BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Peradilan adalah salah suatu urusan di dalam rumah tangga negara yang teramat penting. Bagaimanapun baiknya segala peraturan hukum yang diciptakan di dalam suatu negara, guna menjamin keselamatan masyarakat dan yang menuju kepada tercapainya kesejahteraan rakyat, peraturan–peraturan itu tak akan memberikan faedah, apabila tidak ada suatu tahapan (instansi), yang harus memberikan isi dan kekuatan kepada kaidah-kaidah hukum, yang diletakkan di dalam undang–undang dan peraturan hukum lainnya. Karena itu harus ada pihak yang dengan keputusannya atas dasar undang–undang dapat memaksa orang mentaati segala peraturan negara, dan menjadi forum dimana penduduk dapat mencari keadilan serta penyelesaian persoalan–persoalan tentang hak dan kewajibannya masing–masing menurut hukum.
Pada tanggal 15 Oktober 1997 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer, undang-undang tersebut secara substansial mengatur tentang susunan dan kekuasaan Pengadilan dan Oditurat, Hukum Acara Pidana Militer dan Hukum Tata Usaha Militer.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat dibahas dalam makalah yang sederhana ini adalah sebagai berikut:
1 Konsep dasar tentang Peradilan Militer di tingkat Pertama
2 Konsep Dasar Tentang Pengadilan Militer di tingkat Tinggi/banding
3 Syarat-syarat Hakim dan Tugas wewenang serta pengangkalan dan pemeberhentian hakim di pengadilan militer
4 Konsep Dasar Tentang Pemitra jurusita dan Kepanitraan dan kecengkrayatan di pengadilan militer
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep dasar tentang Peradilan Militer di tingkat Pertama
Peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan TNI untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memerhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan dan keamanan negara. Hal itu dinyatakan dalam UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Peradilan militer dilakukan di lingkungan pengadilan militer, pengadilan militer tinggi, pengadilan militer utama, dan pengadilan militer pertempuran. Kedudukan pengadilan militer utama ada di buku kota negara Indonesia dan memiliki daerah hukum seluruh wilayah Indonesia. Peradilan militer mempunyai wewenang memeriksa dan memutus perkara pidana terhadap kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota militer.
Kekuasaan pengadilan militer dalam menanggapi sebuah pelanggaran pidana dibedakan sebagai berikut.
1) Kekuasaan pengadilan militer memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya adalah:
a. Prajurit yang berpangkat kapten ke bawah.
b. Yang berdasar undang-undang dipersamakan dengan prajurit.
c. Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai prajurit berdasarkan UU kepangkatan kapten ke bawah.
d. Seorang yang tidak termasuk yang dipersamakan dengan prajurit atau anggota suatu golongan atau jawatan atau badan yang tidak dipersamakan atau tidak dianggap sebagai prajurit berdasarkan UU yang harus diadili oleh pengadilan militer.
2) Kekuasaan pengadilan militer tinggi berwenang untuk:
1. Pada tingkat pertama:
Memeriksa dan memutus perkara pidana yang terdakwanya adalah:
Prajurit atau salah satu prajurit yang berpangkat mayor ke atas;
a. Seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana yang berdasarkan UU dipersamakan dengan prajurit atau anggota suatu golongan atau jawatan atau yang dipersamakan UU yang terdakwanya atau salah satu terdakwanya termasuk tingkat kepangkatan mayor ke atas
b. Terdakwanya seorang yang atas keputusan panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu pengadilan dalam lingkungan peradilan militer dalam hal ini oleh pengadilan militer tinggi;
c. Memeriksa dan memutus serta menyelesaikan sengketa tata usaha militer.
d. Pada tingkat banding; memeriksa dan memutus perkara pidana yang telah diputuskan oleh pengadilan militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding.
e. Pada tingkat pertama dan terakhir, memutus sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan militer dalam daerah hukumnya.
2.Kekuasaan pengadilan militer utama
1) Pada tingkat banding memeriksa dan memutuskan perkara pidana yang telah diputus pada tingkat pertama oleh pengadilan militer tinggi yang dimintakan banding, dan sengketa tata usaha militer yang pada tingkat pertama telah diputus oleh pengadilan militer tinggi yang dimintakan banding.
2) Pada tingkat pertama dan terakhir mengenai berikut.
1. Sengketa mengenai wewenang mengadili antara
a) Pengadilan militer yang berkedudukan di daerah hukum pengadilan militer yang berlainan;
b) Pengadilan militer tinggi;
c) Pengadilan militer tinggi dan pengadilan militer.
a) Sengketa perbedaan pendapat antara perwira penyerah perkara dengan oditur (penuntut umum) tentang diajukan atau tidaknya suatu perkara kepada pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
b) Fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan peradilan di pengadilan militer, pengadilan militer tinggi, dan pengadilan militer pertempuran, tingkah laku dan perbuatan para hakim dalam menjalankan tugasnya.
3.Kekuasaan pengadilan militer pertempuran memiliki kekuasaan untuk memeriksa dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara pidana yang dilakukan oleh:
a) Prajurit atau yang berdasarkan UU dipersamakan dengan prajurit.
b) Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai prajurit berdasarkan UU.
c) Seseorang yang tidak t ermasuk golongan tersebut, tetapi atas keputusan panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
d) Peradilan Militer adalah peradilan yang mengadili anggota-anggota atau TNI yang meliputi angkatan darat, angkatan laut dan angkatan udara. Anggota kepolisian sekarang ini tidak tunduk pada peradilan militer tetapi pada peradilan umum.
2.2 Konsep Dasar Tentang Pengadilan Militer di tingkat Tinggi/banding
Pengadilan Militer bertugas memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang Terdakwanya berpangkat Kapten ke bawah dan ketentuan pasal 9 angka 1 huruf b, c, dan d Undang-Undang No. 31 tahun 1997 tentang peradilan Militer.
2.2.1 Pengadilan Militer Tinggi.
Pengadilan Militer Tinggi mempunyai tugas dan kewenangan :
a. Memeriksa dan memutus pada tingkat pertama :
1) Perkara pidana yang Terdakwanya berpangkat Mayor ke atas dan ketentuan pasal 9 angka 1 huruf d.
2) Memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Militer.
Memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana yang diputus Pengadilan Militer di daerah hukumnya.
b. Memutus pada tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Militer di daerah hukumnya.
2.2.2 Pengadilan Militer Utama.
Pengadilan Militer Utama mempunyai tugas dan kewenangan :
a. Memeriksa dan memutus pada tingkat banding baik perkara pidana maupun Tata Usaha Militer yang diputus oleh Pengadilan Militer Tinggi.
b. Memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa wewenang mengadili :
1) Antar Pengadilan Militer yang berkedudukan di daerah hukum Pengadilan Militer Tinggi yang berlainan.
2) Antar Pengadilan Militer Tinggi.
3) Antar Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer.
c. Adanya 2 (dua) atau lebih pengadilan yang menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara yang sama.
d. Apabila ada 2 (dua) atau lebih pengadilan yang menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perkara yang sama.
e. Memutus perbedaan pendapat antara Perwira Penyerah perkara dan Oditur Militer.
Hal yang berbeda pada ketentuan pasal 43 Undang-Undang No. 31 tahun 1997 tentang Peraddilan Militer mengenai sengketa kewenangan mengadili antar pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer. Ketentuan tersebut juga diatur dalam pasal 64 ayat (2) Undang-Undang No. 5 tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Permohonan untuk memeriksa dan memutus sengketa kewenangan mengadili perkara pidana diajukan secara tertulis oleh Penuntut Umum atau Terdakwa disertai pendapat dan alasannya sebagaimana pasal 58 Undang-Undang No. 5 tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Apabila yang mengajukan sengketa kewenangan mengadili tersebut Penuntut Umum maka permohonan tersebut diajukan ke Mahkamah Agung dan salinannya dikirimkan ke Jaksa Agung, para Ketua Pengadilan dan Penuntut Umum pada Kejaksaan lain serta kepada Terdakwa sebagaimana pasal 59 ayat (1) Undang-Undang No. 5 tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Apabila permohonan tersebut diajukan oleh Terdakwa maka diajukan melalui Penuntut Umum yang bersangkutan untuk diteruskan ke Mahkamah Agung.
Di samping tugas dan kewenangan yang dimiliki, Pengadilan Militer Utama juga harus:
a. Melakukan pengawasan terhadap :
1) Penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Pertempuran di daerah masing-masing.
2) Tingkah laku dan perbuatan para hakim dalam menjalankan tugasnya.
b. Meminta keterangan tentang hal-hal yang berkaitan dengan teknis peradilan dari Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Pertempuran.
c. Memberi petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang perlu kepada Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Pertempuran.
d. Pengawasan dan kewenangan Pengadilan Militer Utama tidak mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
e. Meneruskan perkara yang dimohonkan Peninjauan Kembali dan grasi kepada Mahkamah Agung.
2.3 Syarat-syarat Hakim dan Tugas wewenang serta pengangkalan dan pemeberhentian hakim di pengadilan militer
2.3.1 Syarat Menjadi Hakim di Peradilan Militer
Syarat untuk menjadi hakim militer, militer tinggi dan militer utama pada intinya sama, namun yang membedakan adalah pangkat terendah yang dijadikan sebagai standar minimumnya (UU no 31 tahun 1997: Bab II à pasal 18, 19, 20)
Untuk dapat diangkat menjadi Hakim Militer, seorang Prajurit harus memenuhi syarat:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c. tidak terlibat partai atau organisasi terlarang;
d. paling rendah berpangkat Kapten dan berijazah Sarjana Hukum;
e. berpengalaman di bidang peradilan dan/atau hukum; dan
f. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.
Untuk dapat diangkat menjadi Hakim Militer Tinggi, seorang Prajurit harus memenuhi syarat:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c. tidak terlibat partai atau organisasi terlarang;
d. paling rendah berpangkat Letnan Kolonel dan berijazah Sarjana Hukum;
e. berpengalaman di bidang peradilan dan/atau hukum; dan
f. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.
Untuk dapat diangkat menjadi Hakim Militer Utama, seorang Prajurit harus memenuhi syarat:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c. tidak terlibat partai atau organisasi terlarang;
d. paling rendah berpangkat Kolonel dan berijazah Sarjana Hukum;
e. berpengalaman sebagai Hakim Militer Tinggi atau sebagai Oditur Militer Tinggi; dan
f. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.
2.3.2 Tugas dan Wewenang Hakim Peradilan Militer
Hakim militer, hakim militer tinggi, hakim militer utama yang selanjutnya disebut hakim adalah pejabat yang masing-masing melaksanakan kekuasaan kehakiman pada pengadilan (UU no 31 th. 1997: Bab I à pasal 9, dan 10)
Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang:
1. Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah:
a. Prajurit;
b. yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit;
c. anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang;
d. seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
2. Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata.
3. Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang bersangkutan atas permintaan dari pihak yang dirugikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan, dan sekaligus memutus kedua perkara tersebut dalam satu putusan.
Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 yang:
a. tempat kejadiannya berada di daerah hukumnya; atau
b. terdakwanya termasuk suatu kesatuan yang berada di daerah hukumnya.
2.3.3 Pengangkatan
Hakim militer, hakim militer tinggi, hakim militer utama diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usul Panglima berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung (UU no. 31 th. 1997: Bab II à pasal 21-22)
Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20 diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usul Panglima berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
Sebelum memangku jabatannya, Hakim wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya sebagai berikut:
"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, saksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti selayaknya bagi seorang Hakim Militer/Hakim Militer Tinggi/Hakim Militer Utama yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan".
2.3.4 Pemberhentian Hakim Peradilan Militer
Pemberhentian hakim dilakukan secara terhormat dan tidak terhormat, diberhentikan secara hormat karena diantaranya adalah alih jabatan, atas permintaan sendiri dll. Sedangkan secara tidak terhormat diantaranya karena melakukan perbuatan tercela, dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana dll. hal ini dijelaskan dalam UU no. 31 th. 1997 pasal 21, 24, 25, 26, 27, dan 28)
Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20 diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usul Panglima berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
(1) Hakim diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
a. alih jabatan;
b. permintaan sendiri;
c. sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
d. menjalani masa pensiun; atau
e. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
(2) Hakim yang meninggal dunia dengan sendirinya diberhentikan dengan hormat dari jabatannya.
(1) Hakim diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya karena:
a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;
b. melakukan perbuatan tercela;
c. terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas jabatannya;
d. melanggar sumpah atau janji jabatannya; atau
e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.
(2) Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat, dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan sesudah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
(3) Pembentukan susunan dan tata kerja Majelis Kehormatan Hakim serta tata cara pembelaan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Panglima sesudah mendengar pertimbangan Kepala Pengadilan Militer Utama.
Hakim sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dapat diberhentikan sementara dari jabatannya.
Apabila terhadap seorang Hakim ada perintah penangkapan dan yang diikuti dengan penahanan, dengan sendirinya Hakim tersebut diberhentikan sementara dari jabatannya.
Ketentuan mengenai tata cara pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
2.4 Konsep Dasar Tentang Pemitra jurusita dan Kepanitraan dan kecengkrayatan di pengadilan militer
Yang dimaksud dengan kode etik Panitera dan Jurusita ialah aturan tertulis yang harus dipedomani oleh setiap Panitera dan Jurusita dalam melaksanakan tugas peradilan Yang dimaksud dengan Panitera ialah Panitera, Kepala Panitera Militer, Wakil Panitera, Panitera muda dan Panitera Pengganti pada Mahkamah Agung RI dan Pengadilan tingkat banding dan Pengadilan tingkat pertama dari 4 (empat) lingkungan peradilan dibawah Mahkamah Agung RI yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Militer. Yang dimaksud dengan Jurusita adalah Jurusita dan Jurusita Pengganti yang diangkat untuk melaksanakan tugas kejurusitaan pada Pengadilan tingkat pertama dibawah Mahkamah Agung RI yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama dan Pengadilan Tata Usaha Negara.
2.4.1 Sikap Panitera Dan Jurusita Dalam Melaksanakan Tugas
1. Panitera dan Jurusita wajib melayani masyarakat pencari keadilan dengan pelayanan yang prima yaitu dengan sopan, teliti, dan sungguhsungguh serta tidak membeda-bedakan berdasarkan status sosial, golongan dan menjaga serta menumbuhkan kepercayaan masyarakat pencari keadilan.
2. Panitera dan Jurusita dilarang memberikan kesan memihak kepada salah satu pihak yang berperkara atau kuasanya termasuk Penuntut Umum dan saksi seolah-olah berada dalam posisi istimewa.
3. Panitera dilarang membocorkan hasil musyawarah/konsep putusan kepada siapapun.
4. Panitera harus menjaga kewibawaan dalam persidangan.
5. Jurusita dilarang mewakilkan kepada siapapun penyampaian relaas panggilan maupun pemberitahuan.
6. Jurusita dalam melaksanakan tugasnya harus bersikap sopan dan santun serta tidak melakukan perbuatan tercela.
2.4.2 Sikap Panitera Dan Jurusita Dalam Persidangan
1. Panitera wajib berpakaian rapi dan duduk dengan sopan dalam mengikuti sidang pemeriksaan perkara.
2. Panitera wajib adil dan tidak membeda-bedakan para pihak dalam memanggil ke dalam ruang persidangan.
3. Panitera dilarang mengaktifkan hand phone/telepon selular selama persidangan berlangsung.
4. Panitera dilarang mengantuk/tidur selama persidangan berlangsung.
5. Panitera dan Jurusita dilarang menjadi penasehat hukum baik langsung atau tidak langsung kecuali diatur dalam Undang-Undang
2.4.3 Sikap Panitera Dan Jurusita Di Luar Persidangan
1. Panitera dan Jurusita dilarang menjadi penghubung dan memberikan akses antara pihak berperkara atau kuasanya dengan Pimpinan Pengadilan atau Majelis Hakim.
2. Panitera dilarang membawa berkas perkara keluar kantor kecuali atas izin Ketua majelis.
3. Panitera dan Jurusita dilarang memasuki tempat perjudian, tempat minuman yang memabukkan dan tempat prostitusi kecuali dalam melaksanakan tugas
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer merupakan badan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud diatas berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi.
Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang:
1. Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah:
a. Prajurit
b. yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit;
c. anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang;
d. seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
2. Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata.
3. Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang bersangkutan atas permintaan dari pihak yang dirugikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan, dan sekaligus memutus kedua perkara tersebut dalam satu putusan.
Fungsi peradilan militer yang ada di Indonesia diantaranya ialah:
• Pengadilan militer untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat prajurit.
• Pengadilan militer tinggi, untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat perwira sampai dengan pangkat kolonel.
• Pengadilan militer utama, untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat jendral.
• Pengadilan militer pertempuran, untuk mengadili anggota TNI ketika terjadi perang.
3.2 Saran
Demi terselenggaranya pelaksanaan tugas pokok Pengadilan Militer yang lebih baik dimasa yang akan datang agar segera dibentuk organisasi dan prosedur bagi Pengadilan Militer dibawah Mahkamah Agung sehingga oganisasi Pengadilan Militer dapat melaksanakan tugas pokoknya sebagai badan peradilan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan TNI dengan lebih baik dan optimal dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Hersoebeno. Pemeriksaan Permulaan Dalam Sistem Peradilan Militer. Jakarta: Perguruan Tinggi Hukum Militer, 1994.
Kasdiyanto. Pemeriksaan In Absentia dalam Perkara Desersi di Lingkungan Peradilan Militer. Jakarta: Sekolah Tinggi Hukum Militer, 1999.
Soegiri dkk. 30 Tahun Perkembangan Peradilan Militer di Negara Republik Indonesia. Jakarta: Indra Jaya, 1976.
Salam, Faisal. Peradilan Militer Indonesia. Bandung: Mandar Maju, 1994..
Soekanto, Soerjono. Pengantar Sejarah Hukum. Bandung: Alumni, 1983.
Soepomo. Sistem Hukum di Indonesia Sebelum Perang Dunia II. Jakarta: Pradnya Paramita, 1991.
*Sumber: https://www.academia.edu/36773868/MAKALAH_SUSUNAN_BADAN_PERADILAN_MILITER
Tag :
Lainnya
0 Komentar untuk "Susunan Badan Peradilan Militer"