BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Berdasarkan UUD 1945, negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Sesuai ketentuan pasal 4 ayat (1) UUD 1945, dalam penyelenggaraan pemerintahan dinyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan.
Pembagian kewenangan dalam pemerintahan yang bersifat desentralisasi disadari sangat diperlukan dan tepat untuk diterapkan di negara yang memiliki sebaran wilayah kepulauan yang luas dengan keanekaragaman budaya majemuk serta Indonesia ini. Di samping memudahkan koordinasi dalam pemerintahan, sistem desentralisasi lebih demokratis karena implementasi kekuasaan diselaraskan dengan karakter budaya dan kebiasaan daerah masing-masing.
Dalam era otonomi daerah sesuai dengan ketentuan dalam UU No 22 Tentang Pemerintahan Daerah, maka kewenangan daerah akan sedemikian kuat dan luas sehingga diperlukan suatu peraturan perundang-undangan yang ketat untuk menghindari ketidakteraturan dalam menyusun kebijakan dalam bidang lingkungan hidup terutama dalam masalah penanganan penegakan hukum lingkungan dalam era otonomi daerah.Kewenangan pemerintah Daerah menurut UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sangatlah besar sehingga tuntutan untuk meningkatkan kinerja dan penerapan kebijakan dalam bidang lingkungan hidup sangatlah dibutuhkan.
Sistem Pemerintahan Daerah otonom sebelum UU No 22 tahun 1999 terbagi dalam Sistem Pemerintahan Administratif dan Otonomi, dalam Sistem Pemerintahan Administratif Pemerintah Daerah berperan sebagai pembantu dari penyelenggaraan pemerintah pusat yang dikenal sebagai azas dekosentrasi dalam UU No 54 tahun 1970 tentang Pemerintah Daerah, hal ini diaplikasikan dalam Pemerintahan Daerah Tingkat I dan Pemerintahan Daerah tingkat II.
Sedangkan dalam Sistem Pemerintahan Otonomi Pemerintahan Daerah adalah mandiri dalam menjalankan urusan rumah tangganya. Pemerintahan Daerah memerlukan alat-alat perlengkapannya sendiri sebagai pegawai/pejabat-pejabat daerah dan bukan pegawai/pejabat pusat. Memberikan wewenang untuk menyelenggarakan rumah tangga sendiri berarti pula membiarkan bagi daerah untuk berinisiatif sendiri dan untuk merealisir itu, daerah memerlukan sumber keuangan sendiri dan pendapatan-pendapatan yang diperoleh dari sumber keuangan sendiri memerlukan pengaturan yang tegas agar di kemudian hari tidak terjadi perselisihan antara pusat dan daerah mengenai hal-hal tersebut diatas.
Tetapi dalam UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah maka terjadi perubahan besar dalam kewenangan Pemerintahan Daerah.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dengan daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/ tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah:
1. Apa saja kewenangan pemerintah daerah dan pusat?
2. Bagaimana hubungan Pemerintah Daerah dengan Pusat?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kewenangan Pusat-Daerah Menurut UU No. 32 Tahun 2004
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dengan daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/ tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan,yakni urusan pemerintahan yang terdiri dari:
a. Politik Luar Negeri, dalam arti mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya.
b. Pertahanan, misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara dan sebagainya.
c. Keamanan, misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menindak kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara, dan sebagainya.
d. Moneter, misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang, dan sebagainya.
e. Yustisi, misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional, dan lain sebagainya.
f. Agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya; dan bagian tertentu urusan pemerintah lainnya yang berskala nasional, tidak diserahkan kepada daerah.
Di samping itu terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent, yaitu urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent secara proporsional antar pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, maka kriteria yang dapat digunakan antara lain meliputi : eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan. Kriteria eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak/akibat yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan kabupaten/kota.
Kriteria efisiensi adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personil, dana, dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan. Artinya apabila suatu bagian urusan dalam penanganannya dipastikan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna dilaksanakan oleh provinsi dan /atau kabupaten/kota dibandingkan apabila ditangani oleh pemerintah pusat, maka bagian urusan tersebut diserahkan kepada provinsi dan/atau kabupaten/kota. Sebaliknya apabila suatu bagian urusan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna bila ditangani oleh pemerintah pusat, maka bagian urusan tersebut tetap ditangani oleh pemerintah pusat. Untuk itu, pembagian bagian urusan harus disesuaikan dengan memperhatikan ruang lingkup wilayah beroperasinya bagian urusan pemerintahan tersebut.
Dalam Bab III Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah ditegaskan bahwa pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang tentang pemerintahan daerah ini ditentukan menjadi urusan pemerintah (politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama). Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah dapat diselenggarakan secara langsung oleh pemerintahan daerah itu sendiri dan dapat pula penugasan oleh pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/kota dan desa atau penugasan dari pemerintah kabupaten/kota ke desa. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib dalam kaitan ini adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara, antara lain perlindungan hak konstitusional; perlindungan kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat, ketentraman dan ketertiban umum dalam kerangka menjaga keutuhan negara kesatuan republik Indonesia; pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional.
Sedangkan urusan pilihan dalam kaitan ini adalah urusan yang secara nyata ada di daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib berpedoman pada standar pelayanan minimal, dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah. Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
i. fasilitasi pengembangan koperasi,usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan berskala kabupaten/kota meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan;
g. penanggulangan masalah sosial;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan;
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian, hubungan pusat-daerah dalam bidang kewenangan akan terlihat dalam pelaksanaan berbagai urusan yang bersifat concurrent dan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah.
2.2 Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah
Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam bidang kewenengan berkaitan dengan cara pembagian urusan penyelenggaraan pemerintahan atau cara menentukan urusan rumah tangga daerah. Cara penentuan ini mencerminkan bentuk otonomi terbatas atau otonomi luas.
Pembagian wewenang dalam penyelenggaraan pemerintahan pusat dan daerah menandakan adanya hubungan pemerintah pusat dan daerah. Bagaimana hubungan itu idealnya terjadi adalah merupakan sebuah keinginan dan proses pencarian bentuk yang sesuai dengan cita-cita dan keinginan rakyat Indonesia yang tertuang dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam perjalanan sejarahnya, hubungan pemerintah pusat dan daerah telah melalui berbagai model dan bentuk sesuai regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai dasar penyelenggaraan pemerintahan di daerah, yaitu dengan ditetapkanya undang-undang yang mengatur tentang kewenangan pemerintah daerah.
Menurut Manan (2002), suatu daerah dapat digolongkan sebagai otonomi luas apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Urusan-urusan rumah tangga daerah secara kategori dan pengembangannya diatur dengan cara-cara tertentu pula.
2. Apabila sistem supervisi dan pengawasan dilakukan sedemikian rupa sehingga daerah otonom kehilangan kemandirian untuk menentukan secara bebas cara-cara mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya.
3. Sistem hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang menimbulkan hal-hal seperti keterbatasan kemampuan keuangan asli daerah yang akan membatasi ruang gerak otonomi daerah.
Dalam penyelenggaraan otonomi luas, urusan pemerintahan yang diserahkan ke daerah jauh lebih banyak apabila dibandingkan dengan urusan pemerintahan yang tetap menjadi wewenang pemerintahan pusat. Otonomi luas bisa bertolak dari prinsip, semua urusan pemerintahan pada dasarnya menjadi urusan rumah tangga daerah, kecuali hal-hal yang ditentukan sebagai urusan pusat sebagai mana diatur dalam pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, yaitu:
1. Politik luar negeri, yaitu seperti urusan pengangkatan pejabat diplomatik dan menunjuk keluarga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri dan sebagainya.
2. Pertahanan, misalnya mendirikan atau membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara, dan sebagainya.
3. Keamanan, misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak kelompok atau organisasi yang melanggar hukum negara, menindak kelompok atau organisasi yang kegiatannya menggangu keamanan negara dan sebagainya.
4. Moneter dan fiskal nasional, misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter/fiskal, mengendalikan peredaran uang dan sebagainya.
5. Yustisi, misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hukum dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang peraturan pemerintah, dan peraturan lain yang berlaku secara nasional.
6. Agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberi hak pengakuan terhadap suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya.
Selain keenam urusan pemerintah tersebut, selebihnya menjadi wewenang Pemerintah Daerah. Dengan demikian, urusan yang dimiliki pemerintah daerah tidak terbatas. Daerah diberi kewenangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dianggap mampu dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan memiliki potensi untuk dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat (Abdullah, 2000).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari paparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa secara faktual hubungan pemerintah pusat dan daerah terjadi berfluktiatif sesuai dengan berlakunya aturan atau undang-undang yang mengaturnya. Fluktuasi hubungan itu tidak jauh dari sentralisasi, desentralisasi atau seimbang diantara keduanya. Hal ini tentu disesuaikan dengan kebutuhan pada masa berlakunya undang-undang yang mengaturnya, ketika sentralistik tidak menguntungkan, maka perubahan pada aturan selanjutnya akan lebih desentralisasi, begitu juga sebaliknya. Hal ini berarti kita belum menemukan format aturan yang ideal dan menguntungkan rakyat dalam mengatur kewenangan, antara pemerintah pusat dan daerah.
Diperlukan perspektif yang berkepastian hukum dan berkeadilan dalam hubungan antara pemerintah pusat dan daerah yang fundamental sehingga pembangunan nasional dapat dipercepat.
3.2 Saran
Pelaksanaan otonomi daerah di era globalisasi saat ini perlulah ditingkatkan lagi. Peran Pemerintah Pusat sangatlah penting dalam membantu pembangunan di daerah-daerah. Dalam hal pengelolaan keuangan daerah, sangatlah perlu adanya peningkatan dalam manajemen pengelolaannya. Dalam hal pelayanan umum di daerah, kita masih sering menemukan ketidakpuasan dari masyarakat. Beberapa rekomendasi terkait hal tersebut bisa dilakukan melalui penetapan standar pelayanan, pengembangan Standard Operating Procedures (SOP), pengembangan survey kepuasan pelanggan, dan pengembangan sistem pengelolaan pengaduan. Selain itu perlu adanya reformasi birokrasi yang serius dalam mengatasi kelemahan-kelemahan pelayanan di daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Hernadi Affandi, 2016, Pengertian Pemerintahan Daerah Menurut Doktrin, Materi Perkuliahan
UU No 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
*Sumber: https://www.academia.edu/38484961/KEWENANGAN_PEMERINTAH_DAERAH_DAN_PUSAT
0 Komentar untuk "Kewenangan Pemerintah Daerah dan Pusat"