BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap manusia memiliki emosi. Emosi adalah luapan perasaan yang berkembang sebagai reaksi otak dan organ-organ tubuh terhadap perilaku tertentu yang surut dalam waktu singkat. Emosi tersebut dibagi menjadi dua yaitu emosi positif seperti bahagia dan emosi negatif seperti marah. Semua orang berhak meluapkan emosi yang ia rasakan, asal tidak berlebihan. Salah satu emosi yang perlu dikendalikan adalah marah.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti dari marah adalah sangat tidak senang (karena dihina, diperlakukan tidak sepantasnya dan sebagainya); berang; gusar. Marah disebabkan oleh faktor internal, misalnya perasaan salah ketika di dalam pekerjaan yang tak bisa terselesaikan, dan faktor eksternal, biasanya tercipta karena adanya sebuah ancaman atau provokasi dari luar. Marah adalah perbuatan wajar yang bisa dilakukan oleh semua orang. Ada beragam ekspresi ketika seseorang sedang marah, misalnya: menggerutu, memaki, memukul bahkan bisa ke tahap merusak barang. Ahli medis menyatakan bahwa, marah yang berlebihan itu tidak baik, karena dapat meningkatkan detak jantung dan tekanan darah, bahkan jika parah bisa mengakibatkan pecahnya pembuluh darah hingga kematian mendadak. Marah juga bisa mengakibatkan seseorang salah dalam mengambil sebuah keputusan, karena kehilangan fokus dan tak mampu melihat masalah dalam perspektif yang berbeda. Jika pemimpin salah dalam mengambil sebuah keputusan maka akan berdampak negatif pada dirinya, organisasi maupun orang yang dipimpinnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis membuat suatu rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa penyebab orang sulit mengendalikan marah?
2. Bagaimana cara untuk mengendalikan marah?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penyebab orang sulit mengendalikan marah
2. Untuk mengetahui cara untuk mengendalikan marah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penyebab Orang Sulit Mengendalikan Marah
2.1.1 Kurang Tidur
Tidur merupakan salah satu aktivitas manusia yang pasti dilakukan. Banyak dari antara mereka melakukan tidur pada waktu malam hari untuk menutup aktivitasnya selama satu hari tersebut. Tidak sedikit juga dari antara mereka yang menyempatkan waktu di siang hari untuk beristirahat. Mulai dari anak-anak, pemuda maupun orang tua, mereka memiliki kebutuhan tidur yang berbeda. Anak-anak membutuhkan waktu tidur yang lebih banyak daripada orang dewasa untuk menyegarkan tubuhnya. Orang dewasa membutuhkan 7-9 jam per hari untuk beristirahat atau setidaknya tidak kurang dari 6 jam.
Tidur memiliki peran yang penting bagi manusia, karena pada waktu seseorang tidur, tubuh akan memperbaiki dirinya, baik kondisi fisik maupun mental. Namun bagi sebagian orang, ada dari antara mereka yang tidur kurang dari 6 jam, karena sebuah pekerjaan maupun kebiasaan. Kebiasaan seperti begadang, nongkrong, main game di malam hari dapat menyebabkan mereka semakin kelelahan. Kebiasaan yang buruk ini perlu dipertimbangkan dengan baik oleh seseorang, apalagi ia seorang pemimpin. Pemimpin perlu memperhatikan kesehatannya. Pemimpin yang baik harus memiliki kesehatan fisik maupun mental yang baik. Orang yang kurang tidur cenderung mengalami gangguan stabilitas emosional, salah satunya adalah marah. Ketika pemimpin mudah marah, maka dapat menyebabkan orang yang dipimpinnya menjadi kurang nyaman, sehingga hubungan antara pemimpin dengan orang dipimpinnya menjadi kurang dekat.
Seorang pemimpin yang memiliki kebiasaan tidur yang kurang, harus berubah untuk memiliki tidur yang cukup, agar ia dapat memimpin dengan emosi yang stabil. Jika pemimpin didesak oleh sebuah pekerjaan yang harus segera selesai, maka ia harus bijaksana dalam mengatur waktu antara pekerjaan dengan istirahat. Orang yang menyadari dirinya butuh perbaikan dalam kondisi fisik dan mental, mereka akan tidur. Pemimpin yang memiliki tidur yang cukup dapat membantu meningkatkan kontrol diri dan membantu berpikir jernih.
2.1.2 Stres dan Depresi
Setiap orang yang masih hidup di dunia ini pasti pernah mengalami masalah, baik masalah dalam hal ekonomi, hubungan keluarga, pekerjaan dan sebagainya. Masalah bisa dapat datang kapan saja dan di mana saja, tanpa perlu di undang. Dalam sisi positif, masalah akan membuat seseorang menjadi semakin dewasa, dan semakin berpengalaman dalam menjalani kehidupan ini. Namun di sisi lain masalah juga bisa membuat seseorang mengalami stres dan depresi. Stres merupakan kondisi manusia ketika ia mengalami gangguan atau kekacauan dalam mental maupun emosional. Stres yang di maksud di sini ialah stres ringan, yang dapat di alami oleh siapa pun ketika menghadapi tekanan maupun tuntutan yang menyerang dirinya.
Masalah yang terus menumpuk dan belum terselesaikan dapat membuat seseorang terserang pikirannya, sehingga membuat emosinya menjadi tidak stabil. Apabila seseorang merasakan ketidakseimbangan antara tuntutan dengan kemampuan yang dimilikinya, maka stres akan muncul.7 Tingkat stres setiap individu berbeda-beda. Orang yang sedang mengalami stres bisa melampiaskannya dalam banyak hal, salah satunya adalah marah. Pemimpin yang hebat tidak hanya pintar dalam pengetahuan, melainkan juga harus pintar dalam mengendalikan emosinya. Pemimpin perlu mengenali dirinya serta kemampuannya dalam menghadapi segala sesuatu.
Untuk mengenali dirinya seperti apa, pemimpin bisa bertanya kepada orang-orang terdekat mengenai dirinya. Selain itu pemimpin juga bisa mengikuti tes kepribadian kepada psikolog. Jika pemimpin tidak sanggup dalam menghadapi sesuatu, pemimpin dapat meminta bantuan kepada orang yang profesional dalam hal tersebut, agar masalah yang tidak dapat ia selesaikan, dapat segera di selesaikan. Maka dari itu pemimpin butuh orang lain di sisinya. Pemimpin yang baik bukanlah pemimpin yang mengerjakan segala sesuatunya serba sendiri, melainkan melibatkan orang lain. Bukan sebagai pembantu melainkan sebagai rekan kerja.
2.1.3 Faktor Genetis
Pepatah kuno yang berkata: “buah tidak jatuh, jauh dari pohonnya” dapat menjadi gambaran bahwa anak yang mudah marah terlahir dari orang tua yang mudah marah. Hasil penelitian membuktikan bahwa orang yang gampang marah sering kali berasal dari keluarga yang berantakan dan tidak terampil dalam mengungkapkan emosi ataupun berkomunikasi. Orang tua yang memiliki kebiasaan mudah marah cenderung menghasilkan anak yang mudah marah. Ketika anak-anak melihat orang tuanya sering dan mudah marah, maka secara tidak langsung otaknya merekam, dan pada waktu ia sudah beranjak dewasa secara tidak langsung ia melakukan hal tersebut. Hal ini dapat dilihat pada awal-awal tahun kehidupan anak, seperti suka mengomel, cepat marah dan lain-lain. Kebiasaan seorang anak yang mudah marah akan sulit hilang ketika anak tersebut berada di kelompok yang mudah marah juga.
2.2 Cara Mengendalikan Marah
2.2.1 Latihan Relaksasi
Relaksasi adalah suatu kegiatan atau aktivitas untuk membuat pikiran, perasaan dan otot-otot di tubuh menjadi rileks. Secara psikologis relaksasi yang berhasil menghasilkan perasaan sehat, tenang dan damai, suatu perasaan berada dalam kendali, serta penurunan dalam ketegangan dan kegelisahan. Secara fisiologis relaksasi menghasilkan penurunan tekanan darah, pernafasan dan detak jantung seharusnya muncul.
Relaksasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya: berjalan-jalan di sekitar rumah di pagi hari agar mendapat udara yang segar, berolahraga, bermain musik, melihat pemandangan dan sebagainya. Jika pada situasi tertentu membuat seseorang terdorong untuk marah, maka ada cara yang sederhana untuk mengatasinya. Cara tersebut adalah dengan menarik nafas sedalam-dalamnya dan menahannya sebentar lalu melepaskannya lagi. Dalam melakukan hal ini, seseorang tidak perlu mengeluarkan biaya yang mahal maupun tenaga yang banyak. Dengan melakukan hal tersebut maka detak jantung akan melambat dan mengirim sinyal ke otak untuk tidak perlu marah. Hal ini perlu dilakukan terus menerus agar menjadi sebuah kebiasaan dan menghasilkan karakter yang sabar.
Di situasi kegiatan yang padat dapat membuat seseorang sibuk sehingga tidak sempat untuk melakukan relaksasi. Relaksasi sangat diperlukan oleh tubuh. Maka dari itu relaksasi harus disempatkan. Bukan hanya fisik saja yang perlu disegarkan, melainkan pikiran dan perasaan juga. Ketika tubuh dalam kondisi keadaan yang segar maka seorang pemimpin mampu mengambil keputusan dengan bijaksana, serta mengatasi segala masalah dengan tenang.
2.2.2 Mengubah Reaksi
Tuhan menciptakan manusia dengan akal dan pikiran, agar setiap manusia dapat berpikir dengan sehat serta mengambil keputusan yang tepat. Manusia bukanlah robot yang harus di atur atau dikendalikan oleh mesin atau penciptanya. Manusia di beri kehendak bebas. Kehendak bebas diberikan diharapkan tidak disalahgunakan oleh manusia. Segala keputusan tetap ada pada setiap manusia dan setiap keputusan yang ia ambil pasti ada konsekuensinya, entah baik atau pun buruk. Orang dapat marah jika ada yang menyulutnya. Seperti petasan tidak akan meledak jika sumbunya tidak dinyalakan. Orang lain hanya bisa menyulut amarah seseorang, namun tidak berkuasa atas hidup orang tersebut. Yang berhak mengambil keputusan marah atau tidak adalah pribadi tersebut.
Marah hanya terjadi jika orang tersebut mengizinkannya. Jika ia tidak mengizinkan marah menguasai dirinya, pasti ia tidak akan marah. Ia harus berjuang melawan dirinya sendiri. Orang terdekat hanya bisa meredam marahnya, namun yang bisa mengendalikannya adalah dirinya sendiri. Selama orang tersebut mampu mengendalikan marahnya dengan benar, maka di dalam dirinya akan membentuk karakter sabar. Karakter ini tidak serta merta langsung dimiliki oleh seseorang, melainkan mereka harus melewati proses yang ada dan mampu mengatasi marah dalam dirinya.
Marah bisa di cegah. Rangsangan marah bisa terjadi kapan pun dan di mana pun. Setiap manusia di berikan kebebasan untuk memilih apakah ia ingin marah atau tidak. Reaksi marah seseorang bisa dilakukan dengan cara, berkata keras. Namun ada satu hal yang perlu di ubah dalam memberikan reaksi ketika marah, yaitu dengan mengubah reaksi marah tersebut. Ketika seseorang marah dan ingin berkata dengan keras maka ia dapat memberikan reaksi dengan berkata lembut dengan nada yang lambat. Hal tersebut akan mencegah untuk seseorang marah. Cara yang lain juga bisa digunakan, tetapi dengan syarat tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.
2.2.3 Ceritakan pada orang lain
Bercerita mengenai masalah atau yang biasa disebut curhat (curahan hati) bagi kalangan wanita merupakan hal yang biasa dilakukan. Namun bagi pria, curhat merupakan hal yang jarang dilakukan, karena mereka merasa bahwa dirinya mampu menyelesaikan masalah. Bagi mereka yang tidak ingin urusannya di campuri oleh orang lain, mereka memilih untuk diam dan menyelesaikan masalahnya secara pribadi. Mereka bisa saja takut curhat, karena beberapa alasan seperti: takut dinilai tidak baik, takut di gosipkan, takut dipersalahkan, takut untuk di tegur dan sebagainya.
Halangan ini membuat bebannya tidak semakin berkurang. Orang yang sedang marah sebaiknya harus dilampiaskan secara tepat dan benar, agar diperoleh suatu kelegaan atau terlepas dari adanya suatu beban berat. Jika seseorang melampiaskan marahnya dengan salah maka ia malah menambah masalah baru di dalam hidupnya. Marah yang tidak dilampiaskan akan menumpuk di bawah alam bawah sadar dan dalam jangka panjang akan menimbulkan gangguan kesehatan seperti sakit kepala yang berkepanjangan maupun migren.
Curhat bisa di ibaratkan seperti membagikan beban yang ada di dalam dirinya kepada orang lain. Orang tidak akan mampu menjalani setiap masalah kehidupan tanpa bantuan orang lain. Ia butuh cerita. Meskipun pada kenyataannya belum menemukan orang yang dapat diajak curhat. Selain itu ia juga belum tentu mendapatkan jawaban dari masalah yang ia ceritakan. Pandangan negatif ketika ia curhat harus segera dihilangkan, karena hal itu akan membuat dirinya semakin tertekan dalam menghadapi masalah. Secara medis, curhat dapat mengurangi beban psikologis. Ia tidak akan mudah stres. Maka dari itu curhat itu perlu dan memiliki nilai yang positif. Jika seseorang ingin curhat, ia harus memilih orang yang tepat. Apabila ia memilih orang dengan sembarangan, maka nasehat yang diberikan bisa asal.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Demikian maka penulis dapat menyimpulkan bahwa penyebab orang kesulitan mengendalikan marah disebabkan oleh kondisi tubuh yang kurang fit akibat tidak mendapatkan tidur yang cukup, sehingga membuat emosi menjadi tidak stabil dan mudah marah. Selain itu ketika orang sedang mendapat tekanan maupun tuntutan entah dari pekerjaan, maupun kebutuhan tetapi ia tidak mampu mengatasinya, maka dapat menyebabkan seseorang mengalami stres dan depresi. Dalam kondisi ini seseorang dapat melampiaskannya dengan marah. Kebiasaan tidak mengendalikan marah juga dapat disebabkan oleh faktor genetis. Anak yang terlahir dari keluarga yang tidak dapat mengendalikan marah akan menghasilkan anak yang seperti itu juga.
Bukan hal yang tidak mungkin bahwa marah bisa di cegah. Cara tersebut adalah dengan latihan relaksasi, mengubah reaksi dan menceritakan pada orang lain. Ketika dalam kegiatan yang padat, tubuh, pikiran dan perasaan bisa mengalami kelelahan, maka dari itu mereka membutuhkan kesegaran agar mereka dapat berfungsi dengan baik serta dapat mengelola emosi. Reaksi marah seperti berteriak atau berkata dengan nada yang keras bisa di ubah dengan perkataan yang lembut. Reaksi marah harus segera di ubah oleh orang-orang yang tidak bisa mengendalikan marah. Reaksi-reaksi yang positif bisa di coba, dengan syarat tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Seseorang yang mengalami keadaan yang dapat membuat seseorang marah, maka harus dilampiaskan dengan cara yang benar, yaitu menceritakan kepada orang lain. Hal ini jika dilakukan akan berdampak mengurangi beban dalam diri orang tersebut, sehingga dapat menurunkan marahnya.
3.2 Saran
Demikianlah pokok bahasan makalah ini yang dapat penulis paparkan. Besar harapan penulis makalah ini dapat bermanfaat bagi banyak orang. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan referensi. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Adiati, Harrista. Jurus Jitu Mengelola Amarah. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2012.
Firdhausa, Mareta. Hidup Sekali Bijak Mengeksekusi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2016.
Harefa, Andrias dan Hendri Bun, Ubah Amarahmu Jadi Tawa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009.
HM, Zaenuddin. The Hidden Inspiration. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer, 2013. Khavari, Khalil A. The Art of Happines. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006. Lubis, Namora Lumongga. Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana, 2009.
Prasaja, Andreas. Ayo Bangun! Dengan Bugar karena Tidur yang Benar. Jakarta: Penerbit Hikmah, 2009.
Pujiasturi, Ratna Dewi. Meretas Badai Lebih Sehat Jika Menulis. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo KOMPAS GRAMEDIA, 2015.
Rahmat, H.M. Aref. Nabi pun Bisa Marah. Yogyakarta: Medpress Digital, 2012. Saleh, Lalu Muhammad, dkk. Teknik Relaksasi Otot Progresif Pada Air Traffic
Controller (ATC). Yogyakarta: Deepublish Publisher, 2019.
Susanto, Ahmad. Bimbingan dan Konseling di Sekolah : Konsep, teori, dan Aplikasinya. Jakarta: Prenadamedia Group, 2018.
Wibowo, Alvin. Day-to-Day Plan Success Plan 70 Panduan Singkat, Inpsiratif, dan Aplikatif untuk Mencapai Kesuksesan di Tempat Kerja. Jakarta: Grasindo, 2015.
*Sumber: https://www.academia.edu/43002652/MAKALAH_KEBIASAAN_MENGUASAI_MARAH_UNTUK_MENGHASILKAN_KARAKTER_SABAR
Tag :
Lainnya
0 Komentar untuk "Kebiasaan Menguasai Marah Untuk Menghasilkan Karakter Sabar"