Jaminan Sosial

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cita-cita Indonesia adil dan makmur telah dilakukan oleh founding father dengan melaksanakan langkah pertama yaitu tujuan Negara Indonesia yang terdapat dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum. Tujuan tersebut menandakan negara Indonesia sebagai negara kesejahteraan (welfare state). Indonesia sebagai negara kesejahteraan bertanggung jawab untuk pemenuhan kesejahteraan rakyatnya, karena ciri utama dari Negara kesejahteraan adalah munculnya kewajiban negara untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi warganya.

Disamping itu Pasal 2 Konvensi Ekosob merupakan ketentuan yang paling penting untuk memahami sifat hak ekonomi, sosial dan budaya. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang berisi 31 Pasal juga menyebutkan hak atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial khususnya para ibu, anak dan orang muda (Pasal 9, dan Pasal 10). Dasar pertimbangan lain adalah Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 yang juga menganjurkan agar semua negara di dunia memberikan perlindungan dasar kepada setiap warga negaranya dalam rangka memenuhi Deklarasi PBB tentang Hak Jaminan Sosial.

Dengan ditetapkannya UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) maka bangsa Indonesia telah memiliki sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pasal 5 dalam undang-undang tersebut mengamanatkan pembentukan badan yang disebut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS). Meski sempat dilakukan judicial review oleh PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, PT. ASABRI, dan PT ASKES atas UU tersebut, namun Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan atas perkara perkara Nomor 007/PUU-III/2005 memberikan kepastian hukum bagi BPJS dalam melaksanakan program jaminan sosial di seluruh Indonesia. Pada Nopember 2011 baru terwujud Undang-Undang No 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Berdasarkan dengan eksplikasi tersebut, mengantarkan pembaca untuk mengetahui lebih lanjut mengenai jaminan sosial, maka penulis memilih tema kajian “jaminan sosial “ untuk dikaji secara holistik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian jaminan sosial?
2. Bagaimana program jaminan sosial nasional?
3. Bagaimana penyelenggaraan sistem jaminan sosial di Indonesia?




BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jaminan Sosial
Istilah jaminan sosial muncul pertama kali di Amerika Serikat dalam The Social Security Act tahun 1935 untuk mengatasi masalah- masalah pengangguran, manula, orang-orang sakit dan anak-anak akibat depresi ekonomi. Meskipun penyelenggaraan jaminan sosial di negara-negara maju belakangan ini mengalami perubahan, pada dasarnya penyelenggaraan jaminan sosial di sana pada hakekatnya dipahami sebagai bentuk nyata perlindungan negara terhadap rakyatnya. 

Jaminan sosial (social security) merupakan bagian dari konsep perlindungan sosial (social protection), dimana perlindungan sosial sifatnya lebih luas. Perbedaan keduanya adalah bahwa jaminan sosial memberikan perlindungan sosial bagi individu dengan dana yang diperoleh dari iuran berkala, sedangkan perlindungan sosial biasanya melibatkan banyak pihak dalam memberikan perlindungan baik kepada individu, keluarga atau komunitas dari berbagai risiko kehidupan yang tidak dapat diprediksi sebelumnya seperti krisis ekonomi, atau bencana alam. Hal tersebut sejalan dengan pendapat BAPPENAS yang telah mengadakan Kajian awal Tentang Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dan dalam kajian tersebut dikemukakan pendapat bahwa jaminan sosial mencakup dua hal yaitu (a) Asuransi Sosial (social insurance) dan (b) Bantuan Sosial (Social Assistance).

 Asuransi sosial mempunyai konsep sebagaimana asuransi pada umumnya, dimana pembayaran premi menjadi tanggungan bersama antara pemberi kerja (yaitu pemerintah atau pengusaha) dan pekerja (Pegawai Negeri Sipil (PNS), ABRI/POLRI atau pegawai swasta) oleh karena adanya hubungan kerja. Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang SJSN, definisi Asuransi Sosial adalah sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 ayat 3 yaitu suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. Sedangkan bantuan sosial, berupa “bantuan” dalam berbagai bentuk, uang, jasa maupun barang dengan tujuan sosial.

Jaminan Sosial

Pengertian yang lain dikemukakan oleh Agusmindah, bahwa jaminan   sosial adalah bentuk perlindungan bagi pekerja/buruh yang berkaitan dengan penghasilan berupa materi, guna memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk dalam hal terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan yang menyebabkan seseorang tidak dapat bekerja, ini diistilahkan juga sebagai perlindungan ekonomis.  Pengertian ini mencerminkan konsep asuransi sosial yang ditujukan bagi pekerja di sektor formal dengan rumus yang telah ditentukan yaitu berdasarkan partisipasi pekerja dan majikan yang menyetorkan porsi iuran secara berkala yang penyelenggaraannya dilakukan oleh PT JAMSOSTEK. Ahli lain yang mempertahankan konsep asuransi sosial sebagai dasar teknik jaminan sosial adalah Vladimir Rys, yang mengatakan bahwa jaminan sosial adalah seluruh rangkaian langkah wajib yang dilakukan oleh masyarakat untuk melindungi mereka dan keluarga mereka dari segala akibat yang muncul karena gangguan yang tidak terhindarkan, atau karena berkurangnya penghasilan yang mereka butuhkan untuk mempertahankan taraf hidup yang layak.

Serangkaian langkah wajib yang dilakukan oleh masyarakat untuk melindungi diri dan keluarga dari suatu risiko ekonomi maupun fisiologi adalah dengan turut serta pada asuransi sosial. Pendapat Rys sejalan dengan berkembangnya pemikiran Tentang cara-cara menghadapi risiko ketidakstabilan penghasilan manakala seseorang mengalami kecelakaan, sakit ataupun ketika seseorang tidak lagi mempunyai kemampuan fisik karena usia tua atau cacat phisik (risiko fisiologis) dan juga ketika seseorang tidak bekerja (risiko sosial), padahal mereka harus tetap mempertahankan kehidupan keluarganya. Untuk mengantisipasi risiko-risiko dimaksud, maka diperlukan dana sehingga perlu diciptakan sumber keuangan, harus ada pihak/lembaga yang melakukan pengelolaan dana tersebut serta perlu dirumuskan program-program yang sesuai dengan setiap risiko sehingga dapat mewujudkan cita-cita melindungi setiap warga negara untuk mendapatkan taraf hidup yang layak. Tentang hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam sesi Pengelolaan Jaminan Sosial Nasional.

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dimana Pasal 1 angka 1 mendefinisikan bahwa Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. dan Pasal 1 ayat 2 mendefisinikan Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. Selanjutnya, Subianto menjelaskan bahwa SJSN adalah sistem pemberian jaminan kesejahteraan berlaku kepada semua warganegara dan sifatnya adalah dasar (Basic).  Definisi ini hendak menegaskan bahwa fasilitas jaminan kesejahteraan harus dapat dinikmati oleh semua warga Negara tanpa terkecuali.

Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Jaminan Sosial mempunyai pengertian yang universal, sehingga jika disimak lebih dalam, maka Jaminan Sosial merupakan suatu perlindungan bagi seluruh rakyat dalam bentuk santunan baik berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang maupun pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang diakibatkan oleh risiko-risiko sosial berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia melalui mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib.

Menurut ILO  bahwa jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat melalui seperangkat kebijaksanaan publik terhadap tekanan-tekanan ekonomi dan sosial bahwa jika tidak diadakan system jaminan sosial akan menimbulkan hilangnya sebagia pendapatan akibat sakit, persalinan, kecelakaan kerja, sementara tidak bekerja, cacat, hari tua dan kematian dini, perawatan medis termasuk pemberian subsidi bagi anggota keluarga yang membutuhkan.

Jaminan sosial (social security) dapat didefinisikan sebagai sistem pemberian uang dan/atau pelayanan sosial guna melindungi seseorang dari resiko tidak memiliki atau kehilangan pendapatan akibat kecelakaan, kecacatan, sakit, menganggur, kehamilan, masa tua, dan kematian.  Spicker (1995) dan MHLW (1999)  , memberi batasan dan penjelasan mengenai jaminan sosial sebagai berikut: 
 
The term “social security” is mainly now related to financial assistance, but the general sense of the term is much wider, and it is still used in many countries to refer to provisions for health care as well as income. Although the benefits of security are not themselves material, they do have monetary value; people in Britain, where there is a National Health Service, are receiving support which people in the US have to pay for through private insurance or a Health Maintenance Organisation.  (Spicker, 1995:60).
 
Social security systems mean the systems to enable every citizen to lead a worthy life as a member of cultured society. Social security systems provide countermeasures against the causes for needy circumstances including illness, injury, childbirth, disablement, death, old age, unemployment and having a lot of children by implementing economic security measures through insurance or by direct public spending . (MHLW, 1999:2).

Dari pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jaminan sosial mempunyai beberapa aspek yaitu:
1. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja serta keluarganya.
2. Dengan adanya upaya perlindungan dasar akan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan, sebagai pengganti atau seluruh penghasilan yang hilang.
3. Menciptakan ketenangan kerja karena adanya upaya perlindungan terhadap resiko ekonomi maupun sosial.
4. Karena adanya upaya perlindungan dan terciptanya ketenangan kerja akan berdampak meningkatkan produktivitas kerja.
5. Dengan terciptanya ketenangan kerja pada akhirnya mendukung kemandirian dan harga manusia dalam menerima dan menghadapi resiko sosial ekonomi.

B. Landasan Filosofis, Yuridis, Sosiologis Jaminan Sosial 
1. Landasan Filosofis
Pemikiran mendasar yang melandasi penyusunan SJSN bagi penyelenggaraan jaminan sosial untuk seluruh warga negara adalah sebagai penyelenggaraan SJSN berlandaskan kepada hak asasi manusia dan hak konstitusional setiap orang, sebagaimana pada UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 28H ayat (3) menetapkan, ”Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangandirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.”

Selain itu, penyelenggaraan SJSN adalah wujud tanggung jawab Negara dalam pembangunan perekonomian nasional dan kesejahteraan social. Hal ini Berdasarkan UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 34 ayat (2) menetapkan, ”Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.”

Program jaminan sosial ditujukan untuk memungkinkan setiap orang mampu mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat, sebagaimana tercantum dalam UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 28H ayat (3), ”Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.”

Penyelenggaraan SJSN berdasarkan asas kemanusiaan dan berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 Pasal 2 menetapkan, “Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat,asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Penjelasan Pasal 2 UU No. 40 Tahun 2004 menjelaskan bahwa asas kemanusiaan berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia.

Jaminan sosial dari aspek tujuannya yakni untuk terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Hal ini diatur berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 3 menetapkan, “Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.” Penjelasan UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 3 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dengan demikian, bahwa landasan filosofis mengenai ungensinya jaminan sosial adalah berlandaskan kepada hak asasi manusia dan hak konstitusional setiap orang, wujud tanggung jawab Negara dalam pembangunan perekonomian nasional dan kesejahteraan social, asas kemanusiaan dan berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia, dan jaminan sosial bertujuan untuk terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.

2. Landasan Yuridis
Landasan yuridis penyelenggaraan SJSN adalah UUD Negara Republik Indonesia Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2). Pasal 28H ayat (3) diatur dalam Perubahan Kedua UUD NRI 1945 dan Pasal 34 ayat (2) diatur dalam Perubahan Keempat UUD NRI 1945. Amanat konstitusi tersebut kemudian dilaksanakan dengan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).

Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No. 007/PUU-III/2005, Pemerintah bersama DPR mengundangkan sebuah peraturan pelaksanaan UU SJSN setingkat Undang-Undang, yaitu UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional (UU BPJS).

Peraturan Pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS terbentang mulai Peraturan Pemerintah hingga Peraturan Lembaga. Penyelesaian seluruh dasar hukum bagi implementasi SJSN yang mencakup UUD NRI, UU SJSN dan peraturan pelaksanaannya membutuhkan waktu lima belas tahun (2000 – 2014).

Dengan demikian,landasan yuridis jaminan sosial adalah UUD Negara Republik Indonesia Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2). Pasal 28H ayat (3) diatur dalam Perubahan Kedua UUD NRI 1945 dan Pasal 34 ayat (2) diatur dalam Perubahan Keempat UUD NRI 1945. Amanat konstitusi tersebut kemudian dilaksanakan dengan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No. 007/PUU-III/2005.

3. Landasan Sosiologis
Paradigma hubungan antara penyelenggara Negara dengan warganya mengalami perubahan sangat mendasar sejak reformasi ketatanegaraan pada medio tahun 1998. Selama pemerintahan Orde Baru, hubungan tersebut berorientasi kepada Negara (state oriented). Kemudian sejak reformasi hubungan tersebut berubah menjadi atau berorientasi kepada rakyat yang berdaulat (people oriented). Rakyat tidak dipandang sebagai obyek tetapi subyek yang diberi wewenang untuk turut menentukan kebijakan publik yang menyangkut kepentingan mereka. Negara tidak lagi menguasai penyelenggaraan segala urusan pelayanan publik, tetapi mengatur dan mengarahkannya.

Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat tersebut direspon oleh hukum. Salah satu di antaranya adalah hukum jaminan sosial. Pemerintah membentuk dan mengundangkan UU SJSN untuk menyikapi dinamika masyarakat dan menangkap semangat jamannya, menyerap aspirasi, dan cita-cita hukum masyarakat. Penyelenggaraan program jaminan sosial diubah secara mendasar untuk memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Prinsip dana amanat diberlakukan. Dana dikumpulkan dari iuran peserta sebagai dana titipan kepada BPJS untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

C. Jenis-Jenis Jaminan Sosial Nasional
Berdasarkan pada UU SJSN menetapkan 5 (lima) jenis program jaminan sosial, yaitu:
1. Jaminan kesehatan
Jaminan adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk menjamin agar peserta dan anggota keluarganya memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. 
2. Jaminan kecelakaan kerja
Jaminan kecelakaan kerja adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila ia mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja. 
3. Jaminan hari tua
Jaminan hari tua adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. 
4. Jaminan pensiun
Jaminan pensiun adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta mengalami kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat tetap total. 
5. Jaminan kematian
Jaminan kematian adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.
Berdasarkan dari eksplanasi di atas, dengan demikian bahwa jenis-jenis jaminan sosial adalah teridiri dari jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan, jaminan kerja, jaminan hari tua, jaminan pension, jaminan kematian.

D. Badan Penyelenggara Sistem Jaminan Sosial di Indonesia
Untuk mengelola dana dan menyelenggarakan jaminan sosial agar berjalan dengan efektif, maka diperlukan lembaga pengelola yang kredibel. Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang SJSN disebutkan bahwa Dana Jaminan Sosial wajib dikelola dan dikembangkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, selanjutnya Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa badan penyelenggara jaminan sosial adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, telah ada badan-badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang juga dinyatakan masih berlaku sesuai dengan Pasal 5 ayat (3), yaitu:
a) Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK).
b) Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN).
c) Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI); dan
d) Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES).
Berdasarkan eksplikasi tersebut, bahwa dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 007/ PUU-III/2005 tanggal 30 Agustus 2005, pada intinya menyatakan bahwa negara harus membentuk UU BPJS paling lambat 5 (lima) tahun sejak UU SJSN diundangkan, yaitu selambat-lambatnya pada 19 Oktober 2009. 

Dalam amar putusannya, Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Pasal 5 ayat (2), (3), dan (4) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; Menolak permohonan Pemohon selebihnya; Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara sebagaimana mestinya di simpulkan bahwa landasan hukum tentang transformasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penjelasan Umum UU SJSN menjelaskan bahwa, BPJS dalam UU SJSN adalah TRANSFORMASI dari BPJS yang sekarang telah berjalan, yaitu PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, PT ASABRI, dan PT ASKES.
2. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 007/PUU-III/2005 tanggal 30 Agustus 2005 membatalkan PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, PT ASABRI, dan PT ASKES sebagai BPJS sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) UU SJSN karena bertentangan dengan UUD1945.
3. Pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi menyebutkan bahwa, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, PT ASABRI, dan PT ASKES keberadaannya hanya dibutuhkan untuk mengisi kekosongan hokum (rechts-vacuum) dan menjamin kepastian hukum (rechtszkerheid) selama 5 (lima) tahun terhitung sejak 19 Oktober 2004 s.d 19 Oktober 2009 (Pasal 52 ayat (2) UU SJSN karena belum adanya BPJS yang memenuhi persyaratan agar UU SJSN dapat dilaksanakan.
4. Pasal 52 ayat (2) UU SJSN menyatakan bahwa, semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, PT ASABRI, dan PT ASKES) disesuaikan dengan Undang-Undang ini paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut maka dalam waktu 5 (lima) tahun sejak 19 Oktober 2004 sudah harus dibuat Undang-Undang yang mengatur tentang transformasi secara menyeluruh lembaga penyelenggara jaminan sosial.

Sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi  diatas, bahwa Mahkamah Konstitusi memerintahkan untuk transformasi secara menyeluruh lembaga penyelenggara jaminan sosial. Adapun transformasi menyeluruh adalah:
1. Transformasi Kelembagaan; yaitu dari bentuk BUMN dengan badan hukum PT menjadi BPJS berbentuk Badan Hukum Publik dengan 9 Prinsip (kegotong-royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan wajib, dana amanat), dan hasil pengeloaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta. (Pasal 4 UU SJSN).
2. Transformasi Asset/Kekayaan; yaitu seluruh asset/kekayaan PT. JAMSOSTEK, PT TASPEN, PT ASABRI, dan PT ASKES baik dalam bentuk harta tidak bergerak, harta bergerak termasuk dana pesert menjadi asset/kekayaan BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS.
3. Transformasi Kepesertaan; yaitu seluruh peserta yang terdaftar dalam PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, PT ASABRI, dan PT ASKES menjadi Peserta BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS.
4. Transformasi Program; yaitu program jaminan sosial yang diselenggarakan oleh PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, PT ASABRI, dan PT ASKES menjadi program BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS, dengan perluasan program, seperti program Jaminan Pensiun yang sebelumnya tidak ada pada PT. Jamsostek.
Selain makna transformasi di atas, makna transformasi yang lainnya menurut Asih Eka Putri adalah Transformasi keempat BUMN PT (Persero) menjadi BPJS bersifat sangat mendasar. Perubahan ini mencakup filosofi, badan hukum, organisasi, tata kelola, dan budaya organisasi, sebagai berikut:
(1) filosofi penyelenggaraan jaminan sosial ditetapkan kembali sebagai upaya untuk mewujudkan hak konstitusional warga negara atas jaminan sosial,
(2) bentuk badan hukum diubah menjadi badan hukum publik dengan kewenangan publik dan privat, serta termasuk lembaga Negara berkedudukan langsung di bawah Presiden,
(3) organ badan penyelenggara diubah menjadi organ yang terdiri dari Dewan Pengawas dan Direksi dengan proses perekrutan secara terbuka,
(4) penataan ulang tata kelola program yang bercirikan prinsip asuransi sosial, segmentasi pengelolaan ke dalam dua kelompok program (program jaminan kesehatan dan program jaminan non kesehatan), pemisahan aset BPJS dengan aset Dana Jaminan Sosial, serta penyertaan dana Pemerintah,
(5) budaya organisasi mencerminkan upaya merealisasikan tujuan public untuk memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mengingat pemerintah tidak dapat memenuhi dibentuknya BPJS sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi No. 007/PUU-III/2005 tanggal 30 Agustus 2005 yang seharusnya dilaksanakan paling lambat pada 19 Oktober 2009, maka warga yang tergabung dalam KAJS (Komite Aksi Jaminan Sosial) yang terdiri dari elemen buruh, tani, nelayan, mahasiswa, LSM mengajukan gugatan ke PN Jakarta Pusat. Gugatan Warga Negara (Citizen Law Suite) mulai tanggal 26 Juni 2010 dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Perkara Nomor 278/PDT.G/PN.JKT.PST tanggal 13 Juli 2011, yang memeriksa dan mengadili Gugatan Warga Negara (Citizen Law Suit), membuktikan bahwa DPR dan Pemerintahan SBY terbukti bersalah telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum. Pemerintahan SBY telah lalai dengan tidak menjalankan UU SJSN, dan karenanya: Ketua DPR RI dan Presiden SBY dihukum harus segera melaksanakan UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dengan: (a) Segera mengundangkan UU BPJS; (b) Membentuk PP dan Perpres yang diperintahkan UU SJSN; (c) Melakukan penyesuaian BPJS yang ada dengan UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN.

Setelah disahkannya Undang-Undang Nonor 24 Tahun 2011 tentang BPJS tanggal 25 Nopember 2011, maka terjadi regulasi terhadap penyelenggaraan jaminan sosial yang merupakan amanat Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Secara garis besar isi UU Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS meliputi:
1. BPJS dibagi 2, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
2. BPJS berbentuk Badan Hukum Publik
3. BPJS bertanggung-jawab langsung kepada Presiden
4. BPJS berwenang menagih iuran, menempatkan dana, melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan pemberi kerja, mengenakan sanksi administrasi kepada Peserta dan pemberi kerja.
5. Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta Program Jaminan Sosial.
6. Sangsi adminstratif yang dapat dilakukan oleh BPJS: teguran tertulis dan denda.
7. Pemerintah mendaftarkan penerima bantuan Iuran dan anggota keluarganya sebagai peserta kepada BPJS 
8. Pemberi kerja wajib memungut iuran yang menjadi beban peserta dari pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS.
9. Pemberi kerja wajib membayar dan menyetor iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.
10. Peserta yang bukan pekerja dan bukan penerima bantuan Iuran wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.
11. Pemerintah membayar dan menyetor Iuran untuk Penerima Bantuan Iuran kepada BPJS.
12. Jika pemberi kerja tidak memungut iuran yang menjadi beban peserta dari pekerjanya dan tidak menyetorkannya kepada BPJS dan atau jika pemberi kerja tidak membayar dan menyetor iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS, dipidana penjara paling lama 8 tahun atau pidana denda paling banyak 1 miliar.
13. BPJS Kesehatan mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014, semua pegawai PT. Askes (Persero) menjadi pegawai BPJS Kesehatan.
14. Pada tanggal 1 Januari 2014 PT. Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Semua pegawai PT. Jamsostek (Persero) menjadi pegawai BPJS Ketenagakerjaan.
15. Paling lambat tanggal 1 Juli 2015 PT. Jamsostek (Persero) mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, program jaminan pensiun dan program jaminan kematian bagi peserta, tidak termasuk peserta yang dikelola PT. TASPEN (Persero) dan PT. ASABRI (Persero).
16. PT. ASABRI (Persero) menyelesaikan pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun paling lambat tahun 2029.
Dengan demikian, berdasarkan dari eksplanasi di atas, yang menjadi serta permasalahan yang lain yakni penerapan kartu indonesia sehat (KIS) yang direncakan dan akan diterapkan oleh pemerintah. Menurut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menyatakan siap mendukung penuh peluncuran sekaligus berjalannya program Kartu Indonesia Sehat (KIS) ke depan. KIS merupakan program jaminan kesehatan baru untuk masyarakat yang dicetuskan Presiden RI Joko Widodo.

Selanjutnya menurut Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan Tono Rustiano mengatakan, masyarakat terutama pengguna BPJS tidak perlu khawatir perihal program KIS ini. Sebab KIS hanya merupakan merek baru atau nama lain dari BPJS. "Ini hanya merek baru saja. BPJS sudah terintegrasi dengan KIS. Dan pengelolaan KIS nantinya juga akan tetap oleh BPJS," Dilanjutkan Tono, pengintegrasian tersebut telah dan akan dilakukan secara bertahap. "Kita sedang lakukan bertahap. Tidak hanya pengguna BPJS, seperti Jamkesmas itu juga nantinya akan kita jadikan KIS secara bertahap," lanjutnya.

Mengingat KIS akan mulai diluncurkan pekan depan, Tono juga mengaku pihaknya telah melakukan rangkaian persiapan terutama untuk menghadapi ribuan pendaftar nantinya. "Kita sudah sangat siap. Targetnya 15 ribu dari daftar 1,7 juta dari penduduk seluruh Indonesia," 

Teknis persiapan BPJS menghadapi peluncuran KIS juga turut disampaikan Direktur Hukum Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga Purnawarman Basundoro. "Ya kami sudah melakukan persiapan tentunya dari mulai IT dan segala macam, sampai komunikasi melalui media juga," kata dia.

 dapat diketahui bahwa dalam penyelengggaran jaminan sosial dari hasil trransformasi lembaga penyelenggara jaminan sosial yakni BPJS dan terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu, masih terdapat persero yang menyelenggarakan jaminan sosial saat ini untuk sampai jangka waktu yang ditentukan berdasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi untuk melayani subjek hukum (peserta) tertentu yang belum bertransformasi menjadi BPJS yakni PT. ASABRI dan PT TASPEN. serta permasalahan yang lain yakni penerapan kartu indonesia sehat (KIS) yang direncakan dan akan diterapkan oleh pemerintah.




BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan 
Berdasarkan dari eksplikasi pada pembahasan di atas, maka penulis berkesimpulan sebagai berikut :
1. Bahwa pengertian jaminan sosial mempunyai beberapa aspek yaitu:
a. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja serta keluarganya.
b. Dengan adanya upaya perlindungan dasar akan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan, sebagai pengganti atau seluruh penghasilan yang hilang.
c. Menciptakan ketenangan kerja karena adanya upaya perlindungan terhadap resiko ekonomi maupun sosial.
d. Karena adanya upaya perlindungan dan terciptanya ketenangan kerja akan berdampak meningkatkan produktifitas kerja.
e. Dengan terciptanya ketenangan kerja pada akhirnya mendukung kemandirian dan harga manusia dalam menerima dan menghadapi resiko sosial ekonomi.
2. Bahwa landasan filosofis, yuridis, sosiologis jaminan sosial yakni sebagai berikut :
a. Landasan Filosofis
Landasan filosofis mengenai ungensinya jaminan sosial adalah berlandaskan kepada hak asasi manusia dan hak konstitusional setiap orang, wujud tanggung jawab Negara dalam pembangunan perekonomian nasional dan kesejahteraan social, asas kemanusiaan dan berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia, dan jaminan sosial bertujuan untuk terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
b. Landasan Yuridis
Landasan yuridis jaminan sosial adalah UUD Negara Republik Indonesia Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2). Pasal 28H ayat (3) diatur dalam Perubahan Kedua UUD NRI 1945 dan Pasal 34 ayat (2) diatur dalam Perubahan Keempat UUD NRI 1945. Amanat konstitusi tersebut kemudian dilaksanakan dengan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No. 007/PUU-III/2005.
c. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis jaminan sosial yakni terjadi perubahan sosial di dalam masyarakat tersebut direspon oleh hukum. Salah satu di antaranya adalah hukum jaminan sosial. Pemerintah membentuk dan mengundangkan UU SJSN untuk menyikapi dinamika masyarakat dan menangkap semangat jamannya, menyerap aspirasi, dan cita-cita hukum masyarakat. Penyelenggaraan program jaminan sosial diubah secara mendasar untuk memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Prinsip dana amanat diberlakukan. Dana dikumpulkan dari iuran peserta sebagai dana titipan kepada BPJS untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
3. Bahwa jenis-jenis jaminan sosial adalah teridiri dari jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan, jaminan kerja, jaminan hari tua, jaminan pension, jaminan kematian.
4. Bahwa dalam penyelenggaraan jaminan sosial dari hasil trransformasi lembaga penyelenggara jaminan sosial yakni BPJS dan terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu, masih terdapat persero yang menyelenggarakan jaminan sosial saat ini untuk sampai jangka waktu yang ditentukan berdasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi untuk melayani subjek hukum (peserta) tertentu yang belum bertransformasi menjadi BPJS yakni PT. ASABRI dan PT TASPEN.



DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/10203759/TUGAS_MAKALAH_JAMINAN_SOSIAL




*Sumber: https://www.academia.edu/10203759/TUGAS_MAKALAH_JAMINAN_SOSIAL


Tag : Lainnya
0 Komentar untuk "Jaminan Sosial"

Back To Top