BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persaingan sangat dibutuhkan dalam peningkatan kualitas hidup manusia. Dunia yang kita kenal sekarang ini adalah hasil dari persaingan manusia dalam berbagai aspek. Persaingan yang dilakukan secara terus-menerus untuk saling mengungguli membawa manusia berhasil menciptakan hal-hal baru dalam kehidupan yang berangsur-angsur menuju arah yang semakin maju dari sebelumnya.
Untuk terciptanya keadilan dan kesejahteraan bagi semua pihak, persaingan yang harus dilakukan adalah persaingan yang sehat. Kegiatan ekonomi dan bisnis pun tidak luput dari sebuah persaingan, mengingat kegiatan ini dilakukan banyak pihak untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, hukum yang mengatur persaingan usaha dalam kegiatan ekonomi dan bisnis sangat diperlukan semua pihak supaya tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Seiring dengan Era Reformasi, telah terjadi perubahan yang mendasar dalam bidang hukum ekonomi dan bisnis, yang ditandai antara lain dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang di banyak negara disebut Undang-Undang Antimonopoli. Undang-undang seperti ini sudah sejak lama dinantikan oleh pelaku usaha dalam rangka menciptakan iklim usaha yang sehat dan bebas dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 telah diatur sejumlah larangan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat lainnya, dengan harapan dapat memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dalam berusaha.
Dengan adanya larangan ini, pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dapat bersaing secara wajar dan sehat, serta tidak merugikan masyarakat banyak dalam berusaha, sehingga pada gilirannya penguasaan pasar yang terjadi timbul secara kompetitif. Di samping itu dalam rangka menyosong era perdagangan bebas, kita juga dituntut untuk menyiapkan dan mengharmonisasikan rambu-rambu hukum yang mengatur hubungan ekonomi dan bisnis antar bangsa. Dengan demikian dunia internasional juga mempunyai andil dalam mewujudkan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu hukum persaingan usaha?
2. Apa saja asas, tujuan, dan dasar-dasar perlindungan persaingan usaha?
3. Apa pentingnya hukum persaingan usaha?
4. Apa saja Sistematika dan Isi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999?
5. Apa saja Perjanjian, Kegiatan dan Posisi Dominan yang Dilarang Dalam Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia ?
6. Bagaimana Tata Cara Penanganan Perkara Penegakan Hukum Persaingan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Persaingan Usaha
Hukum persaingan usaha merupakan hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan persaingan usaha. Menurut Arie Siswanto, hukum persaingan usaha (competition law) adalah instrumen hukum yang menentukan tentang bagaimana persaingan itu harus dilakukan. Menurut Hermansyah hukum persaingan usaha adalah seperangkat aturan hukum yang mengatur mengenai segala aspek yang berkaitan dengan persaingan usaha, yang mencakup hal-hal yang boleh dilakukan dan hal-hal yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha. Sedangkan kebijakan persaingan (competition policy) merupakan kebijakan yang berkaitan dengan masalah-masalah di bidang persaingan usaha yang harus dipedomani oleh pelaku usaha dalam menjalankan usahanya dan melindungi kepentingan konsumen. Tujuan kebijakan persaingan adalah untuk menjamin terlaksananya pasar yang optimal, khususnya biaya produksi terendah, harga dan tingkat keuntungan yang wajar, kemajuan teknologi, dan pengembangan produk.
B. Asas, Tujuan dan Dasar-dasar Perlindungan Persaingan Usaha
Asas dari UU No. 5 tahun 1999 sebagaimana diatur pada Pasal 2 bahwa:
“Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antar kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum”. Asas demokrasi ekonomi tersebut merupakan penjabaran Pasal 33 UUD 1945 dan ruang lingkup pengertian demokrasi ekonomi yang dimaksud dahulu dapat ditemukan dalam penjelasan atas Pasal 33 UUD 1945.
Adapun tujuan dari UU No. 5 tahun 1999 sebagaimana diatur pada Pasal 3
adalah untuk :
a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil;
c. mencegah praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha
d. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Pasal 2 dan 3 tersebut di atas menyebutkan asas dan tujuan-tujuan utama UU No. 5 Tahun 1999. Diharapkan bahwa peraturan mengenai persaingan akan membantu dalam mewujudkan demokrasi ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945 (Pasal 2) dan menjamin sistem persaingan usaha yang bebas dan adil untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menciptakan sistem perekonomian yang efisien (Pasal 3). Oleh karena itu, mereka mengambil bagian pembukaan UUD 1945 yang sesuai dengan Pasal 3 Huruf a dan b UU No. 5 Tahun 1999 dari struktur ekonomi untuk tujuan perealisasian kesejahteraan nasional menurut UUD 1945 dan demokrasi ekonomi, dan yang menuju pada sistem persaingan bebas dan adil dalam pasal 3 Huruf a dan b UU No. 5 Tahun 1999. Hal ini menandakan adanya pemberian kesempatan yang sama kepada setiap pelaku usaha dan ketiadaan pembatasan persaingan usaha, khususnya penyalahgunaan wewenang di sektor ekonomi.
Undang-undang antimonopoli dapat dan harus membantu dalam mewujudkan struktur ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 UUD 1945. Dalam penjelasan Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945, yang menyatakan bahwa ”Ekonomi diatur oleh kerjasama berdasarkan prinsip gotong royong”, termuat pikiran demokrasi ekonomi, yang dimaksudkan ke dalam Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1999.
Demokrasi ciri khasnya diwujudkan oleh semua anggota masyarakat untuk kepentingan seluruh masyarakat, dan harus mengabdi kepada kesejahteraan seluruh rakyat. Pikiran pokok tersebut termuat dalam pasal 2, yang dikaitkan dengan Huruf a dan Huruf b dari pembukaannya, yang berbicara tentang pembangunan ekonomi menuju kesejahteraan rakyat sesuai dengan UUD dan demokrasi ekonomi. Disetujui secara umum bahwa negara harus menciptakan peraturan persaingan usaha untuk dapat mencapai tujuan demokrasi ekonomi. Oleh karena terdapat tiga sistem yang bertentangan dengan tujuan tersebut, yaitu :
a. ”liberalisme perjuangan bebas”, yang pada masa lalu telah melemahkan kedudukan Indonesia dalam ekonomi internasional;
b. sistem penganggaran belanja yang menghambat kemajuan dan perkembangan ekonomi
c. sistem pengkonsentrasian kekuatan ekonomi, oleh karena segala monopoli akan merugikan rakyat.
Hanya perundang-undangan antimonopoli yang dapat mencegah timbulnya ketiga sistem tersebut, karena melindungi proses persaingan usaha, menjamin tata persaingan usaha dan mencegah terjadinya dominasi pasar.
C. Pentingnya Hukum Persaingan Usaha
Sebuah persaingan membutuhkan adanya aturan main, karena terkadang tidak selamanya mekanisme pasar dapat berkerja dengan baik (adanya informasi yang asimetris dan monopoli). Di Indonesia, pengaturan persaingan usaha baru terwujud pada tahun 1999 saat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat disahkan. Kelahiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut ditunjang pula dengan tuntutan masyarakat akan reformasi total dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk penghapusan kegiatan monopoli di segala sektor. Adapun falsafah yang melatarbelakangi kelahiran undang-undang tersebut ada tiga hal, yaitu:
a. Bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. Bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam proses produksi dan pemasaran barang dan/atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar;
c. Bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh Negara Republik Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian internasional.
Dampak positif lain dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah terciptanya pasar yang tidak terdistorsi, sehingga menciptakan peluang usaha yang semakin besar bagi para pelaku usaha. Keadaan ini akan memaksa para pelaku usaha untuk lebih inovatif dalam menciptakan dan memasarkan produk (barang dan jasa) mereka. Jika hal ini tidak dilakukan, para konsumen akan beralih kepada produk yang lebih baik dan kompetitif. Ini berarti bahwa, secara tidak langsung Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 akan memberikan keuntungan bagi konsumen dalam bentuk produk yang lebih berkualitas, harga yang bersaing, dan pelayanan yang lebih baik. Namun perlu diingat bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 bukan merupakan ancaman bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah berdiri sebelum undang-undang ini diundangkan, selama perusahaan-perusahaan tersebut tidak melakukan praktik-praktik yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
D. Sistematika dan Isi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat dikelompokkan ke dalam 11 Bab dan dituangkan ke dalam 53 Pasal dan 26 Bagian, yang cakupan materi dan sistematikanya sebagai berikut.
NO. BAB PERIHAL/ISI/TENTANG/MATERI PASAL JUMLAH
1 I Ketentuan dan Umum 1 1 pasal
2 II Asas dan Tujuan 2 s.d. 3 2 pasal
3 III Perjanjian yang Dilarang 4 s.d. 16 13 pasal
4 IV Kegiatan yang Dilarang 17 s.d. 24 8 pasal
5 V Posisi Dominan 25 s.d. 29 5 pasal
6 VI Komisi Pengawas Persaingan Usaha 30 s.d. 37 8 pasal
7 VII Tata Cara Penanganan Perkara 38 s.d. 46 9 pasal
8 VIII Sanksi 47 s.d. 49 3 pasal
9 1X Ketentuan Lain 50 s.d. 51 2 pasal
10 X Ketentuan Peralihan 52 1 pasal
11 XI Ketentuan Penutup 53 1 pasal
Jumlah 53 53 pasal
Di samping itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 diperlengkapi pula dengan:
a. Penjelasan Umum; dan
b. Penjelasan Pasal Demi Pasal.
Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa secara umum, materi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengandung 6 bagian pengaturan yang terdiri atas:
a. Perjanjian yang Dilarang;
b. Kegiatan yang Dilarang;
c. Posisi Dominan;
d. Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
e. Penegakan Hukum;
f. Ketentuan Lain-lain
E. Perjanjian, Kegiatan dan Posisi Dominan yang Dilarang Dalam Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia
a. Perjanjian yang dilarang
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengartikan "perjanjian" adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Adapun jenis-jenis perjanjian yang dilarang oleh Undang-Undang Antimonopoli diatur dalam pasal 4 sampai dengan pasal 16 sebagai berikut:
1) Oligopoli (pasal 4);
2) Penetapan harga (pasal 5);
3) Diskriminasi harga dan diskon (pasal 6 sampai dengan pasal 8);
4) Pembagian wilayah (pasal 9);
5) Pemboikotan (pasal 10);
6) Kartel (pasal 11);
7) Trust (pasal 12);
8) Oligopsoni (pasal 13);
9) Integrasi vertikal (pasal14);
10) Perjanjian tertutup (pasal 15); dan
11) Perjanjian dengan luar negeri (pasal 16).
b. Kegiatan yang dilarang
Kegiatan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh satu atau lebih pelaku usaha yang berkaitan dengan proses dalam menjalankan kegiatan usahanya. Adapun jenis-jenis kegiatan yang dilarang menurut Undang-Undang Antimonopoli adalah sebagai berikut:
1) Monopoli (pasal 17)
2) Monopsoni (pasal 18)
3) Penguasaan Pasar (pasal 19)
4) Kegiatan Menjual Rugi (Predatory Pricing) atau dumping (pasal 20)
5) Kecurangan Dalam Menetapkan Biaya Produksi (pasal 21)
6) Persekongkolan (pasal 22)
c. Posisi Dominan
Pengertian posisi dominan dikemukakan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisitertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Lebih lanjut, dalam Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa suatu pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dianggap memiliki "posisi dominan" apabila:
1) satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar atau jenis barang atau jasa tertentu; atau
2) dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dapat diketahui bahwa posisi dominan yang dilarang dalam dunia usaha karena dapat menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dapat dibedakan menjadi 4 macam yakni:
1) kegiatan posisi dominan yang bersifat umum (Pasal 25);
2) jabatan rangkap atau kepengurusan terafiliasi (Pasal 26);
3) kepemilikan saham mayoritas atau terafiliasi (Pasal 27);
4) penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan perusahaan (Pasal 28 dan Pasal 29).
F. Tata Cara Penanganan Perkara Penegakan Hukum Persaingan
Mengenai tata cara penanganan perkara atas dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 terdiri dari 7 tahapan, antara lain:
a. Penelitian dan klarifikasi laporan, yang mencakup: penyampaian laporan, kegiatan penelitian dan klarifikasi, hasil penelitian dan klarifikasi, dan jangka waktu penelitian dan klarifikasi.
b. Pemberkasan, yang mencakup: pemberkasan, kegiatan pemberkasan, hasil pemberkasan, dan jangka waktu pemberkasan.
c. Gelar laporan, yang mencakup: rapat gelar laporan, hasil gelar laporan, dan jangka waktu gelar laporan.
d. Pemeriksaaan pendahuluan, yang mencakup: tim pemeriksa pendahuluan, kegiatan pemeriksaan pendahuluan, hasil pemeriksaan pendahuluan, jangka waktu pemeriksaan pendahuluan, dan perubahan perilaku.
e. Pemeriksaan lanjutan tim pemeriksa lanjutan, kegiatan pemeriksaan lanjutan, hasil pemeriksaan lanjutan, dan jangka waktu pemeriksaan lanjutan.
f. Sidang majelis komisi, yang mencakup: majelis komisi, sidang majelis komisi, dan putusan komisi.
g. Pelaksanaan putusan, yang mencakup: penyampaian petikan putusan, monitoring pelaksanaan putusan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tercapainya tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 masih tergantung pada beberapa faktor, yakni : Pertama, kemampuan undang-undang itu sendiri dalam memberikan sejumlah rambu-rambu sebagai pengaturannya; patut dinilai apakah rambu-rambu tersebut realistis untuk saat ini untuk menciptakan reformasi dalam hukum bisnis. Kedua, tergantung pada struktur hukum bisnis yang berlaku di Indonesia pada saat ini. Usaha untuk mempaduserasikan undang-undang ini dengan berbagai undang-undang yang mengatur persoalan bisnis di negara kita perlu dilakukan dan memerlukan waktu. Dengan kata lain, berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini masih harus ditindak lanjuti dengan usaha reformasi hukum bisnis pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://dunia-angie.blogspot.com/2013/10/hukum-persainganusaha-di-susun-guna.html
Fahmi Lubis, Andi dkk. 2009. Hukum Persaingan Usaha antara Teks dan Konteks. Jakarta : ROV Creative Media
*Credit:
- A.T.S
- M.A
- D.A
- Z.R.N
Tag :
Hukum Bisnis
0 Komentar untuk "Persaingan Usaha"