BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebudayaan telah ada terlebih dahulu daripada lahirnya suatu generasi tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan. Luasnya bidang kebudayaan menimbulkan adanya telaahan mengenai apa sebenarnya isi dari kebudayaan itu. Dalam hal memberi definisi terhadap konsep kebudayaan, ilmu antropologi seringkali sangat berbeda dengan berbagai ilmu lain. Menurut ilmu antropologi, kebudayaan ialah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh tindakan manusia adalah kebudayaan, karena hanya amat sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang tak perlu dibiasakannya dengan belajar, yaitu hanya beberapa tindakan naluri beberapa refleks, beberapa tindakan akibat proses fisiologi, atau kelakuan apabila ia sedang membabi buta.
Kebudayaan dapat berperan sebagai kontrol masyarakat, yaitu cara yang digunakan oleh suatu masyarakat untuk mengembalikan anggota masyarakatnya yang menyimpang kepada tingkah laku normal. Kontrol sosial tersebut dijalankan melalui bentuk sanksi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan hasil belajar, dapat digunakan sebagai sistem makna dan sistem lambang, tetapi meskipun dapat sebagai kontrol sosial dan sebagainya faktanya sampai saat ini masih terdapat penyimpangan penyimpangan yang terjadi di dalam masyatakat khususnya Jawa jika di tinjau dari Antropologi. Oleh karena itu saya mencoba membuat kajian mengenai kebudayaan suku jawa ditinjau dari Antropologi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas , di susunlah rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran umum Kebudayaan Suku Jawa ?
2. Seperti apa sejarah Kebudayaan Suku Jawa ?
3. Bagaimana model penerapan hukum pada Kebudayaan Suku Jawa?
4. Seperti apa kajian Antropologi pada Kebudayaan Suku Jawa ?
C. Tujuan
Memahami bagaimana cara melihat atau mempelajari segala aspek yang dapat dijangkau dari cabang ilmu Antropologi.
Mempelajari potensi potensi penyimpangan kebudayaan dengan melihat penyimpangan dalam Suku Jawa.
Mengetahui seluk beluk Kebudayaan Suku Jawa termasuk sejarahnya.
Menemukan beberapa solusi dalam penyimpangan Kebudayaan Suku Jawa dan lain sebagainya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Suku Jawa
Suku Jawa adalah suku bangsa yang terbesar di Indonesia, dengan jumlahnya di sekitar 90 juta. Mereka berasal dari pulau Jawa dan menghuni khususnya di provinsi Jawa Tengah serta Jawa Timur tetapi di provinsi Jawa Barat, Banten dan tentu saja di Jakarta, mereka juga banyak ditemukan.
Menurut Prof. Mr. Hardjono.almarhum , Guru Besar Universitas Gaja Mada, ditahun 1980-an mengatakan mengenai arti Jawa atau Jawi dari sudut pandang kebatinan. Begini katanya : Dimas, banyak orang yang sebenarnya tidak mengerti arti kata Jawa atau Jawi. Ja itu artinya lahir dan wi artinya burung., jadi seperti burung, manusia itu harus melewati dua tahapan untuk menjadi manusia sempurna. Pertama terlahir sebagai telur, baru kemudian terbuka menjadi burung. Beliau tidak mau menjelaskan artinya yang jelas, dan membiarkan kita untuk mengkajinya lebih dalam lagi.
Berikut adalah beberapa aspek yang bisa menggambarkan masyarakat suku jawa secara umum.
1) Kepercayaan
Agama Islam berkembang baik di Jawa. Hal ini tampak dari banyaknya bangunan-bangunan tempat ibadat agama ini. Agama Islam adalah agama mayoritas masyarakat Jawa. Selain itu ada juga penganut agama Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Kebanyakan orang Jawa percaya bahwa hidup manusia ini sudah diatur dalam alam semesta, sehingga tidak sedikit dari mereka yang bersikap nrimo, yaitu menyerahkan diri pada takdir. Selain itu, orang Jawa percaya kepada kekuatan atau kesakten (kesaktian) yang terdapat pada benda-benda pusaka, seperti : keris, gamelan, dan lain-lain. Mereka juga mempercayai keberadaan arwah dan roh leluhur, dan mahluk-mahluk halus seperti memedi, lelembut, tuyul, serta jin yang menempati alam sekitar tempat tinggal mereka. Menurut kepercayaan, mahluk halus tersebut dapat mendatangkan kesuksesan, kebahagiaan, ketentraman, atau keselamatan. Tetapi sebaliknya ada juga mahluk halus yang dapat menimbulkan ketakutan dan kematian.
2) Ekonomi
Bertani merupakan mata pencaharian sebagian besar masyarakat pedesaan di Jawa. Pekerjaan pertanian ini dilakukan dengan membuat kebun kering (tegalan) atau membuat sawah. Selain tanaman padi, masyarakat pedesaan di Jawa biasanya menanam ketela pohon, jagung, ketela rambat, kedelat, kacang tanah, kacang tunggak, gude, dan lain-lain.
Penduduk desa tidak semuanya memiliki tanah pertanian yang luas. Bahkan ada yang tidak mempunyai tanah sama sekali yang tidak memiliki tanah akhirnya terpaksa bekerja menjadi buruh atau menyewa tanah dengan bagi hasil. Buruh tani melakukan pekerjaan seperti: mencangkul, memantun, membajak, menggaru, dan menuai di sawah milik orang lain (gacong). Besarnya upah ditentukan menurut angkatan ia bekerja. Satu angkatan sama dengan waktu kerja selama 4 jam 06.00 sampai 10.00 pagi; angkatan kedua dari jam 10.00 sampai jam 14.00 siang. Angkatan ketiga dari jam 14.00 siang sampai jam 18.00 sore.
Selain dari pertanian, masyarakat Jawa juga menjalankan beberapa usaha sambilan untuk menambah pendapatan, seperti: membuat tempe kara benguk (mucuna utilis), mencetak bata merah, mbotok, membuat minyak goreng kelapa, membatik, menganyam tikar, tukang kayu, tukang batu, reparasi sepeda, dan lapangan pekerjaan lain.
3) Kesenian
Masyarakat Jawa sangat kaya akan kesenian yang terdiri dari seni bangunan, seni tari, seni musik, seni pertunjukan, dan seni kerajinan.
Salah satu unsur seni yang menonjol adalah seni musik. Gamelan merupakan seni musik jawa yang sangat terkenal. Gamelan adalah jenis alat musik pukul (perkusi) yang terbuat dari besi, kuningan, atau perunggu. Seperangkat gamelan biasanya terdiri dari : gambang, bonang, barang penerus, gender, slentem, sarom, peking, kenong, kempul, dan gong. Selain itu gamelan juga dilengkapi dengan kendang, seruling, rebab, dan siter.
4) Bahasa
Sebahagian besar suku bangsa Jawa menuturkan bahasa Jawa sebagai bahasa percakapan harian. Sebuah tinjauan pendapat yang dijalankan oleh Majalah Tempo pada awal dekade 1990-an menunjukkan bahwa hanya sekitar 12% daripada orang-orang Jawa menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertuturan harian. Sekitar 18% menggunakan campuran bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, dengan yang lain menuturkan bahasa Jawa sebagai bahasa utama mereka.
Keturunan-keturunan masyarakat Jawa berpendapat bahawa bahasa Jawa adalah bahasa yang sangat sopan dan mereka, khususnya orang-orang yang lebih tua, menghargai orang-orang yang menuturkan bahasa mereka. Bahasa Jawa juga sangat mempunyai arti yang luas.
5) Susunan Lapisan Sosial
Masyarakat Jawa juga terkenal kerana pembahagian golongan sosialnya. Pada dekade 1960-an, Clifford Geertz, pakar antropologi Amerika Syarikat yang ternama, membahagikan masyarakat Jawa kepada tiga buah kelompok, yakni kaum santri, kaum abangan, dan Kaum priyayi
Menurut beliau, kaum santri adalah penganut agama Islam yang warak, manakala kaum abangan adalah penganut Islam pada nama saja atau penganut Kejawen, dengan kaum priyayi merupakan kaum bangsawan. Tetapi kesimpulan Geertz ini banyak ditentang kerana ia mencampurkan golongan sosial dengan golongan kepercayaan. Pengelasan sosialnya juga dicemari oleh penggolongan kaum-kaum lain, misalnya orang-orang Indonesia yang lain serta juga suku-suku bangsa bukan pribumi seperti keturunan-keturunan Arab, Tionghoa dan India.
6) Stereotaip Orang Jawa
Orang Jawa terkenal sebagai suku bangsa yang sopan dan halus, tetapi mereka juga terkenal sebagai suatu suku bangsa yang tertutup dan tidak mahu terus terang. Sifat ini konon berdasarkan sifat orang Jawa yang ingin memeliharakan keharmonian atau keserasian dan menghindari pertikaian. Oleh itu, mereka cenderung diam saja dan tidak membantah apabila tertimbulnya percanggahan pendapat. Salah satu kesan yang buruk daripada kecenderungan ini adalah bahwa mereka biasanya dengan mudah menyimpan dendam.
Orang suku Jawa juga mempunyai kecenderungan untuk membeda-bedakan masyarakat berdasarkan asal-usul dan kasta atau golongan sosial. Sifat seperti ini dikatakan merupakan sifat feodalisme yang berasal daripada ajaran-ajaran kebudayaan Hindu dan Jawa Kuno yang sudah diyakini secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa sehingga sekarang.
7) Tokoh - Tokoh Jawa
Berikut ini tokoh-tokoh terkemuka yang berasal dari jawa.
- Abdurrahman Wahid, bekas Presiden Republik Indonesia
- RA. Kartini, pahlawan negara
- Michelle Branch, penyanyi internasional berketurunan Jawa
- Suharto, bekas Presiden Republik Indonesia
- Sukarno, pengasas negara serta bekas Presiden Republik Indonesia
- Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia
- Megawati Soekarno Poetri, mantan Presiden Republik Indonesia dan sekaligus presiden wanita pertama di indonesia.
B. Sejarah Suku Jawa
Asal-usul suku Jawa banyak versinya. Versi yang paling populer adalah bahwa leluhur orang Jawa adalah Ajiasaka, Pandita dari India yang datang ke Jawa. Kisah Ajisaka dan murid-muridnya kemudian digunakan sebagai patokan aksara Jawa (ha na ca ra ka ...).
Versi lain mengatakan nenek moyang orang Jawa datang dari sekitar lereng Gunung Merapi. Karena di lereng dan kaki gunung Merapi berdiri kerajaan Mataram kuno, yang mana mereka mendirikan Candi Borobudur. Kerajaan Maratam Kuno kemudian pindah ke Jawa Timur karena bencana dahsyat letusan Gunung Merapi yang bahkan membuat Borobudur terkubur tanah.
Jika ditarik ribuan tahun ke belakang, di Jawa sudah ada kehidupan. Bahkan di Sangiran (Sragen), ditemukan fosil manusia purba, terutama dari jenis phitecanthropus erectus. Jauh-hari bahkan di Mojokerto (Jawa Timur) sudah hidup nenek moyang manusia Jawa yang diberi julukan Homo Mojokertensis. Mereka hidup 200 ribu tahun yang lalu.
Masyarakat Jawa sekarang mendiami wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta. Jika diperluas, mereka yang tinggal di Cirebon dan Indramayu juga diklasifikasikan sebagai orang Jawa karena bahasa yang mereka gunakan lebih dekat ke bahasa Jawa daripada bahasa Sunda. banyak orang Jawa menetap di selatan Sumatera (Lampung dan sekitarnya), sebagian besar Banten (Keturunan pasukan Mataram) Jakarta dan Sumatera Utara. Hal ini terjadi karena berbagai alasan, antara lain: kolonial Belanda membawa orang Jawa ke tempat-tempat itu untuk menjadi buruh perkebunan. Selain itu, etnis Jawa juga menyebar ke Suriname.
Bahasa Jawa (ngoko dan Kromo) umum digunakan dalam bahasa sehari-hari instruksi. Tentu ada beberapa dialek. Ada dialek Yogya-Solo, semarangan, Banyumasan, Tegal dan Jawa Timur.
Soal kehidupan beragama, setelah kedatangan Wali Songo, umumnya orang Jawa adalah Muslim. Sebagian kecil masih Hindu dan Budha, selain Kristen dan Katolik. Ada juga masih memegang ajaran-ajaran kejawen.
Orang Jawa dikenal halus dan sangat tepo seliro. Juga tidak suka konflik. Di lain pihak, di mata suku Non-jawa, orang Jawa di kenal penakut dan suka main belakang. tapi, apapun dan bagaimanapun, orang Jawa adalah mayoritas di Indonesia dan sangat mendominasi sektor pemerintahan dan kebudayaan.
C. Model Penerapan Hukum pada Suku Jawa
Suku jawa merupakan suatu kelompok sosial yang paling besar kuantitasnya di Indonesia. Dan pada dasarnya, dimana ada kelompok sosial di situlah ada hukum. Menurut Volkgeist, “hukum tumbuh dan berkembang di masyarakat”. Sehingga bisa diambil pemahaman, bahwa tanpa adanya suatu badan hukum pun, suku jawa zaman dulu sudah menerapkan suatu model hukum berupa hukum kebiasaan (adat istiadat).
Hukum kebiasaan atau adat istiadat adalah himpunan kaidah sosial berupa tradisi yang umumnya bersifat sakral yang mengatur tata kehidupan sosial masyarakat tertentu. Adat istiadat ini sejak lama dianut, hidup, dan berkembang dalam masyarakat tertentu, misalnya upacara pelaksaan perkawinan suku jawa.
Contoh hukum di atas menggambarkan bahwa suku Jawa kental akan adat istiadat yang mereka sendiri menganggapnya sebagai sebuah hukum. Hukum adat suku Jawa tercermin dari banyaknya upacara adat yang dalam kepercayaan mereka upacara itu merupakan sebuah keharusan yang apabila tidak dilakukan akan datang sanksi penguasa alam semesta (bencana).
D. Kajian Antropologi pada Suku Jawa
Pada dasarnya antropologi dibagi ke dalam dua garis besar, yakni antropologi fisik dan antropologi budaya. Dan dalam hal ini, kami mencoba mengupas keduanya, tentang bagaimana kajian antropologi fisik suku jawa dan kajian antropologi budayanya.
1) Antropologi fisik suku Jawa
Orang Jawa adalah sebutan bagi orang yang tinggal di Jawadwipa atau di pulau Jawa pada dulu kala. Pada saat ini yang dinamakan orang Jawa adalah penduduk yang menghuni di pulau Jawa bagian tengah dan timur yang disebut suku bangsa Jawa dan anak keturunannya.
Dalam khasanah Arkeologi, nama Java Man sudah tidak asing lagi, ini menunjuk kepada nenek moyang orang Jawa dikala purba. Situs manusia purba di Indonesia, pulau Jawa adalah di Sangiran yang terbelah sisi utara dan selatan karena dilewati aliran Kali Cemoro yang mengalir dari Gunung Merapi menuju ke Bengawan Solo. Bagian utara termasuk wilayah Desa Krikilan, Sragen, sedangkan yang belahan selatan masuk Desa Krendowahono, Karanganyar.
Penelitian dalam rangka mencari fosil nenek moyang manusia di Sangiran sudah dimulai sejak 1893 oleh peneliti Eugene Dubois. Dia menemukan fosil manusia purba di Trinil, Ngawi, Jawa Timur, yang dinamakan Pithecanthropus Erectus, artinya manusia kera yang berjalan tegak.
Penelitian di Sangiran dilanjutkan kembali secara intensif sejak 1930 oleh J.P. van Es dan 1934 oleh GHR von Koenigswald.Tidak kurang dari seribu alat-alat dari batu buatan manusia yang pernah tinggal disini diketemukan.
Alat dari batuan kaldeson yang dipecahkan itu bisa dipergunakan untuk memotong, menyerut dan untuk meruncingkan tombak. Oleh von Koenigswald alat-alat itu disebut alat serpih dari Sangiran (The Sangiran Flake Industry).
Meganthropus Paleojavanicus, manusia purba yang punya fosil rahang atas yang ukurannya besar diketemukan ditahun 1936. Selanjutnya ditahun 1937 diketemukan fosil manusia purba yang dinamakan Pithecanthropus Erectus. Penemuan spektakuler ini melibatkan banyak peneliti kondang dari manca negara dan para ahli Indonesia seperti R.P. Soejono, Teuku Yacob, S.Sartono, Hari Widianto dll.
Juga ikut terlibat berbagai lembaga peneliti seperti American Museum of National History, Biologisch-Archaelogisch Institut, Groningen, Tokyo University, Padova University, National d”Histoire Naturelle, Paris, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Balai Arkeologi Yogyakarta dll.
Pemerintah RI telah menetapkan daerah Sangiran seluas 56 km2 sebagai Daerah Cagar Budaya. Pada 5 Desember 1996, Situs Sangiran oleh Unesco dinyatakan sebagai Warisan Budaya Dunia, World Heritage List No. 593, dengan nama Sangiran Early Man Site, Situs Hunian Manusia Purba Sangiran.
Menurut penelitian geologis, Situs Sangiran sudah muncul 3( tiga) juta tahun lalu dan merupakan perbukitan dengan struktur kubah ditengahnya, disebut Sangiran Dome. Sekitar 1.8 hingga 1 juta tahun lalu ,daerah Jawa Tengah dan Timur merupakan lembah ,yang sebelah selatan dibatasi Gunung Selatan, sebelah utara oleh Gunung Kendeng. Lembah itu sebagian besar berupa danau dan rawa-rawa. Disebelah timur lembah berupa lautan. Ditengah lembah ada gunung a.l. Gunung Lawu Purba dan Gunung Wilis.
Pada saat itulah mulai muncul kehidupan manusia purba disekitar rawa-rawa dan muara sungai Cemoro yang bersumber di Gunung Merapi. Homo Erectus yang dikenal sebagai Java Man tinggal disekitar sungai Cemoro sekarang dan kehidupannya berkembang terus dengan diketemukannya ribuan alat-alat batu.
Selain fosil manusia purba, juga diketemukan fosil-fosil binatang purba seperti: Gajah, Banteng, Kerbau, Rusa, Kuda Nil, hippopotamus dll. Kuda Nil Sangiran ini ukuran besar dan beratnya duakali lipat dari kuda Nil yang ada sekarang ini.
Temuan fosil manusia, binatang dan peralatan batu yang jumlahnya ribuan bisa dilihat di Musium Sangiran.
Perkembangan budaya dari manusia purba menjadi manusia modern berjalan dalam kurun waktu yang sangat lama. Ini adalah uraian dari segi ilmiah mengenai keberadaan orang Jawa dan anak keturunannya yang menghuni pulau ini sejak dahulu kala.
2) Antropologi budaya suku Jawa
Masyarakat Jawa hidup dalam lingkungan adat istiadat yang sangat kental. Adat istiadat suku Jawa masih sering digunakan dalam berbagai kegiatan masyarakat. Mulai masa-masa kehamilan hingga kematian. Ini merupakan sebuah bahan kajian yang sangat menarik untuk dituangkan ke dalam sebuah makalah. Maka, saya coba kupas satu per-satu dari mulai masa kehamilan sampai kematian pada adat suku jawa.
a) Adat Istiadat Suku Jawa saat Kehamilan
Saat seorang wanita suku Jawa mengandung dan usia kandungannya sudah mencapai tujuh bulan, mereka akan melakukan semacam ritual selamatan atau biasa disebut mitoni. Salah satu ritual mitoni yang harus dijalankan oleh ibu hamil tersebut adalah tingkeban.
Pada ritual ini, wanita yang tengah mengandung dimandikan menggunakan campuran air dan bunga. Kain yang digunakan sebagai kemben pun jumlahnya harus tujuh dan dipakai secara bergantian saat acara tingkeban berlangsung.
b) Adat Istiadat Suku Jawa saat Upacara Pernikahan
Adat istiadat suku Jawa juga sering dilaksanakan saat upacara pernikahan. Masyarakat suku Jawa percaya akan adanya hari yang baik untuk melaksanakan pernikahan. Hari baik tersebut, biasanya, berpatokan pada buku primbon Jawa.
Sebulan sebelum acara pernikahan berlangsung, calon pengantin suku Jawa tidak diperbolehkan untuk saling bertemu. Khusus calon mempelai wanita, biasanya, akan dipingit. Ritual pingitan ini ditujukan untuk mempersiapkan fisik dan mental si gadis yang akan memasuki jenjang pernikahan. Sehari sebelum acara pernikahan, calon mempelai wanita kembali melakukan ritual. Kali ini, ritualnya berupa siraman.
Pada acara siraman, air yang digunakan oleh calon pengantin biasanya sudah dicampur dengan bermacam-macam bunga. Kemudian, malam harinya, diadakan ritual midodareni. Ritual ini biasanya juga menjadi acara pertemuan sebelum pernikahan antara kedua keluarga calon mempelai.
Saat acara pernikahan berlangsung, ritual adat istiadat suku Jawa yang dilakukan lebih banyak. Mulai saling melempar sirih hingga ritual membasuh kaki mempelai pria oleh mempelai wanitanya.
c) Adat Istiadat Suku Jawa saat Upacara Kematian
Ketika salah satu masyarakat suku Jawa meninggal, ritual adat istiadat pun tidak lepas mengiringi. Ritual yang biasa dilakukan adalah brobosan, yaitu melintas di bawah mayat yang sudah ditandu dengan cara berjongkok.
Ritual adat istiadat pun belum selesai hingga di situ. Setahun pertama setelah meninggal, biasanya, pihak keluarga yang ditinggalkan akan mengadakan selamatan pendak siji, pendak loro, hingga pendak telu atau selamatan yang dilakukan di tahun ketiga.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Suku Jawa adalah suku bangsa yang terbesar di Indonesia, dengan jumlahnya di sekitar 90 juta. Mereka berasal dari pulau Jawa dan menghuni khususnya di provinsi Jawa Tengah serta Jawa Timur tetapi di provinsi Jawa Barat, Banten dan tentu saja di Jakarta, mereka juga banyak ditemukan.
Berikut adalah beberapa aspek yang bisa menggambarkan masyarakat suku jawa secara umum, antara lain : kepercayaan masyarakat, ekonomi, kesenian khas jawa, bahasa, susunan lapisan sosial, stereotaip orang jawa, dan eksistensi tokoh-tokoh terkemuka asal Jawa.
Asal-usul suku Jawa banyak versinya. Versi yang paling populer adalah bahwa leluhur orang Jawa adalah Ajiasaka, Pandita dari India yang datang ke Jawa. Kisah Ajisaka dan murid-muridnya kemudian digunakan sebagai patokan aksara Jawa (ha na ca ra ka ...).
Versi lain mengatakan nenek moyang orang Jawa datang dari sekitar lereng Gunung Merapi. Karena di lereng dan kaki gunung Merapi berdiri kerajaan Mataram kuno, yang mana mereka mendirikan Candi Borobudur. Kerajaan Maratam Kuno kemudian pindah ke Jawa Timur karena bencana dahsyat letusan Gunung Merapi yang bahkan membuat Borobudur terkubur tanah.
Jika ditarik ribuan tahun ke belakang, di Jawa sudah ada kehidupan. Bahkan di Sangiran (Sragen), ditemukan fosil manusia purba, terutama dari jenis phitecanthropus erectus. Jauh-hari bahkan di Mojokerto (Jawa Timur) sudah hidup nenek moyang manusia Jawa yang diberi julukan Homo Mojokertensis. Mereka hidup 200 ribu tahun yang lalu.
Suku jawa zaman dulu sudah menerapkan suatu model hukum berupa hukum kebiasaan (adat istiadat). Kajian Antropologi pada suku Jawa dapat dibagi ke dalam dua bidang, yakni fisik dan budaya.
Pertama, kajian fisik diawali oleh penelitian mencari fosil nenek moyang manusia di Sangiran pada tahun 1893 oleh peneliti Eugene Dubois. Dia menemukan fosil manusia purba di Trinil, Ngawi, Jawa Timur, yang dinamakan Pithecanthropus Erectus, artinya manusia kera yang berjalan tegak.
Kedua, kajian budaya, masyarakat Jawa hidup dalam lingkungan adat istiadat yang sangat kental. Adat istiadat suku Jawa masih sering digunakan dalam berbagai kegiatan masyarakat. Mulai masa-masa kehamilan hingga kematian.
DAFTAR PUSTAKA
1. ________. (2010) Keragaman Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia. (http://www.scribd.com/doc/6269543/2/D-Keragaman-Suku-Bangsa-dan-Budaya-di-Indonesia). diakses tanggal 3 oktober 2012
2. Ahira, A. (2010) Pengertian suku bangsa. (http://www.anneahira.com/pengertian-suku-bangsa.htm). diakses tanggal 3 oktober 2012
3. ________. (2011). Tahukah anda berapa banyak jumlah suku di indonesia, (http://www.tahukah-anda.com/sosial-budaya/tahukah-anda-berapa-banyak-jumlah-suku-di-indonesia/index.html). diakses tanggal 3 oktober 2012
4. ___________. (2004). Berkenalan dengan Antropologi. Bandung:___
5. Valentine, A.P. (2010). Asal-usul Suku Jawa. (http://apvalentine.blogspot.com/2010/11/asal-usul-suku-jawa.html). diakses tanggal 4 oktober 2012.
6. Shvoong. (2010). Asal-usul Suku Jawa. (http://id.shvoong.com/social-sciences/anthropology/2248808-asal-usul-suku-jawa/#ixzz28FGncvJn). diakses tangal 4 oktober 2012.
7. Mas, M. (2004). Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: Ghalia Indonesia.
8. Kebumen, K.W. (2010). Asal-usul Jawa Dwipa. (http://www.facebook.com/note.php?note_id=125992110785449). diakses tanggal 4 oktober 2012
9. Ahira, A. (2010). Adat istiadat Suku Jawa. (http://www.anneahira.com/adat-istiadat-suku-jawa.htm). diakses tanggal 3 oktober 2012.
*Sumber: https://www.academia.edu/30579680/Makalah_Antropologi_Budaya_Suku_Jawa
0 Komentar untuk "Antropologi Budaya Suku Jawa"