Pengertian dan Hukum Surat Berharga

BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Perkembangan dunia bisnis yang sangat cepat membuat para pebisnis memelukan alat pembayaran yang cepat, sederhana dan aman. Di dalam dunia perusahaan dan perdagangan, orang menginginkan segala sesuatunya bersifat praktis dan aman khususnya dalam lalu lintas pembayaran. Artinya, orang tidak mutlak lagi menggunakan alat pembayaran berupa uang, melainkan cukup dengan menerbitkan surat berharga baik sebagai alat pembayaran kontan maupun sebagai alat pembayaran kredit.

Penggunaan surat berharga dalam lalu lintas pembayaran mempertimbangkan aspek praktis, keamanan, prestise(kebanggaan), dan investasi. Praktis dalam setiap transaksi, para pihak tidak perlu membawa mata uang dalam jumlah besar sebagai alat pembayaran dalam suatu transaksi, melainkan cukup dengan membawa atau mengantongi surat berharga saja. Aman artinya tidak setiap orang yang tidak berhak dapat menggunakan surat berharga itu, karena pembayaran dengan surat berharga memerlukan cara-cara tertentu. Sedangkan jika menggunakan mata uang apalagi dalam jumlah besar banyak sekali kemungkinan timbulnya bahaya atau kerugian, misalnya pencurian, kebakaran atau perampokan, dan lain-lain.

Penggunaan surat berharga menjadi pilihan bagi para pebisnis dalam dunia perdagangan untuk mempercepat, mempermudah lalu lintas pembayaran dengan aman.



BAB II
PEMBAHASAN

Seperti yang diatur dalam KUH Dagang terlebih dahulu perlu dibedakan dua macam surat, yaitu:
1. Surat berharga, terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “waarde papier” di negara anglo saxon di kenal dengan istilah “negatible instruments”.
2. Surat yang mempunyai harga atau nilai, terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “papier van waarde” dalam bahasa Inggris “letter of value”.

Surat berharga adalah surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit atau setiap derivatif dan surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal maupun pasar uang.

Pengertian dan Hukum Surat Berharga

Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang. Tetapi pembayaran itu tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain. Alat bayar itu berupa surat yang didalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga, atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat itu.

Surat berharga itu mempunyai tiga fungsi utama, yaitu:
1. Sebagai alat pembayar (alat tukar uang)
2. Sebagai alat untuk memudahkan hak tagih (diperjualbelikan secara mudah dan sederhana)
3. Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi)

Ketentuan-ketentuan mengenai surat berharga diatur dalam Buku I titel 6 dan titel 7 KUHD yang berisi tentang:
1. Wesel
2. Surat sanggup 
3. Cek 
4. Kwitansi-kwitansi dan promes atas tunjuk 
5. Dan lain-lain

Penggunaan cek sebagai salah satu media pembayaran transkasi telah dikenal sejak zaman sebelum perang dunia ke II. Saat itu Indonesia sebagai negara tujuan perdagangan utama memandang cek sebagai sebuah alat pembayaran yang paling mudah digunakan. Menurut Keputusan Presiden nomor 470 tahun 1961 alat pembayaran bisa berupa uang Kartal, seperti uang logam dan uang kertas, serta uang giral, seperti cek.  

Cek merupakan salah satu sarana yang digunakan untuk menarik atau mengambil uang direkening giro. Fungsi lain dari cek adalah sebagai alat untuk melakukan pembayaran. Pengertian cek adalah surat perintah tanpa syarat dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening giro nasabah tersebut, untuk membayar sejumlah uang kepada pihak yang disebutkan di dalamnya atau kepada pemegang cek tersebut. 
Pengertian Cek

Cek adalah surat berharga yang memuat kata cek/cheque dalam mana penerbitannya memerintahkan kepada bank tertentu untuk membayar sejumlah uang kepada orang yang namanya disebut dalam cek, penggantinya, pembawanya pada saat ditunjukkan. Cek juga merupakan surat perintah dari nasabah, dalam hal ini pemilik dana pada rekening giro (current account), kepada tertarik, dalam hal ini bank, untuk membayar tanpa syarat sejumlah dana kepada pemegang pada saat diunjukkan, yang berfungsi sebagai alat pembayaran tunaiDalam pasal 178 KUHD ditentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi suatu cek dan kalau salah satu syarat dalam pasal, tersebut tidak dipenuhi, maka kertas itu tidak dapat diperlakukan sebagai cek.

Tenggang waktu pengunjukan cek
Untuk cek yang diterbitkan dan dibayarkan di Indonesia, harus diunjukkan dalam tenggang waktu 70 hari, sejak tanggal penerbitannya (Pasal 206 KUHD) ditambah 6 bulan tenggang waktu sebelum kadaluwarsa (Pasal 229 KUHD).
 
Dasar Hukum
Antara lain:
1. Pasal 178-229d KUHD;
2. SEBI No.8/7/UPPB tertanggal 16 Mei 1975 tentang Cek/Bilyet Giro Kosong (“SEBI No.8/7/1975”);
3. SEBI No.9/72/UPPB tertanggal 10 Januari 1977 tentang Penulisan Nilai Nominal Cek/Bilyet Giro dalam Angka dan Huruf (“SEBI No.9/72/1975”);
4. SEBI No.9/16/UPPB tertanggal 31 Mei 1976 tentang Larangan Menerbitkan Cek/Bilyet Giro dalam Valuta Asing (“SEBI No.9/16/1976”);
5. SEBI No.5/85/UPPB/PbB tertanggal 11 September 1972 tentang Pembuatan/Penerbitan Cek/Bilyet Giro dan Alat-alat Lalu Lintas Pembayaran Giral Lainnya (“SEBI No.5/85/1972”);

Syarat Formil
Cek harus memenuhi syarat formal sebagai berikut (berdasarkan Pasal 178 KUHD):
1. Nama dan nomor "Cek" harus termuat dalam teks; 
2. Nama bank terkait
3. Perintah bayaran tanpa syarat sejumlah uang tertentu; 
4. Nama pihak yang harus membayar (tertarik); 
5. Jumlah dana dalam angka dan huruf;
6. Penunjukan tempat dimana pembayaran harus dilakukan; 
7. Pernyataan tanggal dan tempat penarikan Cek; 
8. Tanda tangan orang yang mengeluarkan Cek (penarik).

Syarat lainnya yang dapat ditetapkan oleh bank:
1. Tersedianya dana
2. Adanya materai yang cukup
3. Jika ada coretan atau perubahan harus ditandatangani oleh si pemberi cek
4. Jumlah uang yang terbilang dan tersebut harus sama
5. Memperlihatkan masa kadaluwarsa cek yaitu 70 hari setelah dikeluarkannya cek tersebut
6. Tanda tangan atau cap perusahaan harus sama dengan speciment/contoh
7. Tidak diblokir pihak berwenang
8. Endorsment cek benar (jika ada)
9. Kondisi cek sempurna
10. Rekening belum ditutup
11. Dan syarat-syarat lainnya

Keterangan yang ada didalam suatu cek:
1. Ada tertulis kata-kata Cek atau Cheque
2. Ada tertulis Bank Penerbit (Bank Matras)
3. Ada nomor cek
4. Ada tanggal penulisan cek (di bawah nomor cek)
5. Ada perintah membayar " bayarlah kepada....... atau pembawa"
6. Ada jumlah uang (nominal angka dan huruf)
7. Ada-tanda tangan dan atau cap perusahaan pemilik cek

Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi yang menggunakan cek adalah:
1. Penarik (drawee) adalah giran yang menerbitkan cek atau pihak yang memiliki kewajiban pembayaran;
2. Pemegang (namer, holder), dalam hal ini adalah kreditur atau pemilik piutang;
3. Tertarik (betrokkene, drawee, payee), adalah pihak lain (biasanya bank) yang memperoleh perintah dari Penarik untuk membayar kepada Pemegang atau Pembawa atau Pengganti dari Pemegang;
4. Pembawa (toonder, bearer), adalah siapapun yang memegang cek dengan klausula kepada pembawa;
5. Pengganti (order), adalah adalah siapapun yang namanya tercantum dalam cek dengan klausula kepada pengganti;
6. Endosant (Indorser) adalah pemegang cek dengan klausula kepada pengganti yang mengalihkan hak tagih kepada pihak lain yang namanya tercantum sebagai pengganti.

Alur transaksi cek yaitu:
1. Penerbit menuliskan jumlah nominal uang yang akan dibayarkannya pada cek. Penerbit juga menuliskan nomor rekening dari pemegang  cek, disertai nama bank dari pemegang cek. Penerbit menandatangani cek bilyet tersebut. Cek bilyet itu tentu didapatkan oleh penerbit dari bank penerbit. 
2. Penerbit menyerahkan cek bilyet itu kepada pemegang cek. 
3. Pemegang cek menyerahkan cek bilyet tadi kepada bank di tempat pemegang cek memiliki rekening. Pemegang menginstruksikan kepada banknya agar memproses cek bilyet itu ke rumah kliring.
4. Bank pemegang cek membawa cek itu ke rumah kliring. Umumnya yang disebut rumah kliring adalah bank sentral di negara atau daerah tersebut. Perlu dicatat bahwa data elektronik dari cek tersebut dikirim secara elektronik terlebih dahulu ke bank sentral, sebelum pengiriman cek fisik. Oleh bank pemegang, pada cek tersebut juga ditambahkan informasi di rekening bank mana cek itu ditujukan. Mesin yang dipergunakan untuk membaca dan mengirim data cek dari bank ke rumah kliring disebut Magnetic Ink Cheque Reader & Encoder (MICRE).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cek:
1. Dalam cek tidak berlaku tanggal efektif, sehingga pembayaran wajib dilakukan pada saat diunjukkan;
2. Apabila tempat pembayaran tidak ditulis dalam cek, maka nama tempat di samping nama bank pembayar dianggap sebagai tempat pembayaran (Pasal 179 KUHD);
3. Bila ada beberapa tempat yang ditulis, maka nama tempat yang ditulis terdahululah yang dianggap sebagai tempat pembayaran (Pasal 179 KUHD);
4. Jika petunjuk-petunjuk dalam butir 1, 2 dan 3 di atas tidak ada, maka pembayaran dianggap di kantor pusat bank pembayar (Pasal 179 KUHD);
5. Jika tempat dimana cek itu diterbitkan tidak tertulis, maka tempat yang tertulis di samping nama penerbit dianggap sebagai tempat diterbitkannya warkat cek (Pasal 179 KUHD);
6. Tiap-tiap cek harus ditarik di bank yang mengelola dana untuk keperluan penerbit atau giran (Pasal 180 KUHD);
7. Cek tidak boleh diaksep, karena berfungsi sebagai alat pembayaran tunai, sehingga apabila cek diaksep maka akseptasi tersebut dianggap tidak ada (Pasal 181 KUHD);
8. Cek dapat diterbitkan untuk keperluan penerbit sendiri

Jenis-jenis Cek
Berdasarkan Pasal 182 KUHD dan dikaitkan dengan mekanisme pengalihannya cek dapat dibagi menjadi:
1. Cek Atas Nama
Cek yang nama pemiliknya dituliskan pada cek tersebut dan bank hanya akan membayar kepada orang atau badang tersebut. Contoh: jika di dalam cek tertulis perintah bayarlah kepada Tn. Sigit Pramono sejumlah Rp 1.000.000 atau bayarlah kepada PT APB Indonesia uang sejumlah Rp 1.000.000, cek inilah yang disebut cek atas nama, namun dengan catatan kata "atau pembawa" di belakang nama yang diperintahkan dicoret.

2. Cek Atas Unjuk
Kebalikan dari cek atas nama. Di dalam cek atas unjuk tidak tertulis nama seseorang atau badan hukum tertentu, jadi siapa saja dapat mencairkan cek atau, dengan kata lain, cek dapat diuangkan oleh si pembawa cek. Contoh: Di dalam cek tersebut tertulis bayarlah tunai, atau cash, atau tidak ditulis kata-kata apa pun.

3. Cek Tunai atau Cash Cheque 
Cek yang dapat dicairkan secara tunai kepada bank, baik cek atas nama maupun atas unjuk.

4. Cek Silang atau Cross Cheque
Cek yang disilang dengan dua garis pada pojok kiri atas penariknya (drawer) dengan tujuan sehingga fungsi cek yang semula tunai berubah menjadi non tunai atau sebagai pemindahbukuan.

5. Cek Mundur atau Postdated Cheque 
Cek yang tanggal jatuh temponya mundur atau diberi tanggal kemudian.

6. Cek Kosong
Cek yang dananya kurang atau tidak ada dana yang tersedia pada saat dicairkan atau dipindahbukukan. Contoh: Tn. Sigit Pramono menarik cek senilai Rp 10.000.000 yang tertulis di dalam cek tersebut, tetapi dana yang tersedia di rekening giro tersebut hanya Rp 5.000.000. Ini berarti ada kekurangan dana sebesar Rp 5.000.000 apabila nasabah menariknya. Jadi, jelas cek tersebut kurang jumlahnya dibandingkan dengan jumlah dana yang ada.

7. Cek atas bawa adalah cek kepada pembawa atau kepada orang yang disebut namanya dengan tambahan klausula “atau kepada pembawa” atau cek tanpa penyebutan nama penerimanya, maka pengalihannya cukup dengan penyerahan fisik cek saja

Beberapa istilah yang berkaitan dengan cek:
1. Tanggal penarikan adalah tanggal ditandatanganinya warkat cek;
2. Post dated cheque adalah cek yang tanggal penarikannya setelah tanggal ditandatanganinya warkat oleh si penarik;
3. Crossed cheque adalah cek yang digunakan sebagai media pemindahbukuan (tidak dapat dibayarkan tunai);
4. Stop payment, merupakan perintah Penarik untuk membatalkan penarikan yang disebabkan oleh hilangnya cek;
5. Counter cheque adalah media penarikan dana dalam rekening giro dalam hal pemilik rekening tidak membawa buku cek atau bilyet giro;
6. Inkaso (Pasal 183a KUHD) adalah perintah atau kuasa untuk menagihkan sejumlah uang yang tertera dalam cek;
7. Cerukan (overdraft) adalah kondisi yang mana bank tertarik melakukan pembayaran atas instruksi pendebetan atau penarikan yang dilakukan penarik atau nasabah, walalupun dana pada rekening giro tersebut tidak mencukupi;
8. Cek kosong (blanked cheque) adalah tolakan terhadap cek yang ditarik, dikarenakan: (i) saldo rekening tidak cukup, (ii) rekening telah ditutup, dan (iii) alasan lain;
9. SP adalah surat peringatan yang diberikan oleh bank pengelola rekening, dengan tembusan ke BI, perihal penarikan cek kosong oleh penarik, dengan tahap sebagai berikut:
(i)         SP I untuk penarikan cek kosong pertama;
(ii)        SP II untuk penarikan cek kosong kedua;
(iii)       SP III untuk penarikan cek kosong ketiga, sekaligus penutupan rekening  dan pencantuman penarik dalam Daftar Hitam BI (“DHBI”);
(iv)      SP III langsung, tanpa SP I dan II, apabila menarik cek kosong 3 lembar atau lebih dalam waktu 6 bulan atau 1 lembar cek dengan nominal minimal Rp.1 miliar.



BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Cek merupakan salah satu jenis surat berharga yang sering digunakan oleh pebisnis dalam lalu lintas pembayaran karena cepat, sederhana dan aman.
Beberapa kelebihan dari cek sehingga banyak digunakan oleh pebisnis, antara lain:
1. Mudah dialihkan/dipindahtangankan;
2. Praktis, tidak perlu membawa uang tunai dalam jumlah banyak;
3. Aman karena terhindar dari hal-hal berbahaya ketika membawa uang tunai dalam jumlah banyak, spt: pencurian;
4. Tidak memerlukan waktu yang lama bagi pemegang cek untuk memperoleh uang dalam cek tersebut.




DAFTAR PUSTAKA

1. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 7 – Hukum Surat Berharga, Cetakan Ketiga, Djambatan, Jakarta, 1990;
2. Muhammad, Abdulkadir, Hukum Dagang tentang Surat-surat Berharga, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1993;
3. Subekti, R, Prof, S.H dan Tjitrosudibio, R, 2001, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cetakan ke-31, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
4. Subekti, R, Prof, S.H dan Tjitrosudibio, R, 1980, Kitab Undang-undang Hukum Dagang, Cetakan ke-11, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
5. Kansil, C.S.T. Christine. C.S.T. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia. Cet. Ke-4. Sinar Grafika.2008. Jakarta. Hal. 153




*Sumber: https://www.academia.edu/9218297/Hukum_Surat_Berharga_Surat_Berharga_Cek


0 Komentar untuk "Pengertian dan Hukum Surat Berharga"

Back To Top