BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penumpukan sampah atau membuangnya sembarangan ke kawasan terbuka akan mengakibatkan pencemaran tanah yang juga akan berdampak ke saluran air tanah. Demikian juga pembakaran sampah akan mengakibatkan pencemaran udara, pembuangan sampah ke sungai akan mengakibatkan pencemaran air, tersumbatnya saluran air dan banjir. Masih banyak masyarakat yang melakukan pelanggaran pencemaran sampah yang berdampak pada lingkungan di kota Prabumulih.
Kondisi ini diperparah dengan pola hidup masyarakat yang instan serta minimnya pandangan masyarakat terhadap pola hidup sehat, dan pada paradigma masyarakat yang masih menganggap sampah sebagai sesuatu yang harus dibuang dan disingkirkan. Membuang sampah ke tempat pembuangan air juga bukan solusi tepat, bertambahnya sampah tersebut juga akan meningkatkan kebutuhan terhadap lahan pembuangan sampah.
Masalah sampah merupakan fenomena sosial yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah. Besarnya timbunan sampah yang tidak dapat ditangani tersebut akan menyebabkan berbagai permasalahan yang timbul akibat kurangnya alternafif dan perspekstif masyarakat terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sampah, baik langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung dari penanganan sampah yang kurang bijaksana diantaranya adalah berbagai penyakit menular maupun penyakit kulit serta gangguan pernafasan, sedangkan dampak tidak langsungnya diantaranya adalah bahaya banjir yang disebabkan oleh terhambatnya arus air di sungai karena terhalang timbunan sampah yang dibuang ke sungai.
B. Rumusan Masalah
1. Penyebab dan dampak yang ditimbulkan dari sampah
2. Cara untuk meminimalisir dan menanggulangi yang diakibatkan sampah
BAB II
PEMBAHASAN
1. SAMPAH
Definisi sampah menurut UU-18/2008 tentang Pengelolaan Sampah [68] adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
Berikut adalah penggolongan-penggolongan jenis sampah di negara industri, jenis sampah atau yang dianggap sejenis sampah, dikelompokkan berdasarkan sumbernya seperti:
• Pemukiman: biasanya berupa rumah atau apartemen. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain sisa makanan, kertas, kardus, plastik, tekstil, kulit, sampah kebun, kayu, kaca, logam, barang bekas rumah tangga, limbah berbahaya dan sebagainya
• Daerah komersial: yang meliputi pertokoan, rumah makan, pasar, perkantoran, hotel, dan lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain kertas, kardus, plastik, kayu, sisa makanan, kaca, logam, limbah berbahaya dan beracun, dan sebagainya
• Institusi: yaitu sekolah, rumah sakit, penjara, pusat pemerintahan, dan lan-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan sama dengan jenis sampah pada daerah komersial
• Konstruksi dan pembongkaran bangunan: meliputi pembuatan konstruksi baru, perbaikan jalan, dan lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain kayu, baja, beton, debu, dan lain-lain
• Fasilitas umum: seperti penyapuan jalan, taman, pantai, tempat rekreasi, dan lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain rubbish, sampah taman, ranting, daun, dan sebagainya
• Pengolah limbah domestik seperti Instalasi pengolahan air minum, Instalasi pengolahan air buangan, dan insinerator. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain lumpur hasil pengolahan, debu, dan sebagainya
• Kawasan Industri: jenis sampah yang ditimbulkan antara lain sisa proses produksi, buangan non industri, dan sebagainya
• Pertanian: jenis sampah yang dihasilkan antara lain sisa makanan busuk, sisa pertanian.
Penggolongan tersebut di atas lebih lanjut dapat dikelompokkan berdasarkan cara penanganan dan pengolahannya, yaitu:
• Komponen mudah membusuk (putrescible): sampah rumah tangga, sayuran, buah-buahan, kotoran binatang, bangkai, dan lain-lain
• Komponen bervolume besar dan mudah terbakar (bulky combustible): kayu, kertas, kain plastik, karet, kulit dan lain-lain
• Komponen bervolume besar dan sulit terbakar (bulky noncombustible): logam, mineral, dan lain-lain
• Komponen bervolume kecil dan mudah terbakar (small combustible)
• Komponen bervolume kecil dan sulit terbakar (small noncombustible)
• Wadah bekas: botol, drum dan lain-lain
• Tabung bertekanan/gas
• Serbuk dan abu: organik (misal pestisida), logam metalik, non metalik, bahan amunisi dsb
• Lumpur, baik organik maupun non organik
• Puing bangunan
• Kendaraan tak terpakai
• Sampah radioaktif.
Sampah yang berasal dari pemukiman/tempat tinggal dan daerah komersial, selain terdiri atas sampah organik dan anorganik, juga dapat berkategori B3. Sampah organik bersifat biodegradable sehingga mudah terdekomposisi, sedangkan sampah anorganik bersifat non-biodegradable sehingga sulit terdekomposisi. Bagian organik sebagian besar terdiri atas sisa makanan, kertas, kardus, plastik, tekstil, karet, kulit, kayu, dan sampah kebun. Bagian anorganik sebagian besar terdiri dari kaca, tembikar, logam, dan debu. Sampah yang mudah terdekomposisi, terutama dalam cuaca yang panas, biasanya dalam proses dekomposisinya akan menimbulkan bau dan mendatangkan lalat.
Pada suatu kegiatan dapat dihasilkan jenis sampah yang sama, sehingga komponen penyusunnya juga akan sama. Misalnya sampah yang hanya terdiri atas kertas, logam, atau daun-daunan saja. Apabila tidak tercampur dengan bahan-bahan lain, maka sebagian besar komponennya adalah seragam. Karena itu berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua macam:
• Sampah yang seragam. Sampah dari kegiatan industri pada umumnya termasuk dalam golongan ini. Sampah dari kantor sering hanya terdiri atas kertas, karton dan masih dapat digolongkan dalam golongan sampah yang seragam
• Sampah yang tidak seragam (campuran), misalnya sampah yang berasal dari pasar atau sampah dari tempat-tempat umum.
Bila dilihat dari status permukiman, sampah biasanya dapat dibedakan menjadi:
• Sampah kota (municipal solid waste), yaitu sampah yang terkumpul di perkotaan
• Sampah perdesaan (rural waste), yaitu sampah yang dihasilkan di perdesaan.
Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai (a) sampah organik, atau sampah basah, yang terdiri atas daun-daunan, kayu, kertas, karton, tulang, sisa-sisa makanan ternak, sayur, buah, dan lain-lain, dan sebagai (b) sampah anorganik, atau sampah kering yang terdiri atas kaleng, plastik, besi dan logam-logam lainnya, gelas dan mika. Kadang kertas dimasukkan dalam kelompok ini. Sedangkan bila dilihat dari sumbernya, sampah perkotaan yang dikelola oleh Pemerintah Kota di Indonesia sering dikategorikan dalam beberapa kelompok, yaitu:
• Sampah dari rumah tinggal: merupakan sampah yang dihasilkan dari kegiatan atau lingkungan rumah tangga atau sering disebut dengan istilah sampah domestik. Dari kelompok sumber ini umumnya dihasilkan sampah berupa sisa makanan, plastik, kertas, karton / dos, kain, kayu, kaca, daun, logam, dan kadang-kadang sampah berukuran besar seperti dahan pohon. Praktis tidak terdapat sampah yang biasa dijumpai di negara industri, seperti mebel, TV bekas, kasur dll. Kelompok ini dapat meliputi rumah tinggal yang ditempati oleh sebuah keluarga, atau sekelompok rumah yang berada dalam suatu kawasan permukiman, maupun unit rumah tinggal yang berupa rumah susun. Dari rumah tinggal juga dapat dihasilkan sampah golongan B3 (bahan berbahaya dan beracun), seperti misalnya baterai, lampu TL, sisa obat-obatan, oli bekas, dll.
• Sampah dari daerah komersial: sumber sampah dari kelompok ini berasal dari pertokoan, pusat perdagangan, pasar, hotel, perkantoran, dll. Dari sumber ini umumnya dihasilkan sampah berupa kertas, plastik, kayu, kaca, logam, dan juga sisa makanan. Khusus dari pasar tradisional, banyak dihasilkan sisa sayur, buah, makanan yang mudah membusuk. Secara umum sampah dari sumber ini adalah mirip dengan sampah domestik tetapi dengan komposisi yang berbeda.
• Sampah dari perkantoran / institusi: sumber sampah dari kelompok ini meliputi perkantoran, sekolah, rumah sakit, lembaga pemasyarakatan, dll. Dari sumber ini potensial dihasilkan sampah seperti halnya dari daerah komersial non pasar.
• Sampah dari jalan / taman dan tempat umum: sumber sampah dari kelompok ini dapat berupa jalan kota, taman, tempat parkir, tempat rekreasi, saluran darinase kota, dll. Dari daerah ini umumnya dihasilkan sampah berupa daun / dahan pohon, pasir / lumpur, sampah umum seperti plastik, kertas, dll.
• Sampah dari industri dan rumah sakit yang sejenis sampah kota: kegiatan umum dalam lingkungan industri dan rumah sakit tetap menghasilkan sampah sejenis sampah domestik, seperti sisa makanan, kertas, plastik, dll. Yang perlu mendapat perhatian adalah, bagaimana agar sampah yang tidak sejenis sampah kota tersebut tidak masuk dalam sistem pengelolaan sampah kota.
a. Masalah akibat sampah
Kian lama, jumlah penduduk di bumi ini terus meningkat. Negara-negara berpenduduk banyak yang umumnya berada disekitar Benua Asia. Berikut ini adalah uraian beberapa masalah yang ditimbulkan akibat sampah :
1. Tingginya Produksi Sampah
Tingginya jumlah penduduk berkorelasi positif dengan jumlah sampah yang diproduksi. Sampah timbul akibat aktivitas dan pemenuhan kebutuhan manusia. Sampah sendiri merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah (wastes) juga sering diistilahkan sebagai sesuatu yang tidak digunakan, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.
Berdasarkan jenisnya, sampah dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sampah padat, sampah cair, dan sampah dalam bentuk gas (fume, smoke). Berdasarkan zat kimia yang dikandungnya sampah dikelompokkan menjadi sampah anorganik dan sampah organik. Sumber munculnya sampah beragam. Sejauh ini, dapat ditengarai bahwa sampah biasa berasal dari pemukiman (domestic wastes), tempat umum, perkantoran, jalan raya, kawasan industri, lahan pertanian, dan area penambangan.
2. Budaya Buang Sampah Sembarangan
Kehidupan masyarakat tradisional tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap meningkatnya volume sampah. Artinya, meskipun sampah yang dihasilkan tetap ada, tetapi jenis sampah yang ada lebih dominan bersifat organik. Hal ini terjadi karena masyarakat belum banyak dipengaruhi oleh sentuhan dunia industri. Pada tingkatan tertentu; cara, kebiasaan, atau budaya buang sampah sembarangan pada masyarakat tradisional masih dapat dimaklumi. Namun apabila budaya tersebut diterapkan pada kehidupan teknologi tinggi atau kehidupan yang banyak tergantung pada produk dunia industri, akan berakibat buruk. Efek buruk dari perbuatan demikian akan mempengaruhi kesehatan, kenyamanan, kepuasan warga yang umumnya menyenangi keindahan, kerapiaan, dan ketertiban.
3. Produksi Emisi Karbon (C)
Sadar akan sampah yang tidak henti dan terus muncul maka berbagai cara untuk mengurangi sebaran sampah organik maupun sampah non-organik pun terus dilakukan. Berbagai proses penanganan sampah yang dilakukan berujung pada upaya penghancuran berikutnya yang tidak dapat dilakukan oleh alam, yaitu dengan cara membakar sampah. Oleh karena alasan kepraktisan dan kemudahan dalam proses pembakaran sampah, berbagai mesin pembakar sampah, incinerator, dan big garbage-burner sering digunakan di beberapa daerah. Belum lagi tumpukan sampah yang melapuk sendirinya karena proses biokimiawi ketika proses pelapukan terjadi (dekomposisi). Zat polutan yang mengudara akibat proses dekomposisi maupun pembakaran secara sengaja untuk menghancurkan sampah menyebabkan penebalan gas karbon di lapisan atmosfir, yang mengakibatkan efek rumah kaca (green house effect). Terjadinya efek rumah kaca dalam jangka waktu yang panjang dapat membawa malapetaka pada kehidupan alam semesta, khususnya umat manusia.
4. Perubahan Iklim
Pembakaran sampah menimbulkan polusi sepanjang waktu, membuat lapisan di atmosfer yang sangat kuat menyerap radiasi inframerah. Radiasi infranerah merupakan pemantulan panas dari sinar matahari yang bila terus tertahan akan menyebabkan bumi lebih panas sehingga terjadi pemanasan global. Akibatnya, keseimbangan bumi terganggu.
Pemanasan global (global warming) juga menyebabkan terjadinya perubahan iklim (climate change), gejala el nino, dan gejala la nina. Peningkatan curah hujan lebih dari biasanya menunjukkan suatu gejala alam yang perlu diwaspadai. Hal ini terjadi setelah uap air diatas permukaan laut terus bertambah luas dan volumenya terus membesar. Perbedaan tekanan udara di beberapa wilayah yang disebabkan oleh panas maupun dingin yang berbeda jauh menjadi prinsip terjadinya aliran angin kencang, berupa badai, topan, atau angin ribut.
5. Lahan Resapan Air berkurang
Perkembangan kehidupan yang terus berlangsung menuntut terjadinya perubahan penggunaan lahan daratan yang terus meluas. Perluasan lahan untuk pemukiman penduduk menyebabkan berkurangnya lahan terbuka hijau yang semula berfungsi untuk meresapkan air hujan. Perumahan yang didirikan beserta bangunan lain berupa prasarana jalan (aspal, semen, paving blok, dan konblok) serta saluran air merupakan bidang kedap yang tidak dapat meresapkan air.
Selain itu kehadiran lumut di permukaan tanah, ternyata menghalangi peresapan air hujan ke dalam tanah. Pada dasarnya, upaya peresapan air hujan ke dalam tanah bertujuan untuk memelihara kelembapan tanah di bawah bangunan. Tujuan lainnya yaitu menambah cadangan air tanah yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air bagi kehidupan dan berbagai keperluan air domestik, seperti untuk sanitasi dan kebutuhan rumah tangga yang lain. Fenomena keamblesan atau penurunan permukaan tanah dan intrusi air laut di wilayah pantai serta berkurangnya sumber air tanah dan keretakan bangunan menunjukkan berkurangnya air yang diresapkan dibandingkan air yang disedot atau diambil dari dalam tanah.
6. Banjir dan Kekeringan
Banjir selalu terjadi di beberapa daerah rawan banjir ketika musim hujan. Jika curah hujan kecil, mungkin air dapat meresap ke dalam tanah dan bermanfaat untuk memelihara kelembapan tanah. Namun, ketika curah hujan yang turun begitu besarnya, air yang tidak meresap atau limpasan (aliran) permukaaan terbuang melalui saluran drainase dan sungai. Bila limpasan permukaan tidak tertampung oleh saluran-saluran tersebut, air akan meluap membanjiri kawasan yang lebih rendah.
Jika banjir terjadi pada musim hujan, pada musim kemarau selalu saja mendatangkan kekeringan. Air hujan yang tidak meresap ke dalam tanah terbuang menjadi banjir, dapat mengurangi kesempatan untuk menambah cadangan air tanah. Pada saat musim kemarau tiba, di mana curah hujan semakin rendah, simpanan air tanah terus berkurang oleh penguapan dan pemakaian air yang terus bertambah. Penyedotan air tanah yang tidak diimbangi dengan penambahan kembali melalui upaya peresapan air, lama kelamaan akan menyebabkan kelembapan tanah berkurang dan akan menyebabakan tanah menjadi retak ketika musim kemarau datang. Tanaman perdu dan semak pun tidak mau tumbuh karena suplai air sebagai sumber kehidupan terhenti. Lebih dari itu, sumber air bersih untuk kebutuhan manusia juga menjadi sulit.
b. Gangguan Kesehatan Akibat Sampah
Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:
• Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.
• Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
• Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia).Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.
c. Vektor penyakit yang ada dalam sampah
Di beberapa daerah, produksi sampah yang besar baik dari penduduk maupun sampah dari industri tidak diimbangi dengan pengelolaan sampah yang baik. Sampah-sampah yang dihasilkan tersebut kebanyakan tidak dikelola dengan baik sehingga akibatnya sering kita temui tumpukan sampah yang menggunung di pinggir jalan, mengotori selokan atau saluran air, dan lebih banyak lagi yang mencemari sungai, juga menimbulkan penyakit. Hal ini menyebabkan sampah menjadi tempat berkembangnya vektor-vektor penyakit yang berbahaya bagi manusia. Vektor yang ada dalam sampah antara lain lalat, tikus, nyamuk, kecoak, jamur, dsb. Berikut adalah sedikit penjelasan tentang beberapa vektor penyakit yang ada dalam sampah, khususnya tentang lalat yang akan dibahas lebih mendalam dalam makalah ini.
1. Tikus
Tikus dan mencit adalah hewan mengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan Vektor penyakit yang ada dalam sampah yang menjijikan di perumahan. Belum banyak diketahui dan disadari bahwa kelompok hewan ini juga membawa, menyebarkan dan menularkan berbagai penyakit kepada manusia, ternak dan hewan peliharaan. Rodensia komensal yaitu rodensia yang hidup didekat tempat hidup atau kegiatan manusia ini perlu lebih diperhatikan dalam penularan penyakit. Penyakit yang ditularkan dapat disebabkan oleh infeksi berbagai agen penyakit dari kelompok virus, rickettsia, bakteri, protozoa dan cacing. Penyakit tersebut dapat ditularkan kepada manusia secara langsung oleh ludah, urin dan fesesnya atau melalui gigitan ektoparasitnya (kutu, pinjal, caplak dan tungau)
2. Nyamuk
Nyamuk khususnya nyamuk aedes dan culex suka bersarang pada genangan air. Sampah dari barang-barang seperti kaleng, kantong plastic, pecahan gelas/botol menjadi tempat genagan air jika hujan turun, tempat ini sangat disenangi nyamuk aedes sebagai tempat ber kembangnya.Nyamuk merupakan vector penularan penyakit demam berdarah, kaki gajah, dan malaria.
3. Kecoak
Kecoak merupakan serangga yang hidup di dalam rumah, restoran, hotel, rumah sakit, gudang, kantor, perpustakaan, dan lain-lain. Seranga ini sangat dekat kehidupannya dengan manusia, menyukai bangunan yang hangat, lembab dan banyak terdapat makanan, Hidupnya berkelompok, dapat terbang, aktif pada malam hari seperti di dapur, di tempat penyimpanan makanan, sampah, saluran-saluran air kotor, umumnya menghindari cahaya, siang hari bersembunyi di tempat gelap dan sering bersemnbunyi dicela-cela.
Serangga ini dapat memindahkan beberapa mikro organisme patogen antara lain, Streptococcus, Salmonella dan lain-lain sehingga mereka berperan dalam penyebaran penyakit antara lain, Disentri, Diare, Cholera, Virus Hepatitis A, Polio pada anak-anak Penularan penyakit dapat terjadi melalui organisme patogen sebagai bibit penyakit yang terdapat pada sampah atau sisa makanan, dimana organisme tersebut terbawa oleh kaki atau bagian tubuh lainnya dari kecoa, kemudian melalui organ tubuh kecoa, organisme sebagai bibit penyakit tersebut vmenkontaminasi makanan.
4. Lalat
Sehubungan dengan perilaku hidupnya yang suka di tempat-tempat yang kotor yaitu tumpukan sampah, makanan, dan pada tinja, dari situlah lalat membawa berbagai mikroorganisme penyebab penyakit. Lalat selain sangat mengganggu juga ada yang berperan sebagai vector mekanik beberapa penyakit (Kartikasari, 2008).
Lalat merupakan vektor penting dalam penyebaran penyakit pada manusia dan juga kehidupan lalat yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Di samping lalat sebagai vektor penyakit, lalat merupakan binatang yang menjijikkan bagi kebanyakan orang. Karena penularan penyakitnya dapat secara mekanik, yaitu penularan dari penderita ke orang lain atau dari suatu bahan tercemar (makanan, minuman, dan air) ke orang sehat dengan perantara menempelnya bagian tubuh lalat misalnya lewat prombosis, tungkai, kaki dan badan lalat (Kartikasari, 2008).
Berbagai penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain virus, bakteri, protozoa dan telur cacing yang menempelpada tubuh lalat dan ini tergantung dari spesiesnya. Lalat Musca domestica dapat membawa telur cacing (Oxyrus vermicularis, Tricuris trichiura, Cacing tambang, dan Ascaris lumbricoides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamlia, dan Balantidium coli), bakteri usus (Salmonella, Shigella dan Eschericia coli), Virus polio, Treponema pertenue (penyebab frambusia), dan Mycobacterium tuberculosis. Lalat domestica dapat bertindak sebagai vector penyakit typus, disentri, kolera, dan penyakit kulit. Lalat Fannia dewasa dapat menularkan berbagai jenis penyakit myasis (Gastric, Intestinal, Genitaurinary). Lalat Stomoxys merupakan penyakit surra (disebabkan oleh Trypanosima evansi), anthraks, tetanus, yellow fever, traumatic miasis dan enteric pseudomiasis (walaupun jarang). Lalat hijau (paenicia dan chrysomya) dapat menularkan penyakit myasis mata, tulang dan organ lain melalui luka. Lalat Sarcophaga dapat menularkan penyakit myasis kulit, hidung, sinus, jaringan vagina dan usus (Kartikasari, 2008).
1. Siklus Hidup Lalat
Dalam kehidupan lalat dikenal ada 4 (empat) tahapan yaitu mulai dari telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat berkembang biak dengan bertelur, berwarna putih dengan ukuran lebih kurang 1 mm panjangnya. Setiap kali bertelur akan menghasilkan 120–130 telur dan menetas dalam waktu 8–16 jam .Pada suhu rendah telur ini tidak akan menetas (dibawah 12 –13 º C). Telur yang menetas akan menjadi larva berwarna putih kekuningan, panjang 12-13 mm. Akhir dari phase larva ini berpindah tempat dari yang banyak makan ke tempat yang dingin guna mengeringkan tubuhnya, Setelah itu berubah menjadi kepompong yang berwarna coklat tua, panjangnya sama dengan larva dan tidak bergerak. Phase ini berlangsung pada musim panas 3-7 hari pada temperatur 30–35 º C, Kemudian akan keluar lalat muda dan sudah dapat terbang antara 450–900 meter, Siklus hidup dari telur hingga menjadi lalat dewasa 6-20 hari Lalat dewasa panjangnya lebih kurang ¼ inci, dan mempunyai 4 garis yang agak gelap hitam dipunggungnya. Beberapa hari kemudian sudah siap untuk berproduksi, pada kondisi normal lalat dewasa betina dapat bertelur sampai 5 (lima) kali. Umur lalat pada umumnya sekitar 2-3 minggu, tetapi pada kondisi yang lebih sejuk biasa sampai 3 (tiga) bulan Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang jauh mencapai 1 kilometer.
2. Makanan
Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari terutama pada pagi hingga sore hari. Serangga ini sangat tertarik pada makanan manusia sehari-hari seperti gula, susu, makanan olahan, kotoran manusia dan hewan ,darah serta bangkai binatang Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cairan, makanan yang kering dibasahi oleh lidahnya terlebih dahulu baru dihisap air merupakan hal yang penting dalam hidupnya, tanpa air lalat hanya hidup 48 jam saja. Lalat makan paling sedikit 2-3 kali sehari.
3. Tempat Perindukan
Tempat yang disenangi adalah tempat yang basah seperti sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk, kotoran yang menumpuk secara kumulatif (dikandang).
a. Kotoran Hewan
Tempat perindukan lalat rumah yang paling utama adalah pada kotoran hewan yang lembab dan masih baru (normal nya lebih kurang satu minggu).
b. Sampah dan sisa makanan dari hasil olahan
Disamping lalat suka hinggap juga berkembang baik pada sampah, sisa makanan, buahbuahan yang ada didalam rumah maupun dipasar.
c. Kotoran Organik
Kotoran organik seperti kotoran hewan, kotoran manusia. Sampah dan makanan ikan adalah merupakan tempat yang cocok untuk berkembang biaknya lalat.
d. Air Kotor
Lalat Rumah berkembang biak pada pemukaan air kotor yang terbuka.
4. Ekologi Lalat Dewasa
Dengan memahami ekologi lalat kita dapat menjelaskan peranan lalat sebagai karier penyakit dan dapat pula membantu kita dalam perencanaan pengawasan. Lalat dewasa aktif pada siang hari dan selalu berkelompok. Pada malam hari biasanya istirahat walaupun mereka dapat beradaptasi dengan cahaya lampu yang lebih terang.
a. Tempat peristirahatan
Pada Waktu hinggap lalat mengeluarkan ludah dan tinja yang membentuk titik hitam. Tanda-tanda ini merupakan hal yang penting untuk mengenal tempat lalat istirahat. Pada siang hari lalat tidak makan tetapi beristirahat di lantai dinding, langit-langit, rumputrumput dan tempat yang sejuk. Juga menyukai tempat yang berdekatan dengan makanan dan tempat berbiaknya, serta terlindung dari angin dan matahari yang terik. Didalam rumah, lalat istirahat pada pinggiran tempat makanan, kawat listik dan tidak aktif pada malam hari. Tempat hinggap lalat biasanya pada ketinggian tidak lebih dari 5 (lima) meter.
b. Perilaku dan perkembangbiakan
Lalat biasa hidup di tempat-tempat yang kotor dan tertarik akan bau yang busuk. Benda-benda yang berbau busuk juga merupakan makanan lalat. Sampah, terutama sampah basah, cepat berbau busuk, sehingga merupakan tempat berkembangbiak dan tempat makanan lalat.
Pada siang hari lalat bergerombol atau berkumpul dan berkembang biak di sekitar sumber makanannya. Penyebaran lalat sangat dipengaruhi oleh cahaya, temperatur, kelembaban. Untuk istirahat lalat memerlukan suhu sekitar 35º- 40ºC, kelembaban 90%. Aktifitas terhenti pada temperatur < 15ºC.
5. Pola Distribusi
Musca domestica dan Chrysomya megachepala adalah lalat yang tersebar secara kosmopolitan dan bersifat sinantropik yang artinya lalat ini mempunyai hubungan ketergantungan yang tinggi dengan manusia karena zat-zat makanan yang dibutuhkan lalat sebagian besar ada pada makanan manusia. Lalat lebih aktif pada tempat yang terlindung dari cahaya daripada tempat yang langsung terkena cahaya matahari. Penyebaran yang luas dari kedua jenis lalat ini dimungkinkan karena daya adaptasinya yang tinggi. Kepadatan lalat di suatu daerah, sangat dipengaruhi oleh: tempat perindukan, cahaya matahari, temperatur dan kelembaban.
d. Mekanisme penularan penyakit akibat sampah melalui vektor lalat
Lalat merupakan salah satu vector penyakit yang sangat berperan dalam penularan penyakit. Terutama yang sering dijumpai adalah Musca domestica atau lalat rumah. Musca domestica atau lalat rumah atau sering disebut housefly merupakan salah satu spesies serangga yang banyak terdapat di seluruh dunia. Sebagian besar (95%) dari berbagai jenis lalat yang dijumpai di sekitar rumah dan kandang, adalah lalat jenis ini. Di bidang kesehatan M. domestica dianggap sebagai serangga pengganggu karena merupakan vektor mekanis beberapa penyakit dan penyebab myiasis pada manusia dan hewan Lalat ini juga mengganggu dari segi kebersihan dan ketenangan (Moreira CK, 2004). M. domestica umumnya berkembang dalam jumlah besar pada tempat-tempat kotor dan sekitar kandang.
Organisme yang disebarkan M. domestica kurang lebih ada 100 jenis yang bersifat patogen terhadap manusia dan hewan. Lalat ini membawa agen penyakit yang diperoleh dari sampah, limbah buangan rumah tangga dan sumber kotoran lainnya. Agen penyakit ditularkan dari mulut melalui vomit drops, feses dan bagian tubuh lainnya yang terkontaminasi dan dipindahkan pada makanan manusia atau pakan hewan/ternak (Sigit HS, 2006).
Selama ini lalat rumah dikenal hanya dapat menyebabkan penyakit secara tidak langsung karena perannya sebagai vektor mekanik atau perantara berbagai penyakit. Lalat berkembang biak pada media berupa tinja atau feses, karkas, sampah, kotoran hewan dan limbah buangan yang banyak mengandung agen penyakit, dengan demikian lalat mudah tercemari oleh agen penyakit baik di dalam perut, bagian mulut dan kaki. Kontaminasi terjadi pada bagian mulut atau bagian tubuh lalat yang lain seperti kaki, ketika lalat tersebut makan feses yang mengandung agen penyakit, kemudian terbang dan hinggap pada makanan sehat sambil memindahkan agen penyebab penyakit (Sigit HS, 2006). Transmisi mekanis patogen biasanya harus terjadi dalam beberapa jam agar dapat dengan efektif menginfeksi karena daya tahan sebagian agen penyebab penyakit ketika berada dalam vektor pembawa sangat singkat (Williams RE, 1985).
Menurut Sigit dkk., (2006), patogen ditularkan oleh M. domestica ke manusia saat lalat hinggap pada makanan dan melakukan regurgitasi (vomit drops) yang secara alami dilakukan sebelum dan selama menelan makanan untuk membantu makannya serta defikasi (Sigit HS, 2006). Eskreta dari regurgitasi dan defekasi inilah yang mengandung agen penyakit. Lalat ini bukan pemakan darah, tetapi dapat mengikuti lalat penghisap darah, makan darah yang busuk dan cairan jaringan. Agen penyakit berpindah dari feses atau ludah pada kutikula dan probosis lalat ke manusia/ hewan akibat perilaku yang dikenal dengan istilah regurgitasi. Bibit penyakit dipindahkan melalui rambutrambut yang terdapat pada kaki dan badan serta bagian mulut dari lalat (Fotedar R. 2000). Kebiasaan terbang kemudian pergi dan kembali lagi dari feses ke makanan sangat memungkinkan untuk terjadinya proses penularan penyakit. Berikut adalah bagan mengenai mekanisme penularan penyakit melalui vektor lalat:
2. PENGELOLAAN SAMPAH
Menurut UU-18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, terdapat 2 kelompok utama pengelolaan sampah, yaitu:
a. Pengurangan sampah (waste minimization), yang terdiri dari pembatasan terjadinya sampah R1), guna-ulang (R2) dan daur-ulang (R3)
b. Penanganan sampah (waste handling), yang terdiri dari:
- Pemilahan: dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah
- Pengumpulan: dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu
- Pengangkutan: dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir
- Pengolahan: dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah
- Pemrosesan akhir sampah: dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah yang dikelola dengan baik dapat menghilangkan media perindukan lalat. Bila sistem pengumpulan dan pengangkutan sampah dari rumah tidak ada, sampah dapat dibakar atau dibuang ke lubang sampah, dengan catatan bahwa setiap minggu sampah yang dibuang ke lubang sampah harus ditutup dengan tanah. Dalam cuaca panas, larva lalat ditempat sampah dapat menjadi pupa hanya dalam waktu 3 –4 hari (DEPKES, 1992).
Membersihkan sisa-sisa sampah yang ada di dasar tong sampah merupakan hal yang penting karena lalat masih dapat berkembang biak pada tempat tersebut. Pembuangan sampah akhir pada TPA yang terbuka perlu dilakukan dengan pemadatan sampah terlebih dahulu dan ditutup setiap hari dengan tanah setebal 15 – 30 cm. Hal ini bertujuan untuk penghilangan tempat perkembang biakan lalat. Lokasi tempat pembuangan akhir sampah adalah harus berjarak beberapa kilometer dari rumah penduduk (DEPKES, 1992).
UU-18/2008 ini menekankan bahwa prioritas utama yang harus dilakukan oleh semua fihak adalah bagaimana agar mengurangi sampah semaksimal mungkin. Bagian sampah atau residu dari kegiatan pengurangan sampah yang masih tersisa selanjutnya dilakukan pengolahan (treatment) maupun pengurugan (landfilling). Pengurangan sampah melalui 3R menurut UU-18/2008 meliputi:
• Pembatasan (reduce): mengupayakan agar limbah yang dihasilkan sesedikit mungkin
• Guna-ulang (reuse): bila limbah akhirnya terbentuk, maka upayakan memanfaatkan limbah tersebut secara langsung
• Daur-ulang (recycle): residu atau limbah yang tersisa atau tidak dapat dimanfaatkan secara langsung, kemudian diproses atau diolah untuk dapat dimanfaatkan, baik sebagai bahan baku maupun sebagai sumber energi.
Ketiga pendekatan tersebut merupakan dasar utama dalam pengelolaan sampah, yang mempunyai sasaran utama minimasi limbah yang harus dikelola dengan berbagai upaya agar limbah yang akan dilepas ke lingkungan, baik melalui tahapan pengolahan maupun melalui tahan pengurugan terlebih dahulu, akan menjadi sesedikit mungkin dan dengan tingkat bahaya sesedikit mungkin (Damanhuri, 2010).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa dampak dari sampah dapat dikatakan cukup bahaya, apabila tidak ditangani secara serius. Terutama sampah di sekitar kita, yakni sampah dari rumah tangga, merupakan hal yang patut diwaspadai, karena memicu hewan seperti lalat merupakan tempat favorit lalat dan juga bisa menyebarkan penyakit yang dibawanya.
Oleh karena itu, kita sebisa mungkin harus bisa menjaga kebersihan lingkungan, khususnya sampah yang ada di sekeliling kita, mulai dari sampah rumah tangga dan juga sampah-sampah yang berserakan di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Damanhuri, Enri. Pengelolaan Sampah. Diktat Kuliah TL-3104. Versi 2010 diakses melalui http://kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2010/09/diktatsampah-2010-bag-1-3.pdf
Fotedar R. Vector Potensial of Houseflies (M. domestica) in Tranmission of Vibrio cholera in India. Acta Tropica. 2000;78 (220): 31-34.
Kartikasari. 2008. Dampak Vektor Lalat Terhadap Kesehatan. Universitas Sumatera Utara. jtptunimus-gdl-s1-2008-kartikasar-521-2-bab1 Diakses tanggal 1 April 2011
Moreira CK, M de L Capurro, M Walter, E Pavlova, H Biessmann, AA James, AG deBianchi and O Marinotti. Primary characterization and basal promoter activity of two hexamerin genes of M. domestica. J. of Insect Science 2004; 4: 2.
PEDOMAN PENGENDALIAN KECOA Khusus di Rumah Sakit di akses melalui http://www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian%20Kecoa.pdf
PEDOMAN PENGENDALIAN TIKUS Khusus di Rumah Sakit di akses melalui http://www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian%20Tikus.pdf
Sigit HS, FX Koesharto, UK Hadi, DJ Gunandini dan S Soviana. Hama Pemukiman Indonesia, Pengenalan, Biologi dan Pengendalian. Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman (UKPHP), Fakultas Kedokteran Hewan IPB. 2006.
Williams RE, RD Hall, AB Broce and PJ Scholl. Livestock Entomology. A Wiley.-Interscience Publication, John wiley and Sons. New York. 1985.
*Sumber: https://www.academia.edu/6560695/MAKALAH_GANGGUAN_AKIBAT_SAMPAH_MELALUI_VEKTOR_LALAT
0 Komentar untuk "Gangguan Penyakit Akibat Sampah Melalui Vektor Lalat"