BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seringkali tanpa disadari kegiatan yang dilakukan tidak terlepas dari proses biologi. Contohnya saja saat kedinginan tubuh akan menggigil dan memakai pakaian hangat untuk memperoleh dan ketika kepanasan menggunakan kipas angin untuk menghilangkan panas dalam tubuh. Manusia termasuk dalam kelompok homeotermis atau makhluk hidup berdarah panas yang senantiasa mempertahankan suhu internal tubuh dalam batas relatif konstan meskipun suhu lingkungan berubah-ubah. Selain manusia, mamalia dan aves umumnya hewan yang hidup di darat bersifat homeoterms sedangkan amphibia dan reptilia yang kebanyakan hidup di air bersifat poikiloterms. Di dalam tubuh, panas diproduksi secara terus menerus akibat adanya aktivitas metabolisme. Ketika penggunaan energi meningkat karena aktivitas fisik maka terjadi penambahan panas. Dengan demikian, perubahan yang sangat besar dari suhu lingkungan sangat mempengaruhi suhu tubuh yang pada akhirnya, akan mempengaruhi sistem kerja enzim yang bekerja pada suhu dengan kisaran yang relatif sempit.
Agar suhu tubuh tetap relatif konstan, maka harus ada mekanisme untuk menjaga suhu tubuh dalam batas-batas yang masih dapat diterima tanpa memperhatikan kondisi lingkungan. Proses yang dikenal dengan termoregulasi. Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan. Termoregulasi bekerja untuk menyeimbangkan perolehan panas dengan pelepasan panas.
Sebagian besar hewan dapat bertahan hidup menghadapi fruktuasi lingkungan eksternal yang lebih ekstrim dibandingkan dengan keadaan yang sangat ditolerir oleh setiap individu selnya. Meskipun spesies hewan yang berbeda telah diadaptasikan terhadap kisaran suhu yang berbeda-beda, setiap hewan mempunyai kisaran suhu yang optimum. Didalam kisaran tersebut banyak hewan dapat mempertahankan suhu internal yang konstan meskipun suhu eksternalnya berfruktuasi.
Suhu merupakan salah satu faktor pembatas penyebaran hewan, dan selanjutnya menentukan aktifitas hewan. Banyak hewan yang suhu tubuhnya disesuaikan dengan suhu lingkungan, kelompok hewan ini disebut hewan ”berdarah dingin” atau poikioterm atau koniomer suhu (termokonformer). Poikiotermik berarti suhu berubah (labil). Sebenarnya suhu tubuh tidak betul-betul sama dengan lingkungan, sebab jika diukur dengan teliti, suhu selnya sedikit di atas suhu lingkungannya. Hewan yang mempertahankan suhu tubuhnya, kelompok hewan ini disebut hewan ”berdarah panas” atau homeotermik atau regulator suhu (termoregulator) yaitu kelompok hewan yang mengatur suhu tubuh secara parsial, yaitu bahwa regulasinya terbatas pada bagian tubuh tertentu.
Strategi untuk mengurangi laju metabolisme dan temperatur badan akibat udara dingin harus dilakukan hewan untuk mengatur pengurangan temperatur badan karena perbuatan temperatur. Banyak binatang yang mempertahankan dingin dan sangat dingin melalui gerakan yang lambat. Hal itu merupakan cara mempertahankan suhu tubuh dengan suhu lingkungannya. Untuk lebih memahami termoregulasi maka dibuat makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini ialah:
1. Apakah pengertian dari termoregulasi?
2. Apa saja macam-macam suhu dalam termoregulasi?
3. Bagaimana mekanisme pertukaran panas dalam tubuh dan mekanisme untuk memperoleh panas?
4. Apa yang mempengaruhi saat kehilangan panas tubuh?
5. Bagaimana termoregulasi pada bayi?
6. Apa saja faktor yang mempengaruhi termoregulasi dan akibat dari perubahan suhu terhadap tubuh?
7. Bagaimana termoregulasi pada yang poikilotermik, homotermik, dan heterotermik?
8. Bagaimana studi kasus tentang hipotermia?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini ialah :
1. dapat menjelaskan pengertian dari termoregulasi
2. dapat mendeskripsikan macam-macam suhu dalam termoregulasi
3. dapat mengetahui mekanisme pertukaran panas dalam tubuh dan mekanisme untuk memperoleh panas
4. dapat menjelaskan yang mempengaruhi saat kehilangan panas tubuh
5. dapat megetahui termoregulasi pada bayi
6. dapat menyebutkan faktor yang mempengaruhi termoregulasi dan menjelaskan akibat dari perubahan suhu terhadap tubuh
7. dapat mengetahui termoregulasi pada yang poikilotermik, homotermik, dan heterotermik
8. dapat menjelaskan tentang studi kasus hipotermia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Termoregulasi
Termoregulasi berasal dari kata “ termo” yang artinya suhu dan “regulasi” yang artinya pengaturan sehingga termoregulasi ialah pengaturan suhu tubuh. Termoregulasi merupakan suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan. Keseimbangan suhu tubuh diregulasi oleh mekanisme fisiologis dan perilaku agar suhu tubuh tetap konstan dan berada dalam batasan normal, hubungan antara produksi panas dan pengeluaran panas harus dipertahankan. Hubungan diregulasi melalui mekanisme neurologis dan kardiovaskular.
Termoregulasi diatur oleh hipotalamus. Hipotalamus terletak antara hemisfer serebral, mengontrol suhu tubuh sebagaimana kerja termostat dalam rumah. Hipotalamus merasakan perubahan ringan pada suhu tubuh. Hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran panas, dan hipotalamus posterior mengontrol produksi panas.
2.2. Macam-Macam Suhu dan Keseimbangan Suhu dalam Termoregulasi
Adapun macam-macam suhu dalam termoregulasi yaitu :
Suhu inti (core temperature)
Suhu inti menggambarkan suhu organ-organ dalam (kepala, dada, abdomen) dan dipertahankan mendekati 37°C.
Suhu kulit (shell temperature)
Suhu kulit menggambarkan suhu kulit tubuh, jaringan subkutan, batang tubuh. Suhu ini berfluktuasi dipengaruhi oleh suhu lingkungan.
Suhu tubuh rata-rata (mean body temperature)
Suhu ini merupakan suhu rata-rata gabungan suhu inti dan suhu kulit.
Produksi panas merupakan suatu fungsi metabolisme energi. Dalam keadaan istirahat kira-kira 56% dari panas basal dihasilkan oleh organ-organ dalam dan hanya kira-kira18% yang dihasilkan oleh otot dan kulit. Pada waktu pengerahan tenaga, terjadi peningkatan produksi panas akibat peningkatan aktivitas otot sebanyak 90%.
Agar suhu tubuh tetap konstan, panas harus dihilangkan ke lingkungan dengan laju yang sama dengan yang dihasilkan. Kegagalan mengontrol suhu tubuh dapat menyebabkan serangkaian perubahan fisiologis. Sebagai contoh, suhu tubuh di bawah 360C atau di atas 400C dapat menyebabkan disorientasi, sedangkan suhu di atas 420C menyebabkan kerusakan sel yang permanen. Oleh karena itu, ketika kondisi lingkungan meningkat di atas atau turun di bawah “ideal” tubuh harus mengontrol perolehan atau pembuangan panas untuk mempertahankan homeostasis. Mekanisme menghilangkan panas pada umumnya adalah pengaturan fisika oleh karena melibatkan kerja fisik sedangkan mekanisme perolehan panas banyak melibatkan mekanisme kimiawi. Pertukaran energi panas antara hewan dan lingkungan tergantung pada nutrisi, metabolisme dan mekanisme fisika.
2.3 Mekanisme Pertukaran panas
Pertukaran panas dengan lingkungan meliputi 4 proses yaitu:
a. Radiasi
Apabila kita merasakan panas matahari maka itu adalah karena radiasi sinar matahari. Radiasi (elektromagnetik) dipancarkan dari permukaan yang suhunya lebih tinggi dan diabsorbsi oleh bagian lain yang suhunya lebih rendah. Perbedaan suhu yang cukup besar menyebabkan banyak panas yang hilang melalui radiasi. Panas tubuh kita juga hilang dengan cara yang sama meskipun dalam jumlah yang kecil. Lebih dari 50% panas yang hilang dalam ruangan diakibatkan oleh radiasi dan jumlah sesungguhnya bervariasi sesuai dengan suhu tubuh dan suhu kulit
b. Konduksi
Merupakan perpindahan langsung energi melalui kontak fisik. Sebagai contoh ketika kita duduk di kursi plastik yang dingin maka panas yang berasal dari tubuh kita dipindahkan ke kursi sampai akhirnya terjadi keseimbangan.
c. Konveksi
Merupakan hasil kehilangan panas secara konduksi ke udara yang melapisi permukaan tubuh. Udara panas timbul oleh karena lebih ringan dari udara dingin. Seiring tubuh kita memindahkan panas ke udara berikutnya maka udara panas bergerak menjauh dari permukaan kulit. Udara dingin yang menggantikannya, pada akhirnya menjadi panas dan pola ini terjadi berulang-ulang. Jumlah konveksi kira-kira 15% dari panas tubuh yang hilang dalam ruangan.
d. Evaporasi
Evaporasi merupakan perubahan dari fase cair ke uap air. Evaporasi memerlukan energi dalam jumlah yang besar, kira-kira 0.58 kal per gram air yang dievaporasikan. Oleh karena itu, maka mekanisme ini digunakan oleh hewan homeotermis/manusia untuk mendinginkan tubuhnya. Evaporasi juga berlangsung di permukaan respitatoris dan organ-organ lain termasuk kulit. Laju evaporasi yang berlangsung di kulit sangat bervariasi. Setiap jam kira-kira 20-25 ml air melintasi epithelium dan dievaporasikan melalui permukaan alveolar dan permukaan kulit. Kehilangan air insensibel ini relatif konstan. Pada saat istirahat, jumlahnya kira-kira 20% dari rata-rata kehilangan panas tubuh dalam ruangan. Kelenjar keringat bertanggung jawab terhadap perspirasi sensibel yang mencapai kira-kira 2 – 4 L per jam dalam keadaan aktivitas yang hebat. Evaporasi berlangsung hanya apabila udara tidak jenuh dengan uap air.
2.4 Mekanisme Penghilangan Panas
Perolehan dan penghilangan panas melibatkan aktivitas berbagai sistem yang dikoordinasi oleh pusat kehilangan panas (heat-loss centre) dan pusat perolehan panas (heat- gain centre) pada area preoptik hipotalamus anterior. Apabila suhu di nukleus preoptik melebihi set point maka pusat kehilangan panas dirangsang sehingga menghasilkan 3 pengaruh utama yaitu:
1. Penghambatan pusat vasomotorik yang menyebabkan vasodilatasi peripheral dan darah yang panas mengalir ke permukan tubuh. Kulit menjadi berwarna kemerah-merahan, suhu kulit meningkat dan peningkatan kehilangan panas melalui konduksi dan konveksi.
2. Perangsangan saraf simpatis untuk meningkatkan sekresi kelenjar keringat seiring dengan meningkatnya aliran darah ke kulit. Perspirasi mengalir melintasi permukaan tubuh dan meningkatkan kehilangan panas melalui evaporasi. Apabila evaporasi lengkap maka sekresi maksimal dapat memindahkan 2320 kal/jam.
3. Rangsangan terhadap pusat respirasi sehingga meningkatkan kedalaman respirasi. Sering seseorang melakukan respirasi dengan mulut terbuka daripada melalui hidung untuk meningkatkan evaporasi melalui paru paru.
2.5. Mekanisme Perolehan Panas
Fungsi pusat perolehan panas di otak adalah untuk mencegah hipotermia atau suhu tubuh turun di bawah normal. Apabila suhu pada nukleus preoptik turun di bawah tingkat yang dapat diterima maka pusat kehilangan panas di hambat dan pusat perolehan panas diaktifkan. Mekanisme untuk memperoleh panas dapat dibagi dalam 2 kategori besar yaitu:
1. Shivering thermogenesis
Pada shivering thermogenesis terjadi peningkatan secara perlahan-lahan tonus otot sehingga meningkatkan konsumsi energi otot skelet di seluruh bagian tubuh. Dengan demikian, lebih banyak energi yang dikonsumsi dan pada akhirnya lebih banyak panas yang dihasilkan. Derajat stimulasi bervariasi sesuai kebutuhan. Apabila pusat pengaturan perolehan panas sangat aktif, tonus otot meningkat sampai pada titik dimana rangsangan reseptor renggang menghasilkan kontraksi yang singkat. Dengan kata lain kita mulai menggigil. Menggigil meningkatkan kerja otot dan selanjutnya meningkatkan konsumsi oksigen dan energi. Panas yang dihasilkan menghangatkan pembuluh darah bagian dalam yang kemudian darah dialirkan ke pusat vasomotorik simpatis. Menggigil sangat efektif dalam meingkatkan suhu tubuh dimana laju perolehan panas dapat mencapai 400%.
2. Nonshivering thermogenesis
Proses ini melibatkan pelepasan hormon untuk meningkatkan aktivitas metabolisme di semua jaringan yakni sebagai berikut :
1. Epineprin: Pusat perolehan panas merangsang kelenjar suprarenalis melalui cabang simpatis sistem saraf otonomi sehingga melepaskan epineprin. Epineprin meningkatkan laju glikogenolisis di hati dan otot skelet dan laju metabolisme di banyak jaringan
2. Tiroksin: Nukleus preoptik mengatur produksi thyrotropin releasing hormone (TRH) oleh hipotalamus. Pada anak-anak ketika suhu tubuh di bawah normal, TRH dilepaskan merangsang pelepasan thyroid stimulating hormone oleh adenohipofisis. Kelenjar tiroid menanggapi pelepasan TRH dengan meningkatkan sekresi tiroksin. Tiroksin tidak saja meningkatkan laju katabolisme karbohidtrat tetapi juga semua laju katabolisme nutrient lainnya. Pengaruh ini berkembang secara perlahan-lahan setelah periode beberapa hari sampai dalam seminggu.
2.6 Lintasan Termoregulasi
Pusat pengaturan suhu menerima informasi dari 2 set reseptor suhu yaitu di kulit dan di hipotalamus. Dalam keadaan normal, set point suhu tubuh kira-kira 370C. Apabila suhu tubuh meningkat di atas 37.20 C maka target aktivitas di pusat pengaturan suhu ada 2 efektor yaitu: 1) jaringan otot di pembuluh darah yang mensuplai darah kulit, dan 2) kelenjar keringat. Jaringan otot mengalami relaksasi, pembuluh darah mengalami dilatasi sehingga meningkatkan aliran darah yang melalui pembuluh darah dekat permukaan tubuh dan kelenjar keringat meningkatkan sekresinya. Kulit kemudian bekerja sebagai radiator dengan menghilangkan panas ke lingkungan dan proses evaporasi kelenjar keringat sehingga suhu tubuh kembali menjadi normal. Suhu di hipotalamus menurun dan pusat termoregulasi menjadi kurang aktif. Aliran darah dan aktivitas kelenjar keringat kembali normal seperti sebelumnya. Pada saat suhu lingkungan yang tinggi atau selama periode latihan, pembuluh darah dikulit mengalami dilatasi dan aliran darah ke daerah periferi meningkat, mengakibatkan kehilangan panas yang lebih banyak.
Kelejar keringat dipersarafi oleh saraf kolinergik simpatis. Keseluruhan kontrol berkeringat di bawah pengaturan hipotalamus. Pusat ini dirangsang oleh aktivitas impuls saraf afferent dari reseptor panas di kulit dan juga secara langsung melalui informasi dari suhu darah yang melintasi hipotalamus. Berkeringat sangat tergantung pada kelembaban dan suhu lingkungan. Pada manusia, kelenjar keringat pada telapak tangan dan telapak kaki dikontrol terutama oleh emosi di bawah pengaturan korteks serebral.
Aktivitas vasomotorik (vasokontriksi dan vasodilatasi arteriol) digunakan untuk mengarahkan darah ke berbagai area tubuh. Aktivitas vasomotorik arteriol di kulit menentukan jumlah darah yang melintasi kulit dan oleh karena itu menentukan jumlah panas yang dapat dipindahkan dari darah ke lingkungan. Peningkatan aliran darah ke kulit juga mengakibatkan tersedianya air dalam jumlah yang besar untuk dievaporaskan oleh kulit setelah didifusikan atau disekresikan oleh kelenjar keringat. Adapun pengaturan aktivitas vasomotorik di pembuluh darah dikontrol oleh hipotalamus.
Bila suhu tubuh turun di bawah normal, pengeluaran panas dikurangi dan produksi panas ditingkatkan. Selama kondisi dingin pembuluh darah di kulit mengalami konstriksi dan oleh karena itu mengurangi aliran darah dan kehilangan panas melalui kulit. Stimulus untuk aktivitas vasomotorik terjadi melalui impuls sensorik yang dihasilkan oleh reseptor dingin atau stimulus langsung yang berasal dari darah yang melintasi hipotalamus.
2.7 Termoregulasi pada Bayi
Selama perkembangan, embrio dikelilingi oleh lingkungan maternal pada suhu tubuh normal. Pada saat lahir, mekanisme pengaturan suhu bayi belum sepenuhnya fungsional. Bayi akan kehilangan panas dengan cepat akibat ukurannya yang kecil. Sebagai konsekuwensinya, bayi yang baru lahir harus dalam keadaan kering dan dibungkus, bahkan bayi yang lahir prematur membutuhkan alat inkubator sebagai pengatur suhu. Pada bayi,
suhu tubuhnya juga kurang stabil dibandingkan dengan orang dewasa. Laju metabolisme menurun ketika mereka tidur dan meningkat ketika bangun. Meskipun mereka tidak dapat menggigil, namun mereka mampu meningkatkan suhu tubuh dengan cepat.
Bayi memiliki jaringan lemak di antara bahu, sekitar leher dan kemungkinan di tubuh bagian atas. Jaringan ini memiliki banyak vakularisasi dengan sel-sel adiposit yang mengandung mitokondria yang dinamakan lemak cokelat (brown fat). Sel-sel adiposit dipersarafi oleh serabut saraf simpatis yang apabila dirangsang dapat meningkatkan lipolisis di adiposit. Energi yang dilepaskan melalui katabolisme asam lemak dilepaskan ke sekeliling jaringan sebagai panas yang kemudian didistribusikan ke seluruh tubuh. Dengan cara ini maka bayi dapat meningkatkan perolehan panas metabolisme 100% lebih cepat sementara termogenesis nonshevering pada orang dewasa hanya meningkatkan produksi panas sebanyak 10-12% setelah dalam periode mingguan. Dengan meningkatnya usia dan ukuran tubuh, suhu tubuh menjadi lebih stabil dan mekanisme termoregulasi jenis ini menjadi kurang penting.
2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Termoregulasi
Banyak faktor yang mempengaruhi suhu tubuh. Perubahan pada suhu tubuh dalam rentang normal terjadi ketika hubungan antara produksi panas dan kehilangan panas diganggu oleh variabel fisiologis atau prilaku. Berikut adalah faktor yang mempengarui suhu tubuh :
a. Usia
Pada saat lahir, bayi meninggalkan lingkungan yang hangat, yang relatif konstan, masuk dalam lingkungan yang suhunya berfluktuasi dengan cepat.suhu tubuh bayi dapat berespon secara drastis terhadap perubahan suhu lingkungan. Bayi baru lahir mengeluaran lebih dari 30% panas tubuhnya melalui kepala oleh karena itu perlu menggunakan penutup kepala untuk mencegah pengeluaran panas. Bila terlindung dari ingkungan yang ektrem, suhu tubuh bayi dipertahankan pada 35,5 ºC sampai 39,5ºC. Produksi panas akan meningkat seiring dengan pertumbuhan bayi memasuki anak-anak. Perbedaan secara individu 0,25ºC sampai 0,55 ºC adalah normal.
Regulasi suhu tidak stabil sampai pubertas. Rentang suhu normal turun secara berangsur sanpai seseorang mendekati masa lansia. Lansia mempunyai rentang suhu tubuh lebih sempit daripada dewasa awal. Suhu oral 35 ºC tidak lazim pada lansia dalam cuaca dingin. Nmun rentang shu tubuh pada lansia sekitar 36 ºC. Lansia terutama sensitif terhadap suhu yang ektrem karena kemunduran mekanisme kontrol, terutama pada kontrol vasomotor (kontrol vasokonstriksi dan vasodilatasi), penurunan jumlah jaringan subkutan, penurunan aktivitas kelenjr keringat dan penurunan metabolisme.
b. Olahraga
Aktivitas otot memerlukan peningkatan suplai darah dalam pemecahan karbohidrat dan lemak. Hal ini menyebabkan peningkatan metabolisme dan produksi panas. Segala jenis olahraga dapat meningkatkan produksi panas akibatnya meningkatkan suhu tubuh. Olahraga berat yang lama, seperti lari jaak jauh, dapat meningatkan suhu tubuh untuk sementara sampai 41 ºC.
c. Kadar Hormon
Secara umum, wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar dibandingkan pria. Variasi hormonal selama siklus menstruasi menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Kadarprogesteron meningkat dan menurun secara bertahap selama siklus menstruasi. Bila kadar progesteron rendah, suhu tubuh beberapa derajat dibawah kadar batas. Suhu tubuh yang rendah berlangsung sampai terjadi ovulasi. Perubahan suhu juga terjadi pada wanita menopause. Wanita yang sudah berhenti mentruasi dapat mengalami periode panas tubuh dan berkeringat banyak, 30 detik sampai 5 menit. Hal tersebut karena kontrol vasomotor yang tidak stabil dalam melakukan vasodilatasi dan vasokontriksi.
d. Irama Sirkadian
Suhu tubuh berubah secara normal 0,5 ºC sampai 1 ºC selama periode 24 jam. Bagaimanapun, suhu merupakan irama stabil pada manusia. Suhu tubuh paling rendah biasanya antara pukul 1:00 dan 4:00 dini hari. Sepanjang hari suhu tubuh naik, sampai sekitar pukul 18:00 dan kemudian turun seperti pada dini hari. Penting diketahui, pola suhu tidak secara otomatis pada orang yang bekerja pada malam hari dan tidur di siang hari. Perlu waktu 1-3 minggu untuk perputaran itu berubah. Secara umum, irama suhu sirkadian tidak berubah sesuai usia. Penelitian menunjukkan, puncak suhu tubuh adalah dini hari pada lansia.
e. Stres
Stres fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormonal dan persarafan. Perubahan fisiologi tersebut meningkatkan panas. Orang yang cemas saat masuk rumah sakit atau tempat praktik dokter, suhu tubuhnya dapat lebih tinggi dari normal.
f. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Jika suhu dikaji dalam ruangan yang sangat hangat, klien mungkin tidak mampu meregulasi suhu tubuh melalui mekanisme pengluaran- panas dan suhu tubuh akan naik. Jika orang berada di lingkungan tanpa baju hangat, suhu tubuh mungkin rendah karena penyebaran yang efektif dan pengeluaran panas yang konduktif. Bayi dan lansia paling sering dipengaruhi oleh suhu lingkungan karena mekanisme suhu mereka kurang efisien.
2.9. Akibat Perubahan suhu
Perubahan suhu tubuh di luar rentang normal mempengaruhi set point hipotalamus. Perubahan ini dapat berhubungan dengan produksi panas yang berlebihan, pengeluaran panas yang berlebihan, produksi panas minimal. Pengeluaran panas minimal atau setiap gabungan dari perubahan tersebut. Sifat perubahan tersebut mempengaruhi masalah klinis yang dialami seseorang yaitu :
a. Demam
Demam atau hiperpireksia terjadi karena mekanisme pengeluara panas tidak mampu untuk mempertahankan kecepatan pengeluaran kelebihan produksi panas, yang mengakibatkan peningkatan suhu tubuh abnormal. Tingkat ketika demam mengancamkesehatan seringkali merupkan sumber yang diperdebatkan di antara pemberi perawatan kesehatan. Demam biasanya tidak berbahaya jika berada pada suhu dibawah 39 ºC. Pembacaan suhu tunggal mungkin tidak menandakan demam. Demam dapat ditentukan berdasarkan beberapa pembacaan suhu dalam waktu yang berbeda pada satu hari dibandingkan dengan suhu normal tersebut pada waktu yang sama, di samping terhadap tanda vital dan gejala infeksi. Demam sebenarnya merupakan akibat dari perubahan set point hipotalamus.
b. Kelelahan akibat panas
Kelelehan akibat panas terjadi bila diaforesis yang banyak mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebih. Disebabkan oleh lingkungan yang terpajan panas. Tanda dan gejala kurang volume cairan adalah hal yang umum selama kelelehan akibat panas. Tindakan pertama yaitu memindahkan penderita ke lingkungan yg lebih dingin serta memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas adalah hipertermia. Setiap penyakit atautrauma pada hipotalamus dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Hipertermia malignan adalah kondisi bawaan tidak dapat mengontrol produksi panas, yang terjadi ketika orang yang rentan menggunakan obat-obatan anestetik tertentu.
d. Heatstroke
Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu tinggi dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini disebut heatstroke, kedaruratan yang berbahaya panas dengan angka mortalitas yg tinggi. Penderita berisiko termasuk yang masih sangat muda atau sangat tua, yang memiliki penyakit kardiovaskular, hipotiroidisme, diabetes atau alkoholik. Yang juga termasuk beresiko adalah orang yang mengkonsumsi obat yang menurunkan kemampuan tubuh untuk mengeluarkan panas (mis. Fenotiasin, antikolinergik, diuretik, amfetamin, dan antagonis reseptor beta- adrenergik) dan mereka yang menjalani latihan olahraga atau kerja yang berat (mis. Atlet, pekerja kontruksi dan petani). Tanda dan gejala heatstroke termasuk gamang, konfusi, delirium, sangat haus, mual, kram otot, gangguan visual, dan bahkan inkotinensia. Tanda yang paling dari heatstroke adalah kulit yang hangat dan kering.
Penderita heatstroke tidak berkeringat karena kehilangn elektrolit sangat berat dan malfungsi hipotalamus. Heatstroke dengan suhu lebih besar dari 40,5 ºC mengakibatkan kerusakan jaringan pada sel dari semua organ tubuh. Tanda vital menyatakan suhu tubuh kadang-kadang setinggi 45 ºC, takikardia dan hipotensi. Otak mungkin merupakan organ yang terlebih dahulu terkena karena sensitivitasnyaterhdap ketidakseimbangan elektrolit. Jika kondisi terus berlanjut, klien menjadi tidak sadar, pupil tidak reaktif. Terjadi kerusakan neurologis yang permanen kecuali jika tindakan pendinginan segera dimulai.
e. Hipotermia
Pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap dingin mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas, mengakibatkan hipotermia. Hipotermia diklasifikasikan melalui pengukuran suhu inti. Hal tersebut dapat terjadi kebetulan atau tidak sengaja selama prosedur bedah untuk mengurangi kebutuhan metabolik dan kebutuhan tubuh terhada oksigen.
Hipotermia aksidental biasanya terjadi secara berangsur dan tidak diketahui selama beberapa jam. Ketika suhu tubuh turun menjadi 35 ºC, penderita menglami gemetar yang tidak terkontrol, hilang ingatan, depresi, dan tidak mampu menila. Jika suhu tubuh turun di bawah 34,4 ºC, frekuensi jantung, pernafasan, dan tekanan darah turun. kulit menjadi sianotik.
2.10. Termoregulasi pada Hewan
2.10.1. Termoregulasi pada Hewan Poikilotermik
Suhu tubuh hewan poikilotermik ditentukan oleh keseimbangannya dengan kondisi suhu lingkungannya, dan berubah seperti berubah-ubahnya suhu lingkungan. Pada hewan poikiloterm, misalnya kerang, udang, dan ikan, suhu tubuhnya sangat ditentukan oleh keseimbangan konduktif dan konvektif dengan air mediumnya, dan suhu tubuhnya mirip suhu air (lingkungan). Hewan memproduksi panas internal secara metabolik, dan ini mungkin meningkatkan suhu tubuh di atas suhu air (lingkungan). Namun, air menyerap panas begitu efektif dan hewan poikilotermik tidak memiliki insulasi sehingga perbedaan suhu hewan dengan air sangat kecil.
Hewan juga dapat memelihara keseimbangan tubuh dengan mengurangi penguapan dan kehilangan panas lewat konduksi dan memaksimalkan penambahan panas melalui radiasi dan panas metabolik. Sinar matahari digunakan oleh reptil sebagai sumber eksternal tubuhnya. Untuk meningkatkan jumlah panas yang dapat diserap, hewan tergantung pada warna tubuh dan orientasinya relatif terhadap matahari. Banyak hewan yang dapat merubah warna kulitnya melalui penyebaran dan kontraksi sel-sel pigmen hitam paada kulitnya. Karena hampir separuh energi matahari berada dalam cahaya tampak, kulit berwarana gelap akan menyerap energi panas matahri daripada berwarna cerah.
2.10.2. Termoregulasi pada Hewan Homeoterm
Hewan homeoterm mempunyai suhu tubuh yang konstan pada berbagai suhu lingkungan yang berubah-ubah. Kebanyakan burung dan mamalia dan lingkungannya yang normal akan mempertahankan suhu tubuhnya di atas duhu lingkungannya. Suhu bagian dalam mamalia umunya berkisar antara 37-40o C, sedangkan golongan burung mempunyai suhu tubuh sedikit lebih tinggi yaitu 41-42,5o C. Kondisi homeotermik menyangkut keseimbangan yang serasi antar dua faktor, yaitu”
1. Produksi panas
2. Kehilangan panas
Laju produksi panas dan kehilangan panas pada hewan sangat bervariasi, tergantung pada kondisi lingkungannya (panas, dingin), aktivitasnya (diam, aktif). Untuk memelihara keseimbanagn suhu tersebut, hewan homeoterm melakukan regulasi kimiawi dan regulasi fisik. Regulasi kimiawi menyangkut produksi panas metabolik, sedangkan regulasi fisik menyangkut kegiatan fisik untuk memodifikasi kehilangan panas.
2.10.3 Termoregulasi pada Hewan Heterotermik
Heterotermik adalah kelompok hewan yang pada saat tertentu memiliki sifat poikilotermik dan pada saat lain bersifat homeotermik, dan kelompok hewan yang mengatur suhu tubuh secara parsial, yaitu regulasinya terbatas pada bagian tubuh tertentu. Disebut juga
endotermik fakultatif , mampu melakukan regulasi fisiologik tetapi tidak mengatur secara tepat sepanjang waktu. Heterotermik dapat di buktikan pada insekta tertentu, yang ektotermik pada saat istirahat dan tetapi bersifat endotermik pada saat aktif.
2.11. Adaptasi Hewan pada Sistem Termoregulasi
Hewan mempunyai kemampuan adaptasi terhadap perubahan suhu lingkungan. Sebagai contoh, pada suhu dingin, mamalia dan burung akan meningkatkan laju metabolisme dengan perubahan hormon-hormon yang terlibat di dalamnya, sehingga meningkatkan produksi panas. Pada ektoterm (misal pada lebah madu), adaptasi terhadap suhu dingin dengan cara berkelompok dalam sarangnya. Hasil metabolisme lebah secara kelompok mampu menghasilkan panas di dalam sarangnya.
Beberapa adaptasi hewan untuk mengurangi kehilangan panas, misalnya adanya bulu dan rambut pada burung dan mamalia, otot, dan modifikasi sistem sirkulasi di bagian kulit. Kontriksi pembuluh darah di bagian kulit dan countercurrent heat exchange adalah salah satu cara untuk mengurangi kehilangan panas tubuh. Perilaku adalah hal yang penting dalam hubungannya dengan termoregulasi. Migrasi, relokasi, dan sembunyi ditemukan pada beberapa hewan untuk menurunkan atau menaikkan suhu tubuh. Gajah di daerah tropis untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara mandi atau mengipaskan daun telinga ke tubuh.
2.12. Studi Kasus Hipotermia
2.12.1. Pengertian dan Penyebab Hipotermia
Suhu tubuh manusia pada umumnya tetap, yakni sekitar 37 derajat Celsius. Namun, jika terlalu lama di tempat dingin, maka tubuh akan mengeluarkan panas tubuh yang lebih besar dari kemampuan tubuh yang memproduksinya. Hal ini mengakibatkan penurunan suhu tubuh, jika sampai lebih rendah dari 35 derajat Celcius maka tubuh mengalami berbahaya yang disebut hipotermia.
Hipotermia menyerang sistem saraf dan bergerak dengan pelan. Sebagian korban, tidak menyadari bila terkena hipotermia. Kebanyakan korban mengeluh merasa lelah dan mengantuk pada awalnya sehingga perlu kehadiran seseorang untuk segera menolong dan mencegahnya. (Rick Curtis, dalam buku Outdoor Action Guide To Hypothermia and Cold Weather Injuries). Medicine for Mountaineering mendefinisikan hipotermia sebagai "penurunan suhu inti (organ dalam) tubuh hingga ke tingkat dimana fungsi-fungsi otot dan otak menjadi terganggu". Hipotermia dapat disebabkan oleh beberapa kondisi, seperti suhu dingin, pakaian dan perlengkapan yang tidak memadai, kebasahan, kelelahan (kehabisan energi), dehidrasi, asupan makanan yang buruk, atau asupan beralkohol (yang dapat mengarah pada peningkatan pembuangan panas tubuh).
2.12.2 Gejala Hipotermia
Beberapa gejala hipotermia dapat dikenali dari ciri-ciri; jika seseorang sudah mulai berjalan dengan tersandung-sandung, bergumam tidak jelas, meraba-raba, atau mengoceh, yang menunjukkan bahwa orang tersebut mengalami perubahan pada koordinasi otot motorik dan penurunan tingkat kesadaran. Gejala lain hipotermia ringan adalah gigi gemeretak atau menggigil. Biasanya dalam kondisi seperti ini, tidak dapat melakukan fungsi motorik yang rumit (mendaki atau memanjat), tetapi masih bisa berjalan dan berbicara.
Tahap selanjutnya, mulai linglung, kehilangan koordinasi motorik terutama pada tangan sehingga tidak bisa mengikat tali sepatu, mengancingkan baju dan lain-lain. Hal ini disebabkan terbatasnya aliran darah di periperal tubuh. Selain pengucapan kata yang tidak jelas dan bersikap tidak peduli (masa bodoh), korban juga mulai bertingkah aneh atau tidak masuk akal.
Puncak dari gejala hipotermia adalah korban tidak lagi merasa kedinginan, tetapi sebaliknya malah merasa kepanasan. Pada tahap "paradoxical feeling of warmth" inilah biasanya korban mulai menanggalkan pakaian (berlawanan dengan kondisi sekitarnya yang mengalami kedingingan), penyebabnya selain kepanasan, korban juga terkena halusinasi.
Pada saat korban mulai kehilangan kesadaran, semakin mudah ia mengalami halusinasi. Faktor halusinasi ini yang sangat berbahaya, korban sering kali membayangkan atau melihat berbagai hal (yang sebenarnya tidak ada atau tidak nyata) dan ia cenderung mengejar apa yang dilihatnya tanpa menghiraukan sekelilingnya.
Saat keadaan hipotermia parah, suhu inti tubuh berkisar antara 33,3 - 30 derajat Celcius (atau lebih rendah lagi), kondisi ini mengancam nyawa korban. Ia menggigil secara liar, bergelombang lalu berhenti sejenak sebelum menggigil lagi. Selang waktu antara gigilan yang satu dan berikutnya semakin lama semakin panjang hingga akhirnya berhenti sama sekali karena output panas dari pembakaran glikogen tidak mencukupi. Hal ini terjadi karena tubuh menghentikan gigilan untuk menghemat glukosa, dengan tujuan untuk menurunkan suhu tubuh inti. Selanjutnya korban jatuh ke tanah, tidak dapat berjalan dan meringkuk, terjadi kejang-kejang pada otot karena aliran darah berkurang, kulit memucat dan denyut nadi menurun.
Ketika suhu 32,2 derajat Celcius tubuh mencoba masuk tahap hibernasi (hidup namun tidak sadar) dengan cara menghentikan semua aliran darah di periperal tubuh, mengurangi kecepatan pernapasan dan detak jantung. Pada suhu inti tubuh 30 derajat Celcius, tubuh dalam kondisi "metabolic icebox". Korban nampak seperti meninggal walaupun sebenarnya masih hidup.
2.12.3 Penanganan Hipotermia
Prinsip dasar merawat korban hipotermia adalah mengembalikan panas (tubuh) yang hilang atau menghangatkannya kembali, yakni dengan cara menghemat panas yang ada, dan mengganti bahan bakar tubuh yang sudah dihabiskan untuk menghasilkan panas tersebut. Berikan sumber panas dari luar tubuh dengan cara menyelimuti atau memasukan korban dalam sleeping bag. Perkecil kehilangan panas dengan menggunakan pakaian kering.
Goal utama dalam penanganan korban hipotermia adalah:
1. Menyelamatkan nyawa korban
2. Mencegah agar suhu tubuh korban tidak semakin dingin
3. Evakuasi korban ke tempat dengan perlengkapan medis yang lebih lengkap Teknis penanganan adalah dengan cara sebagai berikut :
• Tetap jaga posisi tubuh korban agar tetap horizontal. Hal ini dibutuhkan untuk menjaga agar korban tidak terkena shock dan memudahkan jantung untuk terus memompa darah ke otak
• Periksa kondisi pernapasan dan denyut nadi korban. Kalau denyut nadi korban dan/atau pernapasan korban sangat lemah atau tidak ada, cepat lakukan Cardio-pulmonary Resuscitation (CPR)
• Evaluasi kondisi mental korban, kesadaran korban, kemampuan merespon, ukuran pupil mata, kemampuan berjalan, dan berfikir jernih. Kalau salah satu dari kondisi di atas tidak normal, maka kemungkinan besar tingkatan hipotermia korban sudah parah
• Periksa apakah ada luka lain yang diderita korban. Kemampuan korban merasakan sakit pada saat hipotermia akan menurun drastis, jadi kalau ada luka yang perlu ditangani segera, cepat periksa dan tangani!
• Perlakukan korban dengan lembut untuk menghindari serangan jantung
• Lakukan insulasi secara menyeluruh, hindari kontak kulit korban dengan udara luar, tutup seluruh tubuh korban dengan kain hangat dan/atau kering
• Cegah korban kehilangan udara hangat lebih lanjut dari dalam paru-paru korban, dengan menutup mulut dan hidung korban dengan masker. Hal ini dilakukan untuk mencegah kehilangan suhu hangat dari dalam tubuh korban dan menstabilisasi temperatur jantung, paru-paru, dan otak
• Berikan panas eksternal dengan cara menempelkan benda-benda hangat (plastik berisi air hangat) ke titik panas tubuh (ketiak, telapak tangan/kaki, leher, selangkangan). Namun perlu dicatat, jangan sentuhkan benda hangat tersebut secara langsung ke kulit korban karena kulit penderita hipotermia sangat sensitif dan berpotensi mengalami ‘burn’ atau terbakar.
• Teknik terakhir adalah transfer panas tubuh yang bisa dilakukan dengan cara menempelkan tubuh donatur panas tubuh dengan korban dengan masuk ke dalam sleeping bag bareng. Jangan pernah memandikan korban (mis, dengan air hangat)
• Tunda pemberian apapun via mulut (mis, makanan/minuman hangat) pada korban yang menderita hipotermia parah karena bisa menyebabkan tersedak/tercekik. Pemberian makanan/minuman hangat hanya boleh dilakukan pada korban dengan gejala hipotermia ringan. Jangan memberikan alkohol pada korban hipotermia.
• Evakuasi korban secepatnya ke fasilitas medis terdekat
Sangat penting menjaga korban hipotermia memiliki kecukupan cairan dan bahan bakar dalam tubuh. Berikan jenis makanan yang mengandung karbohidrat, gula, coklat batangan, atau camilan yang banyak mengandung kacang dan kismis. Hindari memberikan asupan yang mengandung alkohol, kafein, atau pun nikotin. Alasannya, alkohol dapat meningkatkan hilangnya panas dari periperal tubuh, kafein menyebabkan kehilangan air dan meningkatkan dehidrasi dan nikotin dapat meningkatkan risiko frosbite. Kematian akibat hipotermia kebanyakan diakibatkan pengambilan nafas tak teratur dan pendek-pendek, kesadaran korban menurun drastis, serta detak jantung tak menentu. Setiap kejutan mendadak bisa menghentikan denyut nadi, jantung berhenti bekerja dan akhirnya korban meninggal dunia.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa :
• Termoregulasi merupakan suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan
• Macam- macam suhu dalam termoregulasi yakni suhu inti (core temperature), suhu kulit (shell temperature), dan suhu tubuh rata-rata (mean body temperature)
• Mekanisme pertukaran panas melalui 4 proses yakni radiasi, konveksi, konduksi, dan evaporasi
• Saat kehilangan panas dirangsang oleh tiga pengaruh utama yaitu: penghambatan pusat vasomotorik, perangsangan saraf simpatis, dan rangsangan terhadap pusat respirasi
• Mekanisme untuk memperoleh panas dapat dibagi dalam 2 kategori besar yaitu:
Shivering thermogenesis dan nonshivering thermogenesis
• Termoregulasi pada bayi, dengan adanya jaringan lemak di antara bahu, sekitar leher dan kemungkinan di tubuh bagian atas sehingga banyak vakularisasi dengan sel-sel adiposit yang mengandung mitokondria yang dinamakan lemak cokelat (brown fat). Sel-sel adiposit dipersarafi oleh serabut saraf simpatis yang apabila dirangsang dapat meningkatkan lipolisis di adiposit. Energi yang dilepaskan melalui katabolisme asam lemak dilepaskan ke sekeliling jaringan sebagai panas yang kemudian didistribusikan ke seluruh tubuh. Dengan cara ini maka bayi dapat meningkatkan perolehan panas metabolisme.
• Factor- factor yang mempengaruhi termoregulasi ialah usia, olahraga, kadar hormon, irama sirkadian, stress, dan lingkungan
• Akibat perubahan suhu yang tidak stabil dapat mengakibatkan demam, kelelahan akibat panas, hipertermia, heatstroke, dan hipotermia
• Termoregulasi pada hewan poikilotermik, homotermik, dan heterotermik berbeda-beda memiliki cara masing-masing untuk menyesuaikan dengan lingkungannya. Ada yang salah satunya dengan cara adaptasi
DAFTAR PUSTAKA
Alfian. 2014. Mengenali Hipotermia. http://indonesianmountains.org/mengenali-hipotermia/.
Diakses pada tanggal 12 Mei 2014 Anonim. . Pengaturan Suhu Tubuh.
http://web.ipb.ac.id/~tpb/files/materi/bio100/Materi/suhu_tubuh.html. Diakses pada tanggal 12 Mei 2014
Isnaini, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Rasuh, Raldo.2013. Termoregulasi.
http://raldorasuh.wordpress.com/2013/02/21/termoregulasi/. Diakses pada tanggal 12 Mei 2014
Santoso, Putra. 2009. Buku Ajar Fisiologi Hewan. Padang : Universitas Andalas Sukarsono. 2009. Ekologi Hewan. Malang: UMM Press
*Sumber: https://www.academia.edu/39748260/Makalah_Sistem_Termoregulasi
0 Komentar untuk "Sistem Termoregulasi Pada Tubuh"