Sikap.
DAFTAR PUSTAKA
Sopiah,dan Syihabudhin. 2008. Manajemen Bisnis Ritel. Yogyakarta: ANDI
Sciffman, dan Kanuk. 2008. Perilaku Konsumen. Jakarta: Indeks
Utami, Christina W. 2008. Manajemen Ritel. Jakarta: Salemba Empat
*Sumber: http://richank-meister.blogspot.com/2012/12/perilaku-konsumen-dalam-bisnis-ritel.html
0 Komentar untuk "Perilaku Konsumen Dalam Bisnis Ritel(Retail)"