BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 setelah amandemen berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum.”Dengan demikian, dalam kehidupan bermasyarakat diperlukan suatu sistem hukum untuk menciptakan kehidupan masyarakat harmonis dan teratur. Namun, kenyataannya hukum atau peraturan perundang-undangan yang di buat tidak mencakup seluruh perkara yang timbul dalam masyarakat sehingga menyulitkan penegak hukum untuk menyelesaikan perkara tersebut.
Hal ini di sebabkan karena peraturan perundang-undangan yang fungsi utamanya untuk mengatur realitas kegiatan kehidupan manusia tidak bisa mencakup seluruh realitas kegiatan manusia yang begitu kompleks, luas, dan selalu berkembang lebih cepat daripada peraturan perundang-undangan.
Oleh karena itu, sangat diperlukannya suatu undang-undang yang bersifat sangat kuat dan mengikat permasalahan tentang kejahatan korporasi, yang sering terjadi di lingkungan keperdataan yang juga biasanya atau pada umumnya terjadi di badan-badan hukum, seperti : Perseroan Terbatas (PT), Persekuruan Komanditer (C.V), dan Yayasan.
B. Perumusan Masalah
Adapun perumusanmasalah dalam makalah ini adalah, sebagai berikut :
a. Apakah yang dimaksud dengan Hukum Perusahaan ?
b. Apakah pengertian dari kejahatan korporasi ?
c. Apa hubungan antara Hukum Perusahaan dengan kejahatan korporasi ?
d. Apakah kasus (case) yang sering terjadi dalam lingkup keperdataan yang menyangkut kejahatan korporasi ?
e. Apakah teori pertanggungjawaban yang dapat dipergunakan dalam sebuah kasus keperdataan yang menyangkutkan sebuah badan hukum
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari pembahasan masalah dalam makalah ini adalah, sebagai berikut :
a. Untuk mengenal lebih lanjut tentang apa itu Hukum Perusahaan
b. Untuk mengetahui tentang apa yang menjadi keterkaitan antara badan hukum dengan kejahatan korporasi
c. Untuk mengetahui teori-teori pertanggung jawaban apa saja yang diterapkan di Indonesia
d. Untuk mengetahui dasar-dasar hukum apa saja yang dipergunakan dalam sebuah perkara korporasi yang mengaitkan dengan badan hukum
e. Untuk mentelaah kasus (case) yang telah di ambil sebagai contoh kasus
D. Manfaat Pembahasan
Adapun manfaat dari pembahasan dari makalah ini adalah, sebagai berikut :
a. Dapat memahami betul terhadap teori pertanggung jawaban apa yang digunakan dalam suatu kasus keperdataan yang mengaikan dengan sebuah badan hukum
b. Dapat mengetahui dasar-dasar hukum yang menjadi legal standing dalm sebuah perkara keperdataan
c. Dapat mempelajari tentang isi dari kasus (case)yang diambil menjadi salah satu contoh kasus keperdataan
d. Dapat memahami tentang apa yang dimaksd dengan kejahatan korporasi, serta memahami betul tentang apa itu hukum perusahaan dalam bidang keperdataan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Perusahaan
Hukum Perusahaan adalah semua peraturan hukum yang mengatur mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Pengertian mengenai perusahaan dapat ditemukan pada pasal 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, yang menyebutkan bahwa Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus didirikan, bekerja dan berkedudukan di Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan/laba.
Namun menurut pendapat Prof. Molengraff, perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar, untuk mendapatkan penghasilan, dengan cara memperniagakan barang-barang, menyerahkan barang-barang, atau mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan. Di sini Molengraff memandang perusahaan dari sudut “ekonomi”;
B. Pengertian Korporasi
Secara harfiah, Korporasi (corporatie, Belanda), corporation (Inggris), corporation (Jerman) berasal dari kata “corporation” dalam bahasa Latin. Seperti halnya dengan kata-kata lain yang berakhir dengan “tio”, “corporation” sebagai kata benda (substantivum) berasal dari kata kerja “corpore” yang banyak dipakai orang pada zaman abad pertengahan sesudah itu. “Corporare” sendiri berasal dari kata “corpus” (Indonesia=badan) yang artinya memberikan badan dan membadankan. Dengan demikian, “corporation” itu berasal dari hasil pekerjaan membadankan. Badan yang dijadikan orang, bdan yang diperoleh dengan perbutan manusia sebagai lawa terhadap badan manusia yang terjadi menurut alam.
Tema atau istilah korporasi sejatinya menunjuk pada subjek hukum buatan yang diciptakan negara untuk menjalankan kegiatan suatu perusahaan. Dengan demikian, yang menjadi perhatian utama dalama korporasi adalah aspek yang ditetapkan dalam korporasi tersebut, dapat diurai teba (baca : cakupan) korporasi, yaitu meliputi seluruh subjek hukum buatan (legal entity) yang menjalankan perusahaan, yaitu Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, Perusahaan Negara dalam bentuk Perusahaan umum (Perum), dan Perusahaan Perseroan (Persero), serta Perusahaan Daerah (Persuda yang telah berstatus badan hukum).
Menurut beberapa pendapat para ahli memiliki beberapa keperbedan pengertian dalam korporasi itu sendiri yaitu, sebagai berikut :
Menurut Satjipto Rahardjo mendefenisikan korporasi sebagai suatu badan hasil ciptaan hukum. Baan hukum yang diciptakannya itu terdiri “corpus”, yaitu struktur fisiknya dan kedalamnya hukum memasukkan unsur “animus” yang membuat badan hukum itu mempunyai kepribadian. Oleh karena badan hukum itu merupakan ciptaan hukum, kecuali penciptaannya kematiaannya pun juga ditemukan oleh hukum. Korporasi merupakan sebutan yang lazim digunakan di kalangan ahli hukum pidana untuk menyebut apa yang biasa dalam hukum lain khususnya dalam bidang hukum perdata, sebagai badan hukum atau yang biasa dalam bahasa Belanda disebut rechts persoon, dan dalam bahasa Inggris disebut legal entities atau corporations.
Menurut J.C. Smith dan Brian Hogan mendefenisikan korporasi yaitu, sebagai berikut :
A corporation is a legal person but it has no physical existence and cannot, therefore, act or from an intention of any kind except through its directors or servants. As each director or servant is also a legal person quite distinct from the corporation, it follows that a corporation’s legal liabilities are all, in a sense, vicarious. This line of thinking is optimized in the catchphrase “Corporations don’t commit crimes”; people do.
Muladi dan Dwidja Priyanto menyatakan bahwa korporasi berasal dari kata corporate, yaitu suatu badan yang mempunyai sekumpulan anggota dan anggota-anggota yang mempunyai hak dan kewajiban sendiri, yang terpisah dari hak dan kewajiban tiap-tiap anggota.
Jadi, korporasi adalah badan hukum yang tidak dimiliki fisik dan oleh karena itu tidak dapat bertindakatau memiliki kehendak kecuali melalui direktur atau karyawannya.Direktur atau karyawan juga merupakan entitas hukum yang berbeda dengan korporasi, karena semua bentuk pertanggungjawaban hukum korporasi adalah melalui pertanggungjawaban pengganti.Pemikiran ini berarti bahwa korporasi tidak bisa melakukan kejahatan, tapi orang-orang yang bertindak untuk dan/atau atas nam korporasilah yang bisa melakukan kejahatan.
a. Alasan Penggolongan Korporasi Sebagai Badan Hukum
Adapun alasan yang digunakan untuk memasukkan korporasi sebagai badan hukum karena memiliki unsur-unsur, sebagai berikut :
a) Mempunyai harta tersendiri yang terpisah;
b) Ada suatu organisasi yang ditetapkan oleh suatu tujaun di mana kekayaan terpisah itu diperuntukkan; dan
c) Ada pengurus yang menguasai dan mengurusnya.
Namun, bila pembahasan badan hukum dipersempit menjadi Perseroan Terbatas (PT), terdapat ciri-ciri penting yang melekat pada entitas tersebut yaitu, :
1) Personalitas hukum (legal personality),
2) Terbatasnya tanggung jawab (limited liability),
3) Adanya saham yang dialihkan (transferable shares),
4) Pendelegasian manajemen,
5) Kepemilikan investor.
Arti korporasi bisa juga diketahui dari jawaban atas pertanyaan, “Apakah subjek hukum ?”Pengertian subjek hukum pada pokoknya manusia dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuan masyrakat yang oleh hukum diakui tuntutan kebutuhan masyarakat yang oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban.Pengertian yang kedua inilah yang dinamakan sebagai badan hukum. Dengan demikian, jika korporasi dianggap sebagai subjek hukum seperti halnya manusia, konsekuensi logis yang melekat padanya adalah bahwa korporasi bisa melakukan perbuatan-perbuatan hukum, seperti melakukan transaksi bisnis, mengadakan perjanjian kredit, hak untuk memilki barang dan harta kekayaan, hak untuk menuntut dan dituntut. Namun demikan, ada beberapa jenis tindak hukum yang tidak bisa dilakukan korporasi antara lain perkawinan, pewarisan, dan sebagainya.
Berdasarkan beberapa pengertian korporasi diata, dapat disimpulkan bahawa korporasi merupakan badan hukum yang secara sengaja diciptakan oleh hukum itu sendiri, dan dengan itu ia mempunyai kepribadian. Korporasi juga merupakan subjek hukum (natuurlijk persoon) disamping manusia (rechts persoon).
Dalam hukum perdata, pengertian korporasi lebih sempit dari pengertian yang sama dalam hukum pidana, dimana yang pertama hanya membatasi pengertian korporasi sebagai badan hukum, seperti Perseroan Terbatas (PT). Sedangkan yang kedua memperluas makna korporasi tidak hanya terbatas pada badan hukum tapi juga pada badan usaha seperti C.V.
b. Pembagian Jenis-jenis Korporasi
Jika dilihat dari segi jenisnya sendiri, korporasi atau badan hukum dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Korporasi Publik, yaitu sebuah korporasi yang didirikan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan untuk memenuhi tugas administrative di bidang urusan publik. Contohnya di Indonesia seperti pemerintahan kabupaten atau kota.
2. Korporasi Privat, yaitu sebuah korporasi yang didirikan untuk kepentingan privat, yang dapat bergerak di bidang keuangan, industi dan perdagangan. Korporasi Privat ini sendiri sahamnya dapat dijual kepada masyarakat, maka ditambah dengan istilah publik
3. Korporasu Publik Quasi, yaitu yang lebih dikenal dengan korporasi melayani kepentingan umum, kalau di Indonesia seperti PT Kereta Api Indonesia, Perusahaan Listrik Negara, Pertamina, dan Perusahaan Air Minum
C. Pemahaman Kejahatan Korporasi
Menurut David O. Friendrichs mendefenisikan kejahatan korporasi sebagai tindak pidana yang dilakukan oleh pengurus korporasi untuk kepentingan korporasi atau tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi itu sendiri (offences committed by corporate officials for their corporation or the offences of the corporastion itself). Sedangkan Marshal B. Clinard dan Petet C. Yeager sebagaimana dikutip oleh Setiyono memperikan pengertian kejahatan korporasi sebagai :
Any act committed by corporation that is punished by the state, regardless of whether it is punished under administrative, civil, or criminal law (setiap tindakan yang dilakukan oleh korporasi yang bisa diberi hukuman oleh negara, entah dibawah hukum administrasi negara, hukum perdata maupun hukum pidana).
Kekhasan dari kejahatan korporasi adalah bahwa ia dilakukan oleh korporasi atau agen-agennya (manager, karyawan, ataupun pemilik) terhadap anggota masyarakat, lingkungan, kreditur, invesrtor ataupun terhadap para saingan-saingannya. Kerugian yang ditimbulkan kejahatan korporasi lebih besar dibandingkan dengan kerugian dalam kejahatan individual.
Dalam common law system, pada awalnya korporasi tidak dapat dimintai pertanggungjwaban atas kejahatan yang dilakkukan, karena korporasi tidak memiliki pikiran dan tidak memiliki hati yang bisa menentukan perasaan bersalah sebagaimana manusia yang harus dimintai pertanggungjawaban dalam suatu kejahatan. Namun demikian, ini tidak dapat menghalagi adanya suatu predikat kejahatan, tetapi kejahatan itu harus dilakukan oleh orang atau anggota dari korporasi tersebut yang secara langsung maupun tidak langsung.
Pertanggungjawaban korporasi ini muncul dalam beberapa tahap.Awalnya, kejahatan akibat kelalaian yang dibawa pelaku sebagai pertanggungjawaban pidana juga terjadi pada korporasi.Ini merupakan pertanggungjawaban pidana yang sempurna.Tindakan yang disebabkan kelalaian ini, bagaimanapun juga, memerlukan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan. Perluasan pertanggungjawaban korporasi menjadi pertanggungjawaban pidana yang sempurna ini meliputi tindakan karena kelalaian dan menjadi premis dasar yang tidak dapat dihukum sebagai tindak pidana dengan maksud bahwa korporasi tidak cakap dalam melakukan kejahatan.Dengan demikian, perlu adanya suatu aturan yang menghukum korporasi dipertimbangkan legitmasinya.
Kejahatan korporasi (corporate crime) berbeda dengancrime against corporation dan criminal corporation. Konsep crime against corporation, biasa disebut dengan kejahatan jabatan atau kejahatan terhadap korporasi, merupakan kejahatan dimana pelaku kejahatan tersebut melakukan kejahatan yang ditujukan kepada korporasi, seperti penyalahgunaan kekuasaan yang dimiliki seorang karyawan korporasi. Kejahatan terhadap korporasi (crimes againsts corporation), juga sering dinamakan dengan employee crimes, merupakan kejahatan yang dilakukan oleh para karyawan atau pekerja terhadap korporasi. Misalnya penggelapan dana perusahaan oleh pejabat atau karyawan perusahaan tersebut. Pelaku kejahatan ini hanya terbatas pada karyawan dan badan hukum atau korporasi yang bersangkutan, tapi masyarakat luas bisa menjadi pelaku kejahatan terhadap korporasi jenis ini.
a. Karateristik Kejahatan Korporasi
Adapun salah satu hal yang membedakan antara kejahatan korporasi dengan kejahatan konvensional/tradisional pada umumnya, terletak pada karateristik yang melekat pada kejahatan korporasi itu sendiri, antara lain :
1. Kejahatan tersebut sulit dilihat (low visibility), karena biasanya tertutup oleh kegiatan pekerjaan yang normal dan rutin, melibatkan keahlian profesional dan sitem organisasi yang kompleks;
2. Kejahatan tersebut sangat kompleks (complexity) karena selalu berkaitan dengan kebohongan, penipuan dan pencurian serta sering kali berkaitan dengan sebuah yang ilmiah, teknologis, finansial, legal, terorganisasikan, dan melibatkan banyak orang serta berjalan bertahun-tahun;
3. Terjadinya penyebaran tanggung jawab diffusion of responsibility) yang semakin luas akibat kompleksitas organisasi;
4. Penyebaran korban yang sangat luas (diffusion of victimization) seperti polusi dan penipuan;
5. Hambatan dalam pendeteksian dan penentuan (detection and prosecution) sebagai akibat profesionalisme yang tidak seimbang antara aparat penegak hukum dengan pelaku kejahatan;
6. Peraturan yang tidak jelas (ambiguitas law) yang sering menimbulkan kerugian dalam penegak hukum; dan
7. Sikap mendua status pelaku tindak pidana. Harus diakui bahwa pelaku kejahatan korporasi pada umumnya tidak melanggar peraturan perundang-undangan, tetapi apa yang dilakukan memang merupakan perbuatan yang illegal.
b. Dimensi Kejahatan Korporasi
Dimensi criminal kejahatan korporasi di Indonesia terus berkembang seiring dengan perkembangan perekonomian nasional dan internasional. Dimensi ini terpolakan dalam bentuk-bentuk seperti :
a. Defrauding Stockholders adalah dimensi kejahatan dimana tidak melaporkan sebenarnya keuntungan yang diperoleh sehingga menimbulkan penipuan terhadap pemegang saham.
b. Defrauding The Public adalah penipuan terhadap masyarakat yang berbentuk persengkongkolan penentuanharga dan produk yang tidak representative.
c. Endangering The Public Warfare adalah dimensi kejahatan korporasi yang mengarah pada membahayakan kesejahteraan umum.
d. Illegal Intervention In The Public Process adalah melakukan intervensi yang melanggar hukum terhadap proses politik, terutama dalam konteks pengambilan kebijakan publik oleh pemerintah.
Menurut Niall F. Coburn, secara lebih luas menjelaskan tntang dimensi yang terikat dengan kejahatan korporasi, adalah sebagai berikut :
1. Penggelapan dana perusahaan;
2. Penipuan terhadap hasi audit internal dan pelanggaran terhadap kepatuhan kerja;
3. Penyuapan;
4. Korupsi;
5. Menghindari kewajiban pajak;
6. Pelanggaran terhadap aturan-aturan di bidang lingkungan hidup;
7. Manipulasi pasar;
8. Praktik-praktik perdagangan dan perbuatan pasar;
9. Penghitungan laba perusahaan yang disamarkana atau dipalsukan;
10. Pembukuan keuangan perusahaan yang tidak jujur.
D. Kronologis Kasus(Contoh Kasus)
a) Latar Belakang Kasus
Pembahasan kasus yang saya ambil untuk diangkat sebagai pokok pebahasan adalah “Kasus Kejahatan Korporasi PT Surabaya Agung Industri and Paper terkait Kasus Restitusi Pajak.”Kepolisian berencana akan mempidanakan korporasi yang melakukan suap dalam kasus restitusi pajak yang melibatkan dua pegawai pajak. "Kami masih melakukan penggkajian untuk mengajukan korporasinya dalam kejahatan korporasi, perusahaan sebagai pelaku tindak pidana,"kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Arief Sulistyanto di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (8/11/2013).
Menurutnya dalam praktiknya perusahaan yang dikendalikan Berty memberikan suap kepada pegawai pajak menggunakan uang hasil kejahatan pajak. "Rupanya uang suap yang diberikan merupakan hasil restitusi pajak," ucapnya.
Pihaknya pun masih terus mengembangkan kemungkinan ada perusahaan lain yang melakukan kejahatan pajak yang sama sehingga negara mengalami kerugian. "Kami sedang mempelajari dokumen-dokumen dari kantor pajak, sasarannya wajib pajak lain yang ditangani dua tersangka ini, yang mungkin memperoleh restitusi pajak dengan cara yang sama,"kata Arief. Sebelumnya diberitakan, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus korupsi dan pencucian uang di Direktorat Jenderal Pajak. Dua orang di antara adalah mantan pegawai pajak, yakni Denok Tavi Periana dan Totok Hendrianto. Mereka, diduga sebagai penerima suap Rp 1,6 miliar dari Komisaris PT Surabaya Agung Industri and Paper atas nama Berty. Akibat persekongkolan tersebut, negara dirugikan Rp 21 miliar yang merupakan jumlah restitusi yang dicairkan kepada PT Surabaya Agung Industri and Paper sejak tahun 2004 sampai 2007. Denok Tavi Periana, Totok Hendrianto, dan Berty diamankan Senin (21/10/2013) dan kini meringkuk di Tahanan Bareskrim Polri. Ketiganya disangkakan dengan pasal 5, 11, 12 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dan pasal 3 dan 6 undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
b) Analisis Kasus
PT. SAIPK merupakan perusahaan wajib pajak yang diduga menyuap Denok dan Totok (pegawai pajak) terkait kepentingan restitusi pajak. PT. SAIPK terindikasi melakukan tindak pidana karena telah melakukan suap dalam kasus restitusi pajak yang melibatkan dua pegawai pajak. Dalam hal ini komisaris telah mempergunakan perusahaan PT. SAIPK untuk memberikan suap kepada dua orang pegawai pajak menggunakan hasil kejahatan pajak. Jadi yang dipakai sebagai uang suapnya adalah merupakan hasil restitusi pajak. Tersangka dalam kasus suap adalah Denok Tavi Periana, Totok Hendrianto dan Berty yang telah melakukan korupsi dan pencucian uang di Direktorat Jendral Pajak. Dua orang diantara mantan pegawai pajak, yakni Denok Tavi Periana dan Totok Hendrianto. Mereka, diduga sebagai penerima suap Rp 1,6 miliar dari komisaris PT. Surabaya Agung Industri and Paper atas nama Berty. Akibat persengkongkolan tersebut, Negara dirugikan Rp 21 miliar yang merupakan jumlah restitusi yang dicairkan kepada PT Surabaya Agung Industri and Paper sejak tahun 2004 sampai 2007.
Kasus tersebut diketahui pada 2010 lalu dari adanya dugaan pelanggaran administrasi restitusi pajak PT SAIPK dari tahun 2004 hingga 2007. Itjen Kemenkeu selanjutnya mendapatkan laporan dari PPATK terkait transaksi mencurigakan yang melibatkan Denok dan Totok. Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan menemukan adanya transaksi mencurigakan dari keduanya sebesar Rp 600 juta. Namun, seiring dengan pemeriksaan internal Kemenkeu, polisi menemukan transaksi mencurigakan senilai Rp 1,6 miliar. Transaksi tersebut merupakan pelicin pengurusan restitusi dari wajib pajak Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas (SAIPK) senilai Rp 21 miliar, terhitung dari tahun 2004 hingga 2007.
c) Dasar – dasar Hukum Yang di Gunakan
Adapun dasar-dasar hukum yang dipergunakan dan di jadikan sebagai patokan hukum untuk kasus ini adalah :
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
Adapun pasal-pasal yang dipergunakan sebagai salah satu dasar hukum yang digunakan dalam undang-undang ini, adalah sebagai berikut :
• Pasal 2 Ayat (1)
Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana:
a. korupsi;
b. penyuapan;
c. Narkotika;
d. psikotropika;
e. penyelundupan tenaga kerja;
f. penyelundupan migran;
g. bidang perbankan;
h. di bidang pasar modal;
i. di bidang perasuransian;
j. kepabeanan;
k. cukai;
l. perdagangan orang;
m. perdagangan senjata gelap;
n. terorisme;
o. penculikan;
p. pencurian;
q. penggelapan;
r. penipuan;
s. pemalsuan uang;
t. perjudian;
u. prostitusi;
v. bidang perpajakan;
w. bidang kehutanan;
x. bidang lingkungan hidup;
y. bidang kelautan dan perikanan; atau
z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih,
yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
• Pasal 3
Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
• Pasal 6
(1) Dalam hal tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Korporasi dan/atau Personil Pengendali Korporasi.
(2) Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak pidana Pencucian Uang :
a. dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi;
b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi;
c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan
d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi.
Adapun pasal yang menjadi pasal pendukung dalam kasus ini, adalah sebagai berikut :
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
• Pasal 38
• Pasal 39
• Pasal 39 A
• Pasal 40
• Pasal 41 A
• Pasal 41 B
• Pasal 41 C
• Pasal 43
• Pasal 43 A
d) Teori Pertanggungjawaban Yang di Gunakan
Dalam kasus ini, pertanggungjawaban korporasi di atas menggunakan teori pertanggungjawabanDirect Corporate Criminalv Liabilitydalam teori ini menjelaskan bahwa pertanggungjawaban pidana korporasi secara langsung. Menurut teori ini, korporasi bisa melakukan sejumlah delik secara langsung melalui para agen yang sangat berhubungan erat dengan korporasi, bertindank untuk dan/atau atas nama korporasi. Mereka tidak sebagai pengganti dan oleh karena itu, pertanggungjawaban korporasi tidak bersifat pertanggungjawaban pribadi. Syarat-syarat adanya pertanggungjawaban pidana korporasi secara langsung adalah tindakan-tindakan para agen tersebut masih dalam ruang lingkup pekerjaan korporasi.
Corporate Criminalv Liability berhubungan erat dengan doktrin identifikasi, yang menyatakan bahwa tindakan dari agen tertentu suatu korporasi, selama tindakan itu berkaitan dengan korporasi, dianggap sebagai tindakan dari korporasi itu sendiri. Teori ini juga berpandangan bahwa agen tertentu dalam sebuah korporasi dianggap sebagai “directing mind” atau “alter ego”. Perbuatan dan mens rea para individu itu kemudian dikaitkan dengan korporasi. Jika indidvidu diberikan kewenagan untuk bertindak atas nama dan selama menjalan bisnis korporasi, mens rea para individu itu merupakan mens rea korporasi.
Dalam teori Corporate Criminalv Liability, orang-orang yang identic dengan korporasi bergantung kepada jenis dan struktur organisasi suatu korporasi, tapi secara umum meliputi the board of director, the chief executive officer, atau para pejabat atau pengurus korporasi pada level yang sama dengan kedua pejabat tersebut.
Sementara itu, menurut Yeddia Z. Stern memperluas cakupan orang-orang yang identic dengan korporasi meliputi the general meeting, board of directors, managing director, general manager, chief executive, and possibly individual directors, secretaries, and shop managers.
Terkait dengan orang-orang yang identik dengan korporasi, terdapat lima pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan kapan tindakan orang-orang tertentu dalam suatu korporasi dikatakan sebagai tindakan korporasi, yaitu
a. Deskripsi yang samar, adalah teori yang dibentuk melalui putusan pengadilan Inggris memilih bersifat hati-hati dengan tidak mendefenisikan organ ke dalam istilah hukum.
b. Kriteria Formal, adalah kriteria yang terbagi menjadi 4 (empat) bagian kriteria, adalah sebagai berikut :
1) Primary Organ Test, adalah tindakan yang dilakukan oleh organ-organ utama dalam korporasi;
2) Delegation test, adalah sutau tindakan yang dilakukan oleh organ atau orang-orang yang memiliki kekuasaan atas dasar delegasi;
3) Authorized Acts Test, adalah didasarkan pada organ-organ yang telah mendapatkan mandat dari para organ utama;
4) Corporaste Acts Test, adalah penentuan organ korporasi berdasarkan penunjukan langsung dari korporasi, yang dilakukan tiap periode penggurusan.
c. Pendekatan Pragmatik, adalah pendekatan yang termasuk organ-organ korporasi sehingga tindakan mereka identik dengan tindakan korporasi, dalam pendekatan prakmatik ini sendiri dibagi atas : “superior agent”, “responsible agent”, “important official”, “primary agent”, “top management”, dan “a directive”.
d. Analisis Hierartki, adalah pendekatan dimana untuk menentukan organ korporasi, yang didasarkan pada identifikasi orang-orang yang memiliki posisi penting dalam struktur organisai dimana kehendak dan tindakan mereka dianggap sebagai kehendak dan tindakan korporasi.
e. Analisis Fungsi, adalah analisis yang dimana lebih menekankan kepada aspek-aspek fungsional pelaku pejabat korporasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam kasus tindak pidana pencucian uang, yang dilakukan oleh pihak “PT. SURABAYA AGUNG INDUSTRI PULP & KERTAS”. Dikenakan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG yang dikenakan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 6, serta dasar hukum yang dianggap sebagai pasal pendukung dalam permasalahan kasus ini adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN, dengan pasal-pasal antara lain : Pasal 38, Pasal 39, Pasal 39 A, Pasal 40, Pasal 41 A, Pasal 41 B, Pasal 41 C, Pasal 43, Pasal 43 A.
Dengan demikian, pihak korporasi atau “PT. SURABAYA AGUNG INDUSTRI PULP & KERTAS” ditetapkan putusan pengdadilan dengan hukuman berupa denda sebesar Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliyar Rupiah) dan denda kurungan/penjara selama 20 (dua puluh) tahun. Selain itu, dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan pihak “PT. SURABAYA AGUNG INDUSTRI PULP & KERTAS” dapat digolongkan sebagai Tindak Pidana Luar Biasa.
B. Saran
Menurut pendapat saya, jika mengkaji dari segi hukum pidana dengan megaitkan tindak pidana korporasi. Saya menemukan adanya celah hukum dalam penetapan hukuman dengan teori pertanggung jawaban Direct Corporate Criminal Liability, yang menyebabkan dapat munculnya pelaku-pelaku kejahatan korporasi yang baru, sehingga akan timbulnya para agen atau pelaku kejahatan korporasi yang akan bertindak sebagai para pengganti pelaku korporasi yang sebelumnya dalam sistem korporasi ataupun perusaahaan yang sama.
Dalam teori ini sendiri juag menimbulkan banyaknya pro dan kontra, karena tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh pihak penegak hukum (law enforcer) dalam menegak hukum ini bersifat tumpang tinih.Dikarenakan korporasi sendiri juga merupakan subjek hukum yang sesungguhnya belum ada undang-undang yang mengatur ataupun bersifat mengikat untuk kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk korporasi itu sendiri.
Oleh karena itu, menurut pandangan hukum teori yang saya anggap cukup tepat dalam penanganan kasus ini adalah Teori Agregasi yang artinya dalam teori ini memperbolehkan kombinasi tindak pidana dan/atau kesalahan tiap-tiap individu agar unsur-unsur tindak pidana dan kesalahan yang mereka perbuat dapat terpenuhi. Atau secara umumnya, didalam teori ini korporasi ataupun perusahaan yang menjadi salah satu subjek hukum, juga dapat menjadi salah satu tersangka dan juga dapat dijatuhi hukuman sebagai konsekuensi dalam tindak pidana korporasi itu sendiri.Sehingga tindakan yang didasari dengan teori agregasi ini sendiri dapat mempidanakan pelaku-pelaku kejahatan korporasi, serta juga memberikan sanksi pidana kepada koporasi ataupun perusahaan yang merupakan sebagai subjek hukum.
DAFTAR PUSTAKA
• http://hefrizonezon.blogspot.com/2017/10/analisa-kasus-kejahatan-koorporasi-di.html
• https://www.tribunnews.com/nasional/2013/11/08/polisi-bidik-kejahatan-korporasi-dalam-kasus-restitusi-pajak
• https://www.tribunnews.com/regional/2014/04/03/kuasa-hukum-pt-surabaya-agung-industri-pulp-kertas-desak-kepolisian-sidik-kurator-saip
• https://www.tribunnews.com/regional/2014/04/03/kuasa-hukum-pt-surabaya-agung-industri-pulp-kertas-desak-kepolisian-sidik-kurator-saip?page=2
• Mahrus Ali, S.H., M.H., 2013, Azas-azas Hukum Pidana Korporasi, PT PT RAJAGRAFINDO PERSADA Jakarta
• DR. Tri Budiyono, SH., M. HUM.., 2011, Hukum Perusahaan, GRIYA MEDIA Salatiga
• Abidin, Andi Zainal dan Andi Hamzah, Bentuk-bentuk Khusus Perwujudan Delik (Percobaan, Penyertaan dan Gabungan Delik) dari HUkum Panitesier, Jakarta : Rajawali Pers, 2006
, Hukum Pidana I, Cetakan ke-dua, Jakarta : Sinar Grafika, 2007.
• Adil, Soetan K. Malikoel, Pembaharuan Hukum Perdata Kita, Jakarta : PT PEMBANGUNAN, 1995.
• Ali, Chaidir, Badan Hukum, Bandung : Alumni, 1991.
• Ali, Mahrus, Dasar-dasar Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika, 2011.
, “Pertanggungjawaban Pidana Partai Politik dalam Perkara Korupsi”, makalah disampaiakan pada diskusi publik Bubarkan Partai Politik Korup ?Peluang dan Tantangan dilaksanakan oleh HMI Cabang Yogyakarta, Minggu, 5 Febuari 2012.
• Amrullah, M. Arief, Kejahatan Korporasi, Malamg : Bayumedia Publishing, 2006.
*Sumber: https://www.academia.edu/43364653/TUGAS_MAKALAH_HUKUM_PERUSAHAAN
Tag :
Hukum,
Hukum Bisnis
0 Komentar untuk "Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Perusahaan"