Indonesia Sebagai Negara Hukum

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Mengawali era negara hukum, maka ia tampil sebagai negara secara formal. Di sini ia mewujudkan sekalian persyaratan formal bagi suatu negara yang harus tunduk pada hukum. Untuk zamannya, negara hukum ini dapat disebut revolusioner ,karena mengakhiri bentuk bernegara sebelumnya yang bersifat otoriter. “L’etat c’est moi” (Negara adalah saya), begitulah karakteristik negara pada waktu itu.

Negara hukum Indonesia sudah berdiri sejak lebih dari enam puluh tahun lamanya.Kualifikasinya sebagai Negara hukum pada tahun 1945 terbaca dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar. Dalam penjelasan mengenai “Sistem Pemerintahan Negara” dikatakan “Indonesia ialah Negara yang Berdasar atas Hukum (Rechtsstaat)” . Selanjutnya di bawahnya dijelaskan , “Negara Indonesia berdasar atas hukum (Rechtsstaat) ,tidak berdasar kekuasaan belaka (Machtsstaat)”. Sekian puluh tahun kemudian ia lebih dipertegas melalui amandemen keempat dan dimasukkan ke dalam batang tubuh konstitusi ,yaitu Bab I tentang “Bentuk dan Kedaulatan”. Dalam Pasal 1 ayat 3 ditulis “ Negara Indonesia adalah Negara hukum” .

Negara hukum sudah merupakan tipe Negara yang umum dimiliki oleh bangsa-bangsa di dunia dewasa ini.Ia meninggalkan tipe Negara yang memerintah berdasarkan kemauan sang penguasa. Sejak perubahan tersebut, maka Negara diperintah berdasarkan hukum yang sudah dibuat dan disediakan sebelumnya dan penguasa pun tunduk kepada hukum tersebut.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Negara hukum ?
2. Apa Tujuan Hukum ?
3. Apa hubungan Indonesia sebagai Negara hukum dengan undang-undang dasar negara republik Indonesia ?
4. Bagaimana sejarah perkembangan hukum di Indonesia ?
5. Apa hubungan cita-cita sosial masyarakat dengan undang-undang ?

1.3 Tujuan
1. Pembaca mengetahui definisi Negara hukum.
2. Pembaca mengetahui tujuan hukum.
3.Pembaca mengetahui hubungan Indonesia sebagai Negara hukum dengan undang-
undang dasar negara republik Indonesia.
4. Pembaca mengetahui sejarah perkembangan hukum di Indonesia.
5. Pembaca mengetahui hubungan cita-cita sosial masyarakat dengan undang-undang.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Negara Hukum
“Negara” bisa dimaknai dalam dua arti. Pertama, Negara adalah masyarakat atau wilayah yang merupakan satu kesatuan politis. Kedua, Negara adalah lembaga pusat yang menjamin kesatuan politis ,yang menata dan dengan demikian menguasai wilayah itu. Hukum sebagai sarana untuk melakukan kontrol sosial, yaitu suatu proses memengaruhi orang-orang untuk untuk bertingkah laku sesuai dengan harapan masyarakat. Maka pengontrolan oleh hukum itu dijalankan dengan berbagai cara dan melalui pembentukan badan-badan yang dibutuhkan. Dalam hubungan ini, maka hukum biasa disebut sebagai suatu sarana untuk melakukan kontrol sosial yang bersifat formal. Menurut Brian Z. Tamanaha ,Negara hukum itu berkisar pada tiga kelompok pengertian (cluter of meaning).yaitu :

1. Bahwa pemerintah itu dibatasi oleh hukum. Dalam pemahaman yang pertama ini ,Negara hukum melindungi masyarakat dari penekanan (oppression) oleh pemerintah, baik yang bersifat komunitarian maupun individual. Ia juga melindungi masyarakat dalam keadaan pluralism.Khususnya bagi Negara-negara berkembang,seperti Indonesia ,Negara hukum akan melindungi masyarakat dari transformasi suatu tipe barat ke dalam masyarakat timur, yang memiliki kosmologi yang berbeda.

2. Negara hukum dipahami secara legalitas formal. Di sini ia dipahami sebagai sesuatu yang sangat bernilai (supremely valuable good), tetapi belum tentu memiliki nilai kemanusiaan yang bersifat universal (universal human good)pula. Di sini orang tidak dapat berpikir bahwa peraturan sebagai inti dari legalitas formal,berlaku untuk segala keadaan.Legalitas formal berjalan baik pada ranah kehidupan sosial, dimana dijumpai keadaan yang netral ,seperti perdagangan,penghukuman terhadap orang yang melakukan kekerasan criminal dan terhadap orang yang mengganggu kepemilikan orang lain.

Indonesia Sebagai Negara Hukum

3. Pengaturan yang didasarkan pada hukum (rule of law) ,bukan orang (rule of man). Menurut Tamahana, keadaan tersebut dapat dicapai manakala dapat dicapai keseimbangan antara keduanya,yang intinya adalah pengendalian diri (self-restraint).

2.2 Tujuan Hukum
Di dalam ilmu hukum disebutkan bahwa tujuan hukum adalah menciptakan ketertiban dan keadilan. Dalam membahas masalah tujuan hukum, banyak pendapat dikemukakan oleh para sarjana. Namun demikian secara umum dapat dikemukakan bahwa tujuan hukum adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh hukum. Menurut L.J. Van Apeldoorn, tujuan hukum adalah untuk memepertahankan ketertiban masyarakat. Dalam mempertahankan ketertiban tersebut hukum harus secara seimbang melindungi kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat. Mengenai kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat ini, Roscoe Pond membedakan antara kepentingan pribadi, kepentingan publik, dan kepentingan sosial. Apabila pandangan Van Apeldoorn dikaitkan dengan pandangan Roscoe Pond tersebut, berarti dalam mempertahankan ketertiban masyarakat, hukum harus mampu menyeimbangkan kepentingan-kepentingan pribadi, publik, dan sosial. Pengaturan yang didalamnya terdapat keseimbangan antara kepentingan-kepentingan tersebut oleh Van Apeldoorn dikatakan sebagai pengaturan yang adil.

Keadilan menurut Ulpianus adalah Justitia est perpetua et constans voluntas jus suum cuique tribuendi yang kalau diterjemahkan secara bebas keadilan adalah suatu keinginan yang terus menerus dan tetap untuk memberikan kepada orang apa yang menjadi haknya. Ini berarti keadilan bahwa keadilan harus senantiasa mempertimbangkan kepentingan yang terlibat di dalamnya.

2.3 Hubungan Indonesia sebagai Negara Hukum dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik  Indonesia
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sebagai jantung dan jiwa Negara. Undang-undang dasar suatu Negara memberi tahu kepada kita tentang apa maksud membentuk Negara, bagaimana cita-citanya dengan bernegara itu , apa yang ingin dilakukannya ,serta asas-asas kehidupan yang terdapat di dalamnya. Dengan undang-undang dasar itu suatu Negara sebagai komunitas memiliki tujuan yang jelas dan akan memandu menuju apa yang dicita-citakan.Undang-undang dasar juga sangat penting bagi penyelenggaraan hukum suatu Negara ,oleh karena pada saat-saat tertentu hukum perlu melihat kepada panduan yang diberikan oleh undang-undang dasarnya. Hal tersebut terjadi, Misalnya ,pada saat hukum mengalami kebuntuan dan tidak tahu ke mana harus melangkah.

2.4 Sejarah Perkembangan Hukum Indonesia
Pada waktu pedagang Belanda mulai mengadakan kontak dengan bangsa Indonesia, maka mereka berhadapan dengan negara-negara pedalaman .Negara-negara kelautan seperti Sriwijaya dan Majapahit pada saat pertemuan itu telah menjadi sejarah.Kerajaan-kerajaan pedalaman ini disebut juga kerajaan darat atau kerajaan agraris.Bagian-bagian yang membentuk kerajaan tersebut berupa desa-desa yang penduduknya menggantungkan hidupnya pada usaha persawahan. Keadaan kerajaan darat atau agraris tersebut secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut .Yang disebut sebagai kerajaan disini adalah pusat-pusat kekuasaan agraris yang karena kekuatannya kemudian mampu menaklukkan pusat-pusat yang lain sehingga semakin lama menjadi semakin besar.

Dengan menampilkan struktur kerajaan di jawa ,maka kita akan dapat melihat susunan yang terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut:
Raja
Kepala Kawasan ( Provinsi ,Bupati)
Kepala Desa
Rakyat
Susunan tersebut mencerminkan adanya dua macam ikatan ,yaitu :
Ikatan Feodal
Ikatan Desa (rakyat kecil)

Dikotomi seperti sekarang ini kita jumpai juga dalam kehidupan hukum masyarakat Indonesia masa itu .Sekalipun kedua lingkungan tersebut disebut berdampingan, namun dalam kenyataannya bisa terdapat jurang pemisah ,misalnya dalam bentuk pembiaran oleh pihak istana terhadap penyelenggaraan hukum yang dilakukan di lingkungan desa.Uraian ini dimulai dengan bertitik tolak dari apa yang kemudian oleh zaman kolonial Belanda diperkenalkan sebagai hukum adat.Dari subtansi yang diatur oleh hukum tersebut dicoba untuk dibuat suatu ikhtisar yang dikelompokkan dalam masalah mengenai: (1) Subjek yang diatur dan (2) Faktor-faktor yang diperhatikan dalam pengaturan.

Kontak-kontak antara Indonesia dengan dunia barat merupakan masa perhubungan yang di belakang hari menimbulkan persoalan sosial dan kebudayaan yang besar yang mempunyai hubungan yang erat dengan kehidupan hukum di negeri ini.
Kontak pertama dilakukan oleh para pedagang Belanda dalam rangka operasi perdagangan mereka. Dalam keadaan tersebut ,mereka hanya mengikuti pola perbuatan dagang biasa, yaitu berusaha untuk membeli secara murah dan menjualnya kembali di tempat lain denggan harga mahal (Day,1904:45)

Barat semakin melihat betapa produksi di jawa yang feodal itu dijalankan secara tidak ekonomis berkat berkat pola feodalisme. Kalau saja pola itu bisa dirombak maka diharapkan, tanah akan menjadi lebih produktif. Dengan demikian, maka kritik terhadap penyelenggaraan produksi pada waktu itu dapat diperinci sebagai berikut:
Potensi rakyat untuk menghasilkan bahan-bahan perdagangan yang berupa hasil bumi bisa lebih diperbesar.
Potensi tersebut dihambat oleh cara pengelolaan produksi secara feodal.
Rakyat harus dibebaskan dari tekanan feodalisme tersebut sehingga dapat menikmati kebebasan dan kesejahteraan yang lebih besar. Keadaan tersebut diharapkan akan meningkatkan daya produksi rakyat. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka langkah-langkah yang kemudian diambil adalah:

Kekuasaan kaum bangsawan harus dibatasi.
Kesewenang-wenangan dan korupsi diberantas.
Menciptakan kebebasan dan kepastian hukum yang lebih besar bagi rakyat.
Usaha untuk membebaskan rakyat dari beban dan hambatan tersebut, pada zaman-antara yaitu zaman kekuasaan inggris, oleh raffles dilakukan dengan mengintrodusir apa yang disebut sebagai landelijk stelsel. Sistem ini ingin membebaskan rakyat dari kewajiban untuk melakukan pekerjaan bagi kaum bangsawan dan menggantikannya dengan sistem pajak.
Melalui proses regenerasi tersebut, maka beberapa segi tatanan sosial masyarakat Indonesia asli dirombak menurut acuan Barat. Usaha perombakan ini dibutuhkan untuk dapat menjadi penghubung dan pengokoh hubungan-hubungan ekonomi yang baru antara kota-kota yang bersifat Barat dengan wilayah-wilayah di luarnya. Bentuk-bentuk regenerasi tersebut adalah sebagai berikut:

Suatu reorganisasi terhadap susunan hierarki masyarakat yang asli, terutama sekali yang berupa pembinaan kelas-kelas pemuka masyarakat yang kepentingan-kepentingannya (ekonomi, sosial, politik dan psikologis) langsung dikaitkan pada bekerjanya pusat-pusat perkotaan kapitalis secara sistematik. Dengan demikian, mereka ini merupakan wakil-wakil pusat-pusat kapitalis tersebut.

Proses ini juga meliputi suatu difusi nilai-nilai, norma-norma, keyakinan-keyakinan dan pranata-pranata sosial, secara kebudayaan dan struktural yang menyebabkan organisasi dari Negara-negara jajahan itu mirip dengan pengorganisasian dari Negara-negara Barat,yang juga disebut sebagai susunan yang modern.

Kemerdekaan Indonesia yang di proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 telah mengakhiri penjajahan Belanda atas Indonesia.Secara politik,maka bangsa Indonesia kini memegang kendali di tangannya. Semenjak saat tersebut maka muncullah suatu masyarakat hukum yang bernama Negara Republik Indonesia, yaitu suatu masyarakat hukum yang bernama Negara Republik Indonesia, yaitu suatu masyarakat yang menetukan sendiri hukum yang berlaku di negeri ini. Adapun yang kemudian berdiri pada tanggal tersebut adalah suatu badan atau organisasi kekuasaan dan yang wilayahnya meliputi juga seluruh wilayah bekas jajahan tersebut.

Keadaan serta gambaran sebagaimana diuraikan di atas menimbulkan pertanyaan , “Hukum yang mana serta bagaimanakah yang kemudian ada sebagai akibat dari perubahan ketatanegaraan itu?”

Pada zaman penjajahan, hukum adat ini menempati suatu kedudukan khusus, yaitu sebagai lambang dan wakil dari sistem hukum Indonesia berhadapan dengan sistem hukum eropa. Tetapi, semenjak kemerdekaan gambarannya sudah berubah. Perubahan di sini adalah semenjak hukum adat tidak lagi mempunyai kedudukan yang otonom berhadapan dengan suatu sistem hukum yang lain dan hukum adat tak dapat pula dilihat sebagai mewakili sistem hukum Indonesia, semata-mata oleh karena semenjak saat itu di dunia ini sudah lahir suatu Negara , masyarakat hukum dan tata hukum yang baru, yaitu : Indonesia. Hukum adat itu sekarang sudah terlebur ke dalam Hukum Indonesia yang intinya adalah Undang-Undang Dasar 1945.

2.5 Hubungan Cita-cita Sosial Masyarakat dengan Undang-undang
Hukum yang berlaku mengandung seperangkat sistem dan subsistem yang holistik dalam kehidupan masyarakat .Hukum terkait dengan kebudayaan, politik, ekonomi, pendidikan, agama, dan ideologi Negara.Melaksanakan hukum berarti meninggalkan semua yang dilarang oleh pasal-pasal dalam undang-undang.Meninggalkan hukum juga berarti melaksanakan yang dibenci oleh undang-undang. Untuk semua jenis hukum dan undang-undang, subtansi di dalam materi hukum adalah sekumpulan perintah dan larangan. Hukum yang menjadi panutan masyarakat merupakan cita-cita sosial yang tidak pernah berhenti dikejar sampai akhir hayat manusia. Cita-cita sosial bersandar pada hukum nasional yang berupa undang–undang.

Cita-cita sosial tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mengharapkan keamanan dan ketenteraman hidup tanpa batas waktu.
2. Mengharapkan kemaslahatan hidup bagi diri dan orang lain.
3. Mengharapkan tegaknya keadilan,yang bersalah harus mendapat hukuman yang setimpal dan yang tidak bersalah mendapat perlindungan hukum yang baik dan benar.
4. Persamaan hak dan kewajiban dalam hukum .Hukum tidak pilih bulu atau memilih dan memilah dengan alasan berbeda bulu.
5. Saling mengontrol di dalam kehidupan masyarakat sehingga tegaknya hukum dapat diwujudkan oleh masyarakat sendiri.
6. Kebebasan berekspresi, berpendapat, bertindak dengan tidak melebihi batas-batas hukum dan norma sosial.
7. Regenerasi sosial yang positif dan bertanggung jawab terhadap masa depan kehidupan social dan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Cita-cita tertinggi dalam hukum adalah menegakkan keadilan,tetapi yang menerapkan keadilan bukan teks-teks hukum ,melainkan manusia yang menerima sebutan hakim, pengacara, kuasa hukum, penegak hukum, penguasa hukum, polisi dan sebagainya. Keadilan sebagai cita-cita sosial dan tujuan hukum ,tetapi ide tentang keadilan tidak pernah objektif.Keadilan selalu bersifat subjektif ,tidak terkecuali dalam hukum.





BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Negara Indonesia adalah Negara hukum, begitu yang dinyatakan dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 pasal 1 ayat (3) yang dirumuskan dalam amandemennya yang ketiga ,Agustus 2011 yang lalu. Sehingga seharusnya seluruh sendi kehidupan dalam bermasyarakat dan bernegara harus berdasarkan pada norma-norma hukum. Artinya hukum harus dijadikan panglima dalam penyelesaian masalah-masalah yang berkenaan dengan individu ,masyarakat dan Negara.

Norma hukum bukanlah satu-satunya kaidah yang bersifat regulatif (mengatur) terhadap manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia. Disamping norma hukum,ada norma sosial, kesusilaan dan agama .Ketiga norma (kaedah) terakhir memiliki aturan sanksi yang lunak jika dibandingkan dengan aturan sanksi pada norma hukum yang keras, sebab hukum memiliki alat perlengkapan yaitu Negara.

Hukum dipandang sebagai sesuatu yang luas,besar , dan agung. Hukum tidak dibuat tetapi hidup,tumbuh, dan berkembang bersama masyarakat. Walaupun pada kenyataannya hukum merupakan produk politik dimana hukum tergantung pada konfigurasi politik yang sedang berlangsung seperti yang dikatakan oleh Mahfud MD, namun seharusnya hukum harus tetap memuat nilai-nilai ideal yang harus dijunjung tinggi dan ditegakkan oleh segenap elemen masyarakat.

Kepongahan hukum semakin nyata di Indonesia. Kasus suap yang melanda mahkamah agung, Kasus Suyitno Landung dalam pemeriksaan perkara pembobolan bank BNI,menjadi pertanda jatuhnya wibawa hukum di mata masyarakat Indonesia. Kasus lain yang menggegerkan adalah tertangkap basahnya Jaksa Urip Tri Gunawan (kasus BLBI) yang kemudian seperti menghancurkan kewibawaan kejaksaan agung.

Salah satu yang memberikan kontribusi bagi kebobrokan moral penegak hukum tersebut bisa jadi adalah pendidikan hukum. Pendidikan hukum selama ini hanya menyentuh pada tataran teoritik belaka, mengabaikan aspek moral. Sehingga dengan demikian Indonesia hanya mencetak “tukang-tukang hukum” bukan sarjana hukum dalam pengertian yang sebenarnya. Padahal semestinya pendidikan hukum kita bisa menciptakan seorang ahli hukum yang berdedikasi dan bukan ahli hukum yang “jualan hukum”.

Adapun yang ingin dimintakan perhatian di sini yaitu, hendaknya kita juga meninjau perkembangan hukum di Indonesia semenjak penjajahan sebagai pembelajaran untuk masa sekarang dan yang akan datang. Terutama untuk menghadapi masalah yang sudah pernah terselesaikan di masa lampau, seperti korupsi. Banyak hal yang harus dilakukan untuk mencapai Tujuan dan cita-cita Indonesia sebagai Negara hukum agar ‘negara hukum’ tidak sekedar menjadi slogan kaku yang tidak bisa di realisasikan.



DAFTAR PUSTAKA

Marzuki ,Peter Mahmud.2008.Pengantar Ilmu Hukum.Jakarta:Kencana Prenada Media
          Group.
_____,2010.Penelitian Hukum.Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Moeljatno,dkk.2008.Membangun Hukum Indonesia.Yogyakarta:Kreasi Total Media.
Rahardjo,Satjipto.2008.Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya.Yogyakarta:Genta
           Press.
_____,2009.Hukum dan Perubahan Sosial.Yogyakarta: Genta Publishing.
Rato,Dominikus.2009.Filsafat Hukum.Surabaya:Laksbang Justitia
Saebani,Beni Ahmad .2009.Sosiologi Hukum.Bandung:CV Pustaka Setia.



*Sumber: http://muthiaandinapradipta.blogspot.com/2013/02/makalah-indonesia-sebagai-negara-hukum.html

Tag : Lainnya, PKn
0 Komentar untuk "Indonesia Sebagai Negara Hukum"

Back To Top