Hukum dan Sosial

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam bentuk idealisme sosiologis yang lebih modern, teori hukum sudah tidak lagi dilihat sebagai sebuah cabang persoalan yang berada dibawah naungan filsafat, namun sudah independen muncul dalam studi hukum yang seringkali lebih karena persoalan praktikal yang harus segera diselesaikan. Dalam hal ini metodologi yang dibentuk sudah tidak lagi mengandalkan deduksi pada tesis-tesis filsafat sebelumnya, namun lebih pada bagaimana interaksi hukum dalam pandangan yang lebih multidisipliner. Bagi pengacara sipil, ini adalah persoalan mendamaikan konflik kepentingan untuk menemukan suatu keseimbangan keadilan. Sedang pengacara konstitusional dan kriminal lebih melihat teori hukum sebagai relasi antara otoritas dengan subjek, antara komunitas dengan individual. Dan biasanya jawabannya adalah pada tindak subordinasi dari satu ke yang lain, bukan pada penyelesaian konflik kepentingan.

Untuk membentuk suatu formulasi hukum yang baku, yang di dalamnya mampu mendamaikan berbagai konflik kepentingan, dimana upaya-upaya ini mengharuskan eksponensinya untuk menyadari perubahan sosial, dan menetralkan hukum dari kuasa politik. menemukan titik kesetimbangan hukum berarti menghilangkan sepenuhnya bentuk justifikasi parsial, dan mencoba menemukan suatu rumusan ideal dalam kasus-kasus dan fakta hukum. Hak individu, keterjaminan properti, kebebasan dalam bertetangga, semuanya harus seimbang. Dan kepentingan publik menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan. 
Dalam pandangan Kelsen, hukum harus memiliki satu titik tolak yang formal, dan pertimbangan yang ada di dalamnya terhubung dengan berbagai faktor sosial, termasuk kepentingan politik tertentu. Pandangan seperti ini cukup tenar dulunya, lalu kemudian berubah pada bentuk pengacara yang harus netral dari berbagai kepentingan politik. 
Dalam uraian selanjutnya akan merincikan berbagai tipologi teori hukum, sebagian besar senada, namun beberapa sedikit berbeda pada struktur teknis legal antara aliran kontinental dengan anglo-saxon. Yang sedikit banyak berkembang pada 2 dekade akhir abad ke 20.



BAB II
PEMBAHASAN

FRANCOIS GENY
Dalam peradilan Prancis saat itu, segala aspek turunan hukum dilandaskan pada kodifikasi yang sangat ketat pada prinsip-prinsip logika yang telah dibuat. Geny kemudian mendemonstrasikan bahwa fungsi yudisial memerlukan investigasi menyeluruh terhadap aspek kehidupan sosial, karena tidak semuanya bisa diselesaikan dengan metode analitik logis.

Penolakan pada hukum tertulis sebagai satu satunya hukum, maka Geny mencoba mengajukan 3 hal sebagai tambahan, yaitu (1) adat; (2) otoritas dan tradisi; (3) riset ilmiah yang bebas nilai.

Adat diabaikan dalam kodifikasi dan rasionalisasi hukum. Hukum sudah dibentuk dalam jangkauan yang sangat luas, dan tatkala masuk dalam kasus tertentu, maka solusi yang berbeda ditentukan oleh jaksa. Dengan tetap mengikuti 3 prinsip, yaitu (1) otonomi; (2) publik dan kepentingan; (3) keseimbangan antar konflik kepentingan dari antar pribadi. 

Hukum dan Sosial

Dengan menyadari bahwa hukum tidak bisa terlepas dari konteks sosial, maka dalam karya selanjutnya Geny merumuskan beberapa konsepsi penting dimana dalam hukum harus bisa membedakan antara pikiran dengan keinginan, pengetahuan dengan perilaku, dimana keduanya berada dalam dua wilayah yang berbeda: sains dan teknik. Realitas dari sains adalah pengetahuan yang objektif yang akan menyuplai hukum dengan kondisi sosial materialnya. Dalam pengaplikasiannya ini adalah masalah teknik, sebuah proses kreatif. Distingsi semacam ini diturunkan dari konsepsi Kant mengenai pure reason dengan practical reason. Materi sosial dimana pengacara bekerja disana adalah bagian paling esensial dari sains dalam partikularitas teknik hukum bekerja. 

Geny sangat menekankan pada kemampuan kreatif dalam penalaran yang ketat, kebutuhan melihat fenomena dari kehidupan secara utuh, tidak dalam pecahan-pecahan kategoris dan bentuk sekuensial. Intelektualitas adalah bagian terdalam dan penting dalam alam kesadaran manusia, yang harus ditransformasikan dalam bentuk praktikal. 

Dalam kerangka materi sosial yang menyediakan bahan suatu ketentuan hukum yang Geny coba bangun dalam teori hukum naturalnya. Hukum natural berbentuk universal yang di dalamnya perlu hukum positif agar dia bekerja. Dengan basis rumusan yang Geny buat, yaitu
(1) Le donne reel. Terdiri dari realitas fisik dan psikologis seperti seks, cuaca, dsb. Tradisi keagamaan, kebiasaan sosial, dsb.
(2) Le donne historiqu. Terdiri dari fakta, tradisi, adat sekitar yang juga turut membentuk fakta fisikal dan psikologikal.
(3) Le donne rationnel. Terdiri dari prinsip yang diturunkan dari pertimbangan rasional pada hubungan manusia. 
(4) Le donne ideal. Menyediakan elemen dinamis, berbagai aspirasi moral dari periode partikular dan peradaban. Lebih ke intuisi dibandingkan dengan akal.

Dengan menggunakan teknik yuridis, pengacara bisa memberikan bahan yang sesuai dengan kebutuhan dari kehidupan sosial. Geny masuk ke dalam analisis yang detil dari berbagai elemen dan bagian dari teknik yurisdiksi. 

Geny sadar bahwa konsepsi yang dia rumuskan tidak akan terlaksana secara sempurna di realitas, namun paling tidak ada landasan kerja umum yang menyediakan keterangan mengenai proses hukum dan berbagai fungsi organ hukum. Aspek yang cukup kental dari tradisi Vienna adalah kreativitas pada setiap jengkal proses hukum, namun dalam sekup yang sangat ketat.

Dalam konflik antara hukum alam dengan hukum positif, Geny berpihak pada hukum positif. Namun dia juga tidak menolak revolusi dengan mengatasnamakan hukum alam. Geny juga tidak memiliki jawaban, bagaimana hukum bisa dihancurkan dalam pandangan hukum.

FOUILEE
Apa yang diajukan oleh Fouilee adalah sebuah harmonisasi dari teori yang idealistik, utilitarian, dan evolusioner. Dalam karyanya terdapat beberapa antisipasi terhadap filsafat ala Kant, Hegel, Ihering, Spencer dan Bergson. Dalam kesadaran manusia itu sendiri, terkandung postulat rekognisi atas kebebasan kepada yang lain, sebuah restriksi pada ke tanpa-terbatasan egoisme. Manusia mampu berpikir dan bertindak, mengampu tanggung jawab pada kuasa dirinya dan resistensi luar. Dengan melalui ‘forces-ideas’, dimana ide dengan tendensi internal untuk merealisasikan dirinya dalam perilaku, manusia menyusun dam juga menyadari kebebasannya melalui evolusi hukum, dimana terdapat kepentingan yang lebih tinggi, dan dengan begitu membutuhkan rekognisi dari kebebasan pada semua orang. Melalui progresifitas keadilan dari ekonomi dan kondisi natural, maka akan semakin maksimum kebebasan yang dibutuhkan, keadilan bagi semua, dan dengan demikian kepentingan dari sosial akan turut terbawa naik.

JERMAN ‘INTERESSENJURISPRIDENZ’
Di Jerman, pemikiran yang mencoba menggabungkan filsafat dengan sosiologi yurisprudensi adalah Stammler. Ehrluch dan Kantorowicz adalah mereka yang mempromosikan pendekatan sosiologis dalam hukum di Jerman.

Apa yang dirumuskan oleh Kantorowicz dalam pendekatan pada permasalahan legal hukum sama mirip dengan apa yang disampaikan oleh Roscoe Pound di kemudian hari. Pada tahap selanjutnya, aspek filsafat dalam upaya intereesenjuriprudenz ini mulai menipis dan hanya berfokus pada soal hukum. Bahwa ada ketidakmungkinan hukum yang selalu berada pada jalur interpretasi melalui konstruksi logis. Karena dia tidak bisa menyentuh aspek kehidupan, dan persoalan kasus per kasus yang sesungguhnya. Apa yang dibutuhkan oleh hukum dan kehidupan kita adalah tidak hanya terpaku dengan kata kata dan perintah, namun masuk ke dalam intensi dan memberikan gambaran atas valuasi hukum. Ini adalah tugas dari sains untuk memfasilitasi hakim dengan mempersiapkan putusan yang tepat melalui investigasi atas hukum dan relevansi dengan situasi kehidupan. 

Perkembangan yurisprudensi bekerja pada interpretasi atas persoalan hukum privat, tetapi kemudian berkembang ke arah hukum kriminal dan hukum publik. Dalam waktu yang bersamaan, terjadi peningkatan penggunaan interessenjurisprudenz dibandingkan dengan begriffsjurisprudenz. Dalam hukum kriminal, status kriminal harus diinterpretasikan secara ketat dengan prinsip nulla poena sine lege.

Harus ditekankan bawa interressenjurisprudenz mengembangkan ide yang mempertimbangkan keseimbangan antar kepentingan sebagai tugas utama dari hukum dan legal sains, termasuk dalam kepentingan yang tidak hanya privat, namun juga publik, dan kepuasannya tidak hanya material namun juga ideal. Heck menyatakan bahwa kepentingan harus dipahami sebagai kemungkinan cakupan terluasnya, termasuk ide. Dimana para pengacara dari sosial nasionalis merasa bahwa ada hierarki dalam nilai, dengan kepentingan tertinggi dari negara.

Gerakan sosiologis dalam yurisprudensi, dimana terepresentasikan dalam hukum sains sebagaimana interpretasi sistem hukum Jerman atas kode-kode, harus bisa dijernihkan dari yurisprudensi analitik dan di satu sisi lain dari gerakan kebebasan hukum. Seperti gerakan-gerakan di negara lainnya, disini juga lebih menekankan pada pertimbangan eksklusif dari semua faktor dan pertimbangan logika murni dalam hukum secara parsial, dan lebih kepada penyeimbangan antar kepentingan. 

Secara mendasar, gerakan ini tidak berpretensi untuk menyediakan hakim yang memberikan solusi parsial. Namun ingin memberikan suplai kebutuhan material sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan putusan. Agar terartikulasinya berbagai nilai berbeda dan agar naiknya berbagai kepentingan, yang sebagian besar tidak terartikulasi, agar ditemukannya sebuah justifikasi yang jernih dan dengan persepsi dari kepentingan manusia sebagai acuannya. Tetapi dalam proses kreatif, tidak boleh melebihi limitasi definitif yang sudah dibuat. Tidak diperbolehkan memberikan putusan atas kepercayaannya. Harus tetap ketat dalam pembagian kuasa dalam bentuk negara konstitusi modern dan tidak melangkahi fungsi legislatif. Yurisprudensi sosiologis memberikan keacakan dan bentuk anarkisme dalam pengutaraan ide agar hakim bisa menentukan secara bebas apakah ini baik atau buruk dalam setiap kasus.

AMERICAN SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
Program dari yurisprudensi sosiologis amerika banyak dikembangkan oleh Roscoe Pound. Dalam formulanya, Pound mendeskripsikan hukum sebagai teknik sosial. Pound mencoba memfasilitasi tugas dari teknik sosial melalui formulasi dan klasifikasi dari kepentingan sosial, penyeimbangan dari hasil proses hukum. Dimana fondasi Pound dalam mendekati hal ini tidak berubah, katalog kepentingan yang dalam lanjutannya ada beberapa perubahan. 
Pound mengklasifikasikan kepentingan yang terlindungi ada tiga macam, yaitu kepentingan publik, kepentingan sosial dan kepentingan individu.

Kepentingan publik yang utama adalah kepentingan negara sebagai pihak hukum dalam menjaga kepribadian dan substansi, dan yang kedua, kepentingan negara sebagai pihak pelindung dari kepentingan sosial. pada kepentingan pribadi, Pound merumuskan tiga hal, yaitu kepentingan kepribadian, kepentingan relasi domestik, dan kepentingan substansi. Kepentingan kepribadian meliputi proteksi atas integritas fisik, kebebasan akan bertindak, reputasi, privasi, dan kebebasan beropini serta beriman. Ini akan mencakup beberapa cabang hukum termasuk hukum kriminal termasuk serangan dan tuduhan, hukum memfitnah, prinsip kontrak atau limitasi kekuasaan polisi dalam mengintervensi perkumpulan, privasi atas properti, dsb. Kepentingan dari relasi domestik banyak berkonsentrasi di bidang proteksi perkawinan, penjagaan atas klaim kepemilikan dan hubungan legal antara orang tua dengan anaknya. Kepentingan substantif termasuk proteksi properti, kebebasan berusaha dan berdagang. Pound juga memasukkan hak berkumpul walaupun mungkin akan lebih masuk ke kepentingan pribadi dibandingkan dengan kepentingan substansial. Sehingga Pound merumuskan 6 kepetingan utama sosial.

Pertama, kepentingan sosial dalam keamanan umum. Ini termasuk kepentingan dalam proteksi hukum akan kedamaian dan keteraturan, akan kesehatan dan keamanan, keamanan transaksi dan akuisisi. 

Kedua, keamanan dalam institusi sosial meliputi proteksi hubungan domestik dan politik serta ekonomi. Persoalan seperti menyeimbangkan antara kesucian hubungan pernikahan dengan hak untuk bercerai, atau keseimbangan antara memberikan proteksi atas institusi keagamaan dan klaim atas kebebasan berkepercayaan ada di bawah naungan ini. Dalam kepentingan keamanan atas institusi politik seperti jaminan atas kebebasan berbicara ditekankan dibandingkan dengan kepentingan mendasar dari keamanan negara.

Ketiga, kepentingan sosial dalam moralitas umum termasuk proteksi masyarakat dari kekacauan moral. Kelengkapan dari tindak korupsi, berjudi, penodaan agama, transaksi palsu, dan perilaku badan pengawas ada dibawah sini.

Keempat, kepentingan sosial dalam percakapan sosial. Hukum dalam penggunaan benda umum, dan tendensi modern untuk menolak proteksi hukum atas penyalahgunaan hak berada dalam kategori ini.

Ke lima, adanya kepentingan sosial dalam kemajuan umum; adalah klaim atau keinginan dalam kehidupan sosial, yang dimana perkembangan kuasa manusia dan kontrol manusia atas alam untuk kepuasan manusia. Keperluan dimana teknik sosial semakin berkembang, dan dengan itu pula pemaksimalan diri dari grup sosial menghadapi perkembangan yang makin pesat dan lebih sempurna dari kuasa manusia.

Kategori ini adalah yang paling aneh dan paling kontroversial. Dalam pandangan Pound, ada 4 kebijakan utama, yaitu kebebasan atas properti, kebebasan berdagang dan proteksi atas monopoli, kebebasan membangun industri, dan kemudahan berinvestasi. Pound juga sekaligus memasukkan kapentingan progresfitas politik, lewat proteksi atas kebebasan kritis, komentar yang adil, kebebasan menuntut pendidikan, dsb. 

Yang terakhir, adanya kepentingan sosial dalam kehidupan individu. Di dalamnya terkandung pengenalan akan proteksi hukum atas kebebasan berpendapat dan kebebasan mendapatkan lapangan kerja, dalam kebebasan industri. 

Beberapa pemikir modern memberikan elaborasi atas berbagai variasi dari klasifikasi dasar dari Pound. Stone membangun klasifikasi Pound kecuali mengeliminasi kategori kepentingan publik sebagai kategori yang terpisah. Paton juga mengalisis hukum dengan basis kepentingan, memecahnya ke dalam kepentingan sosial dan pribadi.
Apa keuntungan klasifikasi semacam ini? Pertama ini adalah pendekatan atas hukum sebagai alat dalam perkembangan sosial. Kedua, menjadikan premis-premis yang tidak jernih menjadi terartikulasikan. Inilah pentingnya adanya kaitan antara prinsip dengan praktik.
Perlu digarisbawahi pula bahwa kategorisasi yang ada kadang berubah dan bertambah, dan apa yang disebut sebagai netral juga berubah, juga prioritas atas kepentingan tersebut. Tatkala sudah terjadi perangkingan, maka semenjak itu pula kategorisasi ini sudah tak lagi menjadi instrumen teknik sosial namun menjadi manifesto politik. Pound sendiri mengatakan bahwa yang paling mendasar adalah kepentingan individu. Namun Pound juga menambahkan bahwa apa yang sosial dan individual juga adalah persoalan yang politis. 



FREE LAW THEORIES
Yurisprudensi sosiologis yang merupakan reaksi perlawanan atas predominasi sebelumnya yaitu yurisprudensi analitik. Sebuah gerakan lebih radikal direpresentasikan di Jerman, dimana dalam terminologi Hegel, bisa dideskripsikan sebagai antitesis dari yurisprudensi analitik dengan yurisprudensi sosiologis sebagai pembentuk sintesanya. Gerakan ini tidak seperti yurisprudensi sosiologis, namun menolak keseluruhannya. Dalam skeptisisme melawan eksplanasi analitik atas hukum di gerakan kontinental adalah gerakan realis Amerika. Menolak logika hukum sebagai yang fiksi dan ilusi, tetapi tidak juga menganalisisnya isinya melalui proses dari realita sosial. Dia memiliki filosofi dan ideologi pada dirinya sendiri, dimana pengacara menemukan hukum berdasarkan pada keadilan dan kesamaan. Bahkan membiarkan hakim dalam sebuah kebebasan yang total. Hukum yang tidak berlandaskan pada keadilan atau prinsip fundamental, inilah praktik yang terjadi di bawah rezim Nazi. Dan inilah pengaplikasian tak diinginkan dari Freirechtslehre.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam prinsip eksponennya, kita bisa menyebutkan nama-nama seperti Ehrlich, Stampe, Ernst Fuch dan Hermann Isay. Ehrich merasa bahwa harus selalu ada upaya pencarian secara bebas pada setiap kasus hukum. Stampe memerlukan hak yudisial untuk mengubah hukum dimana hukum telah memproduksi apa yang dia sebut sebagai malapetaka. Sedang bagi Hermann Isay, dia menolak semua upaya hukum dengan menggunakan proses rasional. Proses pencarian hukum bagi dia adalah sebuah proses intuitif yang digerakkan oleh sentimen, dan logika ada pasca adanya kerja intuitif agar meyakinkan orang lain. Ketidak-terikatan hakim adalah cara terbaik sebagai pembangkangan pada hukum tertulis. Namun pada kenyataannya hal ini digunakan untuk kepentingan tertentu. 



DAFTAR PUSTAKA

Friedmann, W. (1953). Legal Theory. London: Stevens and Sons Limited.
J.Mcmanaman, L. (2013). Social Engineering: The Legal Philosophy of Roscoe Pound. St. John's Law Review , 1-48.
O'Toole, T. J. (1985). The Jurisprudence of Francois Geny. Villanova Law, Vol. 3 Issue 4.


*Sumber: https://www.academia.edu/35698061/Filsafat_Hukum_Hukum_dan_Sosial

Tag : Filsafat, Lainnya, Sosiologi
0 Komentar untuk "Hukum dan Sosial"

Back To Top