Permasalahan Ekonomi Utang Negara

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Perekonomian merupakan bidang utama yang menopang kehidupan masyarakat. Di Indonesia, perekonomian terus dikembangkan dalam rangka mewujudkan amanat bangsa, yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan. Tetapi, itu semua tidak terlepas dari masalah ekonomi di Indonesia.

Dalam makalah ini saya akan membahas tentang masalah ekonomi yang berkaitan dengan “Utang Negara”. Apa pengertian dari masalah ekonomi, ciri-ciri dan sifat masalah ekonomi, sebab terjadinya masalah ekonomi, dampak masalah ekonomi, dan bagaimana cara mengatasi masalah ekonomi yang terjadi dalam masyarakat.

Dengan mempelajari masalah ekonomi ini tentang “Utang Negara” kita dapat lebih memahami pengertian dari masalah ekonomi, ciri-ciri dan sifat masalah ekonomi, sebab terjadinya masalah ekonomi, dampak masalah ekonomi, dan bagaimana cara mengatasi masalah ekonomi yang terjadi dalam masyarakat.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian dari masalah ekonomi?
2.    Apa saja ciri-ciri atau sifat dari masalah ekonomi?
3.    Apa yang menyebabkan terjadinya masalah ekonomi “Utang Negara” ?
4.    Apa saja dampak dari masalah ekonomi “Utang Negara”?
5.    Bagaimana cara untuk mengatasi masalah ekonomi “Utang Negara”?

C.  Tujuan Pembelajaran
1.    Agar siswa dapat memahami pengertian daripada masalah ekonomi.
2.    Agar siswa dapat mengetahui ciri-ciri dan sifat masalah ekonomi.
3.    Agar siswa dapat mengetahui penyebab terjadinya masalah ekonomi “Utang Negara”.
4.    Agar siswa dapat mengerti dampak apa saja yang diakibatkan oleh masalah ekonomi “Utang Negara”.
5.    Agar siswa mampu mengerti dan memahami bagaimana cara mengatasi masalah ekonomi “Utang Negara”.



BAB II
PEMBAHASAN

Masalah Ekonomi
Masalah ekonomi adalah masalah yang lekat kaitannya dengan segala aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mulai dari jual beli, tawar-menawar, dan ekspor impor.

Hutang Luar Negeri
Utang luar negeri atau dikenal dengan pinjaman luar negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.

Permasalahan Ekonomi Utang Negara

Ciri-Ciri dan Sifat Masalah Ekonomi
•        Reproductive Debt, dijamin seluruhnya oleh kekayaan negara dan sama besarnya.
•        Dead Weight Debt, Utang tanpa jaminan kekayaan.
•        Pinjaman Sukarela dan Pinjaman Paksa.
•        Pinjaman Dalam Negeri dan Pinjaman Luar Negeri.
•        Suku Bunga Pinjaman.

Masalah Ekonomi “Utang Negara”
Mengalirnya modal dari luar untuk membiayai pembangunan sudah ada sebelum tahun 1914. Negara berkembang telah menyerap dana dari Inggris rata-rata 5% dari GNP, Perancis 2% dan Jerman sebesar 3% dari GNPnya. Dalam perkembangan lebih lanjut, pertumbuhan utang negara-negara berkembang semakin membengkak dalam kurun waktu antara 1973-1974 yang kemudian disusul tahun 1979-1982.

Aliran modal yang bukan didorong oleh tujuan untuk mencari keuntungan.Dana tersebut diberikan kepada negara penerima atau dipinjamkan dengan syarat yang lebih ringan daripada yang berlaku di pasaran internasional.

Menurut Sukimo ditinjau dari sudut manfaat, ada 2 peran utama bantuan luar negeri, yaitu untuk mengatasi masalah kekurangan tabungan. Selama tiga dekade (1966-1996), perekonomian Indonesia tumbuh lebih dari 5% setahun. Prestasi yang bersifat spektakuler dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi negar-negara berkembangyang hanya sebesar 2,4% setahun pada periode tersebut menempatkan Indonesia ke dalam kelompok pilihan perekonomian Asia yang berkinerja tinggi (high-performing Asian economies) yang dicirikan adanya pertumbuhan yang cepat dan ketidakmerataan pendapatan yang menurun.

Pertumbuhan yang mengesankan tersebut diakibatkan oleh adanya berbagai instrumen kebijakan yang konsisten selama periode tersebut, yang antara lain adalah
1)    Kebijakan anggaran berimbang pada tingkat daerah.
2)    Kebijakan pengendalian tingkat inflasi yang relatif stabil sepanjang periode tersebut
3)    Kebijakan sistem devisa bebas disertai dengan pengelolaan yang sangat hati-hati terhadap defisit neraca transaksi berjalan.
4)    Terus masuknya hutang luar negeri dengan persyaratan lunak dan tingkat suku bunga yang  rendah.

Krisis ekonomi di Indonesia tahun 1997 merubah keberuntungan Indonesia. Krisis ekonomi ditandai oleh krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar dan disusul dengan kelangkaan bahan-bahan kebutuhan pokok. Walaupun perekonomian Indonesia telah empat tahun terjerat dalam krisis ekonomi, namun silang pendapat tentang penyebab dan akibat krisis ekonomi bagi perekonomian Indonesia masih tetap diperdebatkan (Daryanto 2000). Salah satu alasan penyebab timbulnya krisis ekonomi yang diyakini oleh banyak ahli ekonomi adalah strategi pembangunan ekonomi di masa lalu yang terlalu mengandalkan hutang luar negeri. Hanya saja perlu dicatat bahwa sebelum krisis tampaknya Indonesia tidak dianggap mempunyai masalah dalam creditworthiness yang tercermin dari makin meningkatnya hutang luar negeri. Oleh karena itu banyak pihak yang berpendapat bahwa hutang luar negeri ini diibaratkan sebagai pedang bermata dua.

 Meminjam ke luar negeri merupakan salah satu cara untuk menutup defisit anggaran pemerintah.Penerimaan pemerintah dari pajak seringkali tidak cukup untuk membiayai seluruh pengeluaran pemerintah. Pada sebagian besar negara sedang berkembang termasuk Indonesia, defisit anggaran tersebut oleh pemerintah negara yang bersangkutan ditutup dengan utang luar negeri. Utang luar negeri pemerintah (ULNP) selain berdampak pada neraca pembayaran juga berdampak pada kinerja anggaran pemerintah, untuk Indonesia adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Karena sebagai penutup defisit, ULNP ini seolah-olah sebagai ‘penerimaan’ pemerintah, tetapi disisi lain pembayaran atas utang menjadi beban APBN yang dicatat dalam pos pengeluaran. Sehingga terjadi kausalitas antara penerimaan pinjaman dan kewajiban atas ULNP tersebut. Dengan demikian komitmen untuk mendapatkan pinjaman akan terkait dengan kemampuan membayar utang tersebut. kemampuan membayar akan menentukan apakah utang tersebut solvent atau tidak.

Indonesia menggunakan hutang luar negeri untuk mempercepat pembangunan ekonominya. Hutang luar negeri dimasukkan sebagai penerimaan pemerintah dalam APBN setiap tahunnya. Sumber pinjarnan Indonesia selama ini berasal dari negara-negara dan badan-badan bantuan multilateral yang tergabung dalam Consultative Group for Indonesia 2) atau CGI (sebelurnnya Inter Governmental Group on Indonesia, IOGI). Dengan tingkat suku bunga yang rendah, tenggang waktu (grace period) dan masa pembayaran cicilan pokok dan bunganya yang cukup panjang, maka pinjaman dari COl merupakan sumber pembiayaan utama.

Meskipun hutang luar negeri menjadi komponen yang penting dalam struktur pembiayaan pembangunan, namun dalam menjalankan kebijaksanaannya, pinjaman dana yang berasal dari luar negeri tersebut didasarkan pada beberapa kriteria pokok yang tujuannya untuk menyelaraskan antara kebutuhan akan pinjaman dana luar negeri dengan politik luar negeri yang bebas aktif, sebagaimana telah digariskan dalam GBHN. Selain itu, efisiensi dan efektifitas penggunaan dana menjadi pertimbangan utama, sehingga kriteria pokok tersebut diarahkan pada tiga hal, yaitu: (1) bantuan luar negeri tidak boleh dikaitkan dengan politik, (2) syarat-syarat pembayaran hams dalam batas-batas kemampuan untuk membayar kembali, dan (3) penggunaan bantuan luar negeri haruslah untuk pembiayaan proyek-proyek produktif dan bermanfaat.

Namun kenyataannya, ketergantungan Indonesia akan hutang luar negeri semakin besar sehingga menjadi suatu "keharusan". Terus masuknya hutang luar negeri dengan persyaratan lunak dan tingkat suku bunga yang rendah melalui konsorsium IOGI dan COl merupakan instrument kebijaksanaan yang konstan sejak awal Pemerintahan Orde Baru. Sebagai akibat dari kemerosotan ekonomi Orde Lama dan menutup defisit anggaran pembangunan, Pemerintah Orde Baru memerlukan pinjaman luar negeri untuk program stabilisasi dan rehabilitasi perekonomian nasional. Dalam sidang pertama pada tahun 1967, IGGI memutuskan memberikan bantuan sebesar US$ 200 juta. Jumlah tersebut sesuai dengan persyaratan yang diinginkan oleh Indonesia yaitu persyaratan lunak, masa pembayaran 25 tahun dan tenggang waktu 7 tahun, dan tingkat suku bunga 3 persen per tahun. Sejak itu hutang luar negeri terus meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun anggaran 1981-1999, saat terjadinya krisis ekonomi.

Alasan mendasar dibutuhkannya hutang luar negeri adalah karena tabungan domestik tidak mencukupi, yang menunjukkan bahwa upaya pemerintah untuk memobilisasi dana domestik tidak pernah mengimbangi besarnya kebutuhan dana untuk investasi. Kesenjangan antara tabungan dalam negeri baik pemerintah dan swasta menyebabkan hutang luar negeri dan PMA merupakan suatu "keharusan" bagi pembiayaan investasi.

Pada mulanya, kebijaksanaan hutang luar negeri hanya untuk sektor publik. Hutang luar negeri BUMN tercatat dimulai tahun 1975, enam tahun setelah pemerintah mulai berhutang. Meskipun hutang luar negeri BUMN meningkat dari tahun ke tahun, namun peningkatan hutang BUMN tidaklah secepat perilaku pemerintah dalam berhutang.

Swasta tercatat mulai berhutang ke luar negeri sejak tahun 1981. Pada tahun 1997, hanya dalam tempo 17 tahun, hutang swasta sebesar US$ 78,228 milyar sudah jauh lebih besar daripada hutang pemerintah sebesar US$ 53,865 milyar yang sudah berhutang selama 29 tahun.

A.   Sebab Terjadinya Masalah Ekonomi “Utang Negara”
Ketidakefektifan hutang luar negeri sebagai pemacu pembangunan ekonomi nasional disebabkan beberapa faktor. Pertama, hutang luar negeri tidak dialirkan ke kegiatan produktif yang bersifat cepat menghasilkan (quick yielding) atau menghasilkan produk-produk yang bisa diekspor. Kedua, hutang luar negeri dikorupsi oleh para pejabat dan kroni-kroninya. Pinjaman yang dikorup sekitar 30 persen.

Ketiga, pemerintah Indonesia tidak mampu memanfaatkan hutang luar negeri secara tepat dan efektif. Prioritas pembangunan ekonomi kurang tajam dan tidak terfokus. Karena itu, penggunaan dan pinjaman luar negeri tidak berdampak secara signifikan pada perbaikan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, penurunan tingkat kemiskinan dan perbaikan kualitas hidup. Keempat, adanya moral hazard para penguasa sehingga tidak ada dorongan yang kuat untuk melunasi hutang-hutang yang ada dan malah cenderung memperbesarnya. Kelima, belum adanya penegakan hukum yang kuat turut mempersubur penyalahgunaan dan kebocoran dalam pengelolaan pinjaman luar negeri.

B.   Dampak Terjadinya Masalah Ekonomi “Utang Negara”
Dapat kita pastikan apabila kita meminjam tanpa mengembalikan akan ada konsekuensinya dan dampak buruk yang akan kita alami. Inilah yang dialami akibat negara berhutang terus-menerus dan akhirnya hutang tersebut sulit untuk dibayar karena jumlahnya sudan sangat banyak. Puncaknya terjadilah yang namanya krisis moneter, seperti yang pernah terjadi pada zaman pemerintahan presiden Soeharto.

Penyebab dari krisis ini bukanlah fundamental ekonomi Indonesia yang selama ini lemah, hal ini dapat dilihat dari data-data statistik, tetapi terutama karena utang swasta luar negeri yang telah mencapai jumlah yang besar. Yang jebol bukanlah sektor rupiah dalam negeri, melainkan sektor luar negeri, khususnya nilai tukar dollar AS yang mengalami overshooting yang sangat jauh dari nilai nyatanya. Krisis yang berkepanjangan ini adalah krisis merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam, akibat dari serbuan yang mendadak dan secara bertubu-tubi terhadap dollar AS (spekulasi) dan jatuh temponya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar.

Seandainya tidak ada serbuan terhadap dollar AS ini, meskipun terdapat banyak distorsi pada tingkat ekonomi mikro, ekonomi Indonesia tidak akan mengalami krisis. Dengan lain perkataan, walaupun distorsi pada tingkat ekonomi mikto ini diperbaiki, tetapi bila tetap ada gempuran terhadap mata uang rupiah, maka krisis akan terjadi juga, karena cadangan devisa yang ada tidak cukup kuat untuk menahan gempuran ini. Krisis ini diperparah lagi dengan akumulasi dari berbagai faktor penyebab lainnya yang datangnya saling bersusulan. Analisis dari faktor-faktor penyebab ini penting, karena penyembuhannya tentunya tergantung dari ketepatan diagnosa.

C.   Cara Mengatasi Masalah Ekonomi “Utang Negara”
Beberapa skema tengah dipertimbangkan dan bahkan telah didiskusikan oleh Pemerintah Indonesia dengan Negara-negara kreditur dan IMF untuk menyelesaikan persoalan hutang luar negeri. Pertama, Pemerintah Indonesia telah meminta untuk melakukan penjadwalan hutang. Namun demikian, Pemerintah Indonesia tidak bisa sepenuhnya mendapatkan keringanan karena menurut ketentuan IMF, penundaan pembayaran cicilan dan bunga akan menimbulkan implikasi moratorium. Hal ini berarti bahwa Indonesia bisa terkena default dan akan sulit menerima kredit bam. Dalam kasus penjadwalan hutang ini, Indonesia boleh menunda pembayaran cicilan pokok pinjaman, namun tetap membayar bunga pinjaman.
Kedua, Indonesia telah mengusulkan skema pengurangan hutang (debt reduction) seperti yang pernah ditempuh oleh Afrika Selatan pada tahun 1982 dan pernah secara intensif dikampanyekan oleh Pemerintah Filipina sejak tahun 1990an. Skema pengurangan hutang ini diajukan berdasarkan alasan bahwa Pemerintah yang sekarang tidak harus menanggung beban hutang yang dikorupsi oleh Pemerintah Orde Baru. Skema semacam ini disebut sebagai skema odious debt atau hutang yang "menjijikkan". Hanya saja hingga saat ini upaya ini agak sulit diterima oleh Negara kreditor karena mereka beranggapan bahwa masalah korupsi hutang luar negeri adalah masalah internal Indonesia. Namun demikian cara ini perlu terus dikampanyekan Pemerintah.

Perkembangan yang menarik adalah ada sejumlah kreditor internasional yang tengah mempertimbangkan pemberian pengampunan (debt forgiveness atauhair cut) terhadap sebagian hutang luar negeri Indonesia. Jumlah yang layak diampuni sekitar sepertiga dari hutang luar negeri yang menurut Bank Dunia telah dikorup oleh rezim pemerintahan Soeharto.

Ketiga, skema pengampunan hutang (debt forgiveness) dan penundaan hutang (debt cancellation) tampaknya sulit diterima oleh negara-negara kreditur. Di masa lalu, ketika tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat cepat, agak janggal untuk meminta penundaan dan pengampunan hutang, karena semua lembaga keuangan internasional mempunyai keyakinan bahwa ekonomi Indonesia begitu baik dan tidak ada alasan untuk melakukan penundaan pembayaran. Jika cara ini ditempuh dikhawatirkan negara-negara kreditur tidak akan memberikan pinjaman bam kepada Indonesia dan skema ini bisa merusak citra Indonesia di mata internasional dan secara ekonomi dan politik bisa berakibat fatal. Hanya saja,sekarang keadaannya sangat berlainan, karena kita sudah terpuruk dan sudah mendapat bantuan khusus dari IMF dan berbagai lembaga keuangan internasional untuk menopang perekonomian kita. Oleh karena itu, upaya pengampunan hutang perlu terus diupayakan untuk meringankan beban hutang Indonesia yang sangat besar.

Karena skema-skema penjadwalan hutang luar negeri yang diupayakan Indonesia di atas belum sepenuhnya berhasil, maka pedu dilakukan berbagai upaya misalnya pembelian kembali hutang (debt buybacks), pengalihan hutang ke dalam obligasi (debt-for-equity swaps), pengalihan hutang untuk alam (debt-for-nature-swaps) atau pengalihan hutang untuk kemiskinan (debt-for-poverty-swaps).

Dengan debt buybacks, debitur secara lang sung membeli kembali hutang yang tidak bisa dibayar dengan harga diskon dari nilai mukanya. Dengan debt1or-equity-swaps, negara debitur menukarkan hutangnya ke mata uang domestik dengan harga diskon. Mata uang domestik ini dipergunakan kreditur untuk melakukan investasi di suatu perusahaan di negera debitur.  Dengan debt-for-nature swaps, suatu kelompok yang bergerak dalam bidang konservasi dapat membeli hutang yang tidak bisa dibayar, dan bunganya digunakan oleh Pemerintah peminjam untuk melindungi lingkungan. Demikian juga halnya dengan debtJor- poverty-swaps, negara kreditur bisa membeli kembali hutang yang tidak bisa dibayar dengan harga diskon, dan dikembalikan kepada negara debitur dengan ketentuan bahwa dana tersebut harus digunakan untuk menanggulangi masalah kemiskinan.

Solusi yang paling sederhana untuk mengatasi utang luar negeri adalah dengan mengoptimalkan restrukturisasi utang, khususnya melalui skema debt swap, di mana sebagian utang luar negeri tersebut dikonversi dalam bentuk program yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, pemeliharaan lingkungan, dan sebagainya. Selain itu, perlu mengoptimalkan upaya meminta pemotongan utang atau meminta pembebasan utang dengan memberi alasan logis dengan disertai fakta-faktanya.



BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Kemampuan Indonesia sebagai negara berkembang untuk meningkatkan tabungan dalam negeri dan mengurangi jurang tabungan-investasi (saving-investment gap) hingga saat ini masih rendah sehingga untuk biaya pembangunan harus ditutupi dari pinjaman luar negeri.
Prinsip anggaran berimbang yang dianut selama ini oleh Pemerintah Indonesia mempunyai konsekuensi bahwa defisit anggaran yang terjadi secara reguler ditutup dari hutang luar negeri.Peranan hutang luar negeri dikatakan ibarat pedang bermata dua. Banyak yang berpendapat bahwa hutang luar negeri diyakini berdampak positif bagi pembangunan.
Penyelesaian masalah hutang luar negeri sangat membantu upaya menstabilkan perkembangan kurs rupiah yang merupakan faktor penting dalam membawa ekonomi Indonesia keluar dari krisis. Besarnya hutang luar negeri yang telah jatuh tempo terbukti telah memperparah tekanan-tekanan terhadap rupiah. Untuk itu, upaya-upaya menyelesaikan masalah hutang luar negeri swasta penting dilakukan. Kesepakatan Frankfrut pada bulan Juni 1998 merupakan salah satu wujud prakarsa penyelesaian masalah hutang yang mencakup penjadwalan kembali hutang perusahaan-perusahaan swasta, penundaan pembayaran hutang perbankan, dan penyediaan pembiayaan perdagangan (trade financing). Pembentukan Indonesian Debt Restructuring Agency (INDRA) merupakan salah satu bagian dari kesepakatan Frankfurt.

Skema lain yang dapat ditempuh adalah pemerintah perlu mencari sumber-sumber penerimaan dalam negeri. Misalnya, meningkatkan sumber pendapatan dari dalam negeri, khususnya pajak. Peningkatan pajak dapat dilakukan dengan ekstensiflkasi dan intensiflkasi. Sampai saat ini rasio pajak (tax ratio) dan rasio obyek pajak (coverage ratio) di Indonesia masih yang paling rendah diantara negara-negara ASEAN. Tax ratio Indonesia masih sekitar 11 persen. Thailand, Malaysia, Singapura masingmasing mempunyai tax ratio sebesar 16.2 persen, 30.9 persen dan 20,3 persen. Oleh karena itu, peningkatan pajak mempunyai peluang yang sangat baik sebagai substitusi hutang luar negeri untuk mempersempit kesenjangan tabungan-investasi. Hanya saja perlu dihindarkan bahwa penarikan yang lebih intensif dan perluasan obyek pajak jangan sampai menimbulkan ekonomi berbiaya tinggi (high cost economy) yang justru mendorong adanya disinvestasi dalam perekonomian kita.
Di masa yang akan datang, hutang luar negeri masih tetap diperlukan dan bermanfaat sepanjang hutang tersebut dikelola dengan baik dengan dukungan kebijaksanaan makroekonomi yang tepat dan baik. Pemanfaatan hutang harus juga selektif, dan diprioritaskan kepada sektor–sektor yang menciptakan efek ganda (multiplier effect) yang besar dalam pemulihan perekonomian nasional.

B.  Saran
Diharapkan kepada pemerintah untuk tetap bekerja secara professional. Gunakan setiap dana dengan bijak dan jujur. Dana pinjaman dari luar harus digunakan untuk kesejahteraan rakyat bukan untuk diselewengkan atau disalahgunakan. Jadilah bangsa yang membangun bangsanya dengan uang dari pendapatan negaranya sendiri bukan menjadi Negara yang membangun dengan terus meminjam dana dari Negara lain.



DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/39925667/Makalah_Ekonomi_Utang_Negara_




*Sumber: https://www.academia.edu/39925667/Makalah_Ekonomi_Utang_Negara_


Tag : Ekonomi, PKn
0 Komentar untuk "Permasalahan Ekonomi Utang Negara"

Back To Top