Kesehatan Mental dan Agama

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Stres bisa terjadi pada siapapun, tidak tertutup kemungkinan terjadi pada mahasiswa. Stres pada mahasiswa yaitu dalam pembuatan skripsi atau karya ilmiah seperti makalah. Stres yang terjadi harus diatasi dan diatur secara psikologis ataupun Islami. Menurut Handoyo (dalam Gamayanti, Mahardianisa & Syafei, 2018:116) stres bisa berupa tuntutan dari eksternal yang dihadapi seseorang yang kenyataannya memang membahayakan atau menimbulkan permasalahan. Stres juga bisa dipahami sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang bersumber dari eksternal dan dirasakan tidak menyenangkan. Untuk itu dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai stress dan sumber-sumbernya serta management stress secara islami.


B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan stress?
2. Jelaskan tipe-tipe stress psikologis?
3. Sebutkan sumber-sumber stress?
4. Bagaimana pengendalian stress secara islami?


C. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Mampu memahami tentang pengertian stress.
2. Agar dapat mengetahui tipe-tipe stress psikologis.
3. Mampu menjelaskan tentang sumber-sumber stress.
4. Mampu mengetahui pengendalian stress secara islami.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Stress
Stress berasal dari bahasa latin “ sttingere” yang berarti keras, yang mana istilah ini berkembang terus menerus menjadi stress. Pada abad 17, istilah stress diartikan sebagai kesuaran, kesulitan, atau penderitaan. Selanjutnya, pada abad 18, stess digunakan untuk menunjukkan kekuatan, tekanan, ketegangan atau usaha yang keras yang ditunjukkan pada sebuah objek materil atau pada seseorang “kekuatan mental” pada abad 19 hingga abad 20, istilah stress dan tekananpun mulai dikonsepkan sebagai penyebab permasalahan dalam kesehatan secara fisik maupun psikologis (Gaol, 2016:2). Istilah stress dalam psikologi menunjukkan suatu gangguan mental yang dihadapi seseorang akibat adanya tekanan, yang mana tekanan ini muncul dari kegagaan individu dalam memenuhi kebutuhannya atau keinginannaya.

Kesehatan Mental dan Agama

Pengertian stress menurut para ahli
1. Menurut Hani Handoko (dalam Yuliawan, 2012:12) stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang.
2. Menurut Chaplin (dalam Handono dan Bashori, 2013: 79) stress adalah suatu keadaan yang tertekan, baik fisik maupu psikologis. Keadaan yang terjadi ini merupakan suatu keadaan yang sangt mengganjal dalam diri individu krena adanya perbedaan antara yang diharapkan dengan yang ada.
3. Menurut Markam (dalam Handono dan Bashori, 2013: 79) stress dalah keadaan yang mana beban yng dirasakan terlalu erat dan tidak sepadan dengan kemampuan yang dimiliki untuk mengatasi beban yang dialaminya.
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa stress adalah reaksi atau respons tubuh berupa kekuatan yang mendesak atau mencekam terhadap stressor psiososial (tekanan mental atau beban kehidupan) yang menimbulkan tekanan perubahan, dan ketegangan emosi.

B. Tipe-Tipe Stress Psikologis
1. Frustasi
Frustasi adalah suatu perasaan yang muncul karena terjadinya hambatan dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau menyangka bahwa akan terjadi sesuatu hal yang menghalangi keinginan untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan itu (Semiun, 2006:394). Sedangkan menurut Musradinur (2016:191) frustrasi merupakan terganngunya keseimbangan psikis karena tujuan gagal dicapai.

Ada dua sumber utama frustasi yang dijelaskan oleh Semiun (2006:395) adalah sebagai berikut:
a. Sumber yang berasal dari luar (situasi-situasi dari luar)
1) Adat kebiasaan atau peraturan masyarakat yang menghambat keinginan dan kebutuhan individu.
2) Hal-hal yang mengganggu, lebih-lebih yang berhubungan dengan kepentingan dan cara hidup yang sudah biasa.
3) Kondisi sosio-ekonomis yang menghalangi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis individu.
b. Sumber yang berasal dari dalam (dinamika batiniah individu)
1) Faktor-faktor fisik, berupa rintangan-rintangan organik atau penyakit.
2) Perbedaan intelektual. Di dalam kelas kita kecewa apabila kita tidak mampu bersaing dengan orang lain.

2. Tekanan
Menurut Musradinur (2016:192) tekanan merupakan sesuatu yang mendesak untuk dilakukan oleh individu. Pressure (tekanan), merupakan suatu keadaan yang menimbulkan konflik, dimana individu merasa terpaksa atau dipaksa untuk tidak melakukan hal-hal yang diinginkannya. Tekanan yang kecil, tetapi bila bertumpuk- tumpuk dapat menjadi stres yang hebat (Gamayanti, Mahardianisa & Syafei, 2018:120). Tekanan bisa datang dari dalam dan luar:
a. Tekanan dari diri sendiri (internal), misalnya:
1) Keinginan yang sangat kuat untuk meraih sesuatu
2) Ingin selalu tampil sempurna (perfectionist).

Segala sesuatu yang tidak sesuai keinginan akan mendorong individu itu untuk menyempurnakannya sementara pekerjaan yang diembannya cukup banyak sehingga menyita waktu yang banyak pula (Aditama, 2017:47).

b. Tekanan dari lingkungan (eksternal).
Adapun contoh tekanan (Islamia, 2012:10-12) adalah sebagai berikut:
a. Tekanan di lingkungan keluarga, sumber tekanan dalam keluarga, yaitu kematian pasangan, perceraian, perpisahan, kematian keluarga dekat, perkawinan, perubahan kesehatan anggota keluarga, bertengkar dengan pasangan, anak meninggalkan rumah, masalah dengan mertua, perubahan kondisi tempat tinggal, perubahan aktivitas sosial, dan lain-lain
b. Tekanan sosial, merupakan kondisi gangguan atau ketidaknyamanan yang dirasakan sebagai dampak dari interaksi dan lingkungan.
c. Tekanan psikologis, mengacu pada hubungan dengan lingkungan dimana seseorang menilai sendiri keadaannya dalam kondisi tuntutan yang melebihi sumber daya yang tersedia

3. Konflik
Konflik adalah tegangan dalam diri seseorang apabila ia berusaha mencapai keputusan yang memuaskan terhadap situasi-situasi yang sama menariknya atau situasi yang sama tidak menariknya (Semiun, 2006: 400). Konflik terjadi apabila seseorang mengalami lebih dari satu tujuan dimana ia sukar menentukan pilihan. Karena latar belakang pengalamannya, individu bereaksi baik secara positif maupun negatif terhadap suatu motif. Ada empat jenis konflik, yaitu:

a. Approach-approach conflict (Konflik mendekat-mendekat) Seseorang berhadapan dengan masalah memilih antara dua tujuan positif. Biasanya ini bukan merupakan tugas yang sulit, dan tegangan emosi yang terjadi di sini kecil. Misalnya, seorang siswa pada hari libur harus memutuskan apakah akan pergi ke pantai atau ke mall. Contoh lainnya seperti memilih makanan bakso atau nasi goreng. Diantara empat macam konflik, tipe ini paling rendah tingkat stresnya.

b. Avoidance-avoidence conflict (Konflik menjauh-menjauh) Individu terperangkap dalam situasi dimana harus memilih antara dua atau lebih rangkaian tindakan yang negatif. Karena adanya ancaman dalam situasi demikian, ia mungkin tidak berbuat apa- apa atau mencari cara untuk melarikan diri. Jika ia tidak berbuat apa-apa untuk memecahkan konflik, maka ancaman tetap ada dan tegangan meningkat. Contoh, seorang anak takut pergi ke dokter gigi akan tetapi ia juga takut jika sakit giginya bertambah parah. Apabila konflik menjauh-menjauh tidak terlalu kuat, ada kemungkinan orang memilih salah satu dari tindakan yang kurang mengancam.

c. Approach-avoidence conflict (Konflik mendekat-menjauh) Individu dihadapkan dengan dua pilihan dimana yang satu menyenangkan sedangkan yang lainnya tidak menyenangkan. Konflik ini berkisar pada hubungan seseorang dengan orang lain yang menarik tetapi juga menjijikkan. Ia mungkin tertarik pada orang lain karena ketergantungan atau bahkan cinta, tetapi sekaligus menjijikkan karena sifat kepribadiannya.

d. Konflik Ganda Mendekat-menjauh
Konflik ini sangat kompleks karena orang harus memilih beberapa langkah tindakan berbeda yang masing-masing memiliki aspek positif dan negatif. Setiap alternatif mengandung hal yang baik dan hal yang buruk. Orang mengalami kepuasan tetapi sekaligus juga mengalami ketidakpuasan.

4. Kecemasan
Menurut Kartono (dalam Annisa, 2016) cemas adalah bentuk ketidak beranian ditambah kerisauan terhadap hal-hal yang tidak jelas. Sedangkan menurut Sarwono menjelaskan bahwa kecemasan merupakan takut yang tidak jelas objeknya dan tidak jelas pula alasannya. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah kondisi emosi dengan timbulnya rasa tidak nyaman pada diri seseorang, dan merupakan pengalaman yang samar- samar disertai perasaan tidak berdaya serta tidak menentu yang disebabkan oleh suatu hal yang belum jelas.

Calhoun dan Acocella (dalam Safaria, 2009) mengemukakan aspek-aspek kecemasan dalam tiga reaksi, yaitu :
a. Reaksi emosional, yaitu komponen kecemasan yang berkaitan dengan persepsi individu terhadap pengaruh psikologis dari kecemasan, seperti perasaan ketegangan, keprihatinan dan mencela diri sendiri.
b. Reksi kognitif, yaitu ketakutan dan kekhawatiran yang berpengaruh terhadap kemampuan berpikir jernih sehingga mengganggu dalam memecahkan masalah dan mengatasi tuntutan lingkungan sekitarnya.
c. Reaksi fisiologis, yaitu reaksi yang ditampilkan oleh tubuh terhadap sumber ketakutan dan kekhawatiran. Reaksi ini berkaitan dengan sistem syaraf yang mengendalikan berbagai otot dan kelenjar tubuh sehingga timbul reaksi dalam bentuk jantung berdetak lebih keras, nafas bergerak lebih cepat, tekanan darah meningkat.

Menurut Spilberger (dalam Safaria, 2009) kecemasan terdiri dari dua bentuk. Pertama kecemasan sebagai suatu trait (trait anxiety), yaitu kecenderungan pada diri seseorang untuk merasa terancam oleh sejumlah kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya. Kecemasan dalam kategori ini lebih disebabkan karena kepribadian individu memang mempunyai potensi cemas dibanding individu lain. Kedua, kecemasan sebagai suatu keadaan (state anxiety) yaitu keadaan dan kondisi emosional sementara pada diri seseorang yang ditandai dengan perasaan tegang dan khawatir dirasakan dengan sadar dan bersifat subjektif berhubungan dengan situasi-situasi lingkungan khusus.

C. Sumber-Sumber Stress
Menurut Bucker dan Wallace (dalam Yuwono, 2010:17) ada beberapa sumber stress:
1. Kematian
Meninggalnya seseorang yang dekat akan menimbulkan rasa kehilangan yang dalam, misalnya kematian pasangan hidup, anak, dan orangtua. Kehilangan ini menjadi awal dari perasaan terancam, yang terkait dengan kehidupannya kelak. Siapa yang akan mendampingi, siapa yang akan dijadikan tempat curhat, siapa yang akan memberi uang/nafkah, dan perasaan terancam lainnya. Stres yang muncul dapat mengarahkan individu pada kesedihan yang tinggi. Apalagi kalau individu tersebut terbiasa hidup manja dan tidak pernah bekerja keras.
2. Perceraian
Sebagaimana kematian, perceraian juga memunculkan ketakutan terhadap figur yang akan mendampingi atau memberikan nafkah dan perhatian kepada pasangan ataupun keluarga. Anak akan mengalami kecemasan karena kehilangan figur pelindung orangtuanya.
3. Kesulitan ekonomi
Kesulitan ekonomi yang terjadi akibat berkurangnya pendapatan akan memunculkan ketakutan terhadap pemenuhan kebutuhan hidup  diri dan keluarga. Bagaimana memperoleh makan, pakaian, rumah, dan kebutuhan lainnya. Apalagi kalau individu tersebut terbiasa hidup mewah dan manja.
4. Sumber-sumber psikologis, seperti frustasi, konflik, kecemasan, dan tekanan.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa lingkungan pekerjaan dan lingkungan keluarga bisa menjadi sumber-sumber stress. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Oktarina, Krisnatuti, dan Muflikhati (2015) bahwa di lingkungan kerja seseorang tertekan dengan kondisi fisik, beban tugas, lama bekerja, dan penilaian terhadap hasil pekerjaan. Selain itu, individu juga tertekan dalam lingkungan keluarga, seperti beban tugas, tuntutan keluarga, terjadinya konflik peranan di dalam keluarga, dan lain- lain.

D. Pengendalian Stress Secara Islami
Menilik akibat yang sangat besar pada stres, maka dibutuhkan kemampuan untuk mengelola stres. Stres tidak mungkin selamanya dihindari, karena ujian dan cobaan dari Allah SWT tidak dapat diatur oleh manusia. Langkah terbaik adalah menyiapkan sikap dan perilaku mengelola stres sehingga mampu menangkal akibat stres. Anjuran Allah SWT tentang menghindari dan mengelola stres sangat jelas, sebagaimana yang telah digariskan dalam surat Ali ‘Imron ayat 139 yaitu:


139. janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.
Secara rinci, beberapa cara mengelola stres yang telah diajarkan oleh Islam (Yuwono, 2010:20) adalah sebagai berikut:

1. Niat Ikhlas.
Upaya yang dilakukan oleh individu senantiasa diliputi oleh bermacam motivasi. Motivasi inilah yang menentukan bagaimana upaya yang dilakukan dan bagaimana bila tujuan tidak tercapai. Islam sudah mengajarkan agar senantiasa berniat ikhlas dalam berusaha, dengan tujuan agar nilai usaha tinggi di mata Allah SWT dan dia mendapat ketenangan apabila usaha tidak berhasil sesuai harapan. Ketenangan ini bersumber dari motif hanya karena Allah, bukan karena yang lain, sehingga kegagalan juga akan selalu dikembalikan kepada Allah SWT (Yuwono, 2010:20). Sebagaimana dalam surat At Taubah ayat 91 berikut:

Artinya: “tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang- orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul- Nya. tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

2. Sabar dan Shalat.
Sabar dalam Islam adalah mampu berpegang teguh dan mengikuti ajaran agama untuk menghadapi atau menentang dorongan hawa nafsu. Orang yang sabar akan mampu mengambil keputusan dalam menghadapi stressor yang ada (Yuwono, 2010:21). Sebagaimana di dalam ayat 153 surat Al-Baqarah, Allah SWT juga menyatakan bahwa:

153. “Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Melalui shalat maka individu akan mampu merasakan betul kehadiran Allah SWT. Segala kepenatan fisik, masalah, beban pikiran, dan emosi yang tinggi kita tanggalkan ketika shalat secara khusyuk. Dengan demikian, shalat itu sendiri sudah menjadi obat bagi ketakutan yang muncul dari stressor yang dihadapi. Selain itu, shalat secara teratur dan khusyuk akan mendekatkan individu kepada penciptanya. Hal ini akan menjembatani hubungan Allah SWT dengan individu sehingga Allah SWT tidak akan membiarkan individu tersebut sendirian. Segala permasalahan yang ada akan selalu dibantu oleh Allah SWT dalam menyelesaikannya. Keyakinan terhadap hal ini dapat menenangkan hati dan mengurangi kecemasan atau rasa terancam yang muncul.

3. Bersyukur dan Berserah diri (Tawakkal).
Salah satu kunci dalam menghadapi stressor adalah dengan selalu bersyukur dan menerima segala pemberian Allah SWT. Allah SWT sudah mengajarkan di dalam Al Qur’an Surat Al Fatihah ayat 2 dan Al Baqarah : 156 : (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Kedua ucapan di atas sangat familiar dilidah kita, dan apabila kita pahami maknanya setiap kali mengucapkannya saat menghadapi cobaan maka niscaya akan muncul kekuatan psikologis yang besar untuk mampu menghadapi musibah itu. "Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam”, dan “Kami ini kepunyaan Allah, dan kepadanya jua kami akan kembali".

Cara berpikir negatif yang menekankan kepada persepsi stressor sebagai sesuatu yang mengancam dan merugikan, perlu diubah menjadi berpikir positif yang menekankan kepada pengartian stressor sebagai sesuatu yang tidak perlu dicemaskan. Bahkan individu perlu melihat adanya peluangpeluang untuk mengatasi stressor dan harapan- harapan positif lainnya. Saat stressor musibah datang menghampiri, biasanya akan mudah timbul rasa kehilangan sesuatu dari dalam diri. Hal ini membutuhkan rasa percaya (keimanan) bahwa diri kita ini bukan siapa-siapa, diri ini adalah milik Allah SWT, dan apa pun yang ada pada sekeliling kita adalah milik Allah SWT. Mensyukuri apa yang sudah diberikan dan selalu berserah diri akan menghindarkan kita dari perasaan serakah dan beban pikiran lainnya (Yuwono, 2010:22).

4. Doa dan Dzikir.
Sebagai insan beriman, doa dan dzikir menjadi sumber kekuatan bagi kita dalam berusaha. Adanya harapan yang tinggi disandarkan kepada Allah SWT, demikianpun apabila ada kekhawatiran terhadap suatu ancaman, maka sandaran kepada Allah SWT senantiasa melalui doa dan dzikir. Melalui dzikir, perasaan menjadi lebih tenang dan khusyuk, yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan konsentrasi, kemampuan berpikir secara jernih, dan emosi menjadi lebih terkendali (Yuwono, 2010:23). Hentakan kemarahan dan kesedihan, ataupun kegembiraan yang berlebihan senantiasa dapat dikendalikan dengan baik. Sebagaimana dalam surat Ar Ra’d ayat 28:


28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Stress adalah reaksi atau respons tubuh berupa kekuatan yang mendesak atau mencekam terhadap stressor psiososial (tekanan mental atau beban kehidupan) yang menimbulkan tekanan perubahan, dan ketegangan emosi. Tipe stress psikologis diantaranya adalah frutasi, konflik, tekanan, dan kecemasan. Adapun sumber-sumber stress adalah kematian, perceraian, kesulitan ekonomi, dan sumber-sumber psikologis, seperti frustasi, konflik, kecemasan, dan tekanan. Menilik akibat yang sangat besar pada stres, maka dibutuhkan kemampuan untuk mengelola stres. Stres tidak mungkin selamanya dihindari, karena ujian dan cobaan dari Allah SWT tidak dapat diatur oleh manusia. Langkah terbaik adalah menyiapkan sikap dan perilaku mengelola stres sehingga mampu menangkal akibat stres.

Saran
Diharapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.




DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’anul Karim
Aditama, D. 2017. Hubungan antara Spiritualitas dan Stres pada Mahasiswa. El- Tarbawi, 10(2):39-62.
Annisa, F. & Ifdil. 2016. Konsep Kecemasan pada Lanjut Usia. Konselor, 5 (2): 93-99.
Gamayanti, W., Mahardianisa., dan Syafei, I. 2018. Self Disclosure dan Tingkat Stres pada Mahasiswa yang sedang Mengerjakan Skripsi. Psympathic, 5(2):115-130.
Gaol, L. 2016. Teori Stres: Stimulasi, Respons, dan Transaksional. Bulentin Psikologi, 24(1):1-11.
Handono, O. T., dan Bashori, H. 2013. Hubungan antara Penyesuaian Diri dan Dukungan Sosial terhadap Stres Lingkungan pada Santri Baru. Empathy, 1(2):79-89.
Islamia, I. 2012. Tekanan Sosial, Tekanan Psikologis, dan Kesejahteraan Subjektif Keluarga di Wilayah Perdesaan dan Perkotaan. Skripsi. Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Bogor.
Musradinur. 2016. Stres dan Cara Mengatasinya dalam Perspektif Psikologi.
Edukasi, 2(2):183-200.
Oktarina, R., Krisnatuti, D., dan Muflikhati, I. 2015. Sumber Stres, Strategi Koping, dan Tingkat Stres pada Buruh Perempuan Berstatus Menikah dan Lajang. Jurnal Ilmiah, Keluarga, dan Konseling, 8(3):133-141.
Safaria, T. dan Saputra, N. 2009. Manajemen Emosi. Jakarta: Bumi Aksara. Semiun, Y. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Kanisius.
Yuliawan, E. 2012. Pengaruh Stres dan Konflik terhadap Kinerja pada PT. PINPAD Bandung. Wira Ekonomi Mikroskil, 2(1):11-21
Yuwono, S. 2010. Mengelola Stres dalam Perspektif Islam dan Psikologi. Psycho Idea, 8(2):14-26.





*Sumber: https://www.academia.edu/42023294/MAKALAH_KESEHATAN_MENTAL


Tag : Agama
0 Komentar untuk "Kesehatan Mental dan Agama"

Back To Top