Analisis Sikap Kerja

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Ergonomi harus menjadi pertimbangan dalam menentukan sikap kerja karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Sikap kerja yang baik akan meningkatkan produktifitas karyawan dan mengurangi penyakit maupun kecelakaan akibat kerja. Apabila perusahaan tidak mempertimbangkan aspek ergonomi dalam pelaksanaan pekerjaan karyawan, kejadian penyakit muskuloskeletal pada karyawan akan meningkat dan akan meningkatkan stres dan mengurangi motivasi kerja pada karyawan.

Pekerjaan sebagai porter sangat rentan terhadap masalah ergonomi. Pekerjaan sebagai porter yang tergolong tenaga kerja kasar sangat mengandalkan tenaga fisik. Dengan seringnya menggunakan tenaga fisik dalam mengangkat dan mengangkut beban, diperlukan pemahaman dan penerapan teknik mengangkat dan membawa beban yang baik oleh porter agar kasus penyakit muskuloskeletal dapat dikurangi secara signifikan.

Pada penilaian ergonomi dengan Body Part Discomfort Score (BPDS) pada karyawan perkebunan bagian panen yang dilakukan oleh Vyas (2014), ditemukan bahwa nilai rata-ratanya mencapai 7,72 pada laki-laki. Nilai 7 hingga 9 pada penilaian Body Part Discomfort Score tergolong sebagai high discomfort. Karyawan perkebunan bagian panen memiliki jenis pekerjaan yang hampir sama dengan porter yaitu mengangkat dan membawa beban. Jadi, hasil high discomfort akan terjadi pada pekerjaan sebagai porter.

Penelitian yang dilakukan oleh Rubiwanto (2011) pada tukang angkat beras di Pasar Induk Cipinang menunjukkan hasil bahwa pekerjaan mengangkat tergolong pekerjaan yang beresiko menyebabkan keluhan muskuloskeletal. Penelitian menggunakan metode NIOSH Lifting Equation dengan hasil lebih dari 1. Dari hasil penelitian sebelumnya, diketahui bahwa pekerjaan sebagai porter sangat berpotensi menyebabkan penyakit muskuloskeletal sehingga perlu pengendalian yang tepat agar penyakit tersebut dapat dicegah kemunculannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Benynda (2016) membahas tentang hubungan cara kerja angkat angkut dengan keluhan low back pain pada porter di Pasar Tanah Abang Blok A Jakarta Pusat tahun 2016. Analisis akan dilakukan pada sikap kerja porter yang dapat menyebabkan masalah ergonomi. Berdasarkan analisis yang dilakukan, akan ditentukan pula rekomendasi yang tepat dari sikap kerja porter yang kurang tepat agar munculnya penyakit muskuloskeletal dapat dicegah.

1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan penjelasan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah yang didapat adalah “Bagaimana analisis sikap kerja secara ergonomi dan apa rekomendasi sikap kerja yang ergonomi pada porter di Pasar Tanah Abang Blok A Jakarta Pusat?”.

1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis dan rekomendasi sikap kerja yang ergonomi pada porter di Pasar Tanah Abang Blok A Jakarta Pusat.

1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menganalisis sikap kerja secara ergonomi porter di Pasar Tanah Abang Blok A Jakarta Pusat.
2. Memberi rekomendasi sikap kerja yang ergonomi pada porter di Pasar Tanah Abang Blok A Jakarta Pusat.

1.4 MANFAAT
Bagi penulis:
Sebagai media pembelajaran dalam menganalisis dan memberikan rekomendasi sikap kerja yang ergonomis pada porter.
Bagi porter:
Sebagai masukan dalam melakukan teknik pengangkatan dan pengangkutan beban dalam pekerjaan keseharian untuk mencegah kejadian penyakit muskuloskeletal.
Bagi pengelola pasar dan pemerintah setempat:
Sebagai masukan dalam penanganan penyakit muskuloskeletal pada porter dari segi lingkungan kerja.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 ERGONOMI
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, ergon yang artinya kerja dan nomos artinya peraturan atau hukum. Sehingga secara harfiah ergonomi diartikan sebagai peraturan tentang bagaimana melakukan kerja, termasuk menggunakan peralatan kerja. Batasan dari ilmu ergonomi adalah ilmu penyesuaian peralatan dan perlengkapan kerja dengan kondisi dan kemampuan manusia, sehingga mencapai kesehatan tenaga kerja dan produktivitas kerja yang optimal. Tujuan dari ergonomi adalah untuk menciptakan suatu kombinasi yang paling serasi antara sub-sistem peralatan kerja dengan manusia sebagai tenaga kerja (Notoadmodjo, 2007).

Analisis Sikap Kerja

Penyesuaian antara peralatan kerja dengan kondisi tenaga kerja yang digunakan baik aspek fisik (ukuran anggota tubuh) maupun kemampuan intelektual. Tidak hanya penyesuaian antara peralatan kerja dengan kondisi tenaga kerja, aspek ergonomi juga terkait metode kerja yang dilakuakan tenaga kerja. Penyesuaian peralatan kerja dengan kondisi tenaga kerja dapat mencegah kelelahan kerja pada tenaga kerja sehingga hasilnya lebih efisien. Hasil proses kerja yang efisien akan menghasilkan produktivitas yang kerja yang tinggi. (Notoadmodjo, 2007).

2.2 PENANGANAN BEBAN MANUAL
Penanganan manual adalah segala kegiatan mengangkat atau menopang beban (termasuk mengangkat, meletakkan, mendorong, menarik, membawa, atau memindahkan) dengan tangan atau kekuatan tubuh. Dalam pelaksanaannya, perusahaan harus menghindari penanganan beban manual yang dapat menempatkan karyawan dalam risiko cedera. Apabila penanganan manual tidak memungkinkan, perusahaan wajib melakukan (Ridley, 2009):
1. Melakukan penilaian risiko terhadap penanganan beban manual berdasarkan tugas, beban, lingkungan kerja, kemampuan individu, dan faktor lainnya.
2. Meminimalkan risiko penanganan beban manual
3. Menyediakan informasi tentang berat dan kondisi beban yang ditangani
Cara mengangkat beban yang ergonomis yaitu (Notoadmodjo, 2007):
1. Beban yang akan diangkat harus dipegang tepat dengan semua jari
2. Punggung harus diluruskan, beban harus diambil otot tungkai keseluruhan
3. Kaki diletakkan pada jarak yang tepat, sebelah kaki di belakang beban sekitar 60 derajat ke sebelah, dan kaki yang satunya diletakkan di samping beban menuju ke arah beban yang akan diangkat.
4. Dagu ditarik ke belakang agar punggung dapat tegak lurus.
5. Berat badan digunakan untuk menyeimbangkan berat badan.
6. Lengan harus dekat dengan badan.

Menurut Ridley (2009) memahami mekanisme bagian-bagian tubuh yang terlibat dalam kegiatan mengangkat atau membawa beban merupakan dasar dari teknik-teknik dan praktik-praktik pengembangan untuk memastikan otot-otot tidak bekerja melampaui batas. Dalam mengangkat beban, momen lentur tulang belakang akibat beban dipengaruhi oleh beban benda dan jarak tulang belakang dengan benda. Jadi, semakin berat benda atau jauh jarak tulang belakang dengan benda, maka semakin semakin berat beban pada otot tulang belakang yang dapat mengakibatkan cedera pada bagian tubuh tersebut.

Untuk mencegah regangan punggung (back strain), beban yang diangkat sebaiknya dibuat serendah mungkin atau dibawa sedekat mungkin dengan tubuh. Jika beban bermuatan berat dan harus dipindah, terdapat sejumlah langkah yang dapat diambil untuk mencegah ketegangan otot punggung dan otot lainnya (Ridley, 2009), yaitu:
1. Jika memungkinkan, beban tersebut sebaiknya dipindah dengan cara mekanik atau bantuan peralatan.
2. Jika tidak, penilaian risiko penanganan manual beban tersebut perlu dibuat.
3. Beban tersebut harus dibagi-bagi menjadi ukuran yang lebiih bisa dikelola.
4. Setiap bagian beban harus berada dalam batas kemampuan pekerja untuk mengangkatnya.
5. Jika masih terlalu berat, carilah bantuan dalam mengangkatnya.
6. Tenaga kerja harus dilatih untuk mengikuti teknik mengangkat beban yang benar termasuk penanganan kinetik (pergerakannya).
7. Tenaga kerja harus menggunakan pakaian pelindung yang sesuai, seperti sarung tangan untuk melindungi dari pecahan dan sepatu pengaman untuk melindungi kaki dari kejatuhan beban.
8. Tenaga kerja perlu melaporkan setiap kesulitan kepada penyelia.

Menurut Ridley (2009), memindahkan beban menggunakan kereta dorong baik dengan menarik maupun mendorongnya perlu memperhatikan aspek-aspek yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pelaksanaannya. Hal yang perlu diketahui dalam menarik beban yaitu:
1. Seluruh tegangan diambil alih oleh otot punggung.
2. Jika beban ditarik dengan tiba-tiba, beban tersebut akan melindas dan mencederai kaki pekerja.
Sedangkan dalam kondisi mendorong beban, hal yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Pada ketinggian dorong yang optimum (kira-kira sejajar dengan pertengahan dada), tegangan melewati tulang punggung.
2. Mendorong pada titik yang terlalu tinggi menghasilkan tegangan berlebihan pada otot perut dan dapat menyebabkan ketegangan pada otot pundak dan hernia.
3. Mendorong pada titik yang terlalu rendah tidaklah efektif.

2.3 PENYAKIT MUSKULOSKELETAL

Menurut OSHA (2000), Penyakit muskuloskeletal atau MSDs (Musculoskeletal Disorders) adalah cedera atau gangguan pada jaringan lunak seperti otot, tendon, ligamen, persendian, dan tulang rawan. Penyakit muskuloskeletal bisa memengaruhi hampir semua jaringan, termasuk saraf dan selubung tendon, dan yang paling sering terkena adalah bagian lengan dan punggung. 

Menurut OSHA (2000), terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan penyakit muskuloskeletal yaitu:
1. Pengerahan kekuatan secara berlebih
2. Gerakan berulang yang berlebihan sehingga menyebabkan iritasi pada tendon dan meningkatkan tekanan pada syaraf
3. Posisi kerja yang buruk atau posisi yang tidak mendukung sehingga aktivitas fisik menjadi terbatas
4. Postur yang statis atau menahan beban untuk waktu yang lama, dapat menyebabkan keterbatasan aliran darah dan kerusakan otot
5. Gerakan, seperti meningkatkan kecepatan atau akselerasi ketika membungkuk atau memutar dapat meningkatkan jmlah kekuatan yang diberikan pada tubuh
6. Kompresi, dari genggaman dengan ujung yang tidak lebar seperti pegangan alat, memerlukan berkonsentrasi kuat pada daerah kecil di tubuh sehingga mengurangi aliran darah dan transmisi saraf serta kerusakan pada tendon dan sarung tendon.
7. Waktu pemulihan yang tidak memadai karena lembur, kurang istirahat, tugas yang monoton dapat menyebabkan kurangnya waktu untuk jaringan dalam melakukan perbaikan
8. Getaran yang berlebihan, umumnya berasal dari alat yang bergetar, bisa menurunkan aliran darah, kerusakan saraf, dan berkontribusi pada kelelahan otot
9. Getaran pada seluruh tubuh, seperti pengemudi truk atau pengoperasian kereta, bisa mempengaruhi otot rangka dan menyebabkan low back pain
10. Bekerja dalam suhu dingin dapat berdampak negatif pada koordinasi karyawan dan ketangkasan manual serta menyebabkan pekerja menggunakan lebih banyak kekuatan daripada yang diperlukan untuk melakukan suatu tugas

2.4 REBA (RAPID ENTIRE BODY ASSESSMENT)
Beban fisik kerja biasanya dievaluasi dengan menganalisis postur tubuh, gerakan (aktivitas yang berulang dan kuat serta kekuatan maksimal), atau meningkatkan beban otot dari waktu ke waktu. Teknik observasi dan teknik berbasis instrumen dilakukan untuk memberikan ukuran kuantitatif untuk tingkat ketidaknyamanan dan ketegangan postural yang disebabkan oleh perbedaan posisi tubuh. Sudut awal segmen tubuh dari postur netral dalam teknik observasi diperoleh melalui persepsi visual, sedangkan rekaman posisi tubuh yang dilakukan terus menerus dalam teknik berbasis instrumen diambil dengan menggunakan perangkat yang melekat pada seseorang (Madani dan Dababneh, 2016).

Berdasarkan tinjauan terhadap berbagai teknik pengamatan, menunjukkan bahwa tujuan pengembangan mereka adalah untuk berbagai manfaat dan oleh karena itu diterapkan dalam banyak kondisi di tempat kerja. Setiap teknik memiliki aplikasi klasifikasi postur masing-masing, sehingga tingkat beban setiap posisi yang berbeda dapat diberikan untuk postur tertentu, tergantung teknik yang digunakan. Di sisi lain, ada banyak penelitian yang mengevaluasi banyak teknik berkaitan dengan kinerja dan ketergantungan mereka (Kee dan Karwowski, 2007 dalam Madani dan Dababneh, 2016).

Terdapat beberapa teknik pengamatan ergonomi seperti Observational techniques include Ovako Working Posture Assessment System (OWAS); Posture, Activity, Tools and Handling (PATH); Quick Exposure Check (QEC); Rapid Upper Limb Assessment (RULA); American Conference of Governmental Industrial Hygienists Threshold Limit Value (ACGHI TLV); Strain Index (SI); Occupational Repetitive Actions (OCRA); NIOSH Lifting Equation; Rapid Entire Body Assessment (REBA) dll.

REBA memberi pengukuran yang cepat dan mudah untuk menilai berbagai postur kerja untuk risiko penyakit muskuloskeletal akibat kerja. REBA membagi tubuh menjadi beberapa bagian untuk dikalkulasi secara independen, sesuai dengan bidang gerakan. Sistem penilaian untuk aktivitas otot di seluruh tubuh, stagnan, dinamis, cepat berubah atau dengan cara yang tidak stabil dan penanganan manual dapat terjadi atau yang disebut sebagai coupling score. Coupling score menghitung bagian yang signifikan dalam penanganan beban tapi mungkin tidak selalu menggunakan tangan (Hignett dan McAtamney, 2000 dalam Madani dan Dababneh, 2016).

Artikel membahas tentang cara mengangkat dan membawa beban dan kaitannya dengan low back pain pada porter. Deskripsi sikap kerja porter dalam mengangkat dan mengangkut beban dilakukan menggunakan metode REBA (Rapid Entire Body Assessment). Metode REBA adalah suatu alat analisis postural yang sangat sensitif terhadap pekerjaan yang melibatkan perubahan mendadak dalam posisi, biasanya sebagai akibat dari penanganan kontainer yang tidak stabil atau tidak terduga.

Di dalam artikel tidak dicantumkan contoh gambar porter dalam mengangkat dan mengangkut beban serta beban rata-rata yang diangkut porter. Artikel hanya memberikan skor hasil sikap kerja porter berkisar 5-12. Skor tersebut menunjukkan sikap kerja porter tergolong risiko sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Pada level risiko sedang hingga sangat tinggi, perlu dilakukan perubahan sikap kerja pada tenaga kerja. Jadi pengendalian yang segera perlu dilakukan kepada para porter agar dampak sikap kerja yang tidak ergonomis dapat dikurangi seminimal mungkin.

Secara umum, sikap kerja porter yang tidak ergonomis terjadi akibat beban yang berlebih, ukuran beban yang besar, serta cara mengangkat dan mengangkut yang tidak tepat. Beban yang berat dan berukuran besar dibawa dengan diletakkan pada atas bahu. Kondisi tersebut menyebabkan beban pada tubuh dan kaki terlampau berat, kepala miring ke salah satu arah, dan kedua tangan dalam kondisi terangkat dan menahan beban. Kondisi tersebut dapat lebih berat apabila jarak mengangkut jauh, alas kaki yang tidak memadai dalam menumpu beban, serta kondisi jalan yang licin, terhalang, dan naik-turun. Artikel juga membahas tentang kebiasaan porter yang tidak menggunakan alas kaki dalam melakukan pekerjaannya.
Sikap kerja porter dalam mengangkat harus sesuai dengan prinsip ergonomi. Dalam mengangkat beban, sebisa mungkin mendekatkan jarak antara tulang punggung dengan beban. Selama mengangkat beban awal, sebisa mungkin dikondisikan beban berat di posisi depan panggul agar beban yang ditopang bisa lebih ringan. Jika beban yang diangkat berat atau tidak pada posisi depan panggul, maka dalam mengangkat harus dipastikan tulang punggung dalam kondisi lurus agar tidak terjadi penyakit muskuloskeletal.

Beban pada tubuh juga harus disesuaikan dengan pada tempat beban berada sesuai gambar tersebut. Apabila pada berat beban lebih dari yang dianjurkan posisi tersebut, maka pengendalian awal yang dapat dilakukan adalah mengganti posisi beban pada posisi beban yang diperbolehkan untuk diangkat. Apabila masih tidak memungkinkan, maka pengangkatan beban dapat dilakukan dengan dilakukan oleh 2 orang atau menggunakan alat.

Porter dalam mengangkat beban pada umumnya dilakukan dengan menempatkan beban diatas bahu. Maka beban maksimal yang diperbolehkan adalah 10 kg untuk pria. Jika beban lebih dari 10 kg, maka beban harus diposisikan ulang pada posisi beban yang masih dianjurkan untuk membawa beban tersebut. Apabila beban tidak memungkinkan dibawa dengan posisi beban tersebut, maka beban harus dilakukan 2 orang atau menggunakan alat bantu angkat angkut.

Sebagai rekomendasi terhadap sikap kerja porter yang tidak ergonomi, perlu dilakukan perubahan sikap kerja yang memerlukan perhatian pihak-pihak terkait. Pemerintah setempat perlu membuat peraturan agar pengelola pasar bertanggung jawab terhadap kesehatan kerja orang-orang yang ada di area pasar. Dalam hal ini terkait adanya regulasi tentang kewajiban pengelola pasar dalam mensosialisasikan dan mengawasi sikap kerja yang ergonomis pada porter. Selain itu regulasi mencakup kewajiban pengelola pasar dalam menyediakan alat bantu angkat angkut untuk membantu porter dalam mengangkut beban yang melampaui kemampuan manusia. Alat bantu angkat angkut di area pasar dapat berupa trolley, lift khusus barang, dll.

Dengan adanya regulasi tersebut, pengelola pasar wajib ikut bertanggung jawab dalam sikap kerja porter di areanya. Mengingat belum adanya regulasi khusus yang mengatur kewajiban pengelola pasar dalam memenuhi kesehatan kerja tenaga kerja informal di areanya seperti porter. Dengan adanya regulasi tersebut, pengelola pasar akan melaksanakan kewajibannya dalam mensosialisasikan dan mengawasi sikap kerja yang ergonomis pada porter serta menyediakan alat bantu angkat angkut dan akses angkat angkut barang yang aman.
Peran yang penting juga terdapat pada porter dalam melakukan sikap kerja yang ergonomis. Melalui sosialisasi cara mengangkat dan mengangkut beban yang ergonomis dari pengelola pasar, porter perlu untuk mengikuti sikap kerja yang ergonomi agar kesalahan mengangkat dan mengangkut beban dapat dicegah. Dengan adanya alat bantu angkat angkut juga membantu porter dalam mengangkut beban yang berat dan besar sehingga penyakit muskuloskeletal tidak terjadi.



BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Sikap kerja yang dilakukan porter tergolong risiko sedang, tinggi, dan sangat tinggi sesuai REBA sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian minimal terhadap teknik pengangkatan. Beban yang diangkat harus diposisikan di posisi beban yang dianjurkan. Jika tidak memungkinkan diangkat sendiri, maka perlu dilakukan oleh 2 orang atau menggunakan alat angkat angkut.

SARAN
Rekomendasi yang dilakukan diberikan pada pemerintah setempat, pengelola pasar, dan porter. Rekomendasi pada pemerintah setempat yaitu:
1. Membuat, menerapkan, dan mengawasi regulasi tentang kewajiban pengelola pasar dalam mensosialisasikan dan mengawasi sikap kerja yang ergonomi pada porter serta penyediaan alat bantu angkat angkut di area pasar.
Rekomendasi yang perlu dilakukan oleh pengelola pasar berupa:
1. Memberikan sosialisasi tentang cara mengangkat dan mengangkut beban secara ergonomis
2. Menyediakan alat bantu angkat angkut di area pasar.
3. Memberikan jalur akses khusus angkat angkut yang aman
Rekomendasi yang perlu dilakukan oleh porter berupa:
1. Menerapkan dan membiasakan sikap kerja yang ergonomis
2. Menggunakan alat bantu angkat angkut apabila beban yang dibawa tidak memungkinkan diangkut secara ergonomis
3. Memakai alas kaki dalam bekerja




DAFTAR PUSTAKA

Benynda, T. 2016. Hubungan Cara Kerja Angkat Angkut Dengan Keluhan Low Back Pain Pada Porter Di Pasar Tanah Abang Blok A Jakarta Pusat Tahun 2016. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
HSA. 2005. Guidance on the Management of Manual Handling in the Workplace. Dublin: Health and Safety Authority.
Madani, DA. dan Awwad Dababneh. 2016. Rapid Entire Body Assessment: A Literature Review. American Journal of Engineering and Applied Sciences 2016, 9 (1): 107.118.
Notoadmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rhineka Cipta.
OSHA. 2000. Ergonomics: The Study of Work. US Departement of Labor, Occupational Safety and Health Administration.
Ridley, J. 2009. Kesehatan dan Keselamatan Kerja: Ikhtisar. Jakarta: Erlangga.
Rubiwanto. 2011. Penilaian Tingkat Risiko Ergonomi Pada Pekerjaan Mengangkat Dengan NIOSH Lifting Equation Di Pasar Induk Cipinang Tahun 2011. Skripsi.
Vyas, R. 2014. Ergonomic Assessment of Prevalence of Musculoskeletal Disorders among Indian Agricultural Workers. J. Ergonomics.





*Sumber: https://www.academia.edu/34577952/Makalah_Tugas_Analisis_Sikap_Kerja


Tag : Kewirausahaan, Lainnya
0 Komentar untuk "Analisis Sikap Kerja"

Back To Top