Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatuan Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan Indonesia sudah teruji dan terbukti sejak tahun 1908 sejak lahirnya organisasi Budi Utomo dan puncaknya sumpah pemuda 28 Oktober 1928. Bahasa Indonesia mampu mempersatukan para pemuda dari seluruh penjuru tanah air dalam hal berkomunikasi untuk berjuang melawan penjajah. Terlebih melalui ikrar sumpah pemuda butir ketiga, yaitu Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia merupakan pernyataan sikap para pemuda Indonesia yang nyata yang menunjukkan rasa cinta mereka kepada bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia semakin kokoh kedudukannya sebagai bahasa Negara setelah disahkannya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945. Bahasa Indonesia diakui sebagai bahasa Negara terdapat dalam Bab XV pasal 36. Adapun bunyi pasal 36 UUD 1945 adalah Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia. Tentu kita sangat bersyukur 1 Makalah Disajikan dalam Seminar Kebahasaan dalam Rangka Hari Sumpah Pemuda ke-86 yang Diadakan oleh Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan pada Hari Selasa, 14 Oktober 2014 di Aula Tersenyum Badan Kesbangpol Provinsi Kalimantan Selatan. memiliki bahasa Indonesia yang dijadikan sebagai bahasa Negara sekaligus bahasa persatuan.

1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penggunaan Bahasa Indonesia dilihat dari kesantunan berbahasa?
2. Bagaimana tantangan Bahasa Indonesia saat ini?
3.Bagaimana peluang Bahasa Indonesia dalam kerangka pengembangan dan pembinaan bahasa?



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kenyataan Penggunaan Bahasa Indonesia Dewasa ini Dilihat dari Kesantunan Berbahasa. 
Berdasarkan perkiraan World Almanac tahun 2005, posisi bahasa Indonesia berada pada urutan ke-9 dari segi jumlah penutur Bahasa Indonesia memiliki jumlah penutur 176 juta jiwa. Urutan ke-1 diduduki bahasa Mandarin dengan jumlah penutur 874 juta jiwa. Urutan ke-2 diduduki bahasa Inggris dengan jumlah penutur 514 juta jiwa. Urutan ke-3 diduduki bahasa Hindi atau bahasa Urdu dengan jumlah penutur 496 juta jiwa. Urutan ke-4 diduduki bahasa Spanyol dengan jumlah penutur 425 juta jiwa. Urutan ke-5 diduduki bahasa Rusia dengan jumlah penutur 275 juta jiwa. Urutan ke-6 diduduki bahasa Arab dengan jumlah penutur 256 juta jiwa. Urutan ke-7 diduduki bahasa Bengali dengan jumlah penutur 215 juta jiwa. Urutan ke-8 diduduki bahasa Portugis dengan jumlah penutur 194 juta jiwa.

Namun pada pembukaan kongres bahasa Indonesia X di Jakarta, Senin, 28 Oktober 2013, Mendikbud, Muhammad Nuh, menyebutkan, saat ini bahasa Indonesia memiliki jumlah penutur terbesar keempat di dunia karena jumlah penduduk Indonesia sebanyak 240 juta dari 7,2 miliar penduduk dunia. 

Bahasa Indonesia, lanjut Mendikbud, juga dipelajari di 45 negara. Hal ini menunjukkan ada peningkatan pesat jumlah penutur bahasa Indonesia sejak tahun 2005. Dalam hal penggunaan bahasa Indonesia pada golongan generasi muda memang sekarang kita mendapat tantangan dari perkembangan bahasa gaul atau bahasa prokem dan juga bahasa alay. Oleh karena itu, dalam kenyataannya sikap positif penutur bahasa Indonesia usia muda mulai mengalami penurunan.

Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatuan Indonesia

Masalah kesantunan dan ketidaksantunan dalam berbahasa menjadi sorotan. Sekalipun sudah banyak diajarkan teori kesantunan dari berbagai pakar linguistik dunia seperti Robin T. Lakoff, Penelope Brown dan Stephen C. levinson, Geoffrey Leech, Yueguo Gu, Sachiko Ide, Shoshana Blum Kulka, Bruce Fraser dan William Nolen, Horst Arndt dan Richard Janney, dan Richard Watts, tapi itu tidak menjadi jaminan bahwa generasi muda akan langsung bersikap sopan dan santun dalam berbahasa. Kesantunan dalam berbahasa setelah bisa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar wajib diajarkan kepada generasi muda agar budaya ketimuran tetap terjaga. Lakoff (Eelen, 2006: 3) menyatakan bahwa: definisi-definisi kesantunan—tentang bagaimana caranya bersikap santun—berbeda antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. Tergantung pada kaidah-kaidah mana yang paling penting, kebudayaan dapat dikatakan selalu mematuhi strategi jarak (distance) (kaidah 1), strategi kepatuhan (deference) (kaidah 2), atau persahabatan (kaidah 3). 

Brown dan Levinson (Eelen, 2006: 6) bahkan menyatakan bahwa kesantunan mencakup jauh lebih banyak hal daripada sekadar tata cara dan etiket di meja makan, karena signifikansi sosialnya menjangkau jauh di luar batas decorum (tata krama). Pentingnya, generasi muda memahami dan menggunakan kesantunan berbahasa, tidak lain dan tidak bukan seperti kata Leech untuk menghindari konflik (Eelen, 2006: 11).

Oleh karena itu, Yueguo Gu (Eelen, 2006: 11) mengatakan bahwa dalam berbahasa atau bertutur kata, seseorang harus memperhatikan rasa hormat, kehangatan sikap, dan kehalusan budi bahasa. Seperti pepatah Indonesia, Kalau ingin mengenal orang yang berbangsa, lihat kepada budi dan bahasa. Bahkan menurut Sachiko Ide (Eelen, 2006: 12), pada dasarnya kesantunan terlibat dalam usaha untuk memelihara komunikasi yang lancar. Bahkan kesantunan Jepang bukan hanya tentang cara yang dipilih secara strategis oleh penutur untuk memperlakukan pendengar tetapi juga untuk mencapai kesesuaian sosiokultural (Eelen, 2006: 14). Shoshana Blum Kulka (Eelen, 2006: 14) menyatakan bahwa kesantunan terkait dengan perilaku sosial yang sesuai dengan harapan-harapan kultural atau normanorma kultural. Richard Watts (Eelen, 2006: 23) menyatakan bahwa kesantunan merupakan perilaku strategis yang sadar dan bertujuan untuk memberikan pengaruh positif terhadap opini pendengar terhadap penutur. Jadi, dalam berbahasa, seseorang harus sadar dan bertujuan untuk mencapai kelancaran komunikasi.

Di Banjarmasin, Kalimantan Selatan berdasarkan hasil penelitian Prof. Dr. Asim Gunarwan dari Universitas Indonesia tentang ketirisan diglosia menyebutkan bahwa bahasa Indonesia dapat berkembang berdampingan dengan bahasa Banjar tanpa harus khawatir bahasa Indonesia akan menggeser bahasa Banjar (Gunarwan, 2001). Hal ini berarti bahwa bahasa Indonesia mendapat sambutan yang baik dalam masyarakat Banjar.

Bahasa Indonesia dikenal dan dipelajari oleh generasi muda sejak masuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai Perguruan Tinggi (PT) di Kalimantan Selatan khususnya dan Indonesia pada umumnya. Bahkan bahasa Indonesia mulai dikenal oleh anak ketika berkomunikasi dengan orang tua dan keluarga yang menggunakan bahasa Indonesia di rumah atau menonton televisi nasional di rumah. Hadirnya Televisi Republik Indonesia dan televisi swasta lainnya juga menjadi sarana bagi pemasyarakatan bahasa Indonesia ke daerah-daerah di seluruh Indonesia.

Dalam konsep kesantunan Banjar tahu di basa dan baadat atau tahu tata karma tentu kita akan menghindari perilaku kada baadat (tidak tahu adat) atau kada tahu dibasa atau kada tahubasa. Konsep kesantunan Banjar tahu dibasa dan baadat ini perlu ditanamkan sejak dini kepada generasi muda Banjar, baik ketika bertutur bahasa Indonesia atau bahasa Banjar. Konsep kesantunan Banjar tahu di basa dan baadat juga penting didukung oleh SPEAKING Dell Hymes. S (Setting and scene) adalah latar dan situasi pertuturan, P (Participants) adalah para pelaku pembicaraan, E (Ends) adalah tujuan dan maksud pertuturan, A (Act Sequence) adalah bentuk dan isi tuturan, K (Key) adalah nada, cara, dan semangat dalam pertuturan, I (Instrumentalities) adalah sarana atau jalur bahasa pertuturan, N (Norm of Interaction and Interpretation) adalah norma interaksi dan interpretasi, pertuturan, dan G (Genre) adalah jenis bentuk penyampaian (Chaer dan Agustina, 2004: 48-49). Selain itu, yang terpenting harus diperhatikan oleh pengguna bahasa Indonesia adalah konsep Fishman (1972 dan 1976) tentang Sosiolinguistik, yaitu study of who speak what language to whom and when.

2.2 Tantangan Bahasa Indonesia Saat ini
Perkembangan bahasa Indonesia di Indonesia saat ini mendapat tantangan yang luar biasa dari bahasa asing, khususnya bahasa Inggris. Dalam dunia pendidikan di Perguruan Tinggi, buku-buku kuliah bersumber dari luar negeri yang tertulis dalam bahasa asing. Beberapa perusahaan swasta dalam negeri dan luar negeri mempersyaratkan harus bisa bahasa asing untuk bekerja. Kuliah ke luar negeri harus bisa bahasa asing dengan skor TOEFL dan TOEIC. Terlebih kebijakan dikti bagi dosen untuk bisa mencapai jabatan fungsional profesor atau guru besar sekarang di Indonesia harus ada tulisan artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal internasional berbahasa PBB. Tentu hal ini akan memperlemah posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan dan bahasa karya ilmiah di Indonesia. Tentu saja kebijakan pemerintah tersebut harus disikapi dengan bijaksana, yaitu dengan tetap menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terutama dalam berkomunikasi antarsuku. Terus memperjuangkan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa nasional sekaligus bahasa Negara yang harus kita junjung tinggi di wilayah NKRI. Oleh karena itu, Uji Kemahiran Bahasa Indonesia (UKBI) perlu kita promosikan terus di ranah pendidikan dan pemerintahan agar level kemampuan berbahasa kita semakin mantap dari tahun ke tahun.

Terlebih bagi orang asing yang ingin kuliah atau sekolah di Indonesia, harusnya kementerian pendidikan dan kebudayaan termasuk universitas dan sekolah mempersyaratkan skor dan level kemahiran berbahasa lewat UKBI. Banyaknya literatur bahasa Inggris dalam dunia pendidikan di Perguruan Tinggi harus pula diimbangi dengan upaya penerjemahan buku-buku atau artikel-artikel ilmiah berbahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Penerjemahan itu akan sangat membantu kita memahami dan menguasai ilmu pengetahuan asing. Beberapa penerbit di pulau Jawa sudah melakukan hal itu dengan menerbitkan buku-buku kuliah terjemahan.Saya pernah menyaksikan seorang professor dari Jepang menyampaikan materi seminar internasionalnya dalam bahasa Jepang tidak dalam bahasa Inggris.

Untuk menerjemahkan materi yang disampaikannya, ada penerjemah yang menerjemahkannya. Hal ini menunjukkan bahasa Jepang sebagai jati diri bangsanya. Begitupula ketika ada ulama dari Timur Tengah datang ke Banjarmasin, dia tetap menggunakan khutbah atau ceramahnya dalam bahasa Arab dan ada penerjemahnya. Bukan karena mereka itu tidak bisa berbahasa Inggris, tapi karena memang mereka ingin menunjukkan jati diri bangsanya lewat bahasanya. Seharusnya orang asinglah yang harus belajar bahasa Indonesia untuk studi, penelitian, bekerja atau berwisata ke tempat kita.

2.3 Peluang Bahasa Indonesia dalam Kerangka Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 
Pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia di kalangan generasi muda dapat dilakukan dengan mengadakan berbagai macam lomba seperti lomba pidato, lomba menulis teks pidato, lomba menulis dan membaca puisi, lomba menulis dan membaca cerpen, lomba menulis novel, lomba menulis esai dan kritik sastra, lomba penulisan karya ilmiah remaja dan mahasiswa. Hal ini perlu terus digencarkan untuk melatih dan memotivasi generasi muda agar terus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis. Bagi siswa, objek bahasa prokem atau bahasa alay dapat dijadikan karya tulis ilmiah bukan untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Guru dapat membimbing para siswanya untuk meneliti bahasa prokem atau bahasa alay tersebut.

Bagi mahasiswa yang ingin menyelesaikan tugas akhir penyusunan skripsi, tesis, dan disertasi dapat mengangkat bahasa gaul, prokem atau alay tersebut sebagai topik bukan sebagai bahasa komunikasi sehari-hari atau di dunia komunikasi atau telekomunikasi. Bahasa gaul, prokem atau alay tersebut bisa diteliti dari segi asal-usul atau tata bentukan katanya dan maknanya. Terkait dengan pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) di luar negeri, peluang bahasa Indonesia untuk dikembangkan menjadi bahasa Internasional paling tidak di Asia dan Asia Tenggara memang terbuka lebar. Di Rusia, bahasa Indonesia diajarkan di Institut Negeri-negeri Asia dan Afrika (ISAA) di bawah Moscow State University, Institut Ketimuran di Moskow, Institut Hubungan Luar Negeri di Moskow (MGIMO), Saint Petersburg State University dan Far Eastern Federal University (FEFU) di Vladivostok 
Menurut Funada (2008) dalam makalah kongres bahasa Indonesia IX bahwa: Di Jepang ada lebih kurang 600 buah universitas. Di antaranya terdapat lebih kurang 30 perguruan tinggi di Jepang yang menyelenggarakan pembelajaran bahasa Indonesia. BIPA di perguruan tinggi di Jepang ada yang diakomodasi sebagai jurusan, dan ada pula yang ditetapkan sebagai program studi atau bahasa asing pilihan.

Soemarmo (2008) menyatakan bahwa di Amerika Serikat, bahasa Indonesia dipelajari di Columbia University, Arizona State University, Cornell University, Northern Illinois University, Ohio University, University of California at Berkeley, University of California at Los Angeles, University of Hawai, University of Michigan, University of Washington, University of Wisconsin-Madison, Yale University, dan University of Colorado at Boulder.Adelaar (Tanpa tahun) menyatakan bahwa: Australia mungkin pusat BIPA yang paling besar di dunia. 
Bahasa Indonesia diajarkan di sekolah-sekolah dan universitas Australia sejak tahun 1955 dan jumlah guru dan pelajarnya jauh lebih tinggi daripada di negeri lain. Sejak BIPA dimasukkan ke dalam pendidikan Australia, jumlah pelajarya tidak pernah stabil. Sampai pertengahan tahun 70-an, grafiknya tetap naik. Namun dari akhir tahun 70-an, grafiknya turun secara dramatis sampai pertengahan tahun 80-an. Sejak tahun 1988 sampai tahun 1991, jumlah pelajarnya di sekolah-sekolah pertama dan menengah bertambah lagi dengan 82,54% (dari 24.925 sampai 45.497 pelajar) dan kecenderungan pertambahan itu masih terus terjadi sampai sekarang (http://wacana.usc.edu.au/3/Sander.1.2.html) Sudaryanto (2014) menginformasikan tentang pengajaran bahasa Indonesia di Cina seperti tergambar di bawah ini.

Pertama, jumlah universitas di Cina yang memiliki Jurusan Bahasa Indonesia kian bertambah. Dulu, orang hanya mengenal dua nama universitas saja, yaitu Peking University (didirikan pada 1898) dan Beijing Foreign Studies University (didirikan pada 1941). Kini, ada sekitar lima universitas lainnya di Cina, baik milik pemerintah maupun swasta yang membuka Jurusan Bahasa Indonesia. Di Kota Shanghai, ada Shanghai International Studies University (SHISU). Di Provinsi Guangdong, ada Guangdong University of Foreign Studies (GDUFS). Di Provinsi Guangxi, ada Guangxi University for Nationalities (GXUN) dan Xiangsihu College, sebuah kampus swasta yang terletak di Kota Nanning. Dan terakhir, di Provinsi Yunnan, ada Yunnan University for Nationalities. Kesemuanya membuka program S-1 Bahasa Indonesia. Selain program S-1, ada pula kampus di Cina yang menawarkan program S-2 dan S-3 Bahasa dan Kesusastraan Indonesia, yaitu Peking University (PKU). …. Di samping PKU, ada pula BFSU yang memiliki program S-2 dan S-3 Bahasa dan Kesusastraan Asia dan Afrika, dengan konsentrasi Bahasa dan Kesusastraan Indonesia. …. Mirip dengan BFSU, GDUFS juga membuka program S-2 dan S-3 Bahasa dan Kesusastraan Asia dan Afrika, juga dengan konsentrasi Bahasa dan Kesusastraan Indonesia. Sementara itu, GXUN baru menawarkan program S-2 Bahasa dan Kesusastraan Asia dan Afrika, juga dengan konsentrasi Bahasa dan Kesusastraan Indonesia.

Dosen Sastra Jerman FIB Unpad, Dr. Dian Ekawati menceritakan pengalamannya menjadi pengajar BIPA di negara Jerman. Di Jerman, BIPA telah berkembang pada tahun 1970-an dan saat ini dipelajari di 9 universitas. Dia pun menyimpulkan beberapa motivasi orang Jerman untuk belajar Bahasa Indonesia. “Ada beberapa motivasi, yaitu aspek tourism, kerjasama politik, sosial budaya, ekonomi, agama, dan pendidikan.

Sementara itu, Nani Darmayanti, Ph.D., dosen Sastra Indonesia di FIB Unpad yang pernah menjadi pengajar BIPA di Polandia mengungkapkan, BIPA di Polandia sendiri baru berkembang sejak tahun 2011. Namun, Bahasa Indonesia di sana telah dimasukkan ke dalam sistem SKS dengan bobot 4 SKS. Di program studi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat sejak tahun 2013 melalui kurikulum LPTK berbasis KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) telah dimasukkan mata kuliah keahlian bidang studi pilihan terkait Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA), yaitu Teori BIPA 2 SKS, Desain Silabus BIPA 2 SKS, dan Strategi Belajar-Mengajar BIPA 2 SKS. Bagi mahasiswa calon guru bahasa Indonesia, guru bahasa Indonesia, guru bahasa asing yang berminat mengajar BIPA, termasuk para akademisi di prodi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia dan bahasa asing, para peneliti di balai bahasa yang mengembangkan program pembelajaran BIPA.

Gambaran pengajaran bahasa Indonesia dari beberapa Negara di atas memberikan peluang kepada kita untuk mengajar BIPA di sana. Peluang mengajar BIPA di berbagai Negara setiap tahun diumumkan oleh DIKTI. Tahun 2013 dicari tenaga pengajar BIPA untuk ditempatkan di KBRI Polandia selama 4 bulan. Pada tahun 2014 dicari tenaga pengajar BIPA untuk ditempatkan KBRI Uzbekistan, Sofia, Taskent, India, Polandia,dan Maroko (6 orang dosen). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kalsel, kunjungan wisata ke provinsi itu memperlihatkan kecenderungan meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Tahun 2006, wisatawan asing yang datang ke Kalsel sebanyak 17.325 orang. Tahun 2008, wisatawan asing yang datang ke Kalsel meningkat menjadi 20.979 orang.

Tahun 2011, wisatawan asing yang datang sebanyak 24.398 orang. Potensi kunjungan wisatawan asing ini memberikan peluang bagi pengembangan BIPA di Kalimantan Selatan dalam bentuk kursus singkat. Bahkan menurut informasi dari mahasiswa peserta mata kuliah Strategi Belajar-Mengajar BIPA yang ditugaskan untuk wawancara langsung dengan para wisatawan asing yang datang ke Kalsel tersebut diketahui bahwa ada beberapa wisatawan yang sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia. Oleh karena itu, hal ini merupakan peluang bagi program studi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia FKIP Unlam dan pihak Balai Bahasa Provinsi Kalsel serta Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa untuk mengembangkan pembelajaran BIPA dengan bentuk kursus singkat. Kalau program bipa dalam bentuk kursus singkat sudah terbentuk, peluang lainnya adalah peluang perekrutan tutor BIPA dari mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unlam dan mahasiswa program studi lainnya di Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Banjarmasin yang berminat mengajar BIPA dan pernah mengikuti kuliah BIPA termasuk menguasai salah satu bahasa asing.



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia di kalangan generasi muda memang perlu ditingkatkan dan perlu mendapat perhatian kita bersama. Tanggung jawab mengembangkan dan membina bahasa Indonesia merupakan tanggung jawab kita bersama. Upaya memelihara, menjaga, mengembangkan, dan membina bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan harus dimulai dari diri kita. Penanaman atau pengajaran bahasa Indonesia sejak dini, baik dalam keluarga maupun PAUD perlu terus dikembangkan dan dibina agar generasi muda Indonesia ke depan tetap menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. 

3.2 Saran
Generasi muda disarankan bisa menghilangkan sikap negatif dalam berbahasa.Hindari penggunaan bahasa gaul atau prokem atau alay dalam bahasa komunikasi sehari-hari. Lebih baik kita menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan berbagai ragamnya. Generasi muda disarankan pula memperhatikan kesantunan dalam berbahasa. Kegiatan pemasyarakatan bahasa Indonesia melalui bacaan-bacaan anak atau siswa perlu diperbanyak dan disebarluaskan ke seluruh penjuru tanah air terutama sekolah agar mereka semakin cinta kepada bahasa Indonesia.




DAFTAR PUSTAKA

Adelaar, K. A. Sander. Tanpa tahun. Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia. Laporan dari Konferensi BIPA se-Australia yang Kedua. 
Bawa, I Wayan. 2005. Bahasa Indonesia Perekat Bangsa? Linguistik Indonesia, Jurnal Ilmiah Masyarakat Linguistik Indonesia, 23 (1): 25-36. 
Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2004. Sosiolinguistik, Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. 
Eelen, Gino. 2006. Kritik Teori Kesantunan. Terjemahan oleh Jumadi dan Slamet Rianto. Surabaya: Airlangga University Press. 
Fishman, Joshua A. 1972. The Sosiology of Language. Rawly Massachusett: Newbury House. Fishman, Joshua A. 1976. The Relationship between Micro and Macro Sociolinguistics in The Study Who Speaks What Language to Whom and When. In Pride, J. B and Holmes, Janet (Eds.). 1976. Sociolinguistics. P. 15-32.Harmondworth: Penguin Book Ltd. 
Funada, Kyoko. 2008. Kolaborasi Dual System dalam Penyelenggaraan Program BIPA: Model Kerja Sama Program Indonesia-Jepang. Makalah Kongres Bahasa Indonesia IX di Jakarta. 
Gunarwan, Asim. 2001. Indonesian and Banjarese Malay among Banjarese Ethnics in Banjarmasin City: A Case of Diglossia Leakage?Paper presented at the Annual International Symposium on Malay/Indonesian Linguistics (5th, Leipzig, Germany, June 16-17, 2001). 
Soemarmo, Marmo. 2008.Upaya Peningkatan Pengajaran Bahasa Indonesia di Amerika Serikat. Makalah Kongres Bahasa Indonesia IX di Jakarta. 
Sudaryanto. 2014. Peluang Studi Bahasa Indonesia di Cina. http://m.riaupos.co/3010- opini-peluang-studi-bahasa-indonesia-di-cina-.html diakses 10 Oktober 2014.







*Sumber: https://www.academia.edu/37559409/BAHASA_INDONESIA_SEBAGAI_BAHASA_PERSATUAN_INDONESIA

Tag : Lainnya, PKn
0 Komentar untuk "Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatuan Indonesia"

Back To Top