BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konflik sudah menjadi bagian hidup dari manusia. Konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.salah satu yang menimbulkan konflik adalah keanekaragaman.
Konflik merupakan kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering bersifat kreatif. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan, berbagai perbedaan pendapat dan konflik biasanya bisa diselesaikan tanpa kekerasaan, dan sering menghasilkan situasi yang lebih baik bagi sebagian besar atau semua pihak yang terlibat (Fisher, 2001).
Dalam setiap kelompok social selalu ada benih-benih pertentangan antara individu dan individu, kelompok dan kelompok, individu atau kelompok dengan pemerintah. Pertentangan ini biasanya berbentuk non fisik. Tetapi dapat berkembang menjadi benturan fisik, kekerasaan dan tidak berbentuk kekerasaan. Konflik berasal dari kata kerja Latin, yaitu configure yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.
Indonesia merupakan negara yang beranekaragam kebudayaannya, salah satunya hasil kebudayaan indonesia adalah pencak silat. Pencak silat adalah salah satu hasil kebudayaan masyarakat yang sangat populer dalam kehidupan masyarakat, khususnya bagi kaum laki-laki. Akibat dari keanekaragaman kebudayaan tersebut juga bisa menimbulkan dampak positif dan negatif, salah satunya adalah konflik antar perguruan silat di karisidenan madiun. Konflik ini terjadi antara perguruan pencak silat PSHT (persaudaraan setia hati terate) dan PSHW (persaudaraan setai hati winongo).
Mengacu dalam uraian diatas saya mencoba menguraikan apa itu konflik sosial dan konflik terjadi antar perguruan pencak silat di Karesidenan Madiun.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari konflik sosial?
2. Ada berapa jenis konflik sosial?
3. Faktor faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya konflik sosial?
4. Konflik sosial apa yang terjadi di Kota Madiun?
5. Bagaimana Peran pekerja sosial dalam mengatasi konflik sosial tersebut ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian konflik sosial.
2. Untuk mengeahui jenis konflik sosial.
3. Untuk mengeahui faktor faktor yang menyebabkan terjadinya konflik.
4. Untuk mengetahui konflik sosial yang terjadi di kota Madiun.
5. Untuk mengetahui peran pekerja sosial dalam mengatasi konflik sosial tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Konflik Sosial
Konflik berasal dari bahasa latin configure, yang berarti saling memukul. Konflik sosial adalah salah satu bentuk interaksi sosial antara satu pihak dengan pihak lain didalam masyarakat yang ditandai dengan adanya sikap saling mengancam, menekan, hingga saling menghancurkan. Konflik sosial sesungguhnya merupakan suatu proses bertemunya dua pihak atau lebih yang mempunnyai kepentingan yang relative sama terhadap hal yang sifatnya terbatas. Dengan demikian, terjadilah persaingan hingga menimbulkan suatu benturan-benturan fisik baik dalam skala kecil maupun dalam skala besar. Berikut ini beberapa pendapat ahli tentang pengertian konflik:
1. Gibson, et al (1997), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing–masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
2. Berstein (1965), konflik merupakan suatu pertentangan atau perbedaan yang tidak dapat dicegah. Konflik ini mempunyai potensi yang memberikan pengaruh positif dan negatif dalam interaksi manusia.
3. Robert M.Z. Lawang, konflik adalah perjuangan memperoleh status, nilai, kekuasaan, di mana tujuan mereka yang berkonflik tidak hanya memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan saingannya.
4. James W. Vander Zanden, konflik diartikan sebagai suatu pertentangan mengenai nilai atau tuntutan hak atas kekayaan, kekuasaan, status atau wilayah tempat yang saling berhadapan, bertujuan untuk menetralkan, merugikan ataupun menyisihkan lawan mereka.
5. Soerjono Soekanto, konflik merupakan suatu proses sosial di mana orang per orangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai ancaman atau kekerasan.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik berlangsung dengan melibatkan orang-orang atau kelompok-kelompok yang saling menantang dengan ancaman kekerasan. Dalam bentuk ekstrimnya, konflik dilangsungkan tidak hanya sekadar untuk mempertahankan hidup dan eksistensi. Konflik juga bertujuan sampai tahap pembinasaan eksistensi orang atau kelompok lain yang dipandang sebagai lawan atau saingannya.
2.2 Jenis konflik sosial
1. Konflik Pribadi
Konflik terjadi dalam diri seseorang terhadap orang lain. Umumnya konflik pribadi diawali perasaan tidak suka terhadap orang lain, yang pada akhirnya melahirkan perasaan benci yang mendalam. Perasaan ini mendorong tersebut untuk memaki, menghina, bahkan memusnahkan pihak lawan.
2. Konflik Rasial
Konflik rasial umumnya terjadi di suatu negara yang memiliki keragaman suku dan ras. Ras merupakan pengelompokan manusia berdasarkan ciri-ciri biologisnya, seperti bentuk muka, bentuk hidung, warna kulit, dan warna rambut. Secara umum ras di dunia dikelompokkan menjadi lima ras, yaitu Australoid, Mongoloid, Kaukasoid, Negroid, dan ras-ras khusus. Hal ini berarti kehidupan dunia berpotensi munculnya konflik juga jika perbedaan antarras dipertajam.
3. Konflik Antarkelas Sosial
Terjadinya kelas-kelas di masyarakat karena adanya sesuatu yang dihargai, seperti kekayaan, kehormatan, dan kekuasaan. Semua itu menjadi dasar penempatan seseorang dalam kelas-kelas sosial, yaitu kelas sosial atas, menengah, dan bawah. Seseorang yang memiliki kekayaan dan kekuasaan yang besar menempati posisi atas, sedangkan orang yang tidak memiliki kekayaan dan kekuasaan berada pada posisi bawah. Dari setiap kelas mengandung hak dan kewajiban serta kepentingan yang berbeda-beda. Jika perbedaan ini tidak dapat terjembatani, maka situasi kondisi tersebut mampu memicu munculnya konflik rasial.
4. Konflik Politik Antargolongan dalam Satu Masyarakat maupun antara Negara-Negara yang Berdaulat
Dunia perpolitikan pun tidak lepas dari munculnya konflik sosial. Politik adalah cara bertindak dalam menghadapi atau menangani suatu masalah. Konflik politik terjadi karena setiap golongan di masyarakat melakukan politik yang berbeda-beda pada saat menghadapi suatu masalah yang sama. Karena perbedaan inilah, maka peluang terjadinya konflik antargolongan terbuka lebar.
5. Konflik Bersifat Internasional
Konflik internasional biasanya terjadi karena perbedaan-perbedaan kepentingan di mana menyangkut kedaulatan negara yang saling berkonflik. Karena mencakup suatu negara, maka akibat konflik ini dirasakan oleh seluruh rakyat dalam suatu negara. Pada umumnya konflik internasional selalu berlangsung dalam kurun waktu yang lama dan pada akhirnya menimbulkan perang antarbangsa
2.3 Faktor penyebab konflik sosial
1. Perbedaan individu
Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
2. Perbedaan latar belakang kebudayaan
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.
4. Perubahan-perubahan nilai sosial yang begitu cepat dalam masyarakat
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.
Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industry.
2.4 Dampak Konflik Sosial
1. Sisi Positif Terjadinya Konflik
Beberapa sisi positif terjadinya konflik di masyarakat antara lain sebagai berikut.
a. Bertambah kuatnya rasa solidaritas sesama anggota kelompok. Hal ini biasanya terjadi pada konflik antarkelompok, di mana anggota masing-masing kelompok karena merasa mempunyai identitas yang sama bersatu menghadapi ancaman yang datang dari luar kelompoknya.
b. Memperjelas aspek-aspek kehidupan yang belum jelas atau belum tuntas untuk ditelaah.
c. Memungkinkan adanya penyesuaian kembali norma-norma dan nilai-nilai, serta hubungan-hubungan sosial dalam kelompok yang bersangkutan sesuai dengan kebutuhan individu atau kelompok. Merupakan jalan untuk mengurangi ketergantungan antarindividu dan antarkelompok.
d. Dapat membantu menghidupkan kembali norma-norma lama dan menciptakan norma-norma yang baru.
e. Dapat berfungsi sebagai sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat.
f. Memunculkan sebuah kompromi baru apabila pihak yang berkonflik dalam kekuatan yang seimbang.
2. Sisi Negatif Terjadinya Konflik
Beberapa sisi negatif terjadinya konflik dalam masyarakat antara lain sebagai berikut.
a. Hancurnya atau retaknya kesatuan kelompok. Hal ini biasanya muncul apabila terjadi konflik di antara anggota kelompok yang sama.
b. Adanya perubahan kepribadian pada diri individu.
c. Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia.
d. Munculnya dominasi kelompok pemenang atas kelompok yang kalah.
Contoh Kasus
KONFLIK SOSIAL DI KOTA MADIUN
3.1 Sejarah Konflik Sosial antar Dua Perguruan Silat di Madiun
Konflik antara Persaudaraan Setia Hati Terate dengan Setia Hati Winongo Tunas Muda tidak lepas dari latar sejarah kedua perguruan silat tersebut. SH Terate adalah perguruan silat legendaris yang berperan menyebarkan pencak silat ke berbagai daerah (bahkan manca negara). Di pusatnya, Madiun, terdapat ribuan pendekar SH terate yang tersebar sampai pelosok-pelosok kampung. Bagi pemuda-pemuda di daerah Madiun, menjadi anggota SH terate adalah tradisi yang mereka laksanakan secara turun temurun. Bahkan banyak keluarga yang dari Kakek buyut sampe cicit, semua adalah anggota PS SH Terate. Hal ini membuat SH Terate sebagai organisasi, cukup disegani di kawasan Madiun karena memiliki massa yang sangat besar.
Sering terjadi perkelahian massal antara anggota SH Terate dan anggota SH Tunas Muda (Winongo) di Madiun. Sebenarnya pendiri kedua perguruan silat tersebut berasal dari perguruan yang sama. Menurut hikayat, asal muasal pencak silat di Madiun adalah dari seorang pendekar bernama Suro (Mbah Suro). Konon, sewaktu masih sangat muda Mbah Suro ini adalah salah satu prajurit tangguh yang dimiliki Pangeran Diponegoro. Setelah Pangeran Diponegoro kalah dari Belanda, mbah Suro melarikan diri ke Madiun, dan mendirikan sebuah perguruan silat sendiri.
Perguruan silat ini kemudian berkembang cukup pesat. Mbah Suro memiliki banyak sekali murid. Namun diantara sekian ratus muridnya, ada dua yang paling menonjol. Yang satu kemudian mendirikan perguruan silat sendiri di daerah Winongo Madiun, dan kemudian di kemudian hari menjelma menjadi SH Tunas Muda. Sementara yang satunya meneruskan perguruan silat mbah Suro dan kemudian menjelma menjadi SH Terate.
Awalnya, kedua perguruan tersebut saling berdampingan dengan damai satu sama lain. SH Winongo memiliki pengaruh di daerah madiun kota, sementara SH Terate mengakar di daerah madiun pinggir/pedesaan. Benih perpecahan dimulai ketika antara tahun 1945-1965 an, banyak pendekar SH Winongo yang berafiliasi dengan PKI. SH Terate yang menganggap ilmu SH (Setia Hati) yang diturunkan oleh mbah Suro merupakan ilmu yang berbasis ajaran Islam, merasa SH Winongo mulai keluar dari jalur tersebut.
Perselisihan semakin menjadi-jadi antara tahun 1963-1967, dimana banyak pendekar dari kedua perguruan yang terlibat bentrok fisik dalam peristiwa-peristiwa politik. Meski banyak anggotanya yang berafiliasi kiri, namun secara organisasi SH Winongo tidak terlibat dalam aktivitas kekirian tersebut. Hal inilah yang kemudian menyelamatkan perguruan silat ini dari pembubaran oleh pemerintah.
Setelah masa pembersihan anggota PKI yang berlangsung antara tahun 1967-1971 di daerah Madiun, SH Winongo sedikit demi sedikit mulai kehilangan pamornya. Puncaknya, pada era 1980-an bisa dikatakan perguruan silat ini dalam keadaan mati suri. Konon, banyak pendekar SH Terate yang berperan sebagai eksekutor para anggota PKI (termasuk beberapa pendekar SH Winongo yang terlibat PKI) di kawasan Madiun. Hal inilah yang kemungkinan memicu dendam pendekar SH Winongo yang non-PKI tapi merasa memiliki solidaritas pada kawan-kawannya yang dieksekusi tersebut.
Entah kebetulan atau tidak, seiring dengan munculnya partai PDI sebagai kekuatan politik yang cukup kuat pada era 1990-an, pamor SH Winongo sedikit demi sedikit mulai naik kembali. Banyak pemuda dari kawasan perkotaan Madiun yang masuk menjadi anggota SH Winongo. Madiun kota sendiri merupakan basis PDI yang cukup kuat. Sementara Madiun kabupaten merupakan basis NU dan Muhammadiyah. Banyak yang mengatakan bahwa situasi tersebut mirip dengan situasi di zaman ‘60-an, dimana PKI berkuasa di Madiun kota dan NU berkuasa di Madiun Kabupaten.
Seiring dengan perkembangan tersebut, mulai sering terjadi perkelahian antar pendekar di berbagai pelosok Madiun. Perkelahian yang juga melibatkan senjata tajam tersebut tak jarang berakhir dengan kematian salah satu pihak. Pada waktu itu, Madiun bagaikan warzone para pendekar silat (termasuk dengan senjata tajam dan senjata lainnya). Di berbagai sudut kota dan kampung terdapat grafiti yang menunjukkan identitas kelompok pendekar yang menguasai kawasan tersebut. Pendekar SH Terate menggunakan istilah SHT (Setia Hati Terate) atau TRD (Terate Raja Duel) untuk menandai basisnya. Sementara SH Winongo menggunakan istilah STK, yang kemudian diplesetkan menjadi “Sisa Tentara Komunis”, untuk menandai kawasan mereka.
Pada kurun waktu 1990-2000, STK mengalami perkembangan jumlah anggota yang sangat pesat. Desa Winongo sebagai markas besar mereka, pada awalnya masih mudah diserang oleh pendekar SHT dari wilayah tetangga. Namun karena kekuatan mereka yang semakin besar membuat Winongo menjadi untouchable area. Hampir seluruh pemuda dan lelaki di desa ini menjadi anggota STK yang militan, sehingga penyerbuan SHT ke wilayah ini menjadi semakin sulit dilakukan.
STK menggunakan taktik populis dalam merekrut anggota baru. Mereka masuk ke SMP dan SMU di kota Madiun dan menawarkan status pendekar secara instan kepada pemuda-pemuda yang mau bergabung. Sementara untuk meraih status pendekar di SHT, persyaratannya cukup berat dan memakan waktu cukup lama. Tawaran menjadi pendekar instan tersebut tentu saja mendapat sambutan yang besar dari para pemuda yang belum mengetahui esensi sebenarnya sebuah panggilan “pendekar”. Di Madiun, menjadi pendekar adalah sebuah kehormatan yang diimpi-impikan para pemuda. Predikat pendekar menjadi sangat elit karena harus dicapai dengan susah payah. Seorang Pendekar dipastikan memiliki kemampuan silat dan fisik yang prima, serta pemahaman agama yang dalam.
Akibat taktik populis yang dilakukan STK, kode etik pertarungan antar pendekar yang selama ini terjaga, sedikit demi sedikit mulai pudar. Anak-anak muda yang naif (pendekar instan) mulai menggunakan cara-cara yang kurang etis dalam berkelahi. Misalnya mereka mengeroyok lawan, menculik lawan di rumah, tawuran (lempar-lemparan batu), menyerang dari belakang, dan cara-cara yang tidak terhormat lainnya. Awalnya pendekar-pendekar SHT yang memegang teguh kode etik pertarungan pencak silat, masih berupaya sabar. Namun, akhirnya mereka kehilangan kesabaran setelah korban di pihak mereka mulai berjatuhan.
Terjadi beberapa kali pertarungan yang memakan korban jiwa akibat tindakan yang tidak sportif. Pernah terjadi kasus dimana dua orang pendekar yang sedang berboncengan sepeda ontel, di tebas dari belakang oleh lawan bersepeda motor dengan menggunakan clurit. Kemudian ada juga kasus seorang pendekar yang sedang menggarap sawah, ditebas dari belakang oleh lawannya dengan menggunakan pacul.
Kejadian-kejadian tersebut merupakan gambaran betapa etika pertarungan sportif satu lawan satu yang selama ini dipegang erat oleh para pendekar, mulai pudar.
3.2 . Arena Konflik
1. Suran Agung
Suran Agung merupakan salah satu ritual yang wajib dilakukan oleh perguruan silat PSH Winongo Tunas Muda yang diadakan setiap bulan Muharam dalan kalender Hijriah atau bulan Sura dalam kalender Jawa. Kegiatan ini dipusatkan di jalan Doho Kelurahan Winongo Kecamatan Manguharjo Kota Madiun. Suran Agung dihadiri oleh anggota dari kota/kabupaten, bahkan dari luar negeri.
Setelah acara Suran Agung biasanya massa anggota Persaudaraan Setia Hati Tunas Muda Winongo dari berbagai daerah langsung mengadakan konvoi di jalan protokol Kota Madiun dengan kostum hitam-hitam. Massa berputar mengelilingi Kota Madiun, sebelum akhirnya kembali ke daerah masing-masing. Agenda tahunan inilah yang menjadi salah satu momentum yang rawan konflik. Konvoi pada momentum-momentum tersebut sering terjadi bentrok massal di sepanjang rute yang dilewati.
Pada tanggal 13 Februari 2006 bertempat di Padepokan SH Winongo Jl. Doho No. 123 Kelurahan Winongo Kecamatan Manguharjo Kota Madiun telah dilaksanakan Suran Agung yang diikuti oleh ± 7.000 orang, saat konvoi selesai kegiatan Suran Agung rombongan dari cabang Ngawi ± 30 orang dihadang oleh 10 anggota warga SH Terate sehingga terjadi perkelahian massal yang mengakibatkan 7 orang mengalami luka parah.
Pada tanggal 19 Februari 2007 bertempat di Padepokan SH Winongo Jl. Doho No. 123 Kel. Winongo Kec. Manguharjo Kota Madiun telah dilaksanakan Suran Agung yang diikuti oleh ± 6.500 orang, saat konvoi selesai kegiatan Suran Agung rombongan dari cabang Magetan ± 30 orang dilempari batu oleh orang yang tidak dikenal sehingga mengakibatkan 5 orang luka parah.
Pada momentum menyambut Tahun Baru Jawa 1 Suro dan Hijriyah 1 Muharram 1430 atau pada Senin 29 Desember 2008 ribuan pendekar pencak silat dari SH Terate menggelar konvoi. Selain itu, mereka juga berziarah di makam leluhur pendekar Terate di kawasan Kelurahan Pilangbangu dan Taman. Konvoi pendekar Terate tersebut dihadang puluhan pemuda di depan kantor PLN Manisrejo. Sebagian pendekar turun dari mobil pick up dan mengambil bebatuan yang ada di sekitar lokasi dan melemparkan ke sekumpulan pemuda yang menghadang-nya. Tidak ada korban jiwa, tetapi 13 pemuda yang diduga terlibat bentrok ditangkap aparat keamanan.
Pada tanggal 18 Januari 2009 di padepokan SH Winongo telah dilaksanakan Suran Agung yang diikuti oleh ± 6.200 orang, saat konvoi setelah kegiatan tepatnya di Jl. Setiabudi dilempari batu oleh beberapa orang yang tidak dikenal identitasnya sehingga mengakibatkan 3 orang meng-alami luka-luka di bagian dada dan kepala. Pada tanggal 19 Desember 2010 di Padepokan SH Winongo Jl. Doho 123 Kel. Winongo Kec. Manguharjo Kota Madiun telah dilaksanakan Suran Agung yang diikuti oleh ± 11.000 orang, saat konvoi selesai kegiatan terjadi beberapa kejadian:
a. Di Jl Ngebong depan gapura Perumnas Panorama Wilis telah terjadi perkelahian namun dapat dibubarkan oleh aparat keamanan dan tidak ada korban jiwa maupun materiil.
b. Di Desa Sangen Kecamatan Geger Kabupaten Madiun telah terjadi pelemparan dan penghadangan ter-hadap konvoi Suran agung yang hendak pulang, peristiwa ini tidak ada korban dan dapat diatasi oleh aparat keamanan.
2. Halal Bihalal
Perguruan Persaudaraan Setia Hati Tunas Muda Winongo setiap tahun juga menyelenggarakan kegiatan halal bihalal yang dipusatkan di Kantor Pusat Jalan Doho, Kelurahan Winongo, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun. Ribuan orang anggota dari seluruh cabang yang ada di eks-Keresidenan Madiun menghadiri ke-giatan tersebut. Selain anggota juga diundang seluruh jajaran pejabat pemerintahan, Polri, TNI, dan tokoh masyarakat di Madiun dan sekitarnya.
Acara Halal bihalal merupakan ajang silaturahmi antarsaudara sesama anggota PSH Winongo Tunas Muda, sehingga selalu ramai saat. Untuk mengamankan kegiatan tersebut, Polres Madiun Kota mengerahkan seluruh kekuatan yang ada dengan bantuan beberapa polres lainnya. Pengamanan dilakukan untuk mengantisipasi gangguan keamanan, terutama bentrok antaranggota perguruan silat, terutama di Padepokan Pusat PSH Tunas Muda Winongo. Personel lainnya bersiaga di berbagai lokasi mulai dari jalan yang dilalui peserta Halal bihalal hingga fasilitas umum, dan tempat vital lainnya.
Pada momentum Halal bihalal selama lima tahun terakhir (2005 – 2010) terjadi beberapa insiden bentrokan. Pada tanggal 20 November 2005 bertempat di Padepokan SH Tunas Muda Winongo telah dilaksanakan Halal bihalal yang diikuti oleh ± 2.500 orang. Saat itu terjadi beberapa insiden. Di jalan raya Nglames telah terjadi insiden pelemparan batu terhadap rombong-an SH Winongo dilakukan oleh 25 orang yang belum diketahui identitasnya sehingga menimbulkan korban luka di pihak SH Winongo. Di Desa Kertobanyon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun telah terjadi pelamparan batu yang dilakukan oleh rombongan SH Winongo terhadap toko Walisongo yang mengakibatkan kaca dan isi toko rusak dan menimbulkan 2 orang karyawan toko luka parah. Di Jalan Raya Jiwan Desa Sukolilo Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun telah terjadi pemuku-lan/pengeroyokan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang belum diketahui identitasnya terhadap pengendara sepeda motor atas nama Pramono warga SH Winongo yang mengakibatkan luka serius di kepala sehingga dilarikan ke Rumah Sakit (Made Gerina Yasa, 2011).
Pada Halal bihalal 11 September 2011 juga terjadi insiden. Konvoi SH Winongo hampir bentrok dengan se-kelompok warga dari organisasi pencak silat lainnya. Saat melewati jalan raya Madiun-Ponorogo, tepatnya di Desa Sangen, Kecamatan Geger, para pendekar tersebut hampir saja bentrok apabila polisi tidak dapat mencegahnya dengan menyuruh para warga untuk kembali ke dalam desa mereka serta menjauh dari jalan raya yang dilalui konvoi.
3. Pengesahan Anggota Baru
Setiap tahun, SH Terate mengesah-kan anggota-anggota barunya menjadi ”warga”. Momentum ini juga rawan konflik karena anggota SH Terate yang berkumpul mencapai ribuan. Pada tanggal 16 Februari 2007 di Padepokan SH Terate Jl. Merak Kota Madiun telah dilaksanakan pengesa-han warga baru yang diikuti ± 5.400 orang. Setelah selesai pengesahan mengadakan konvoi dan dihadang oleh sekelompok orang yang tidak dikenal dan terjadi perkelahian sehingga menimbulkan 4 orang korban luka parah.
Pada tanggal 10 Januari 2008 di Makam Hardjo Utomo Kelurahan Pilangbango Kecamatan Kartoharjo Kota Madiun dan makam Imam Supangat Kelurahan Taman Kota Madiun telah dilaksanakan tabur bunga oleh SH Terate sejumlah ± 5.500 orang telah terjadi beberapa insiden.
Di Jl Sudirman di depan toko Niagara terjadi perampasan helm dan pengeroyokan terhadap Suyanto sehingga mengakibatkan luka serius. Di depan Stasiun Kereta Api Madiun telah terjadi perampasan helm dan pemukulan terhadap Fika Nugroho yang mengakibatkan luka ringan. Di Desa Banjarsari telah terjadi pelemparan rumah milik Gondo dan pemukulan terhadap tiga orang pemuda yang berada di rumah Gondo yang mengakibatkan ketiga orang tersebut luka parah.
3.3 Peran Pekerja Sosial Dalam Mengatasi Konflik
1. Memfasilitasi dialog.
Dalam mengelola konflik, pekerja sosial perlu terus berusaha mencari cara-cara untuk meningkatkan kemungkinan terjadinya dialog antara pihak-pihak yang mengambil bagian di dalamnya. fasilitas dialog merupakan keterampilan yang akan sangat berguna selama tahap konfrontasi, sebelum situasi berkembang menjadi kritis. Fasiliasi dialog memungkinkan orang untuk membagikan pandangan mereka sendiri dan mendengan pandangan yang berbeda mengenai perhatian terhadap masalah politik atau sosial. Dengan demikian akan lebih mamahami situasi mereka. Tercapainya kesepakatan bukan merupakan tujuan utama suatu dialog, tetapi yang perlu adalah saling memahami.
Keterampilan yang dibutuhkan dalam memfasilitasi dialog adalah menyadari peran dan tugas yang dilakukan; membantu peserta mengidentifikasi kebutuhan mereka sendiri; membantu peserta untuk menyetujui aturan main dalam dialog; ajaklah peserta untuk saling mendengarkan; Siapkan strategi untuk mengatasi emosi yang kuat;
2. Negosiasi
Negosiasi didefinisikan sebagai suatu proses terstruktur yang digunakan oleh pihak yang berkonflik untuk melakukan dialog tentang isu-isu di mana masing-masing pihak memiliki pendapat yang berbeda. Agar negosiasi berjalan efektif hendaknya memperhatikan hal-hal berikut : mendengarkan dan komunikasi; membangun hubungan; menyelesaikan masalah; dan mencapai kesuksesan berupa kesepakatan.
3. Mediasi
Mediasi terjadi jika komunikasi antara kedua belah pihak terputus sehingga diperlukan pihak ketiga untuk ikut campur menjadi penengah (mediator). Peranan mediator adalah untuk menjelaskan proses dan memandu kedua belah pihak untuk melalui tahap-tahap yang telah disepakati. Mediasi umumnya dilakukan oleh sepasang atau suatu tim mediator dan mereka menggabungkan pengalaman dan keterampilan masing-masing serta laatar belakang yang berbeda. Keterampilan yang sangat penting adalah kemampuan untuk melihat adanya landasan yang sama dan kemungkinan titik temu, dan menjelaskannya kepada pihak-pihak yang berkonflik ketika mereka melangkah ke tahap-tahap selanjutnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konflik sosial sesungguhnya merupakan suatu proses bertemunya dua pihak atau lebih yang mempunnyai kepentingan yang relative sama terhadap hal yang sifatnya terbatas. Dengan demikian, terjadilah persaingan hingga menimbulkan suatu benturan-benturan fisik baik dalam skala kecil maupun dalam skala besar.
Indonesia merupakan negara yang beranekaragam kebudayaannya, salah satunya hasil kebudayaan indonesia adalah pencak silat. Pencak silat adalah salah satu hasil kebudayaan masyarakat yang sangat populer dalam kehidupan masyarakat, khususnya bagi kaum laki-laki. Akibat dari keanekaragaman kebudayaan tersebut juga bisa menimbulkan dampak positif dan negatif, salah satunya adalah konflik antar perguruan silat di karisidenan madiun. Konflik ini terjadi antara perguruan pencak silat PSHT (persaudaraan setia hati terate) dan PSHW (persaudaraan setai hati winongo).
Untuk mencegah terjadinya konflik sosial di masyarakat perlu adanya peran pekerja sosial untuk menghindari konflik sosial yang berkepanjangan. Peran pekerja sosial dalam mengatasi konflik antara lain yaitu memfasilitasi dialog, negosiasi, dan juga mediasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://muhfaishalf.blogspot.co.id/2011/10/melacak-akar-konflik-antar-perguruan.html diakses pada 2 Desember 2015 pukul 19.33 wib
http://masridghokil.blogspot.co.id/p/tugas-tugas-kuliah.html diakses pada 2 Desember 2015 pukul 19.33 wib
http://hanslakomesem.blogspot.co.id/2015/02/terjadinya-konflik-sosial-dalam.html diakses pada 2 Desember 2015 pukul 19.35 wib
*Sumber: https://www.academia.edu/28367360/makalah_peran_pekerja_sosial_dalam_mengatasi_konflik_sosial
0 Komentar untuk "Peran Pekerja Sosial dalam Mengatasi Konflik Sosial"