Kebencian dan Hoax di Media Sosial Terhadap Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG 
Jumlah pengguna internet dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan, hal tersebut juga meningkatkan peningkatan penyebaran HOAX. Tujuan dari pembuat dan penyebar HOAX adalah menggiring opini masyarakat dan kemudian membentuk persepsi yang salah terhadap suatu informasi yang sebenarnya. HOAX merupakan informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya, dengan kata lain HOAX diartikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang meyakinkan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya, dapat pula diartikan sebagai tindakan mengabutkan informasi yang sebenarnya, dengan cara membanjiri suatu media dengan pesan yang salah agar bisa menutupi informasi yang benar. (2017). 

HOAX atau berita bohong adalah salah satu bentuk Cyber Crime yang kelihatannya sederhana, mudah dilakukan namun berdampak sangat besar bagi kehidupan sosial masyarakat. Pilkada DKI Jakarta adalah salah satu peristiwa skala nasional yang terpengaruh oleh HOAX. Berita bohong atau HOAX berbau SARA sangat banyak tersebar atau disebarkan ke media sosial online pada masa pilkada di tahun 2017. Banyak orang terpengaruh oleh berita HOAX tersebut, sehingga muncul rasa curiga, benci, sentimen terhadap orang yang berbeda agama akibat HOAX berbau SARA tersebut, bahkan pengaruhnya terus terbawa walaupun Pilkada DKI Jakarta sudah selesai berlangsung.

Berbagai Media Sosial Online merupakan sarana atau media bagi seseorang ataupun berbagai pihak dalam menyampaikan aspirasi pikirannya, pendapatnya ataupun sebagai tempat untuk menyampaikan berbagai informasi. Sebenarnya jika media online tersebut digunakan untuk hal-hal yang positif maka tidak ada masalah yang perlu dikuatirkan. Sayangnya media sosial online sering kali digunakan untuk menyampaikan berbagai hal negatif oleh seseorang ataupun pihak-pihak tertentu untuk berbagai kepentingan, baik kepentingan pribadi ataupun kepentingan pihak lain.

Harus diakui bahwa media sosial merupakan tempat yang subur bagi munculnya informasi yang bersifat fitnah, hasutan, hoax, dan sebagainya. Hal ini dapat terlihat jelas sejak pilgub 2012, pilpres 2014, pilgub 2017 dan mulai terlihat lagi tahun 2018 menjelang pilpres 2019. Menurut hasil survey Mastel dalam Marwan (2017) dalam bahwa penyebaran berita atau informasi yang berisi konten HOAX tertinggi berasal dari media sosial berupa [2]: Facebook 92, 40%; Aplikasi Chatting 62, 62%; dan Situs Web 34,40%.

Kurangnya penyaringan informasi berita di media sosial online dari pihak yang berwenang semakin memudahkan para pembuat dan penyebar HOAX dalam melakukan pekerjaannya. HOAX, fitnah, ujaran kebencian, hujatan bermunculan tanpa henti di media sosial. Berdasarkan informasi dari situs Kementerian Komunikasi dan Informatika sepanjang tanuhn 2016 Direktorat Resrimsus Polda Metro Jaya telah berhasil memblokir 300 lebih akun media sosial dan media online yang menyebarkan informasi HOAX, provokasi dan SARA, serta sekitar 800 ribu situs di Indonesia terindikasi sebagai penyebar berita palsu dan ujaran kebencian.

Pelaksanaan Pilkada serentak pada pertengahan tahun 2018 diwarnai dengan banyaknya kampanye hitam dan berita bohong atau HOAX melalui media sosial sebagai alat untuk menjatuhkan lawan politik dengan cara membuat opini yang menyesatkan agar masyarakat percaya dan terjebak dengan informasi dalam HOAX tersebut. Bawaslu dan Kominfo pada Rabu 31 Januari 2018 menandatangani nota kesepakatan aksi untuk pengawasan konten internet dalam penyelenggaraan seluruh Pilkada di Indonesia.

Penyedia layanan internet di Indonesia (twitter, telegram, blackberry messenger, google. Facebook. Line, metube, bigo live dan live me) menyelenggarakan deklarasi “Internet Indonesia lawan HOAX”. Melihat begitu besarnya dampak negatif HOAX bagi kehidupan sosial di Indonesia maka pada tahun 2012 dibuatlah sebuah komunitas dengan nama Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia).

Pilgub DKI 2012 medsos online banyak digunakan sebagai sarana kampanye hitam, kondisi ini terus berlanjut dan semakin memanas pada Pilpres 2014. Secara umum suburnya HOAX dikarenakan kombinasi antara literasi masyarakat Indonesia yang rendah dan polarisasi isu sosial politik dan SARA pada masa Pilgub dan Pilpres tersebut.

Empat pilar gerakan Mafindo: Narasi Anti HOAX dengan grup diskusi anti HOAX dan situs turnbackhoax.id; Edukasi Literasi, dengan gerakan edukasi di sekolah, kampus dan masyarakat umum; Advokasi kepada keluarga, tokoh masyarakat lintas agama/pendidikan/profesi, pemerintah dan pengelola media sosial. Silaturahmi untuk memecah dinding polarisasi akibat isu sosial politik dan SARA. Melalui gerakan ini Mafindo berharap dapat mendorong masyarakat lebih positif dalam pemanfaatan media sosial, sehingga segala pengaruh negatif dapat terbendung dengan sendirinya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud ujaran kebencian ?
2. Apa yang dimaksud dengan hoax?
3. Pengaruh apa yang ditimbulkan akibat ujaran kebencian dan berita hoax?
4. Mengapa seseorang mengeluarkan ujaran kebencian dan berita hoax?
5. Bagaimana cara membedakan antara berita hoax dan fakta?
6. Solusi apa yang dapat dilaksanakan untuk menangani ujaran kebencian dan berita hoax?



BAB II
PEMBAHASAN

Apa yang dimaksud dengan ujaran kebencian?
ujaran kebencian (Inggris: hate speech) adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnis, gender, cacat, orientasi seksual], kewarganegaraan, agama, dan lain-lain.

Dalam arti hukum, hate speech adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku, pernyataan tersebut, atau korban dari tindakan tersebut. Situs yang menggunakan atau menerapkan hate speech ini disebut hate site. Kebanyakan dari situs ini menggunakan forum internet dan berita untuk mempertegas sudut pandang tertentu.
Para kritikus berpendapat bahwa istilah hate speech merupakan contoh modern dari novel Newspeak, ketika hate speech dipakai untuk memberikan kritik secara diam-diam kepada kebijakan sosial yang diimplementasikan dengan buruk dan terburu-buru seakan-akan kebijakan tersebut terlihat benar secara politik.

Kebencian dan Hoax di Media Sosial Terhadap Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia

Sampai saat ini, belum ada pengertian atau definisi secara hukum mengenai apa yang disebut Hate speech dan pencemaran nama baik dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Inggris, pencemaran nama baik diartikan sebagai sebagai defamation, libel, dan slander yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah fitnah (defamation), fitnah lisan (slander), fitnah tertulis (libel). Dalam bahasa Indonesia, belum ada istilah yang sah untuk membedakan ketiga kata tersebut

Apa yang dimaksud dengan Hoax?
HOAX adalah menggiring opini masyarakat dan kemudian membentuk persepsi yang salah terhadap suatu informasi yang sebenarnya. HOAX merupakan informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya, dengan kata lain HOAX diartikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang meyakinkan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya, dapat pula diartikan sebagai tindakan mengaburkan informasi yang sebenarnya, dengan cara membanjiri suatu media dengan pesan yang salah agar bisa menutupi informasi yang benar.

Kurangnya penyaringan informasi berita di media sosial online dari pihak yang berwenang semakin memudahkan para pembuat dan penyebar HOAX dalam melakukan pekerjaannya. HOAX, fitnah, ujaran kebencian, hujatan bermunculan tanpa henti di media sosial.

Berdasarkan informasi dari situs Kementerian Komunikasi dan Informatika sepanjang tanuhn 2016 Direktorat Resrimsus Polda Metro Jaya telah berhasil memblokir 300 lebih akun media sosial dan media online yang menyebarkan informasi HOAX, provokasi dan SARA, serta sekitar 800 ribu situs di Indonesia terindikasi sebagai penyebar berita palsu dan ujaran kebencian. Pelaksanaan Pilkada serentak pada pertengahan tahun 2018 diwarnai dengan banyaknya kampanye hitam dan berita bohong atau HOAX melalui media sosial sebagai alat untuk menjatuhkan lawan politik dengan cara membuat opini yang menyesatkan agar masyarakat percaya dan terjebak dengan informasi dalam HOAX tersebut. Bawaslu dan Kominfo pada Rabu 31 Januari 2018 menandatangani nota kesepakatan aksi untuk pengawasan konten internet dalam penyelenggaraan seluruh Pilkada di Indonesia. Penyedia layanan internet di Indonesia (twitter, telegram, blackberry messenger, google. Facebook. Line, metube, bigo live dan live me) menyelenggarakan deklarasi “Internet Indonesia lawan HOAX”.

berita hoax di media sosial bisa berdampak buruk bagi generasi muda. Produktivitas anak muda bisa tersita karena seringnya menggunakan media sosial. “Jangan sampai perhatian kita terhadap keluarga dan orang sekitar menjadi berkurang.“

Selain itu HOAX bisa memicu perpecahan, baik itu antar individu maupun antar kelompok tertentu. HOAX juga bisa menurunkan reputasi si korban dan menguntungkan pihak tertentu. Yang paling mengerikan, HOAX mampu membuat fakta tidak lagi dipercaya. Sejarah bisa bias dan menjadi keliru akibat berita-berita HOAX yang disampaikan secara terus menerus. HOAX menjadi isu serius di Indonesia mengingat pengguna internet Indonesia 2019 melebihi separo penduduk Indonesia sendiri.dari berita hoax biasanya menimbulkan ujran kebencian dari masyarakat yang menikmati berita hoax tersebut, 

Penyebab dan Pemicu HOAX
memprioritaskan isi artikel daripada sumber berita nya.
Sebuah studi dari Universitas Stanford menunjukkan anak muda terutama remaja atau mahasiswa menilai kebenaran berita dari detail konten seperti jumlah dan besarnya foto, panjang artikel, dan lain lain. Penelitian ini dilakukan kepada 7.840 siswa dari berbagai latar belakang. Responden diminta untuk memberikan evaluasi terhadap konten berita yang ditujukan. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa anak muda lebih memprioritaskan isi artikel daripada sumber berita. Hal ini menjadi alasan kenapa anak muda sangat rentang sekali dengan berita hoax.

Jika Anda percaya dengan egative  diatas, berarti Anda prioritaskan isi artikel. Namun jika Anda masih belum percaya, maka akan mencari tahu sumber beritanya. Kata kunci yang digunakan untuk cari sumber berita adalah Universitas Stanford, 7.840 siswa.

Paragraf diatas saya kutip langsung dari artikel milik brilio.net. Saya harus cari tahu sumber beritanya dan menemukan di halaman website Universitas Stanford langsung. Saya juga membuka laporan hasil studi nya langsung berformat PDF. Disana angka jumlah responden adalah 7.804. Sedangkan berita dari brilio adalah 7.840. Lantas mana yang benar dan mana yang hoax kalau begitu?

Senang berbagi, malas membaca.
Membaca judul yang provaktif, bukannya meneruskan membaca namun buru-buru membagikannya karena rasa sosial nya tinggi. Tak lupa diimbuhi kalimat, “Indahnya berbagi.” Berdasarkan studi “Most Littered Nation In the World” yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca.

Terlalu cemas terancam akan terjadi bahaya.
Menurut Laras Sekarasih, PhD, dosen Psikologi Media dari Universitas Indonesia, secara umum hoax memiliki daya untuk mengubah dan memperkuat sikap atau persepsi yang dimiliki seseorang terhadap suatu hal. Bisa jadi ketidaksetujuan terhadap kebijakan tertentu, orang tertentu, kelompok tertentu, dan sebaliknya. Informasi hoax yang bersifat negatif dapat menyebabkan kecemasan berlebih.

Contoh isu-isu perang Suriah akan terjadi di Indonesia, sistem pemerintahan Indonesia akan diubah dengan Kekalifahan, bangkitnya PKI, dll yang sifatnya negatif akan berpotensi menyebar bila jatuh kepada orang yang diliputi kecemasan berlebihan.

Mengikuti Tren.
Tengok tren yang berkembang di Indonesia, mulai politik hingga sosial. Beragam hashtag politik malang melintang, contoh: #2019GantiPresiden #2019TetapJokowi. Maka setiap detik netizen NKRI disuguhkan beragam berita. Yang tadinya diam akhirnya ikutan terpancing karena alasan lagi trending.

Kita tengok juga kasus sosial dengan hastag #JusticeForAudrey yang mendunia. Namun akhirnya ada hashtag susulan #AudreyJugaBersalah. Para netizen yang tadinya jadi penonton, ikutan terpancing menyebarkan. Padahal minim sumber berita.

Paling update, ingin pengakuan.
Bagaimanakah jika berita yang Anda sebarkan ternyata mendapatkan respon dengan disebarkan lagi oleh follower Anda? Banyak yang share dan jadi viral gara-gara Anda kan? Ada yang punya perasaan bangga dan bahagia. Itulah ingin mendapatkan pengakuan. Bisa jadi ingin diakui kehebatannya. Dipuji, cari sensasi dan ingin dikenal juga.
Psikopat atau dibayar oleh pihak tertentu.

Menurut dr Andri SpKJ, FAPM dari Klinik Psikosomatik RS Omni Alam Sutera, seseorang bisa saja dengan sengaja menyebarkan berita atau informasi hoax dengan tujuan memancing keributan atau provokasi. Menurut dr Andri, mereka-mereka ini jauh dari kata kurang intelek atau ketinggalan zaman. “Malah sebagian besar biasanya pintar, dan memposting berita bohong, hoax, provokatif agar orang-orang marah dan memang ini rutinitas dia,” ucapnya lagi.
Coba kita tengok kasus hoax seperti kasusnya Ratna Sarumpaet, Saracen, WA disadap pemerintah, dll. Apa tujuan nya coba? Kemudian ada pula yang memang dibayar untuk tujuan tertentu. Penggiringan opini, pemenangan pihak tertentu, tidak  ada kegiatan & menggunakan gadget seharian.

Inilah penyebab penyebar hoax sejati. Sudah malas verifikasi sumber berita, malas membaca, selalu berfikiran negatif dan suka cemas, terprovokasi judul yang boombastis dan salah kaprah mengikuti tren, ingin diakui dan punya jiwa psikopat. Kemudian dia pengangguran dan seharian pegang gadget. Apa yang terjadi? Ya, sebar berita sana sini. Forward informasi WA sana sini. Bahaya!

Berita hoax sebetulnya bisa dikenali lewat konten yang ditampilkan. Agar tidak menjadi korban pembuat berita hoax, berikut ini ciri-ciri hoax yang bisa dikenali :
1. Menciptakan kecemasan, kebencian, permusuhan.
2. Sumber tidak jelas dan tidak ada yang bisa dimintai tanggung jawab atau klarifikasi.
3. Pesan sepihak, menyerang, dan tidak netral atau berat sebelah.
4. Mencatut nama tokoh berpengaruh atau pakai nama mirip media terkenal.
5. Memanfaatkan fanatisme atas nama ideologi, agama, suara rakyat.
6. Judul dan pengantarnya provokatif dan tidak cocok dengan isinya.
7. Memberi penjulukan.
8. Minta supaya di-share atau diviralkan.
9. Menggunakan  egative dan data yang sangat teknis supaya terlihat ilmiah dan dipercaya.
10. Artikel yang ditulis biasanya menyembunyikan fakta dan data serta memelintir pernyataan narasumbernya.
11. Berita ini biasanya ditulis oleh media abal-abal, di mana alamat media dan penanggung jawab tidak jelas.
12. Manipulasi foto dan keterangannya. Foto-foto yang digunakan biasanya sudah lama dan berasal dari kejadian di tempat lain dan keterangannya juga dimanipulasi.

Lima langkah sederhana yang bisa membantu dalam mengidentifikasi mana berita hoax dan mana berita asli. Berikut penjelasannya:
1.Hati-hati dengan judul provokatif
Berita hoax seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoax. Oleh karenanya, apabila menjumpai berita denga judul provokatif, sebaiknya Anda mencari referensi berupa berita serupa dari situs online resmi, kemudian bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda. Dengan demikian, setidaknya Anda sebabagi pembaca bisa memperoleh kesimpulan yang lebih berimbang. 

2. Cermati alamat situs
Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi –misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan. Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita.
 
Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.

3. Periksa fakta
Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi resmi seperti KPK atau Polri? Sebaiknya jangan cepat percaya apabila informasi berasal dari pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat. Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh.

Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.

4. Cek keaslian foto
Di era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca. Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.

5. Ikut serta grup diskusi anti-hoax
Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.

Di grup-grup diskusi ini, netizen bisa ikut bertanya apakah suatu informasi merupakan hoax atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan tenaga banyak orang. Apabila menjumpai informasi hoax, lalu bagaimana cara untuk mencegah agar tidak tersebar. Pengguna internet bisa melaporkan hoax tersebut melalui sarana yang tersedia di masing-masing media.
 
Untuk media sosial Facebook, gunakan fitur Report Status dan kategorikan informasi hoax sebagai hatespeech/negatif/rude/threatening, atau kategori lain yang sesuai. Jika ada banyak aduan dari netizen, biasanya Facebook akan menghapus status tersebut.
 
Untuk Google, bisa menggunakan fitur feedback untuk melaporkan situs dari hasil pencarian apabila mengandung informasi palsu. Twitter memiliki fitur Report Tweet untuk melaporkan twit yang  egative, demikian juga dengan Instagram.

Kemudian, bagi pengguna internet Anda dapat mengadukan konten negatif ke Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan melayangkan e-mail ke alamat aduankonten@mail.kominfo.go.id.
 
Masyarakat Indonesia Anti Hoax juga menyediakan laman data.turnbackhoax.id untuk menampung aduan hoax dari netizen. TurnBackHoax sekaligus berfungsi sebagai database berisi referensi berita hoax.



BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Semakin besarnya jumlah penguna internet dan dengan mudahnya mendapatkan informasi saat ini menjadikan berita hoax semakin dengan mudah tersebar.
2. Aturan dan pasal untuk menjerat hukuman untuk penyebar hoax belum mampu mengendalikan jumlah jumlah berita hoax yang terus terproduksi setiap waktu.
3. Biasanya budaya-budaya pada negara yang sudah melek internet/media sosial membuat berita hoax semakin mudah tersebar.
 
B. SARAN
Masyarakat perlu dibekali dengan pengetahuan akan internet Sehat dengan Literasi media sehingga dapat mengenali ciri-ciri berita hoax, dan penerima berita dapat mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dalam mengambil makna dari suatu berita.



DAFTAR PUSTAKA

https://mti.binus.ac.id/2017/07/03/penyalahgunaan-informasiberita-hoax-di-media-sosial/
https://www.beritasatu.com/digital/547545/ini-12-ciri-berita-hoax
https://www.google.com/search?safe=strict&client=firefox-b-d&ei=ifudXYbcGpLfrQH6gJiwCg&q=ciri+ciri+berita+hoax&oq=ciri+ciri+berita&gs_l=psy-ab.1.1.0l9.4152.16047..18826...0.3..0.255.3487.0j6j11......0....1..gws-wiz.....0..0i71j0i13i5i30j0i273j0i67j0i131.mlfrQExbcBg
https://www.google.com/search?safe=strict&client=firefox-b-d&ei=B_idXZSZFoao9QPNuZCYBQ&q=1.%09+Pengaruh+apa+yang+ditimbulkan+akibat+ujaran+kebencian+dan+berita+hoax+terhadap+keutuhan+NKRI&oq=1.%09+Pengaruh+apa+yang+ditimbulkan+akibat+ujaran+kebencian+dan+berita+hoax+terhadap+keutuhan+NKRI&gs_l=psy-ab.12..0i71l7.0.0..6739...0.1..0.0.0.......0......gws-wiz.t8ef1-zgnoE&ved=0ahUKEwjUuPnOuo_lAhUGVH0KHc0cBFMQ4dUDCAo




*Sumber: https://www.academia.edu/40728852/MAKALAH_UJARAN_KEBENCIAN_DAN_HOAX_DI_MEDIA_SOSIAL_TERHADAP_PERSATUAN_DAN_KESATUAN_BANGSA_INDONESIA


Tag : Lainnya, PKn
0 Komentar untuk "Kebencian dan Hoax di Media Sosial Terhadap Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia"

Back To Top