Penguatan Fungsi Legislasi DPRD Dalam Kedudukannya

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Indonesia mendeklarasikan bentuk negara dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Implikasi dari bentuk negara kesatuan dengan kondisi geografis negara berkepulauan, melahirkan upaya penyelenggaraan negara melalui asas desentralisasi dalam kerangka otonomi daerah, hal ini ditujukan guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan negara.

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Pembagian tersebut merupakan perwujudan pelaksanaan fungsi dan prinsip otonomi daerah dengan pembagian daerah-daerah otonom, hal ini sebagaimana dimaksud dalam konstitusi Pasal 18 ayat (1) UUD NRI 1945.

Dalam upaya penyelenggaraan urusan Pemerintahan daerah, dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya, hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU No.32 Tahun 2004). Implikasinya, daerah kemudian memperoleh suatu kewenangan yang sangat luas yang sebelumnya tidak pernah didapat sebelum reformasi.

Reformasi telah memberikan kebijakan melalui otonomi daerah kepada daerah otonom,  melalui pemberian kewenangan berupa sebagian besar kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang ditentukan oleh undang-undang, untuk mengatur dan mengurus daerahnya masing-masing sesuai dengan aspirasi masyarakat setempat. Kewenangan mengatur dan mengurus merupakan kebijakan yang diberikan secara nyata kepada daerah untuk dilakukan oleh suatu pemerintahan daerah yang terdiri dari eksekutif dan legislatif.

Guna legalitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka mengatur dan mengurus daerahnya, Pemerintah Daerah (Pemda) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memerlukan suatu bentuk peraturan daerah (perda). Hak untuk membentuk perda guna mendukung upaya penyelenggaraan pemerintahan daerah diberikan dan ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945), yang berbunyi: “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”, yang perancangannya dapat diajukan oleh Kepala Daerah maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sebagaimana hal tersebut diatur dalam Pasal 140 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang berbunyi: “Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau Bupati/Walikota”.

Peraturan daerah dengan kajian apapun yang dibentuk oleh dua unsur penyelenggara pemerintah daerah sekaligus pemangku wewenang legislasi dapat dipastikan memiliki dampak terhadap masyarakat, hal tersebut sejalan dengan sebagaimana tujuan hukum ada untuk masyarakat . Tujuan dari pembentukan hukum, berimplikasi pada diharapkannya suatu peraturan daerah dapat mencerminkan kebijakan yang pro rakyat. Kedua lembaga tersebut diharapkan dapat bekerja sama dalam peranannya  mewujudkan kebijakan pemerintahan yang tercermin dalam peraturan daerah yang pro terhadap kehendak rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang sesungguhnya.

Pola hubungan tersebut tidak terlepas dari prinsip kedaulatan rakyat yang dianut di Indonesia. Negara yang menganut prinsip-prinsip kedaulatan rakyat mengatur bahwa rakyatlah yang memiliki hak untuk berdaulat, dimana kedudukan rakyat yang berdaulat hakekatnya memiliki suatu keinginan secara umum (general will). Hal ini bisa dilihat pada pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, menunjukkan bahwa ada sebuah penegasan bahwa kekuasaan maupun hukum harus diperuntukkan dan mengabdi untuk kepentingan rakyat. Sehingga berbagai decision dalam bentuk policy maupun normatif berupa undang-undang tentu bersifat mengikat bagi semua masyarakat.

Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi perwakilan, kedaulatan rakyat yang tercermin dalam tiap pengambilan kebijakan peraturan daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia, diperankan atau diwakili oleh institusi yang dinamakan legislatif, sebagaimana konsep yang mirip dikemukakan oleh Strong, bahwa lembaga legislatif merupakan kekuasaan pemerintahan yang mengurusi pembuatan hukum, sejauh hukum tersebut memerlukan kekuatan undang-undang (statutory force). Hal ini juga mengingat bahwa lembaga legislatif di Indonesia merupakan lembaga yang memiliki fungsi sebagai lembaga perwakilan rakyat. 

Fungsi legislasi di daerah yang diperankan oleh DPRD sangat penting untuk dioptimalkan, mengingat keberadaan DPRD merupakan representasi rakyat yang dilembagakan. Idealnya, dengan diberikannya fungsi legislasi, DPRD dapat memberikan kontribusi lebih banyak dalam membangun daerah melalui politik legislasi daerah. Namun kenyataannya, peraturan daerah yang muncul di berbagai daerah yang berasal dari inisitif DPRD  masih sangat terbatas, walaupun secara usulan pengajuan rancangan peraturan daerah juga dapat dilakukan oleh eksekutif, dalam hal ini KDH.

Berdasarkan hasil penelitian terkait pelaksanaan fungsi legislasi di Kota Kudus Jawa Tengah tahun 2010 misalnya, dengan menyoroti pelaksanaan fungsi legislasi DPRD Kota Kudus tahun 2004-2009 oleh Marfian Rifki (2010) diperoleh simpulan bahwa pelaksanaan fungsi legislasi tersebut belum terlaksana dengan baik, terbukti dengan tidak adanya peraturan daerah usulan atau inisiatif DPRD setempat yang lolos dalam pembahasan, dan hanya sampai pada tahap usulan rancangan peraturan daerah kepada pimpinan DPRD Kudus. Hal serupa juga berhasil diteliti oleh Angga Sulistyo Pamungkas (2009), yang menunjukkan pelaksanaan fungsi legislasi dengan tolak ukur pembentukan peraturan daerah usulan atau inisiatif DPRD Kabupaten Wonogiri tidak berjalan dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan data peraturan daerah periode tahun 2004-2009 yang kesemuanya berasal dari prakarsa eksekutif. Penelitian terakhir (2014) dengan topik bahasan implementasi fungsi legislasi DPRD Kota Surakarta periode 2009-2013, menyuguhkan data yang menunjukkan bahwa dari 51 buah perda Kota Surakarta, hanya 6 buah perda yang berasal dari inisatif DPRD. 

Kasus-kasus tersebut di atas, menurut hemat penulis memperlihatkan ketimpangan antara harapan keberadaan lembaga legislatif sekaligus badan perwakilan rakyat yang melekat kepada DPRD dengan kondisi yang ada di tiap daerah otonom, khususnya dalam hal pembentukan perda. Untuk itu, dirasa perlu untuk kemudian diadakan kajian terhadap pelaksanaan fungsi legislasi DPRD sehingga nanti akan menjawab hipotesa penulis terkait perlu adanya penguatan fungsi legislasi DPRD yang didasarkan pada konstitusi UUD NRI 1945.  

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis akan mengkaji berdasarkan dua topik bahasan, yakni:
1. Bagaimana tinjauan kedudukan DPRD sebagai lembaga legislatif pelaksana fungsi legislasi?
2. Apakah perlu diadakan penguatan fungsi legislasi yang melekat pada DPRD?


BAB II
PEMBAHASAN


A. KEDUDUKAN DPRD SEBAGAI LEMBAGA LEGISLATIF PELAKSANA FUNGSI LEGISLASI

Berdasarkan UU No.32 Tahun 2004, badan perwakilan  rakyat (local representative body) yang dikenal di Indonesia sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memiliki beberapa fungsi, salah satunya dan yang dibahas dalam kajian ini adalah fungsi legislasi, yakni sebagai wahana utama untuk merefleksikan keinginan dan kehendak rakyat sebagai kepentingan bersama yang harus dijunjung tinggi. Fungsi kontrol dan fungsi anggaran yang kemudian juga melekat pada DPRD sebagai lembaga legislatif di daerah, akan terlaksana secara lebih efektif apabila fungsi legislasi DPRD dapat  lebih ditegaskan.


Penguatan Fungsi Legislasi DPRD Dalam Kedudukannya


Penulis dalam hal ini akan mengkaji betapa diperlukannya penguatan fungsi legislasi DPRD dalam kedudukannya sebagai lembaga legislatif berdasarkan alasan-alasan filosofis, yuridis, dan sosiologis, yang nantinya akan menjawab bahwa fungsi legislasi yang dimiliki DPRD merupakan fungsi yang seharusnya melekat kuat dalam diri DPRD. Alasan-alasan tersebut sebagaimana penulis telaah sebagai berikut:

1. Alasan Filosofis-Sosiologis
“Kerakyatan yang dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan”, bunyi sila ke-empat Pancasila tersebut merupakan dasar asal muasal pemahaman DPRD sebagai badan perwakilan rakyat. Sila ke-4 merupakan penjelmaan dasar politik Negara, yakni Negara berkedaulatan rakyat, yang kemudian memberikan arti Indonesia sebagai negara demokrasi. 

Konsep perwakilan ini merupakan konsep perwakilan rakyat dalam ranah politik/pengambilan kebijakan penguasa. Lembaga ini dibangun oleh para wakil rakyat dengan fungsi utama merealisasikan kekuasaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam perwakilannya, DPRD memiliki dua peran tanggung, yakni sebagai Badan legislatif dalam artian perwakilan rakyat (a representative assembly), yang dipilih untuk menghubungkan kepentingan konstituen dengan kebijakan yang akan diambil penguasa. Selain itu, DPRD juga memiliki peran sebagai lembaga pembuat peraturan daerah (a law making institution). Artinya, DPRD juga memiliki fungsi untuk menyusun pembuatan perda yang merupakan kebijakan berimplikasi pada rakyat secara langsung maupun tidak. Diharapkan, dengan fungsi DPRD sebagai badan perwakilan rakyat yang memiliki fungsi legislasi menjadi jawaban bahwa DPRD sebagai lembaga yang legitimate untuk mewakili rakyat beserta kehendak-kehendak rakyat guna dituangkan dalam kebijakan yang nantinya dibahas dengan KDH guna sebesar-besarnya kebutuhan masyarakat daerah.

Adanya fungsi keterwakilan yang dimaksud pada demokrasi perwakilan oleh DPRD ini, ditujukan untuk mengakomodir banyaknya kehendak masyarakat daerah dari Sabang sampai Merauke, yang berbeda satu dengan yang lain. Perda yang merupakan wujud hukum yang menciptakan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan untuk rakyat harus benar-benar dapat dikawal dengan baik oleh anggota dewan selaku pelaksana perwakilan rakyat.

Napitupulu mengutif pendapat Burns menyebutkan , secara teori bahwa Lembaga Perwakilan Rakyat setidaknya memiliki 6 (enam) fungsi: 
a. Representasi (Perwakilan)
b. Lawmaking (Pembuatan UU)
c. Consensus building (Membangun consensus)
d. Overseeing (Pengawasan)
e. Policy Clarification (Klarifikasi kebijakan)
f. Legitimizing (Memberikan legitimasi)

Di Indonesia, fungsi tersebut disederhanakan menjadi 3 (tiga), yakni legislation, controling, dan budgeting. Dalam upaya pelaksanaan fungsi legislasi sekaligus sebagai wujud perwakilan rakyat, adanya fungsi legislasi yang melekat pada DPRD diharapkan dapat dimanfaatkan untuk pembuatan perda  yang notabenenya merupakan dasar pengambilan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga fungsi pengawasan akan lebih mudah dilaksanakan ketika dasar yuridis sebagai aturan “main” penyelenggaraan pemerintahan oleh KDH lahir dari DPRD berdasarkan aspirasi keinginan masyarakat karena selain sesuai dengan apa yang dikehendaki masyarakat, DPRD lebih memahami kebijakan yang tertuang dalam perda tersebut. Otomatis, fungsi anggaran juga dapat terlaksana dengan lebih baik, apabila fungsi legislasi dapat dilaksanakan oleh DPRD. Hal ini dikarena adanya fungsi anggaran juga didasarkan pada APBD yang tertuang dalam perda yang dibahas DPRD dan KDH. Bisa dibayangkan apabila keaktifan DPRD dalam pembuatan Perda APBD optimal, maka fungsi anggaran DPRD juga dapat terlaksana dengan baik. Hal ini kemudian akan berujung pada pemenuhan kebutuhan masyarakat sebagai salah satu pihak yang mengikat para wakil rakyat melalui kontrak sosial.

2. Alasan Yuridis Konstitusi
a. Kajian DPRD sebagai Pelaksana Kedaulatan Rakyat dalam Kedudukannya sebagai Lembaga (Legislatif) Mitra Kepala Daerah (Eksekutif)

Berbicara tentang perwakilan rakyat tidak terlepas dari pelaksanaan kedaulatan rakyat. Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 menyebutkan, bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”, merupakan pasal pokok yang menunjukkan bahwa negara Indonesia berkedaulatan rakyat, dengan kata lain pemegang kekuasaan tertinggi adalah rakyat. Kedaulatan rakyat yang kemudian diwakilkan kepada wakilnya (dalam hal ini anggota Dewan) merujuk pada keinginan rakyat untuk diwakili oleh para wakilnya dalam setiap pelaksanaan fungsi yang melekat pada lembaga tersebut (legislasi, anggaran dan pengawasan), sebagaiamana ketiga fungsi tersebut ditegaskan dalam pasal 316 ayat (1) serta  365 ayat (1) UU No.17 Tahun 2014 tentang MD3.

Dalam hal pembahasan fungsi legislasi yang dimiliki DPRD, fungsi ini merupakan fungsi utama yang dimiliki DPRD sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, melalui fungsi ini DPRD berperan menentukan corak perda yang akan dibentuk bersama KDH, sehingga diharapkan perda yang nantinya akan terbentuk merupakan perda yang pro rakyat. Tidak ada executiv heavy sebagaimana yang dianut UU No.5 Tahun 1974, tidak ada legeslative heavy seperti pada UU No.22 Tahun 1999, karena berdasarkan tafsiran konstitusi sekaligus UU No.32 Tahun 2004, antara KDH dengan DPRD tidak saling membawahi. 

Dalam Konstitusi pada Pasal 18 ayat (3) dan (4) UUD NRI 1945, menjelaskan bahwa dalam pemerintahan daerah baik provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki DPRD serta Gubernur, Bupati dan Walikota sebagai kepala pemerintah daerah yang keduanya sama-sama dipilih secara demokratis. Selanjutnya, dalam pasal 1 ayat (2) UU No.32 Tahun 2004, yang berbunyi “Penyelenggaraan urusan Pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”, justru memperkuat alasan bahwa kedudukan DPRD dengan KDH adalah sejajar, bersifat kemitraan. Tidak di antara keduanya saling membawahi satu sama lain. Dengan tugas, pokok dan fungsi yang melekat pada masing-masing, diharapkan dapat mewujudkan peranan yang berimbang antara keduanya. Dengan fungsi legislasi yang dimiliki dari tiga fungsinya sebagai lembaga legislatif, DPRD memiliki kewenangan mengatur yang diwujudkan dalam bentuk kewenangan membuat peraturan daerah. Hal ini dipertegas dengan dilengkapinya DPRD dengan wewenang dan tugas sebagaimana diatur dalam pasal 317 serta Pasal 366 UU No.32 Tahun 2004 dengan bunyi pasal sebagai berikut:
a. membentuk peraturan daerah provinsi atau kabupaten/kota bersama gubernur atau bupati/walikota; 
b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi atau kabupaten/kota yang diajukan oleh gubernur atau bupati/walikota; 
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah;
d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota;
e. memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah;
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sana internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; 
i. membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;
j. melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah;
k. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.

Sekaligus dilengkapi pula dengan hak, yang diatur dalam pasal 44 ayat (1), yang memperkuat bahwa DPRD berhak untuk mengajukan rancangan peraturan daerah. Sehingga dengan hak yang melengkapi tugas dan wewenang DPRD dalam membentuk Perda ini diartikan kemudian dalam Pasal 1 angka 1 UU No.12 Tahun 2011 sebagai kewenangan pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.

Sementara, sebagai mitra, KDH memiliki tugas dan wewenang sebagaimana pasal 25 UU No.32 Tahun 2004, sebagai berikut:
a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
b. mengajukan rancangan Perda;
c. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
d. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
e. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;
f. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundangundangan; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Merujuk pada tafsiran yuridis tersebut di atas, hasil analisis penulis tetap menetapkan DPRD sebagai pemegang fungsi legislasi utama. Dalam tugas kewenangan membentuk perda, DPRD selalu ikut dalam tiap alur pembentukan, dari mulai perencanaan sampai pengundangan dan penyebarluasan, serta dalam pelaksanaan pun, DPRD dengan fungsi pengawasan dapat melengkapi fungsi legislasi nya, sehingga sebagai lembaga legislatif, DPRD merupakan organ yang lengkap memenuhi kriteria lembaga perwakilan rakyat pemegang kewenangan dalam menjalankan fungsi legislasi.

Beranjak pada tafsiran bunyi Pasal 140 ayat (1) UU No.32 Tahun 2004 yang berbunyi, “Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau Bupati/Walikota”. Tafsiran ini selain mempertegas bahwa rancangan perda dapat diajukan oleh dua lembaga yang saling bekerja sama sebagai mitra penyelenggara urusan pemerintahan, juga dilengkapi oleh Pasal sesudahnya yakni Pasal 140 ayat (2), yang berbunyi: “Apabila dalam satu masa sidang, DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota menyampaikan rancangan perda mengenai materi yang sama maka yang dibahas adalah rancangan perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan perda yang disampaikan Gubernur atau Bupati/Walikota digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan”. Ini menginterpetasikan, bahwa peraturan daerah yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (perda inisiatif DPRD) lebih diutamakan daripada peraturan daerah yang berasal dari Kepala Daerah (perda prakarsa eksekutif). Hal tersebut yang kemudian menjadi dasar untuk mendorong peran DPRD untuk lebih aktif mencari tahu, menampung, serta mengaspirasi kebutuhan dan kehendak rakyat sebagai pemegang kedaulatan sesungguhnya, dalam setiap pembentukan peraturan daerah.

b. Kajian DPRD sebagai Lembaga yang Memiliki Kewenangan sama dengan DPR  
Kriteria DPR DPRD
Keanggotaan dan Pemilu Pasal 67 UU No.17 Tahun 2014


DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum.


Pemilu yang dimaksud merupakan pemilu legislatif yang didasarkan pada dasar payung hukum yang sama, yakni UU No.8 Tahun 2012. Pasal 314 dan Pasal 363 UU No.17 Tahun 2014

DPRD provinsi atau kabupaten/kota terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum.

Pemilu yang dimaksud merupakan pemilu legislatif yang didasarkan pada dasar payung hukum yang sama, yakni UU No.8 Tahun 2012.
Perwakilan Rakyat Pasal 68 UU No.17 Tahun 2014

DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Pasal 315 dan Pasal 365 UU No.17 Tahun 2014

DPRD provinsi atau kabupaten/kota  merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah provinsi atau kabupaten/kota.
Fungsi Pasal 69UU No.17 Tahun 2014

(1) DPR mempunyai fungsi: 
a. legislasi; 
b. anggaran; dan 
c. pengawasan. 

(2) Ketiga fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam kerangka representasi rakyat, dan juga untuk mendukung upaya Pemerintah dalam melaksanakan politik luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 



Pasal 20 ayat (1) jo Pasal 70 UU No.17 Tahun 2014

(1) Fungsi legislasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf a dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. Pasal 316 dan Pasal 365 UU No.17 Tahun 2014

(1) DPRD provinsi atau kabupaten/kota mempunyai fungsi: 
a. legislasi; 
b. anggaran; dan 
c. pengawasan. 

(2) Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam kerangka representasi rakyat di provinsi atau kabupaten/kota. 


Pasal 42 UU No.32 Tahun 2004 


(1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang:
a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama;
Wewenang dan Tugas Pasal 71 UU No.17 Tahun 2014

DPR berwenang: 
a. membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama; 
b. memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang diajukan oleh Presiden untuk menjadi undang-undang; 
c. membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden; 
d. memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; 
e. membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan memberikan persetujuan atas rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden; 
f. membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama; 
g. memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang dan membuat perdamaian dengan negara lain; 
h. memberikan persetujuan atas perjanjian internasional tertentu yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang; 

(dst......................................)

Pasal 72 UU No.17 Tahun 2014

DPR bertugas: 
a. menyusun, membahas, menetapkan, dan menyebarluaskan program legislasi nasional; 
b. menyusun, membahas, dan menyebarluaskan rancangan undang-undang; 
c. menerima rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; 
d. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijakan pemerintah; 
e. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK; 
f. memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan terhadap perjanjian yang berakibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara; 
g. menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; dan 
h. melaksanakan tugas lain yang diatur dalam undang-undang. 
Pasal 317 dan 366 UU No.17 Tahun 2014

(1) DPRD provinsi atau kabupaten/kota mempunyai wewenang dan tugas: 
a. membentuk peraturan daerah provinsi atau kabupaten/kota bersama gubernur atau bupati/walikota; 
b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi atau kabupaten/kota yang diajukan oleh gubernur atau bupati/walikota; 
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi atau kabupaten/kota; 
d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian; 
e. memilih wakil gubernur dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil gubernur atau bupati/walikota; 
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah provinsi terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; 
g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota; 
h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi atau kabupaten/kota; 
i. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah; 
j. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 
k. melaksanakan wewenang dan tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. 


Berdasar perbandingan pengaturan kedudukan, tugas pokok, kewenangan serta fungsi antara DPR dengan DPRD di atas, penulis menilai bahwa banyak persamaan di antara keduanya. Kedua lembaga tersebut sama-sama lembaga perwakilan rakyat yang dipilih dalam pemilu legislatif serentak langsung oleh rakyat. Memiliki fungsi yang sama dengan pelaksanaan tugas wewenang yang menunjukkan keduanya sebagai lembaga yang memiliki kekuasaan membentuk Undang-Undang (bagi DPR) dan perda (bagi DPRD). 
Sama dengan lembaga legislative pusat, yakni DPR, DPRD merupakan perangkat kekuasaan pemerintah yang sangat berperan dalam memenuhi berbagai tuntutan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Peran penting dari lembaga legislative ini ditunjukkan dari tugas yang dipunyainya, antara lain menetapkan kebijakan publik. Bentuk kebijakan yang ditetapkan oleh DPR adalah Undang-undang, sedangkan oleh DPRD adalah Peraturan Daerah (Perda) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam hal fungsi legislatif yang dimiliki oleh DPR dan DPRD, menunjukkan bahwa dirinya sebagai badan perwakilan rakyat dituntut untuk senantiasa mampu menampung aspirasi dan kepentingan masyarakat yang diwakilinya dengan cara memasukannya ke dalam UU, Peraturan Daerah dan APBD yang dihasilkannya. Memuaskan kehendak masyarakat atau kemauan umum adalah esensi dari fungsi anggota serta badan legislatif selaku wakil rakyat. 

Anggota DPR atau DPRD perlu pula mempertimbangkan berbagai kehendak atau opini yang ada, baik yang datang dari perorangan, maupun dari berbagai kesatuan individu seperti kekuatan politik, kelompok kepentingan, eksekutif dan sebagainya. Dengan demikian, para wakil rakyat dituntut untuk menyelaraskan berbagai kehendak atau opini tersebut dalam proses perumusan dan pemutusan kebijakan. 

Ketentuan yang mengatur tentang tugas pokok, fungsi, dan wewenang DPRD di atas, menempatkan DPRD pada posisi yang strategis, karena DPRD ikut menentukan keberlangsungan dan masa depan daerah. Fungsi legislasi di sini merupakan suatu proses untuk mengakomodasi berbagai kepentingan para pihak pemangku kepentingan (stakeholders),untuk menetapkan bagaimana pembangunan di daerah akan dilaksanakan. Oleh karena itu fungsi ini dapat mempengaruhi karakter dan profil daerah melalui peraturan daerah sebagai produknya. Di samping itu, sebagai produk hukum daerah, maka peraturan daerah merupakan komitmen bersama para pihak pemangku kepentingan daerah yang mempunyai kekuatan paksa. Dengan demikian fungsi legislasi mempunyai arti yang sangat penting untuk menciptakan keadaan masyarakat yang diinginkan (sebagai social engineering) maupun sebagai pencipta keadilan bagi masyarakat.

B. Perlunya Penguatan Fungsi Legislasi DPRD sebagai Lembaga Legislatif (perwakilan rakyat daerah)
Tugas yang merupakan amanah bagi DPRD dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah bersama dengan kepala daerah dilaksanakan atas dasar yuridis UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang lebih populer dikenal sebagai UU Parlemen, pada Pasal 292 dan 343 ayat (1) juga menyebutkan bahwa “DPRD (Provinsi, Kabupaten/Kota) mempunyai fungsi: legislasi, anggaran dan pengawasan”. Hal yang sama ditegaskan juga pada pasal 41 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Fungsi legislasi (pembentukan Perda) merupakan fungsi utama DPRD sebagai badan legislatif daerah. Marbun mengemukakan, bahwa “fungsi pembuatan Perda merupakan fungsi utama dan asli dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai badan legislatif. Lewat fungsi ini, DPRD dapat menunjukkan warna dan karakter serta kualitasnya, baik secara materil maupun secara fungsional”.  Fungsi legislasi ini melekat kepada DPRD sebagaimana DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat. 

Kemudian apa yang menyebabkan beberapa DPRD di daerah provinsi atau kabupaten/kota belum dapat optimal dalam melaksanakan fungsi legislasi sebagai lembaga legislatif? Penulis mengkaji, banyak terdapat tafsiran bunyi peraturan perundang-undangan terkait (antar pasal) serta kurang jelasnya pengaturan kedudukan lembaga DPRD di dalam konstitusi. Sedikit menjadi multitafsir ketika DPRD sebagai lembaga yang bertugas dan berwenang membentuk perda bersama atau bupati/walikota, ter-“include” dalam unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dalam pasal 19 UU No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa: 
(1) Penyelenggara pemerintahan adalah Presiden dibantu oleh (satu) orang wakil Presiden, dan oleh menteri negara.
(2) Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD.
Pengaturan tersebut justru menunjukkan kelemahan UU No.32 Tahun 2004, yang seolah-olah menempatkan DPRD dalam penyelenggara eksekutif bersama dengan pemerintah daerah. Hal ini berimbas, adanya perda yang nantinya dibahas bersama dengan KDH adalah perda yang mendukung secara penuh eksekutif dengan mengesampingkan kepentingan rakyat daerah yang diwakilinya, karena penempatan DPRD yang masuk dalam unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Kedudukan DPRD sebagai penyelenggara pemerintahan daerah bersama-sama dengan pemerintah daerah menempatkan DPRD berada di bawah kendali Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri karena penyelenggara pemerintahan daerah di bawah Kementerian Dalam Negeri. Konsekuensi dari kedudukan DPRD ini menyebabkan berbagai ketentuan pengaturan mengenai DPRD diatur dalam produk hukum Pemerintah Pusat seperti Peraturan Pemerintah, Permendagri, dan Surat Edaran. Sebagai akibat dari DPRD sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah, DPRD lebih banyak tunduk kepada Menteri Dalam Negeri, tunduk pada Peraturan Pemerintah dibandingkan konstituen yang diwakilinya yaitu rakyat.  Padahal disisi lain DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang dipilih langsung oleh rakyat melalui suatu pemilihan umum.

Sebagai lembaga perwakilan rakyat maka sudah semestinya DPRD mengemban amanat rakyat dengan menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi dan kepentingan masyarakat dan pertanggungjawabannya pun kepada masyarakat, sehingga DPRD dapat mengetahui apa yang dibutuhkan masyarakat dan mengetahui pula bagaimana kebijakan yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut guna dicantumkan dalam suatu produk hukum yang berbentuk Perda. Lain hal-nya apabila DPRD sebagai penyelenggaraan pemerintahan daerah tunduk kepada Pemerintah Pusat maka fungsi legislasi yang melekat pada DPRD ini tidak akan dapat terlaksana secara maksimal.

Selain itu, dalam konstitusi pun belum diatur jelas terkait kedudukan eksekutif dan legislatif di daerah. Jadi seolah-olah, terdapat pengaburan terhadap tugas pokok, fungsi dan wewenang antara DPRD dan KDH dalam hal pelaksanaan fungsi legislasi. Hal ini disinyalir, menjadi salah satu faktor yang mendorong lemanya fungsi legislasi DPRD, melihat dari studi kasus banyaknya perda yang justru berasal dari KDH. Hal ini kemudian mencederai semangat demokrasi, yang menunjuk anggota dewan sebagai wakil rakyat di daerah.
Melihat adanya “lubang-lubang” multitafsir dalam ketentuan perundang-undangan di atas, maka penulis mengajukan wacana solusi penguatan substains, baik dalam konstitusi sebagai dasar maupun perundang-undangan yang ada di bawahnya. Legal substance (substansi hukum); merupakan aturan-aturan, norma-norma dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang mereka susun.

Substain, berhubungan dengan peraturan perundang-undangan merupakan aturan yuridis dasar yang akan menjawab segala permasalahan terkait kurang optimalnya fungsi legislasi DPRD dapat dilaksanakan. Dasar yuridis yang kuat dalam rangka pemberdayaan DPRD perlu untuk direnungkan. Adanya prinsip equilibrium decentralization harus diimbangi dengan pengaturan hak dan kewajiban yang konsisten dan pasti, seperti halnya pembagian kewenangan. Kewenangan mengatur yang diwujudkan dalam bentuk membuat peraturan daerah sudah seharusnya lebih diarahkan untuk dijalankan oleh DPRD, sedangkan kepala daerah diberikan kewenangan untuk lebih banyak menjalankan mengurus yang bersifat implementasi dari kewenangan mengatur berdasarkan dasar yuridis yang kuat. Tidak seperti saat ini, pengaturan fungsi legislasi masih semu antara DPRD dengan eksekutif. Berdasarkan kedudukan organisasinya, kedudukan DPRD serba tak menentu. Menurut UU No.22 Tahun 1999 DPRD dikatakan sebagai Badan Legislastif Daerah (lihat Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 15). Menurut UU No.32 Tahun 2004 DPRD disebut sebagai Unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah (lihat Pasal 40). Pada UU No.5 Tahun 1974, DPRD adalah unsur pemerintah daerah (lihat Pasal 13 ayat (1)).

Untuk itulah, perlu penguatan fungsi legislasi sebagai salah satu fungsi dalam kedudukan organisasinya melalui aturan subtansi yang jelas sekaligus tegas, sehingga selain memperjelas kedudukan organisasi DPRD juga untuk mempertegas fungsi-fungsinya, dalam hal ini secara khusus adalah fungsi legislasi. Penguatan DPRD melalui ketegasan yuridis merupakan prasyarat mutlak bagi berkembangnya demokrasi di daerah. Faktor yang berhubungan dengan substansi juga berkaitan dengan pengaturan proses mekanisme pengusulan raperda inisiatif DPRD yang rumit. Problematika ini perlu mendapatkan perhatian khusus bagi pembuat kebijakan di  pusat untuk kedepannya dapat merumuskan kebijakan tentang penyusunan peraturan daerah yang lebih dinamis, efektif dan efisien. 



BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN
1. Fungsi legislasi yang melekat pada DPRD dalam kedudukannya sebagai lembaga perwakilan rakyat perlu adanya penguatan ditinjau dari alasan filosofis-sosiologis dan segi yuridis konstitusional diantaranya:

a. Alasan filosofis-sosiologis
Sila ke-4 Pancasila merupakan awal dari pemahaman DPRD sebagai badan perwaklan rakyat. Sebagai badan perwakilan rakyat, DPRD memiliki dua peran, yakni sebagai Badan legislatif dalam artian perwakilan rakyat (a representative assembly), yang dipilih untuk menghubungkan kepentingan konstituen dengan kebijakan yang akan diambil penguasa dan juga sebagai lembaga pembuat peraturan daerah (a law making institution). DPRD sebagai badan perwakilan rakyat yang memiliki fungsi legislasi menjadi jawaban bahwa DPRD sebagai lembaga yang legitimate untuk mewakili rakyat beserta kehendak-kehendak rakyat guna dituangkan dalam kebijakan yang nantinya dibahas dengan KDH guna sebesar-besarnya untuk kebutuhan masyarakat daerah. Apabila fungsi legislasi ini dapat berjalan secara efektif maka juga akan mendukung pula berjalannya kedua fungsi DPRD yang lain yaitu fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.

b. Alasan yuridis konstitusi
Fungsi legislative yang melekat pada DPRD ditegaskan dalam pasal 316 ayat (1) serta  365 ayat (1) UU No.17 Tahun 2014 tentang MD3. Fungsi ini merupakan fungsi utama yang dimiliki DPRD sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, melalui fungsi ini DPRD berperan menentukan corak perda yang akan dibentuk bersama KDH. Pasal 18 ayat (3) dan (4) UUD NRI 1945 serta Pasal 1 ayat (2) UU No.32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa kedudukan DPRD dengan KDH adalah sejajar, bersifat kemitraan sehingga diharapkan dengan dugas, pokok dan fungsi yang diemban masing-masing lembaga diharapkan dapat mewujudkan peranan yang berimbang antara keduanya. Berdasarkan Pasal 317 serta Pasal 366 UU No.32 Tahun 2004 yang mengatur mengenai tugas dan wewenang DPRD dalam pembuatan Perda, serta Pasal 44 ayat (1) yang mengatur mengenai hak anggota DPRD dalam pengajuan raperda menunjukkan bahwa DPRD sebagai pemegang fungsi legislasi utama. DPRD selalu ikut dalam tiap alur pembentukan, dari mulai perencanaan sampai pengundangan dan penyebarluasan, serta dalam pelaksanaan pun, DPRD dengan fungsi pengawasan dapat melengkapi fungsi legislasi nya, sehingga sebagai lembaga legislative. Hal ini diperkuat dengan ketentuan Pasal 140 ayat (2) UU No.32 Tahun 2004 yang menginterpretasikan bahwa peraturan daerah yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (perda inisiatif DPRD) lebih diutamakan daripada peraturan daerah yang berasal dari Kepala Daerah (perda prakarsa eksekutif). Kemudian berdasarkan analisis perbandingan pengaturan kedudukan, tugas pokok, kewenangan serta fungsi antara DPR dengan DPRD dapat disimpulkan bahwa banyak persamaan di antara keduanya sehingga menunjukkan keduanya sebagai lembaga yang memiliki kekuasaan membentuk Undang-Undang (bagi DPR) dan perda (bagi DPRD).

2. Fungsi legislasi (pembentukan Perda) merupakan fungsi utama DPRD sebagai badan legislatif daerah. Namun pada beberapa kota belum dapat optimal dalam melaksanakan fungsi legislasi sebagai lembaga legislative, hal ini dikarenakan banyak terdapat tafsiran bunyi peraturan perundang-undangan terkait (antar pasal) serta kurang jelasnya pengaturan kedudukan lembaga DPRD di dalam konstitusi. DPRD sebagai lembaga yang bertugas dan berwenang membentuk perda bersama atau bupati/walikota, masuk dalam unsur penyelenggara pemerintahan daerah sehingga seolah-olah menempatkan DPRD dalam penyelenggara eksekutif bersama dengan pemerintah daerah yang berada di bawa kendali Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri. Adanya ketimpangan pengaturan dalam peraturan perundang-undangan sehingga perlu adanya penguatan substanis baik dalam konstitusi sebagai dasar maupun perundang-undangan yang ada di bawahnya memperjelas kedudukan organisasi DPRD dan mempertegas fungsi-fungsinya, khususnya fungsi legislasi.

B. SARAN
Ketidakjelasan pengaturan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kedudukan, tugas, wewenang dan fungsi DPRD menyebabkan lemahnya fungsi legislasi pada DPRD sebagai badan perwakilan rakyat. Sehingga perlu adanya penguatan legal substance untuk mempertegas dan memperjelas kedudukan, tugas pokok dan fungsi DPRD khususnya dalam fungsi legislasi. Kewenangan mengatur yang diwujudkan dalam bentuk membuat peraturan daerah sudah seharusnya lebih diarahkan untuk dijalankan oleh DPRD, sedangkan kepala daerah diberikan kewenangan untuk lebih banyak menjalankan mengurus yang bersifat implementasi dari kewenangan mengatur berdasarkan dasar yuridis yang kuat.


DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Lawrence M.Friedman.1969. The Legal System. New York: Russel Sage Foundation.
Paimin Napitupulu.2005. Peran dan Pertanggungjawab DPR, Kajian di DPRD Provinsi DKI Jakarta. Bandung: PT. Alumni Bandung
Sadu Wasistiono&Yonatan Wiyoso.2009.Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Bandung: Fokus Media.
Satjipto Rahardjo.2009.Hukum Progresif; Aksi, Bukan Teks.Jakarta: Rajawali.
Strong, C.F, 1975, Modern Political Constitution: An Introduction To The Comparative Study Of History And Exising From, Sidwick And Jackson. London.
Karya Ilmiah atau Artikel:
Anajeng.2014.Implementasi Fungsi Legislasi DPRD Kota Surakarta dalam Kerangka Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Skripsi.
Anonim dalam http://www.parliament.uk/factsheets, Undang-Undang Susduk : Pintu Masuk Penguatan   Lembaga Perwakilan.
Kementerian Sekretariatan Negara.2011. Profil Lembaga Negara Rumpun Legislatif.Jakarta: Kementarian Sekretariatan Negara.
Sastro M Wantu.2012.Memperkuat Fungsi Legislasi DPRD sebagai Format Policy Dalam Euphoria Otonomi Daerah, dalam ejournal.ung.ac.id.

Perundang-Undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang No.17 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3)


*Sumber: https://www.academia.edu/9413590/PENGUATAN_FUNGSI_LEGISLASI_DPRD_DALAM_KEDUDUKANNYA

Tag : Lainnya, PKn
0 Komentar untuk "Penguatan Fungsi Legislasi DPRD Dalam Kedudukannya"

Back To Top