Manajemen Perubahan (Teori Perubahan)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perubahan sosial budaya adalah perubahan yang mencakup hampir semua aspek kehidupan sosial dan budaya dari suatu masyarakat atau komunitas. Acapkali tidak mudah untuk menentukan letak garis pemisah antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan. Akan tetapi, perubahan sosial dan budaya mempunyai satu aspek yang sama yaitu kedua-duanya memiliki keterikataan dengan suatu penerimaan dari cara baru atau suatu perbaikan dari cara masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. 

Proses Perubahan Sosial Budaya, diawali dengan penyesuaian masyarakat terhadap perubahan yang terjadi, kemudian dilanjutkan dengan saluran-saluran perubahan sosial budaya (avenue or channel of change), dimana lembaga kemasyarakatan memiliki peran yang amat penting. Proses selanjutnya yaitu Disorganisasi (disintegrasi) dan reorganisasi (reintegrasi).

Teori mengenai perubahan sosial budaya antara lain yaitu: Teori evolusi, teori konflik, teori fungsional, teori siklus, teori linier (teori perkembangan) teori ekuilibrium, teori materialis (materialist theory) dan teori modernisasi. Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perubahan sosial budaya, di dalamnya terdapat bentuk, faktor pendorong, faktor penghambat dan faktor penyebab timbulnya perubahan sosial budaya di dalam masyarakat.

Mengenai relasi antara pendidikan dan perubahan sosial budaya adalah saling berintegrasi. Posisi pendidikan dalam perubahan social sesuai dengan pernyataan Eisenstadt, institusionalisasi merupakan proses penting untuk membantu berlangsungnya transformasi potensi-potensi umum perubahan sehingga menjadi kenyataan sejarah. Dan pendidikanlah yang menjadi salah satu institusi yang terlibat dalam proses tersebut. Pendidikan adalah suatu institusi pengkonservasian yang berupaya menjembatani dan memelihara warisan-warisan budaya masyarakat. Disamping itu pendidikan berfungsi untuk mengurangi kepincangan yang terjadi dalam masyarakat. Pendidikan harus dipandang sebagai institusi penyiapan anak didik untuk mengenali hidup dan kehidupan itu sendiri, jadi bukan untuk belajar tentang keilmuan dan keterampilan karenanya yang terpenting bukanlah mengembangkan aspek intelektual tetapi lebih pada pengembagan wawasan, minat dan pemahaman terhadap lingkungan social budayanya.

1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses perubahan berdasarkan teori perubahan?
2. Bagaimana langkah-langkah dalam melakukan perubahan terencana?
3. Menjelaskan  tahap-tahap dalam melakukan perubahan terencana?
4. Menjelaskan bagaimana kasus manajemen perubahan yang dilakukan PT. Antam Indonesia?
5. Bagaimana 3 langkah perubahan teori Kurt lewin?
6. Bagaimana 8 langkah teori perubahan kotler?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui proses perubahan berdasarkan teori perubahan
2. Untuk mengetahui langkah - langkah dalam melakukan perubahan terencana
3. Untuk mengetahui tahap-tahap dalam melakukan perubahan terencana
4. Untuk mengetahui kasus manajemen perubahan yang dilakukan oleh PT. Antam Indonesia
5. Untuk mengetahui 3 langkah perubahan teori Kurt lewin
6. Untuk mengetahui 8 langkah teori perubahan kotler



BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Proses Perubahan berdasarkan teori perubahan
Teori Perubahan Kecenderungan untuk terjadinya perubahan sosial merupakan suatu gejala yang wajar dalam kehidupan sosial. Perubahan sosial akan terus berlangsung dan perkembangannya tidak akan berhenti. Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang fenomena perubahan sosial ini, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Teori Evolusi
Teori evolusi mungkin sering kita dengar dalam ilmu Biologi dan secara garis besar, kalian juga pasti mengetahui inti dari teori ini. Penjelasan Teori Evolusi dalam ilmu sosial juga tidak jauh berbeda. Teori evolusi menjelaskan bahwa perubahan sosial terjadi secara lambat untuk waktu yang lama di dalam sistem masyarakat.

Manajemen Perubahan (Teori Perubahan)

Menurut teori ini, perubahan sosial terjadi karena perubahan pada cara pengorganisasian masyarakat, sistem kerja, pola pemikiran, dan perkembangan sosial. Perubahan sosial dalam teori evolusi jarang menimbulkan konflik karena perubahannya berlangsung lambat dan cenderung tidak disadari.

Menurut Soerjono Soekanto terdapat tiga teori utama dalam evolusi:
1. Teori Evolusi Uniliniear.
Teori ini menyatakan bahwa manusia dan masyarakat mengalami perkembangan yang sesuai dengan tahap-tahap tertentu. Perubahan ini membuat masyarakat berkembang dari yang sederhana menjadi tahapan yang lebih kompleks.
2. Teori Evolusi Universal
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahapan tertentu yang tetap karena menurut teori ini kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi tertentu.
3. Teori Evolusi Multiliniear
Teori ini menyatakan bahwa perubahan sosial dapat terjadi dalam beberapa cara, tetapi cara tersebut akan mengarah ke arah yang sama, yaitu membentuk masyrakat yang lebih baik.
4. Teori Fungsionalis
Teori Fungsionalis menyatakan bahwa ketidakpuasan masyarakat terhadap keadaan sosial yang sedang berlaku merupakan penyebab utama terjadinya perubahan sosial. Ketidakpuasan ini tidak dirasakan oleh semua anggota masyarakat, sebagian anggota masyarakat tidak menginginkan perubahan. Tapi, jika lebih banyak yang menginginkan perubahan, biasanya perubahan akan terjadi, tetapi apabila hanya kelompok minoritas dengan kekuatan kecil yang menginginkan perubahan, maka perubahan tersebut sulit untuk tercapai.
5.  Konflik
Teori ini sangat sepesial, teori konflik akan menjelaskan bahwa perubahan sosial terbentuk karena adanya konflik dan ketegangan dalam masyarakat. Konflik ini biasanya berupa pertentangan antar kelas penguasa dengan masyarakat yang tertindas. Sehingga, masyarakat dalam kelas yang lebih rendah menginginkan adanya perubahan dengan mengatasnamakan keadilan. Berdasarkan teori ini, jika memang perubahan yang dikehendaki berhasil tercapai, maka pada akhirnya masyarakat yang terbentuk akan hidup tanpa pembagian kelas.
6. Teori Siklus
Teori siklus menyatakan bahwa perubahan sosial ini bagaikan roda yang sedang berputar, artinya perubahan zamam merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari oleh manusia dan tidak dapat dikendalikan oleh siapapun. Bagaimanapun seseorang berusahan untuk mencegah terjadinya perubahan sosial mereka tidak akan mampu, karena perubahan sosial sudah seperti sifat alami yang dimiliki setiap lingkungan masyarakat.

1.2 Langkah - langkah dalam melakukan perubahan terencana
Model Perubahan Tiga Langkah (menurut Lewin) :
1. Pencairan tingkatan sekarang
2. Perpindahan ke tingkatan baru
3. Pembekuan / pemantapan tingkatan baru
Keyakinan bahwa kemauan dari subyek perubahan merupakan unsur penting baik dalam membuang perilaku lama, pencairan dan perpindahan ke perilaku baru. Pencairan dan perpindahan secara garis besar sama dengan Action Research. Pencairan meliputi upaya memperlemah daya kekuatan membentuk perilaku organisasi masa kini. MenurutRubin, pencairan memerlukan bentuk pertemuan konfrontatip bagi yang terkait dangan perubahan. Perpindahan mencakup tindakan atas hasil langkah sebelumnya. Tindakan perpindahan menuju ke situasi yang lebih baik membutuhkan pengembangan perilaku, nilai – nilai dan sikap – sikap baru melalui perubahan struktur dan proses organisasi. Pemantapan merupakan langkah terakhir dalam model tiga langkah dan menjadi titik perbedaan dengan Action Research. Pemantapan menciptakan kestabilan dalam organisasi dan memastikan cara – cara kerja baru yang mencakup proses sosialisasi.

1.3 Tahapan dalam proses perubahan terencana
Pada tahap ini jika berhasil, maka jumlah penentang akan sangat berkurang, sedangkan jumlah pendukung makin bertambah.
Rosyid (2009) menyatakan, tahap perubahan dan proses perubahan terencana yang menyertai sebagai berikut:
1. Fase eskploratif, yaitu organisasi menimbang dan memutuskan membuat perubahan spesifik dalam operasinya dan mengolakasikan sumberdaya- sumberdaya untuk merencanakan perubahan dalam membantu pemecahan perubahan. Tahap ini merupakan tahap dalam menumbukan kesadaran akan perlunya perubahan.
2. Fase perencanaan, yaitu proses perubahan yang terkait adalah mengumpulkan informasi agar dapat ditetapkan diagnosa masalah secara tepat, tujuan perubahan dan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
3. Fase tindakan, yaitu tahap ini organisasi mengimplementasikan perubahan hasil perencanaan. Proses perubahan dirancang untuk menggerakkan organisasi dari keadaan sekarang menuju ke masa depan.
4. Fase integrasi, tahap ini segera dimulai begitu perubahan telah sukses diimplementasikan. Proses perubahan meliputi konsolidasi dan stabilisasi perubahan guna menguatkan perilaku baru, serta memonitor perubahan dan upaya-upaya perbaikan.
Menurut Mardikanto (2010) perubahan terencana selalu menuntut adanya perencanaan, pelaksanaan kegiatan yang direncakanan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil-hasil kegiatan yang telah dilaksanakan.

1.4 Kasus manajemen perubahan yang dilakukan PT. Antam Indonesia
Tata Kelola ANTAM
Penerapan praktik terbaik Corporate Governance secara konsisten dan berkesinambungan merupakan komitmen penuh dari ANTAM dalam pengelolaan ANTAM dengan menjaga keseimbangan antara kepentingan pemegang saham maupun kepentingan stakeholders lainnya.  Dalam menerapkan Good Corporate Governance (GCG), ANTAM tidak hanya sekedar memenuhi kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan saja, tetapi bersungguh-sungguh menerapkannya dalam segala kegiatan operasional ANTAM yang dijalankan dengan senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip GCG yaitu Transparency, Accountability, Responsibility, Independency dan Fairness. Sebagai wujud penerapan GCG yang komprehensif, ANTAM berupaya untuk dapat mengadopsi standar terbaik yang berlaku secara internasional seperti Australian Securities Exchange (ASX) Corporate Governance Principles and Recommendations 4th Edition yang diterbitkan oleh ASX Corporate Governance Council, ASEAN Corporate Governance Scorecard yang diterbitkan oleh ASEAN Capital Market Forum, standar yang berlaku di Indonesia seperti Pedoman GCG yang diterbitkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) tahun 2006, standar penerapan GCG untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dikeluarkan oleh Kantor Kementerian Negara BUMN, yaitu Peraturan Menteri Negara BUMN No. Per-01/MBU/2011 dan SK-16/S MBU/2012 serta Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 21/POJK.04/2015 tentang Penerapan Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 32/SEOJK.04/2015 tentang Pedoman Tata Kelola Perusahaan. Sesuai dengan visi, misi, tujuan dan strategi, serta ruang lingkup kegiatan operasional ANTAM yang terus berkembang dan kebijakan ekspansi usaha di bidang eksplorasi dan pemrosesan hasil tambang serta produk derivatifnya, ANTAM selalu berusaha untuk menerapkan GCG secara konsisten agar tujuan komitmen penerapan GCG yang dibangun dapat tercapai.

Adapun tujuan penerapan GCG di ANTAM adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kinerja ANTAM dengan proses pengambilan keputusan yang lebih baik dan berhati-hati (prudent) dengan selalu memperhatikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mengendalikan risiko yang timbul, serta menghindari benturan kepentingan.
2. Meningkatkan profesionalisme dan pengembangan sumber daya manusia ANTAM dengan melakukan penilaian kinerja yang lebih obyektif, transparan dan wajar, serta membangun struktur organisasi yang efisien dengan fungsi, sistem dan pertanggungjawaban yang jelas.
3. Mengoptimalkan potensi dan nilai tambah sumber daya alam secara ekonomis dengan pengelolaan risiko yang lebih efektif.
4. Memastikan bahwa pengelolaan keuangan dilakukan secara prudent dan terkendali, dan menyusun laporan keuangan ANTAM secara akurat dan dapat dipertanggungjawabkan dengan suatu sistem pengendalian internal yang handal dan manajemen risiko yang sehat.
5. Meningkatkan kepercayaan investor, kreditur dan pemegang saham dengan selalu melakukan pengkinian data/informasi yang materiil dan relevan secara transparan, akurat, berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan.
6. Memperhatikan kepentingan stakeholders ANTAM dengan memperjelas hak dan kewajiban masing-masing pihak, serta melaksanakan hubungan usaha yang sehat dan bertanggung jawab.
7. Melaksanakan pemberdayaan masyarakat dan ikut berperan aktif melestarikan lingkungan, khususnya di sekitar kegiatan operasi ANTAM.
ANTAM selalu berusaha untuk menerapkan GCG secara konsisten agar tujuan komitmen penerapan GCG yang dibangun dapat tercapai.

Struktur Tata Kelola
Struktur tata kelola perusahaan secara garis besar tergambarkan pada organ utama ANTAM yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris dan Direksi. Sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasar ANTAM dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, masing-masing organ mempunyai peran penting dalam penerapan GCG dan menjalankan fungsi, tugas, dan tanggung jawabnya masing-masing untuk kepentingan ANTAM. RUPS merupakan wadah para pemegang saham yang memiliki wewenang yang tidak dilimpahkan kepada Dewan Komisaris dan Direksi. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengelolaan ANTAM sesuai amanah yang diberikan, sedangkan Dewan Komisaris melakukan pengawasan yang memadai terhadap pengelolaan yang dilakukan oleh Direksi serta melakukan penasihatan agar kinerja ANTAM lebih baik. Dewan Komisaris dan Direksi diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Fungsi Direktur Independen pada sistem satu Dewan sebagaimana berlaku di ASX terwakili oleh Dewan Komisaris dalam sistem dua Dewan. Dewan Komisaris dan Direksi ANTAM memiliki kesamaan persepsi terhadap visi, misi, dan nilai-nilai ANTAM yang menunjukkan keseimbangan hubungan kedua organ tersebut untuk memelihara keberlanjutan usaha ANTAM dalam jangka panjang.

Dewan Komisaris, Komite-komite di tingkat Dewan Komisaris, Direksi, dan manajemen senior terus meningkatkan kapabilitas di dalam proses pengawasan dan pengelolaan perusahaan, sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Semua pihak juga berupaya untuk memperkuat hubungan kerja satu sama lain. Singkatnya, ANTAM menyadari pentingnya hubungan kerja yang harmonis serta kerjasama diantara organ-organ tata kelola, manajemen dan staf untuk mempertahankan dan meningkatkan praktik GCG di ANTAM secara berkelanjutan. Untuk mendukung fungsi pengawasan, Dewan Komisaris telah membentuk tiga Komite Penunjang Dewan Komisaris yakni Komite Audit, Komite Good Corporate Governance, Nominasi dan Remunerasi (GCG-NR) dan Komite Manajemen Risiko.
Setiap Komite diketuai oleh anggota Dewan Komisaris, dan tugas serta tanggung jawab masing-masing Komite tercantum dalam masing-masing piagam yang dimiliki. Evaluasi kinerja Dewan Komisaris dilakukan melalui Komite GCG-NR dengan metode self assessment dengan indikator sebagaiman tercantum dalam Charter Dewan Komisaris.Hasil kinerja dilaporkan di dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Evaluasi kinerja Direksi dilakukan oleh Dewan Komisaris berdasarkan Key Performance Indicators(KPIs) dan hasilnya dilaporkan di dalam RUPS. Evaluasi kinerja Komite Penunjang Dewan Komisaris dilakukan menggunakan sistem self-assessment. Evaluasi dilakukan menggunakan beberapa kriteria seperti kehadiran di rapat Komite. Sebagai tambahan, Komite juga dievaluasi menggunakan aspek pengetahuan dan pemahaman mengenai tugas dan tanggung jawab Komite. Di level manajemen, ANTAM mengadopsi Sistem Manajemen berbasis Kinerja untuk mengevaluasi kinerja manajemen senior yang didasarkan pada beberapa faktor kunci seperti manajemen biaya, inovasi dan proses operasional. Kinerja masing-masing senior manajemen terhubung dengan kinerja Direksi yang keseluruhannya berada dalam sistem Key Performance Indikator. Setiap tahun Direksi bertemu dengan senior manajemen dari unit bisnis di dalam forum Rapat Pimpinan untuk mengevaluasi dan memberi masukan terhadap kinerja masing-masing unit bisnis.

Kebijakan Tata Kelola Perusahaan dilaksanakan oleh ANTAM dengan memberlakukan Pedoman Kebijakan Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance Policy), Standar Etika Perusahaan (Code of Conduct, COC), Pedoman Kerja (Charter) Dewan Komisaris, Charter Direksi, Charter Komite Penunjang Dewan Komisaris, Charter Internal Audit, Pedoman Kebijakan Manajemen Perusahaan (Corporate Management Policy), Pedoman Kebijakan Manajemen Risiko, serta kebijakan-kebijakan lainnya seperti Sistem dan Prosedur Operasional (Standard and Operating Procedure) serta Instruksi Kerja (Work Instructions). Soft structure Good Corporate Governance (GCG) ini dipublikasikan dalam portal internal dan situs ANTAM, serta selalu dikaji secara berkala setiap tahun dan dilakukan revisi untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi ANTAM yang berjalan, praktik terbaik GCG serta penyesuaian terhadap peraturan perundangan yang berlaku.

GCG di ANTAM
Anggaran Dasar (AD) Perseroan telah beberapa kali mengalami perubahan
Anggaran Dasar PT Aneka Tambang Tbk, yang dinyatakan dalam Akta Pernyataan Keputusan Rapat Perubahan Anggaran Dasar PT Aneka Tambang Tbk atau disingkat PT ANTAM Tbk No. 14 tanggal 4 Mei 2021 yang dibuat dihadapan Notaris Jose Dima Satria S.H., M.Kn., Notaris di Kota Jakarta Selatan, yang pemberitahuan mengenai perubahan anggaran dasar tersebut telah diterima oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sesuai dengan Surat Nomor AHU-AH.01.03-0307338 tertanggal 12 Mei 2021. Anggaran Dasar Perseroan dapat diunduh disini.

Beberapa peningkatan untuk mengimplementasikan GCG ke seluruh enititas Perusahaan dilakukan antara lain dengan melakukan restrukturisasi organisasi yang terencana dan efisien serta secara berkala melakukan perekrutan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan meningkatnya aktivitas perkembangan usaha ANTAM; penyempurnaan Sistem Manajemen Kinerja dan Sistem Manajemen Unjuk Kerja untuk mendukung sistem penilaian kinerja yang lebih obyektif dan wajar, mereview secara berkala atas kesesuain Management Policy, Standard Operating Procedure (SOP) dan Work Instruction (WI), khususnya untuk aktivitas baru ANTAM; melakukan penyempurnaan atas sistem pengendalian internal; memberlakukan penerapan manajemen risiko di seluruh lini kegiatan usaha ANTAM; dan melakukan sosialisasi dan internalisasi penerapan GCG di ANTAM.

Guna mengetahui tingkat penerapan GCG di Perusahaan, ANTAM melakukan penilaian penerapan GCG secara konsisten setiap tahunnya sejak tahun 2004. Penilaian dilakukan oleh Pihak Independen dengan menggunakan parameter SK-16/MBU/2012 dari Kementerian BUMN, ASX Corporete Governance Principles & Recommendations,ASEAN CG Scorecard serta Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka dari Otoritas Jasa Keuangan. Selain itu ANTAM secara aktif ikut serta dalam penilaian Corporate Governance Perception Index (CGPI) dari Indonesia Institute of Corporate Governance (IICG) dan memperoleh predikat Most Trusted Company. Hasil penilaian penerapan GCG di ANTAM ini juga dilaporkan dalam RUPS.

Dalam rangka menegakkan prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) dan Standar Etika (Code of Conduct) di PT ANTAM (Persero) Tbk (ANTAM), dengan ini diumumkan hal-hal sebagai berikut:
Dewan Komisaris, Direksi, seluruh jajaran pegawai ANTAM, dan entitas anak ANTAM (Insan ANTAM) DILARANG untuk menerima hadiah atau gratifikasi dalam bentuk apapun, baik secara langsung maupun tidak langsung dari seluruh stakeholders ANTAM, termasuk tetapi tidak terbatas pada Hari Raya Idul Fitri.

Sekiranya ada pihak-pihak yang mengetahui adanya Insan ANTAM yang meminta/menerima hadiah atau gratifikasi kepada/dari stakeholders dengan mengatasnamakan pribadi maupun ANTAM, dimohon untuk melaporkan kepada kami melalui email whistleblowing@antam.com, dengan mencantumkan identitas yang jelas.

1.5  3 Langkah perubahan teori Kurt lewin
Pendekatan klasik yang dikemukaan oleh Kurt Lewin (1951) mencakup tiga langkah dalam model perubahan terencana yaitu pertama : UNFREEZING the status quo, lalu MOVEMENT to the new state, dan ketiga REFREEZING the new change to make it pemanent Selama proses perubahan terjadi terdapat kekuatan-kekuatan yang mendukung dan yang menolak. Melalui strategi yang dikemukakan oleh Kurt Lewin, kekuatan pendukung akan semakin banyak dan kekuatan penolak akan semakin sedikit.

Tiga langkah diuraikan sebagai berikut:
1. Unfreezing – Pencairan tingkat sekarang
Langkah ini merupakan persiapan untuk berubah. Hal melibatkan pemahaman bahwa perubahan adalah perlu, dan merupakan persiapan untuk pindah dari zone kenyamanan saat ini. Langkah yang pertama ini untuk menyiapkan diri kita, atau orang yang lain untuk perubahan (dan idealnya menciptakan suatu situasi perubahan yang kita inginkan).
Unfreezing juga merupakan upaya-upaya untuk mengatasi tekanan-tekanan dari kelompok penentang dan pendukung perubahan. Status quo dicairkan, biasanya kondisi yang sekarang berlangsung (status quo) diguncang sehingga orang merasa kurang nyaman.

2. MOVEMENT to the new state – Perpindahan ke tingkatan baru
Kurt Lewin sadar perubahan itu bukanlah suatu peristiwa, tetapi lebih suatu proses. Ia menyebutkan bahwa proses itu adalah suatu transisi (perpindahan ke tingkatan baru). Langkah yang kedua ini terjadi ketika kita membuat bahwa perubahan itu diperlukan. Orang-orang yang “tidak dibekukan/ dicairkan” akan menjadi bergerak ke arah perubahan yang diinginkan.

Pada tahap ini, secara bertahap (step by step) tapi pasti, perubahan dilakukan. Jumlah penentang perubahan berkurang dan jumlah pendukung bertambah. Untuk mencapainya, hasil-hasil perubahan harus segera dirasakan.

3. Refreezing
Langkah ini adalah menstabilitakan perubahan telah dibuat. Perubahan akan diterima dan dijadikan norma yang baru. Orang-orang akan membentuk hubungan baru dan menjadi yang nyaman dengan perubahan tersebut. Hal ini akan memerlukan waktu yang lama. 

1.6 8 Langkah teori perubahan kotler
Berikut delapan langkah yang dijelaskan Kotter dalam bukunya demi menuju perubahan yang diinginkan.

A). Menciptakan Sense of Urgency
Sense of urgency adalah motivasi yang menginisiasi hasrat untuk berubah. Untuk membuat perubahan benar-benar terjadi, rasa keinginan untuk berubah yang tinggi dari seluruh elemen di dalam organisasi akan membantu organisasi memulai perubahan. Membangun sense of urgency¸bukan hanya sekedar menunjukkan data statistik penjualan yang rendah atau berbicara tentang semakin tingginya tingkat persaingan di luar sana. Dalam bukunya, Kotter menyarankan untuk membangun dialog yang jujur dan meyakinkan bagaimana kondisi yang terjadi di pasar dan juga bagaimana dengan para kompetitor yang ada. Di banyak kasus, urgensi yang paling memotivasi didorong oleh sosok pemimpin. Jika transformasi meliputi seluruh sendi perusahaan, maka di tangan CEO-lah keberhasilan fase pertama dalam proses transformasi ini berada. Ketika level urgensi tidak terpompa sepenuhnya, transformasi tidak bisa membuahkan kesuksesan dan masa depan perusahaan tak ubahnya seperti telur di ujung tanduk.

B). Menciptakan Koalisi Kepemimpinan yang Kuat
Walaupun inisiatif perbaikan seringkali dimulai oleh satu atau dua orang saja, namun inisiatif yang sukses mampu menghimpun lebih banyak massa dan membentuk koalisi kepemimpinan yang kuat. Kepemimpinan yang kuat dan dukungan dari para karyawan kunci sangat penting dalam tahap kedua ini. Orang-orang perlu diyakinkan bahwa perubahan itu perlu. Mengelola perubahan saja bukan menjadi satu-satunya jalan keluar, karena betapapun bagusnya ide perubahan, keberhasilannya bergantung dari eksekusi para individunya. Dalam usaha transformasi yang sukses, chairman, presiden, atau manajer umum, ditambah lima hingga lima puluh orang lainnya, bersatu dan mengembangkan komitmen bersama untuk meningkatkan keunggulan kinerja perusahaan melalui perubahan. Koalisi semacam ini, dalam banyak kasus yang diamati Kotter, sangat powerful untuk memastikan kesuksesan –dalam hal titel, ekspertis, informasi, reputasi dan hubungan kerja.

C). Memiliki Visi untuk Perubahan
Di banyak perusahaan yang sukses menjalankan perubahan, koalisi kepemimpinan mengembangkan gambaran kondisi di masa depan yang begitu ideal dan menarik, khususnya bagi pelanggan, stakeholder dan karyawan. Sebuah visi biasanya melampaui apa yang dapat dicapai perusahaan dalam lima tahun. Sebuah visi secara jelas berbicara tentang arah yang seharusnya dituju oleh perusahaan. Visi yang dibutuhkan perusahaan adalah visi yang bijak dan logis. Tanpa adanya visi yang bijak (sensible vision) dan dipahami bersama, usaha transformasi hanya akan menjadi serangkaian proyek yang tidak saling berhubungan dan tidak kompatibel, yang hanya akan mengaburkan arah gerak perusahaan. Tanpa adanya visi yang logis (sound vision), proyek reengineering di divisi akunting, quality program di pabrik, tinjauan kinerja 360o oleh departemen SDM, dan proyek cultural change di departemen penjualan tidak akan memberi nilai tambah yang berarti bagi kemajuan perusahaan.

D). Mengkomunikasikan Visi dengan Jelas
Tanpa adanya kemampuan komunikasi yang kredibel, hati dan pikiran karyawan tidak akan bisa dimenangkan. Eksekutif yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik menanamkan pesan-pesan yang tersirat dalam aktivitas sehari-harinya. Mereka mendiskusikan dan berbicara tentang peranan masing-masing level karyawan untuk mendukung transformasi.

E). Menyingkirkan Hambatan dalam Proses
Perubahan dimulai ketika sejumlah besar individu dalam perusahaan telah teryakinkan untuk mencoba pendekatan baru, mengembangkan ide-ide baru, dan memberikan peran kepemimpinan. Seiring dengan prosesnya, semakin besar massa yang memiliki visi bersama dan sepakat untuk memulai proses transformasi. Hingga titik tertentu, komunikasi yang efektif mengenai arah tujuan perusahaan yang baru. Dalam paruh pertama proses transformasi, tidak ada organisasi yang memiliki cukup momentum, waktu dan kekuatan untuk menyingkirkan semua hambatan sekaligus. Namun pilihlah salah satu hambatan terbesar dan singkirkanlah. Jika penghambat tersebut adalah karyawan, perlakukanlah ia dengan adil dan sesuai dengan visi baru perusahaan. Namun tindakan nyata menjadi sesuatu yang esensial, baik untuk memotivasi karyawan dan menjaga kredibilitas usaha menuju perubahan itu sendiri. Seiring berjalannya waktu, perusahaan harus memikirkan cara-cara untuk mengatasi hambatan yang muncul dalam proses menuju perubahan.

F). dan Menciptakan Kemenangan Jangka Pendek Secara Sistematis
Transformasi membutuhkan banyak waktu. Sebagian besar orang tidak mampu menempuh perjalanan jauh jika mereka tidak melihat sedikit titik terang dalam 12 atau 24 bulan, yang akan menandakan bahwa apa yang mereka lakukan sudah benar dan makin mendekati tujuan akhir. Tanpa ada kemenangan-kemenangan kecil, akan ada banyak orang yang menyerah dan kehilangan kesabaran. Inisiatif-pun menjadi basi. Kemenangan kecil dalam jangka pendek tidak hanya membawa dampak positif untuk moral karyawan. Perusahaan-pun akan merasakan keuntungannya, baik peningkatan produktivitas, kualitas, bahkan revenue. Kemenangan-kemenangan kecil ibaratnya cicilan yang akan melunasi target berupa kemenangan besar yang menjadi bagian dari visi perusahaan.

G). Menguatkan Perubahan
Kotter berpendapat bahwa banyak inisiatif perubahan gagal karena kemenangan yang dinyatakan terlalu dini. Perubahan yang benar-benar nyata terjadi tidak dalam waktu sekejap. Kemenangan yang dicapai dalam jangka pendek hanya tahap awal dari apa yang perlu dilakukan untuk mencapai perubahan jangka panjang. Alih-alih mendeklarasikan kemenangan, para pemimpin di organisasi yang sukses melakukan transformasi memanfaatkan kredibilitas yang dihasilkan oleh kemenangan-kemenangan kecil untuk mengatasi masalah yang lebih besar. Mereka menangani sistem dan struktur yang tidak sesuai dengan visi transformasi, yang belum pernah ditangani sebelumnya. Mereka mencurahkan perhatian kepada kualitas sumber daya manusia; siapa yang direkrut, siapa yang harus dipromosikan, dan bagaimana organisasi mengembangkan kualitas SDM-nya. Mereka memasukkan setiap proyek reengineering kedalam lingkup yang lebih besar alih-alih hanya sekedar inisiatif belaka. Mereka memahami bahwa transformasi tidak akan terjadi dalam hitungan bulan, melainkan tahun.

H). Menanamkan Perubahan Kedalam Budaya Perusahaan
Perubahan akan bertahan ketika telah menjadi “cara perusahaan melakukan segala sesuatu,” ketika perubahan tersebut telah masuk kedalam urat nadi yang mengalirkan darah ke seluruh sendi perusahaan.


BAB III
PENUTUP

a). Kesimpulan
Teori Perubahan Kecenderungan untuk terjadinya perubahan sosial merupakan suatu gejala yang wajar dalam kehidupan sosial. Perubahan sosial akan terus berlangsung dan perkembangannya tidak akan berhenti. Perpindahan mencakup tindakan atas hasil langkah sebelumnya. Tindakan perpindahan menuju ke situasi yang lebih baik membutuhkan pengembangan perilaku, nilai – nilai dan sikap – sikap baru melalui perubahan struktur dan proses organisasi. Pemantapan merupakan langkah terakhir dalam model tiga langkah dan menjadi titik perbedaan dengan Action Research. 

b). Saran
Demikianlah makalah ini saya buat,saya sangat berterimakasih dan semoga bermanfaat bagi pembaca. Apabila terdapat kesalahan mohon dapat memanfaatkan dan memakluminya karena kami hanyalah hamba Allah SWT. yang tak luput dari salah.


DAFTAR PUSTAKA




*Sumber: https://www.academia.edu/51389019/MAKALAH_MANAJEMEN_PERUBAHAN_Teori_Perubahan_


Tag : Ekonomi, Ekonomi Bisnis
0 Komentar untuk "Manajemen Perubahan (Teori Perubahan)"

Back To Top