Rekayasa Irigasi Musim Tanam

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kebutuhan pangan di Indonesia tidak akan lepas dari sector pertanian sebagai sumber utama produksi pangan. Kegiatan pokok sebagai sumber produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia adalah kegiatan petani dalam mengusahakan lahan. Petani mengolah lahan sawah atau ladang dengan bercocok tanam sehingga menghasilkan produksi yang bias dimanfaatkan. Bercocok tanam yang baik sangat penting untuk menghasilkan produksi yang maksimal sehingga dapat menguntungkan petani dan memberikan kecukupan pangan nasional.

Kegiatan bercocok tanam di sawah berhubungan erat dengan musim tanam, kondisi lahan, dan keadaan alam yang sewaktu-waktu bisa berubah dan sulit di prediksi. Seringkali kegagalan panen disebabkan oleh factor alam dan proses membudidayakan tanaman secara tidak tepat. Petani sejak jaman dahulu sudah menggunakan suatu Teknik menentukan musim tanam supaya usaha taninya bisa mendapatkan produksi panen yang baik dan maksimal. Petani sejak lama telah menggunakan ketentuan musim tanam, dalam istilah jawa lebih dikenal dengan pranata mangsa.

Selain itu untuk meningkatkan tingkat produksi juga dilakukan dengan pola tanam. Ada beberapa jenis pola tanam di Indonesia. Dengan menggunakan pola tanam yang tepat maka produksi akan meningkat dan kesejahteraan petani meningkat juga. 

1.2 Rumusan masalah
a. Apa yang dimaksud dengan pola tanam ?
b. Bagaimana pola tanam dengan kondisi lahan ?

1.3 Tujuan
Menambah wawasan mahasiswa tentang apa itu pola tanam dan jenisnya serta yang lain.

Tinjauan Pustaka
2.1 Pola tanam
Pola tanam dapat didefinisikan sebagai pengaturan jenis tanaman atau  urutan jenis tanaman yang diusahakan pada sebidang lahan dalam kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun). Dalam pengertian pola tanam tersebut ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu (Sosrodimoelyo, 1983). Pola tanam di daerah tropis seperti Indonesia, biasanya disusun selama 1 tahun dengan memperhatikan curah hujan (terutama pada daerah/lahan yang sepenuhnya tergantung dari hujan). Penentuan  pola tanam sangat dipengaruhi ketersediaan air dan keadaan lingkungan seperti kondisi fisik kimia tanah.  Kassam et al.  (1978) menjelaskan bahwa di daerah tropis, kendala utama yang membatasi musim tanam di sawah tadah hujan adalah ketersediaan air.

Penentuan pola tanam akan berbeda untuk wilayah yang mengalami  defisit air tinggi dengan wilayah yang dapat menambah kebutuhan air (irigasi) jika terjadi kekeringan. Lamanya lahan sawah tadah hujan dapat dibudidayakan (growing season) bergantung pada lama musim,  jumlah dan distribusi hujan. Kegagalan panen di suatu  daerah sering disebabkan oleh  curah hujan yang sangat berfluaktif,  dimana pada saat tanaman membutuhkan air, curah hujan menurun  drastis atau hujan terlalu tinggi sehingga menimbulkan banjir. Oleh karena itu, perlu  dikembangkan strategi budi daya padi sawah tadah hujan yang  disesuaikan  dengan kondisi iklim setempat. Lima contoh model pola tanam yang biasa dilakukan petani di Indonesia (Direktorat Jendral Tanaman Pangan, 2012) yaitu padi-padi-padi, padi-padi-palawija/sayuran, padi-padi-bero, padi-palawija bero, dan padi-padi.

Penganekaragaman komoditas tanaman dalam suatu sistem usaha tani dapat berpengaruh terhadap alokasi waktu dan pengelolaan sumberdaya. Selain itu, kalau pelaksanaanya dilakukan pada kondisi optimal akan sangat membantu mengurangi gangguan hama dan penyakit tanaman, serta mempertahankan dan memperbaiki kesuburan tanah yang marginal (Karama dan Suradisastra, 1990).

Penerapan pola tanam pada suatu daerah tergantung dari lingkungan fisik dan lingkungan ekonomi. Pengaruh lingkungan fisik meliputi curah hujan, pengairan atau irigasi, tanah, elevasi, dan temperatur. Faktor curah hujan meliputi jumlah dan kualitas air pengairan, faktor tanah meliputi jenis, kesuburan dan drainase tanah, sedangkan faktor elevasi dan temperatur berhubungan denga iklim. Sementara faktor sosial, ekonomi  dan budaya yang berpengaruh antara lain meliputi kepercayaan, nilai-nilai dan tujuan dalam masyarakat, serta harga-harga input maupun output dan kondisi pasar secara umum. Selanjtnya Sectisaint (1977) mengemukakan bahwa kelembagaan seperti kredit, land reform, organisasi petani, masalah irigasi dan kebijakan pemerintah merupakan lingkungan sosial, ekonomi, politik dan budaya yang mempengaruhi pola tanam.

Berkaitan dengan hal tersebut Soekartawi (1987) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor sosial ekonomi petani yang mempengaruhi keputusan petani dalam pemilihan pola tanam. Faktor sosial ekonomi tersebut diantaranya adalah usia, tingkat pendidikan, pengalaman petani dalam berusaha tani, jumlah tenaga kerja dalam keluarga, modal tunai untuk sarana produksi, luas lahan garapan, status penguasaan lahan, serta pendapatan dari suatu usaha tani.

Pola tanam dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produksi dan pendapatan  (Hadisapoetro, 1977). Pengaturan pola tanam dapat meningkatkan produksi sebesar 24,15% dan peningkatan pendapatan sebesar 30,06%, disamping itu dapat menyerap tenaga kerja secara optimal.

Dalam meningkatkan produktivitas daya dukung lahan kering, maka pola tanam yang diterapkan harus memberikan keuntungan ekonomi yang tinggi dan memiliki nilai konservasi untuk menjaga kelestarian sebidang tanah (Mokhlis, 1990). Selanjutnya Mushson dan Hamidi (1991) menyatakan bahwa pengaturan pola tanam akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan serta menyelamatkan sumber daya alam dari erosi, kekeringan, ketandusan, dan bahkan dapat meningkatkan kesuburan tanah. Disamping itu dengan pengaturan pola tanam dapat meningkatkan mutu gizi serta mendiversifikasi-kan menu keluarga sekaligus meningkatkan pendapatan petani.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk menyusun suatu pola tanam agar diperoleh keuntungan yang tinggi yaitu 
1). Perencanaan komponen tanaman seperti pemilihan jenis tanaman yang sesuai, menentukan urutan penanaman jenis-jenis tanaman tertentu dengan mempertimbangkan keadaaan iklim, sifat biologi tanaman dan keadaan pasarnya.
2). Mempersingkat periode tumpang tindih antara kedua jenis tanaman karena pada periode tersebut terjadi kompetisi intraspesifik dan interspesifik.
3). Perlu adanya penyesuaian teknik budidaya pada setiap jenis tanaman karena terjadi perubahan pengelolaan tanaman menurut posisinya dalam pola tanam (Gomez dan Gomez, 1983)



BAB II
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Pola Tanam
a. Pola tanam atau (cropping patten) ialah suatu urutan pertanaman pada sebidang tanah selama satu periode. Lahan yang dimaksut bisa berupa lahan kosong atau lahan yang sudah terdapat tanaman yang mampu dilakukan tumpang sirih. (Semeru, 1995)
b. Pola tanam adalah usaha yang dilakukan dengan melaksanakan penanaman pada  sebidang lahan dengan mengatur susunan tata letak dari tanaman dan tata urutan  tanaman selama periode waktu tertentu, termasuk masa pengolahan tanah dan masa  tidak ditanami selama periode tertentu. (Novitan, 2002)

3.2 Pola Tanam Berdasar Kondisi Lahan
a. Lahan Kering (tegalan)
Di lahan kering, palawija dapat ditanam secara monokultur atau tumpangsari. Ada dua alternatif pelaksanaannya. Alternatif pertama, awal musim hujan, lahan dapat ditanami palawija berumur pendek sebanyak satu kali. Penanaman dilakukan secara monokultur atau tumpangsari dengan saat tanam yang bersamaan. Saat akhir atau pertengahan musim hujan, lahan dapat ditanami palawija berumur pendek atau berumur panjang sebanyak satu kali tanam. Pelaksanaannya dilakukan secara monokultur atau tumpangsari dengan waktu tanam yang bersamaan. Alternatif kedua, pada awal musim hujan, lahan ditanami jagung. Kurang lebih 3 sampai 4 minggu sebelum panen, singkong ditanami di antara tanaman jagung.

Rekayasa Irigasi Musim Tanam

b. Lahan Sawah Tadah Hujan
Di lahan tadah hujan, palawija bisa ditanam secara monokultur atau tumpangsari. Ada dua alternatif untuk pelaksanaannya. Alternatif pertama, pada awal musim hujan sampai pertengahan musim huajn, lahan ditanami padi sebanyak satu kali. Pada akhir atau pertengahan musim hujan, lahan ditanami palawija secara monokultur sebanyak satu kali.
Sedangkan alternatif kedua pada awal musim hujan, lahan ditanami padi sebanyaksatu kali. Pada akhir atau pertengahan musim hujan sampai musim kemarau lahan dapat ditanami palawija secara tumpangsari. Tumpangsari dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah tumpangsari dua tanaman berumur pendek. Misalnya, jagung dengan kacang kedelai, kacang tanah atau kacang hijau. Pada metode ini waktu tanam dilakukan bersamaan. Demikian pula waktu panennya. Karena terdapat tanaman lain, maka jarak tanam jagung harus lebih lebar. Cara kedua dilakukan antara dua tanaman dengan umur berbeda. Misalnya, ubi kayu dengan kacang tanah, kedelai atau kacang hijau. Metode ini waktu tanamnya bersamaan. Ketika tanaman yang berumur pendek sudah dipanen, singkong masih dibiarkan tumbuh sampai saatnya panen.  Dengan cara ini, jarak tanam singkong harus lebih lebar.

c. Lahan Sawah Beririgasi
Di lahan sawah, palawija umumnya ditanami secara monokultur dengan pola tanam sebagai berikut. Pada awal musim hujan sampai akhir musim hujan, lahan ditanami padi sebanyak dua kali tanam. Pada musim kemarau, lahan dapat ditanami palawija berumur pendek sebanyak satu kali.  Kerugian pola lahan sawah beririgasi tanam ini adalah Pola pergiliran tanaman pada setiap daerah berbeda sebab masing masing daerah mempunyai kondisi iklim, tanah dan kecocokan tanaman untuk pergiliran yang berbeda pula sehingga tidak bisa di sama ratakan.

d. Lahan Rawa Pasang Surut
Sebelum ditanam palawija, lahan rawa harus diolah dengan sistem sarjan. Pada sistem ini, sebagian lahan ditinggikan untuk ditanami palawija atau tanaman lain yang tidak tahan genangan air. Bagian yang lebih tinggi ini disebut guludan. Bagian yang lain, dibuat lebih rendah untuk ditanami padi. Bagian yang rendah ini disebut tabukan. Perbandingan luas tabukan dan guludan pasang tertinggi. Bagian guludan tidak boleh dilampaui air. Sementara itu, permukaan tanah tidak lebih rendah dari lapisan pirit. Lapisan ini merupakan akumulasi bahan-bahan beracun, sehingga bila terangkat ke permukaan akan sangat mengganggu pertumbuhan tanaman. Di lahan rawa, palawija juga ditanami secara monokultur atau tumpang sari.  Aturannya sebagai berikut. Di lahan di bagian tabukan, ditanami padi dua kali setahun.

Sedangkan di bagian guludan pada awal dan akhir musim hujan ditanami palawija berumur pendek (jagung dan kacang-kacangan). Atau, pada awal musim hujan ditanami palawija berumur pendek dan akhir musim hujan ditanami singkong.

3.3 Macam Jenis Pola Tanam 
a. Monokultur 
Pertanian monokultur adalah pertanian dengan menanam tanaman sejenis.  Misalnya sawah ditanami padi saja, jagung saja, atau kedelai saja.  Penanaman monokultur menyebabkan terbentuknya lingkungan pertanian yang tidak mantap.  Hal ini terbukti dari tanah pertanian 
harus selalu diolah, dipupuk dan disemprot dengan insektisida sehingga resisten terhadap hama.

b. Rotasi Tanaman (crop rotation) 
Rotasi tanaman atau pergiliran tanaman adalah penanaman dua jenis atau lebih secara bergiliran pada lahan penanaman yang sama dalam periode waktu tertentu.  Seperti tanaman semusim yang ditanam secara bergilir dalam satu tahun, dan tanaman tersebut semisal tanaman jagung, padi, dan ubi kayu. Rotasi tanam dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum.  

Faktor-faktor tersebut adalah : 
1) Pengolahan yang bisa dilakukan dengan menghemat tenaga kerja, biaya pengolahan tanah dapat ditekan, dan kerusakan tanah sebagai akibat terlalu sering diolah dapat dihindari 
2) Hasil panen secara beruntun dapat memperlancar penggunaan modal dan meningkatkan produktivitas lahan 
3) Dapat mencegah serangan hama dan penyakit yang meluas 
4) Kondisi lahan yang selalu tertutup tanaman, sangat membantu mencegah terjadinya erosi 
5) Sisa komoditi tanaman yang diusahakan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau

c. Polikultur
Tanaman polikultur terbagi menjadi beberapa pola tanam, pola tanam tersebut adalah:
1) Tumpang sari (Intercropping) 
Tumpangsari adalah penanaman lebih dari satu tanaman pada waktu atau periode tanam yang bersamaan pada lahan yang sama (Thahir, 1999). 

2) Tanaman Bersisipan ( Relay Cropping ) 
Merupakan pola tanam dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda).  Kegunaan dari sistem ini yaitu pada tanaman yang ke dua dapat melindungi lahan yang mudah longsor dari hujan sampai selesai panen pada tahun itu.   

3) Tanaman Campuran ( Mixed Cropping ) 
Merupakan penanaman jenis tanaman campuran yang ditanam pada lahan dan waktu yang sama atau jarak waktu tanam yang singkat, tanpa pengaturan jarak tanam dan penentuan jumlah populasi.  Kegunaan sistem ini dapat melawan atau menekan kegagalan panen total (Kustantini, 2012).

Dari berbagai pola tanam tersebut, pola rotasi tanam merupakan pola tanam yang paling sesuai dengan kondisi lahan sawah.  Hal ini dikarenakan pemilihan komoditas untuk dirotasikan dengan tanaman padi sebagai tanaman pokok dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan ketersediaan air komoditas lain seperti jagung dan ubi kayu.  Pola rotasi juga dapat menekan perkembangan hama dan penyakit yang mengganggu tanaman yang berakibat pada penurunan produktivitas tanaman.

Pola tanam digunakan sebagai landasan untuk meningkatkan produktivitas lahan.  Hanya saja, dalam pengelolaannya diperlukan pemahaman kaedah teoritis dan keterampilan yang baik tentang semua faktor yang menentukan produktivitas lahan tersebut. Biasanya, pengelolaan lahan sempit untuk mendapatkan hasil atau pendapatan yang optimal maka pendekatan pertanian terpadu, ramah lingkungan, dan semua hasil tanaman merupakan produk utama adalah pendekatan yang bijak (Handoko, 2008).

3.4 Tata Pergiliran Tanam
Pemilihan jenis tanaman budidaya umumnya disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Diketahuinya ketersediaan air disuatu daerah dengan adanya neraca air maka penentuan pola tanam dalam satu tahun dapat diatur sehingga lahan dapat dimanfaatkan secara maksimal. Penentuan pola tanam sangat dipengaruhi ketersediaan air. Maka dari itu, ketika waktu deficit air penentuan pola tanam akan berbeda jika air dapat ditambahkan ataupun tidak dapat diberikan penambahan air. Berikut akan diberikan lima contoh model pergiliran tanam:
a. Padi - Padi - Padi
Jika air saat terjadi defisit dapat disediakan maka dapat dilakukan penanaman padi sepanjang tahun. Namun jika air sulit tersedia ketika defisit air maka masih memungkinkan dilakukan penanaman padi sepanjang tahun namun dengan beberapa kriteria. Jika dalam satu tahun akan ditanam padi sebanyak tiga kali maka varietas padi yang digunakan adalah varietas genjah agar umurnya lebih pendek sehingga saat surplus air dapat dimanfaatkan penanaman hingga panen.

Awal bulan nopember merupakan awal musim hujan namun pada dekade pertama masih terjadi defisit air. Maka penanaman padi kesatu dapat mulai. Jika persiapan hingga panen memerlukan waktu empat bulan maka saat penanaman padi kedua yaitu pada bulan maret masih terdapat air namun bulan april hingga juni terjadi defisit air. Maka varietas padi yang ditanam mengunakan padi lahan kering. Penanaman padi ketiga pada bulan juli jika tetap tidak dapat diusahakan pengairan maka padi yang ditanam menggunakan varietas lahan kering.

b. Padi - Padi - Palawija
Penanaman dengan pola tanam padi-padi-palawija dapat dimulai dengan penanaman padi pertama saat awal musim yaitu awal nopember. Persiapan dimulai bulan oktober sehingga pada awal musim penanaman telah siap. Pada bulan pebruari penanaman padi kedua dapat dilaksanakan sehingga pada waktu defisit air yaitu pada bulan juni hingga oktober dapat digunakan untuk penanaman palawija dan pengolahan tanah.

c. Padi - Padi - Bero
Untuk memperbaiki keadaan tanah maka disamping dilakukan penanaman dapat juga dilakukan pemberoan. Jika padi ditanam dua kali seperti pola tanam padi-padi-palawija maka waktu penanaman palawija dapat digunakan untuk pemberoan dan pengolahan tanah. Waktu penanaman padi dapat disamakan dengan pola tersebut.

d. Padi - Palawija - Bero
Menurut rekomendasi Oldeman, pola tanam yang sesuai untuk tipe iklim ini yaitu hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun tergantung pada adanya persediaan air irigasi. Pola tanam ini sesuai dengan rekomendasi Oldeman maka penanaman padi dapat dilakukan saat terjadi surplus air yaitu pada bulan nopember hingga maret. Dengan waktu lima bulan ini maka pertumbuhan padi dapat dioptimalkan. Sedangkan penanaman palawija ini dapat disesuaikan dengan jenis palawija dengan kebutuhannya terhadapa air. Jika palawija yang ditanam tidak terlalu tahan kekeringan maka penanamannya dapat dilakukan bulan maret disesuaikan saat surplus air sehingga waktu untuk penanaman padi lebih dimajukan dan sisanya untuk palawija.

Jika palawija yang ditanam tahan terhadap kekeringan maka penanamannya dapat dilakukan bulan april kemudian dilakukamn pemberoan.  Padi - Padi  Jika penanaman padi akan dilaksanakan dua kali dalam satu tahun tanpa kegiatan lagi. Maka penanaman padi pertama dilakuka saat surplus air yaitu bulan nopember hingga maret. Sedangkan penanaman padi kedua dapat digunakan padi lahan kering yang ditanam setelah padi kedua. Varietas padi dapat menggunakan varietas berumur panjang karena dalam satu tahun hanya dilakukan dua kali penanaman.

3.5  Pembagian Jenis Tanaman Berdasar Siklus Hidup
a. Tanaman Annual atau disebut tanaman setahun 
merupakan jenis tanaman yang menyelesaikan satu kali siklus hidupnya dalam rentang waktu setahuanan (bisa kurang ataupun lebih sedikit). Siklus hidup yang dimaksud adalah dari mulai proses perkecambahan, berbunga dan memproduksi benih, sampai tanaman itu mati. Tanaman annual biasanya herbaceus . contoh tanaman annual adalah penghasil biji- bijian dan polong-polongan. Seperti padi, kacang hijau, jagung, paprika, ubi jalar.
b. Tanaman biennial 
merupakan tanaman yang menyelesaikan satu kali siklus hidupnya dalam rentang waktu dua tahunan (biasanya kurang dari dua tahun). Setelah menyelesaikan satu kali siklus hidupnya (yaitu mulai dari tumbuh, anakan, berkembangbiak, dewasa) tanaman jenis ini akan mati. Tanaman Biennial biasanya herbaceus. Contoh tanaman biennial adalah wortel, kol, seledri, rebung, peterseli.
c. Tanaman perennial atau disebut juga tanaman tahunan 
merupakan tanaman yang mampu hidup beberapa tahun. Tanaman ini meliputi tanaman berbatang basah (herbaceus) maupun berkayu. Termasuk diantaranya adalah pohon, perdu, dan beberapa rumput-rumputan. Tanaman perennial yang akhirnya mati, kematian tersebut umumnya bukan disebabkan karena usia lanjut, akan tetapi akibat trauma lingkungan tertentu seperti kekeringan yang hebat. Contoh tanaman perennial adalah kaktus, rambutan, bunga mawar.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pola tanam adalah usaha yang dilakukan dengan melaksanakan penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur susunan tata letak dari tanaman dan tata urutan tanaman selama periode waktu tertentu. Dalam penerapannya pada bidang pertanian pola tanam tentu harus dilaksanakan dengan sistem yang benar dan sesuai dengan kondisi lahan yang akan di jadikan sebagai media tanam.

Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam penyusunan pola tanam (usaha tani) adalah ketersediaan air. Pola penanaman satu jenis tanaman pada lahan dan waktu penanaman yang sama. Sedangkan polikultur adalah penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama.




DAFTAR PUSTAKA

Jumin, Hasan Basri. 1998. Dasar-dasar Agronomi. Jakarta : Rajawali.
Novitan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Mada University Press. Yogyakarta
Semeru,1995.Hortikultura dan Aspek Budaya. UI Press. Jakarta
Wirosoedarmo. 1985. Dasar-dasar Irigasi Pertanian. universitas brawijaya: malang.
http://kuantannet.blogspot.com/2016/12/makalah-mengenal-pola-pertanaman.html






*Sumber: https://www.academia.edu/41160772/MAKALAH_MUSIM_TANAM


Tag : IPA, Lainnya, Pertanian, Sains
0 Komentar untuk "Rekayasa Irigasi Musim Tanam"

Back To Top