BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu ciri pembelajaran matematika masa kini adalah penyajiannya didasarkan pada suatu teori psikologi belajar yang saat ini masih dikembangkan oleh ahli pendidikan. Kemampuan memahami teori-teori belajar ini merupakan salah satu kompetensi pedagogik guru, sehingga guru mampu mengembangkan pembelajaran yang memuat tiga macam aktivitas, yaitu eksplorasi, klarifikasi, dan refleksi.
Secara garis ada dua arus besar dalam perkembangan teori belajar, salah satunya yaitu aliran Kognitif. Aliran kognitif memandang belajar sebagai perubahan struktur kognitif. Cara pandang tentang proses belajar tentunya akan mempengaruhi bagiamana cara guru mengajar. Dari aliran teori belajar tersebut lahirlah pendekatan belajar, model pembelajaran, strategi pengajaran, hingga metodenya. Begitu pentingnya pengetahuan tentang teori belajar ini bagi guru, sehingga guru mampu merancang pembelajarannya sesuai dengan materi yang hendak dikembangkan, level pengetahuan siswa, dan teori belajar yang dirujuk.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori belajar Bruner
2. Bagaimana teori belajar Dienes
3. Bagaimana teori belajar Van Hiele
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang teori belajar Bruner
2. Untuk mengetahui tentang teori belajar Dienes
3. Untuk mengetahui tentang teori belajar Van Hiele
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI-TEORI PEMBELAJARAN KOGNITIF MATEMATIKA
A. TEORI BELAJAR BRUNER
Jerome Seymour Bruner dilahirkan di New York pada tanggal 1 Oktober 1915. Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Bruner merupakan ahli psikologi yang terkenal telah banyak menyumbang dalam penulisan teori pembelajaran, proses pengajaran dan falsafah pendidikan.
Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.
Bruner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya, anak melewati 3 tahap yaitu:
1. Tahap Enaktif
Pada tahap ini, pembelajaran dilakukan dengan cara memanipulasi objek secara aktif. Contohnya, ketika akan membahas penjumlahan dan pengurangan di awal pembelajaran, siswa dapat belajar dengan menggunakan batu, kelereng, buah-buahan, lidi, atau dapat juga memanfaatkan beberapa model atau alat peraga lainnya. Ketika belajar penjumlahan dua bilangan bulat, para siswa dapat saja memulai proses pembelajarannya dengan menggunakan beberapa benda nyata sebagai “jembatan” atau dengan menggunakan obyek langsung.
2. Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.
3. Tahap Simbolik
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek seperti pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract symbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain.
Ciri khas Teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain
Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang ”discovery” yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu, karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-pengulangan, maka desain yang berulang-ulang itu disebut ”kurikulum spiral ”. Secara singkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.
Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa menemukan konsep yang baru dengan menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan.
Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar peneuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
Manfaat Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Diantaranya adalah:
1. Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
2. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
3. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.
B. TEORI BELAJAR DIENES
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai pelajaran tentang struktur, klasifikasi tentang struktur,relasi-relasi dalam struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Ia meyakini bahwa setiap konsep (prinsip) matematika dapat dipahami dengan tepat jika disajikan melalui bentuk yang konkret/fisik. Dienes menggunakan istilah konsep untuk menunjuk suatu struktur matematika, suatu definisi tentang konsep yang jauh lebih luas daripada definisi Gagne. Menurut Dienes, ada tiga jenis konsep matematika yaitu konsep murni matematika, konsep notasi, dan konsep terapan.
1. Konsep matematis murni , berhubungan dengan klasifikasi bilangan-bilangan dan hubungan-hubungan antar bilangan, dan sepenuhnya bebas dari cara bagaimana bilangan-bilangan itu disajikan. Sebagai contoh, enam, 8, XII, 1110 (basis dua), dan Δ Δ Δ Δ, semuanya merupakan contoh konsep bilangan genap; walaupun masing-masing menunjukkan cara yang berbeda dalam menyajikan suatu bilangan genap.
2. Konsep notasi. adalah sifat-sifat bilangan yang merupakan akibat langsung dari cara penyajian bilangan. Fakta bahwa dalam basis sepuluh, 275 berarti 2 ratusan ditambah 7 puluhan ditambah 5 satuan merupakan akibat dari notasi nilai tempat dalam menyajikan bilangan-bilangan yang didasarkan pada sistem pangkat dari sepuluh. Pemilihan sistem notasi yang sesuai untuk berbagai cabang matematika adalah faktor penting dalam pengembangan dan perluasan matematika selanjutnya.
3. Konsep terapan adalah penerapan dari konsep matematika murni dan notasi untuk penyelesaian masalah dalam matematika dan dalam bidang-bidang yang berhubungan. Panjang, luas dan volume adalah konsep matematika terapan. Konsep-konsep terapan hendaknya diberikan kepada siswa setelah mereka mempelajari konsep matematika murni dan notasi sebagai prasyarat. Konsep-konsep murni hendaknya dipelajari oleh siswa sebelum mempelajari konsep notasi, jika dibalik para siswa hanya akan menghafal pola-pola bagaimana memanipulasi simbol-simbol tanpa pemahaman konsep matematika murni yang mendasarinya. Siswa yang membuat kesalahan manipulasi simbol seperti 3x + 2 = 4 maka x + 2 = 4 – 3, = x, a2 x a3 = a6 berusaha menerapkan konsep murni dan konsep notasi yang tidak cukup mereka kuasai.
Dienes membagi 6 tahapan secara berurutan dalam menyajikan konsep matematika, yaitu sebagai berikut.
1. Tahap Bermain Bebas
Tahap bermain bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktivitasnya tidak diarahkan. Pada kegiatan ini, memungkinkan anak untuk mengadakan percobaan dan mengotak-atik (memanipulasi) benda-benda kongkrit dari unsur-unsur yang sedang dipelajarinya. Pada tahap permainan bebas anak-anak berhadapan dengan unsurunsur dalam interaksinya dengan lingkungan belajar atau alam sekitar. Dalam tahap ini juga anak tidak hanya belajar membentuk struktur mental, namun juga belajar membentuk struktur sikap dan mempersiapkan diri dalam pemahaman konsep.
2. Tahap Permainan
Dalam permainan yang disertai aturan, anak-anak sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tetapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang telah memahami aturan-aturan yang terdapat dalam konsep akan dapat mulai melakukan permainan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan anak-anak diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika. Makin banyak bentuk-bentuk yang berlainan yang diberikan dalam konsep-konsep tertentu, maka akan semakin jelas konsep yang dipahami anak. Karena anak-anak akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajarinya itu.
3. Tahap Penelaahan Kesamaan Sifat
Pada tahap ini, anak-anak mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih anak-anak dalam mencari kesamaan sifat, guru perlu mengarahkan mereka dengan mentranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan yang satu ke bentuk permainan lainnya. Translasi tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula.
4. Tahap Representasi
Tahap representasi adalah tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Anak-anak menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu, setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya. Representasi yang diperolehnya ini bersifat abstrak. Dengan demikian anak-anak telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.
5. Tahap Simbolisasi
Tahap simbolisasi termasuk tahap belajar konsep, yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol-simbol matematika atau melalui perumusan verbal.
6. Tahap Formalisasi
Tahap formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini anak-anak dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru dari konsep tersebut. Sebagai contoh, anak-anak yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema, dalam arti membuktikan teorema tersebut.
C. TEORI BELAJAR VAN HIELE
Van Hiele adalah seorang guru matematika bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam pengajaran geometri Menurut Van Hiele, ada tiga unsur utama dalam pengajaran geometri, yaitu waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran yang diterapkan. Jika ketiga unsur ditata secara terpadu, akan dapat meningkatkan kemampuan berfikir anak kepada tahapan berfikir yang lebih tinggi Teori Van Hiele adalah suatu teori tentang tingkat berpikir siswa dalam mempelajari geometri, dimana siswa tidak dapat naik ke tingkat yang lebih tinggi tanpa melewati tingkat yang lebih rendah. Teori van Hiele pertama kali dikembangkan oleh Pierre Marie van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof pada tahun 1957. Teori ini menjelaskan mengenai perkembangan berpikir siswa dalam belajar geometri. Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam belajar geometri, yaitu sebagai berikut :
1. Tahap Pengenalan (Visualisasi)
Pada tahap ini, anak mulai belajar mengenal suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika pada anak diperlihatkan sebuah kubus, maka ia belum mengetahui sifat-sifat atau keteraturan yang dimiliki oleh kubus tersebut. Ia belum tahu bahwa kubus mempunyai sisi-sisi yang merupakan bujursangkar, anak pun belum mengetahui bahwa bujursangkar ( persegi ) keempat sisinya sama dan ke empat sudutnya siku-siku.
2. Tahap analisis
Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki bangun Geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada bangun Geometri itu. Misalnya pada saat ia mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat 2 pasang sisi yang berhadapan, dan kedua pasang sisi tersebut saling sejajar. Tapi tahap ini anak belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya. Misalnya anak belum mengetahui bahwa persegi adalah persegipanjang atau ,persegi itu adalah belah ketupat dan sebagainya.
3. Tahap Pengurutan (Deduksi Informal)
Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan kesimpulan yang kita kenal dengan sebutan berpikir deduktif. Namun kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Satu hal yang perlu diketahui adalah, anak pada tahap ini sudah mulai mampu mengurutkan. Misalnya ia sudah mengenali bahwa persegi adalah jajaran genjang, bahwa belah ketupat adalah layang-layang. Demikian pula dalam pengenalan benda-benda ruang, anak-anak memahami bahwa kubus adalah balok juga, dengan keistimewaannya, yaitu bahwa semua sisinya berbentuk persegi . Pola pikir anak pada tahap ini masih belum mampu menerangkan mengapa diagonal suatu persegi panjang itu sama panjangnya. Anak mungkin belum memahami bahwa belah ketupat dapat dibentuk dari dua segitiga yang kongruen.
4. Tahap Deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur yang didefinisikan. Misalnya anak sudah mulai memahami dalil. Selain itu, pada tahap ini anak sudah mulai mampu menggunakan aksioma atau postulat yang digunakan dalam pembuktian. Tetapi anak belum mengerti mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil
5. Tahap Akurasi
Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya, ia mengetahui pentingnya aksioma-aksioma atau postulat-postulat dari geometri Euclid. Tahap akurasi merupakan tahap berfikir yang tinggi, rumit dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika tidak semua anak, meskipun sudah duduk di bangku sekolah lanjutan atas, masih belum sampai pada tahap berfikir ini.
Fase-fase pembelajaran Geometri Van Hiele
Untuk meningkatkan suatu tahap berpikir ke tahap berpikir yang lebih tinggi Van Hiele mengajukan pembelajaran yang melibatkan 5 fase (langkah), yaitu :
1. Fase 1 : Informasi (information)
Pada awal fase ini, guru dan siswa menggunakan tanya jawab dan kegiatan tentang obyek-obyek yang dipelajari pada tahap berpikir yang bersangkutan. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi.
2. Fase 2 : Orientasi langsung (directed orientation)
Siswa menggali topik yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan cermat disiapkan guru. Aktifitas ini akan berangsur-angsur menampakkan kepada siswa struktur yang memberi ciri-ciri untuk tahap berpikir ini. Jadi, alat ataupun bahan dirancang menjadi tugas pendek sehingga dapat mendatangkan repon khusus.
3. Fase 3 : Penjelasan (explication)
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul mengenai struktur yang diobservasi. Di samping itu untuk membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat dan akurat, guru memberi bantuan seminimal mungkin. Hal tersebut berlangsung sampai sistem hubungan pada tahap berpikir ini mulai tampak nyata.
4. Fase 4 : Orientasi bebas (free orientation)
Siswa mengahadapi tugas-tugas yang lebih komplek berupa tugas yang memerlukan banyak langkah, tugas-tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas-tugas open ended. Mereka memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi diantara para siswa dalam bidang investigasi, banyak hubungan antara obyek-obyek yang dipelajari menjadi jelas.
5. Fase 5 : Integrasi (Integration)
Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat membantu dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara global terhadap apa-apa yang telah dipelajari siswa. Hal ini penting tetapi, kesimpulan ini tidak menunjukkan sesuatu yang baru. Pada akhir fase kelima ini siswa mencapai tahap berpikir yang baru.Siswa siap untuk mengulangi fase-fase belajar pada tahap sebelumnya.
Karakteristik Teori Van Hiele
beberapa karakteristik teori Van Hiele dalam geometri yaitu:
1. Berurutan,yaitu seseorang harus melalui tahap-tahap belajar sesuai dengan urutannya. Dalam hal ini siswa harus memahami tahap-tahap yang lebih rendah dulu, sehingga siswa lebih mudah mengerti dalam belajar geometri. Misalnya untuk melanjutkan ketahap yang ketiga, siswa harus lebih dulu memahami tahap yang kedua.
2. Kemajuan, yaitu keberhasilan dari tahap ketahap lebih banyak dipengaruhi oleh isi materi pembelajaran dan metode pembelajaran daripada umur dan kematangan biologis.
3. Objek yang masih kurang jelas akan menjadi objek yang jelas pada tahap berikutnya.
Apabila seorang siswa belum dapat memahami konsep geometri pada tahap tertentu, maka siswa harus dibawa ketahap yang lebih rendah. Tanpa memahami tahap-tahap yang lebih rendah maka siswa akan mengalami kesulitan dalam belajar geometri. Begitu pula sebaliknya apabila siswa telah memahami konsep geometri pada tahap tertentu, maka siswa harus dibimbing terus ketahap yang lebih tinggi dari tahap sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bruner mengemukakan dalam proses belajarnya, anak melewati 3 tahap yaitu : tahap Tahap enaktif, tahap ikonik dan tahap simbolik.
Menurut Dienes matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur memisahkan hubungan-hubungan di antara struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan diantara struktur-struktur. Dienes membagi tahap-tahap belajar dalam 6 tahap yaitu : a. Tahap yang disertai aturan b. Tahap kesamaan sifat c. Tahap representasi d. Tahap simbolisasi e. Tahap formalisasi Teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele khusus dalam bidang geometri.
B. Saran
makalah yang saya tulis, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Dalam penjelasan yang telah dituliskan dalam makalah ini belumlah mutlak sempurna, untuk itu ada baiknya pembaca memperluas dengan buku yang ada kaitannya dengan materi makalah ini agar pemahamannya lebih sempurna. Dan penulis selalu mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution. 1995. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar.Jakarta : Bumi Aksara
Suherman, dkk. 1992. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta:DEPDIKBUD
Suwarsono. 2002. Teori-teori Perkembangan Kognitif dan Proses Pembelajaran yang Relevan Untuk Pembelajaran Matematika. Jakarta: DEPDIKNAS
Pitadjeng. 2006. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta: DEPDIKNAS
*Sumber: https://www.academia.edu/31661698/Makalah_Teori_Kognitif
0 Komentar untuk "Teori Kognitif"