Mafia Peradilan di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum adalah primadona, mungkin itu adalah sebuah kalimat yang tidak asing lagi dalam ingatan kita dan sudah sering kita dengar. Namun, yang terjadi sekarang sangat berbeda dengan yang kita bayangkan dan apa yang kita inginkan dari sebuah hukum.Hukum adalah Panglima, kalimat itu pula yang juga masih melekat dalam ingatan kita, namun yang terjadi juga sama dengan kalimat pertama diatas. Bagaimana hukum itu menjadi primadona ataupun menjadi panglima, pada saat ini adalah sesuatu yang masih diinginkan oleh seluruh manusia terkhusus masyarakat di Indonesia ini.

“ Rasa aman ” yang seharusnya diberikan oleh hukum ternyata sudah lama tidak pernah terwujud. Apakah ini karena memang hukum kita perlu diperbaiki. Namun idealnya adalah kedua elemen di atas harus sama – sama diperbaiki sesuai dengan perkembangan saat ini.
“ Keadilan “, yang juga sudah lama ingin dinikmati oleh seluruh masyarakat juga tak kunjung datang, tidak tau juga apakah masyarakat memang menjauh dari yang namanya “ Keadilan “ ini, atau keadilan ini yang menjauh dari masyarakat, atau mungkin tangan – tangan yang seharusnya memberikan keadilan kepada masyarakat ini yang enggan memberikan Keadilan itu, semuanya bisa menjadi jawaban dan semua orang mungkin sudah bisa menjawab.
Kondisi di atas adalah kondisi riil yang terjadi di negara yang kita cintai ini.

Apakah negara ini sudah tidak mampu lagi mewujudkan Rasa Aman dan Keadilan bagi masyarakat, adalah sebuah perenungan dan menjadi sebuah tugas besar bagi negara ini. Semua itu menjadi tugas dan tanggung jawab seluruh masyarakat untuk saling membahu dalam mewujudkan itu.

Terlepas dari semua hal di atas, ada satu hal yang ternyata lebih memberikan pengaruh yang besar dalam penegakan hukum di negara ini, yaitu terkait dengan aparat penegak hukum. Kepolisian, Kejaksaan, Hakim, hingga sampai kepada Advokat adalah lebih berkompeten untuk menjawab serta menyelesaikan permasalahan – permasalahan kompleks di atas. Sudah menjadi rahasia umum bahwa seluruh komponen penegak hukum di atas selama ini telah melaksanakan praktek – praktek kotor dalam kinerjanya. Mereka yang seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat untuk taat dan menjalankan hukum, tapi malah menjadi orang pertama yang membelokkan fungsi hukum.

Polisi dibayar “sekian” rupiah untuk menghentikan penyelidikan, Jaksa dibayar “ sekian” rupiah untuk meringankan tuntutan atau bahkan menghentikan penyidikan, Hakim dibayar “ sekian “ rupiah untuk meringankan putusan, dan Pengacara berani membela yang bayar meskipun kliennya sudah jelas – jelas bersalah. Hal di atas sudah menjadi budaya dalam penyelesaian kasus yang ada. Sehingga kesimpulannya adalah semua urusan beres dengan Uang.

Negara kita menjunjung tinggi hukum, hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUDNRI Tahun 1945 mengatakan bahwa negara Indonesia adalah berlandaskan hukum wajib berbenah diri melihat kondisi ini. Kebobrokan hukum kita yang disebabkan oleh kebobrokan moral para penegak hukum kita telah memberikan pengaruh yang besar kepada masyarakat untuk tidak memiliki rasa kepercayaan lagi kepada hukum.

Untuk itu di dalam makalah yang singkat dan sederhana ini penulis ingin memaparkan kondisi - kondisi tentang para penegak hukum kita, serta hal – hal yang seharusnya perlu kita lakukan untuk perbaikan hukum.

Bagaimana para penegak hukum kita menyelesaikan sebuah kasus adalah hal yang perlu menjadi perhatian kita bersama sehingga dengan itu kita bisa memahami bagaimana seharusnya aparat penegak hukum itu bertindak. Untuk merubah atau mereformasi sebuah hukum tidaklah cukup dengan memperbaiki sistem hukum dan pendidikan hukum saja, tapi yang sangat perlu juga untuk diperhatikan adalah kualitas para penegak hukum kita sehingga dalam penegakan hukum kita dapat melihat apakah penyelesaian kasus yang terjadi baik atau tidak, hanya dengan melihat orang yang ada di sana terlebih dahulu. Hal inilah yang menjadi sorotan dalam makalah ini, yaitu bagaimana kualitas para penegak hukum kita dalam melaksanakan tugasnya selama ini. 

Sebenarnya yang diinginkan masyarakat akan penegakan hukum adalah adanya keadilan yang diberikan oleh aparat penegak hukum, yang selama ini tidak terwujud. Kenyataan yang terjadi adalah rasa keadilan masyarakat telah dilukai oleh putusan pengadilan. Putusan kasus–kasus besar yang telah benyak merugikan masyarakat dan negara. Kasus Akbar Tanjung, Korupsi KPU, sengketa walikota Depok hingga kasus penyuapan oleh Probo Sutejo adalah sedikit dari contoh kasus besar yang seharusnya menjadikan hukum lebih dipercayai oleh masyarakat lagi jika dijalankan dengan naik.

Namun, yang terjadi adalah akhir dari penyelesaian kasus itu telah menambah kelukaan perasaan masyarakat yang sudah terluka. Oleh karenanya, penegak hukum lah yang seharusnya menjadi sorotan. Masyarakat sudah terbiasa dengan putusan seperti itu, dan masyarakat sudah dapat memahami apa yang telah terjadi di balik itu semua. Maka untuk itu di makalah ini akan mencoba mengupas masalah tersebut, yang tidak asing lagi di telinga kita, tentang permainan kotor di balik layar para penegak hukum yang sering di sebut dengan “ Mafia Peradilan “.

B. Tinjauan Pustaka
Penyalahgunaan Wewenang Penegak Hukum Lembaga-lembaga penegak hukum menjadi salah satu sasaran utama dan pertama dalam reformasi bidang hukum. Dalam konteks pemerintahan otoriter Orde Baru, hukum dinilai telah digunakan sebagai instrumen represi oleh penguasa. Cita-cita negara hukum (rechtsstaat) terabaikan karena kehendak penguasa disamakan dengan hukum. Dengan sendirinya pelaku terdepan dari “hukum sebagai kehendak penguasa” tersebut adalah aparat penegak hukum. Dalam konteks demikian praktik hukum oleh aparat penegak hukum terbebas dari tanggung jawab dan akuntabilitas. Tanggung jawab dan akuntabilitas bukan lagi ukuran- ukuran yang ditentukan oleh hukum, seperti keadilan, kepastian atau sikap nondiskriminasi, melainkan diambilalih oleh kekuasaan. Setelah kekuasaan dianggap legitimate, maka hukum dan aparat pelaksana kekuasaan otoriter itu dianggap legitimate pula. Jika proses peradilan sedemikian rentan untuk dibajak oleh mafia peradilan, bukankah diskresi oleh aparat penegak hukum harus dikendalikan ? Bagaimana semua ini harus diperbaiki ?

C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud mafia peradilan ?
2. Cara mengatasi mafia peradilan ?
3. Peran serta masyarakat  dalam  memberantas mafia peradilan ?
4. Kasus yang terkait mafia peradilan ?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Mafia Peradilan
Kita tentu sudah sering mendengar dua kata ini, Mafia Peradilan. Dua kata ini telah menjadi istilah yang sudah memasyarakat apalagi di negara kita. Mafia Peradilan adalah suatu kondisi dimana adanya suatu rekayasa yang terjadi di dalam proses peradilan sehingga proses hukum yang dimulai dari penyelidikan hingga putusan pengadilan, menghasilkan putusan yang tidak sesuai dengan yang seharusnya diputuskan dan sangat tidak sesuai dengan keadilan yang seharusnya ditegakkan sehingga rasa keadilan memang terinjak – injak oleh praktek ini. Praktek ini tidak terlepas dari tangan penegak hukum yang telah menjual jabatannya.

B. Mafia Peradilan di Indonesia
Tumbuh dan berkembangnya mafia peradilan di negara kita selama ini tentunya tidak lepas dari berbagai faktor yang perlu diperhatikan sehingga kita mampu memberikan analisis terhadap hal ini dalam melakukan berbagai perbaikan atas hukum kita. Faktor – faktor itu antara lain :
Kondisi peraturan perundang – undangan kita yang kebanyakan memberikan celah bagi para penegak hukum untuk melakukan hal – hal yang sebenarnya bertentangan dengan hukum. Para penegak hukum pada umumnya mampu untuk menafsirkan dengan berbagai arti tentang aturan perundang – undangan yang ada sehingga tafsiran itu bisa diterapkan dalam memenangkankan sebuah kasus.
Kurangnya kesadaran hukum dalam masyarakat sehingga dari kalangan masyarakat pun kurang membudayakan taat hukum. Hal ini sebenarnya juga dapat dipengaruhi oleh kondisi penegak hukum dalam melaksanakan hukum.
Kekuasaan dan kewenangan para penegak hukum terutama hakim yang sangat kuat, terutama dalam melakukan sebuah putusan seorang hakim mempunyai kekuatan yang tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun. Namun, putusan dari hakim justru banyak yang tidak sesuai dengan rasa keadilan di masyarakat.
Kualitas moral para aparat penegak hukum menjadi hal yang utama dalam Mafia Peradilan ini. Ini menyebabkan tidak ada rasa takut dan bersalah yang dirasakan oleh para penegak hukum kita meskipun dalam hal melaksanakan hukum dengan hukum yang salah. Sehingga tidak heran ketika dalam melaksanakan tugas mulianya, para penegak hukum lebih memilih uang dari pada memberikan putusan dengan benar. Mungkin pendidikan moral dan agama ini menjadi salah satu titik tekan yang harus diperhatikan yang harus dimiliki oleh setiap penegak hukum dimanapun. Karena agama manapun tidak pernah menghalalkan perbuatan itu.
Kualitas keilmuan yang rendah juga menjadi hal yang penting dalam menimbulkan mafia peradilan ini. Kualitas keilmuan dari orang – orang yang terlibat dalam proses penegakan hukum sangat berpengaruh besar terhadap kualitas / bobot proses peradilan dan kualitas / bobot putusan seprang hakim. Sehingga mafia peradilan itupun menjadi hal yang tidak akan dilakukan dalam penegakan hukum.
Praktek – praktek mafia peradilan yang selama ini terjadi adalah sudah menjadi bagian dari rekayasa para penegak hukum di balik penyelesain setiap kasus hukum baik kasus kecil maupun besar. Semakin besar kasus yang diperiksa semakin besar pula “ pendapatan “ yang diperoleh para pelaku mafia peradilan ini.

Mafia Peradilan di Indonesia

Mafia peradilan menjadi sebuah momok yang sangat menakutkan dalam proses rekonstruksi hukum dan supremasi hukum di negara kita sehingga harus dibasmi. Langkah yang harus di tempuh oleh para petinggi negara kita pun harus mampu menjadikan peradilan kita membaik dan mendapat kepercayaan dari masyarakat. 

C. Etika Profesi Hukum
Dalam menjalankan tugas mulianya, sebenarnya setiap penegak hukum memiliki kode etik yang sering disebut juga dengan Etika Profesi Hukum. Kode etik itu harus ditaati oleh setiap penegak hukum. Etika Profesi tersebut dibuat untuk memberikan rel yang jelas pada setiap penegak hukum meliputi Kepolisian, Kejaksaan, Hakim serta Advokat dalam menjalankan tugasnya. Namun, yang terjadi pada umumnya adalah masih banyak yang tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan Etika Profesi yang sudah ada.

Dengan etika profesi ini seharusnya mampu untuk menciptakan para penegak hukum yang profesional dan dipercaya masyarakat sehingga praktek mafia peradilan itu bisa hilang dalam peradilan kita. Misalnya, etika profesi hakim yang harus mendasarkan putusannya terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa, mampu memberantas segala kejahatan yang terjadi, memutus dengan bijaksana serta memberikan rasa keadilan bagi seluruh pihak. Namun, yang kita lihat adalah bahwa banyak hakim yang masih tidak sadar akan posisinya sebagai orang yang harus selalu mengayomi masyarakat.

Masih banyak hakim yang tidak tegas dan bijaksana dalam melaksanakan tugasnya bahkan masih banyak pula hakim yang menerima imbalan yang ternyata telah menjual harga diri dan jabatannya kepada kejahatan. Perbuatan para hakim ini memang tidak bisa dijerat dengan sembarangan hukum, bahkan KUHP yang mengatur tentang tindakan pidana pun tidak bisa menjerat hakim meskipun terkadang tindakan hakim bertentangan dengan hukum pidana.Dengan adanya Etika Profesi ini seharusnya menjadi dasar untuk melakukan pengawasan terhadap setiap profesi hukum yang ada.

Misalnya Komisi Yudisial harus lebih aktif dalam mengawasi kinerja Hakim, pengawas Jaksa juga harus semakin meningkatkan pengawasannya terhadap jaksa yang menyimpang dan begitu pula organisasi Advokat dalam mengawasi sepak terjang para Advokat yang berada di bawah naungannya karena hal inilah yang paling berpengaruh terhadap tegaknya hukum atau terjadinya praktek mafia peradilan di negara ini.

D. Langkah – Langkah Memperbaiki Peradilan di Indonesia
Dalam makalah ini, penulis mencoba untuk memberikan langkah – langkah yang bisa dilakukan dalam menyelesaikan persoalan – persoalan dalam proses peradilan di negara ini, antara lain :
Perumusan peraturan perundang – undangan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas peradilan kita, meliputi proses peradilan, putusan pengadilan yang merupakan bagian dari proses penegakan hukum dalam konteks supremasi hukum, sehingga dalam menjalankan praktek peradilan dilakukan dengan baik dan terhindar dari praktek – praktek kotor.
Melakukan peningkatan kualitas peradilan kita yang tentunya terkait dengan berbagai aspek yang mempengaruhi kualitas penegakan hukum. Aspek – aspek itu meliputi kualitas individu atau Sumber Daya Manusia yang bersinggungan langsung dengan penegakan hukum baik secara moral maupun dalam konteks keilmuan, kualitas institusi peradilan, kualitas mekanisme tata kerja / manajemen peradilan, kualitas sarana dan prasarana yang berhubungan dengan penegakan hukum dan segala hal yang mempengaruhi kualitas penegakan hukum.
Menumbuhkan kesadaran taat hukum dalam masyarakat yang dimulai dari tingkatan yang lebih tinggi yaitu para pejabat negara, penegak hukum hingga ke tingkatan yang paling rendah dalam masyarakat dan menciptakan budaya hukum yang sehat serta mendukung proses supremasi hukum di negara ini.
Meningkatkan kualitas pada sendi – sendi kehidupan masyarakat terutama bidang sosial dan ekonomi yang ternyata bisa juga mempengaruhi budaya hukum yang tidak baik dalam masyarakat. Dengan taraf hidup masyarakat yang rendah bisa menyebabkan kondisi masyarakat juga akan menjauh dari budaya hukum yang baik. Sehingga tak heran mafia peradilan bisa terjadi hanya karena masalah uang dan ekonomi.

E. Contoh – Contoh Kasus Yang Diindikasikan Terdapat Praktek Mafia Peradilan
A. Kasus Korupsi Akbar Tanjung
Kasus ini menjadi kasus yang paling hangat dibicarakan pada sekitar tahun 2004. Akbar Tanjung yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi kurang lebih 50 miliar rupiah telah dijatuhi pidana dengan 3 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi tersebut. Tidak puas dengan putusan itu, Akbar Tanjung mengajukan Banding ke pengadilan Tinggi Jakarta, dan sama dengan putusan di Pengadilan Negeri, di Pengadilan Tinggi pun menguatkan putusan Pengadilan Negeri. Namun yang menjadi perhatian besar adalah pada saat Akbar Tanjung juga mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi tersebut. Hasilnya putusan Kasasi Mahkamah Agung menggegerkan seluruh rakyat Indonesia yaitu mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini diputus bebas oleh Mahkamah Agung. Putusan ini mendapat reaksi keras dari seluruh elemen masyarakat dengan menanyakan apakah masih ada keadilan di negeri ini.

B.Kasus Pilkada Kota Depok
Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat ini juga menjadi pembicaraan terhangat dari seluruh sengketa Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada ) di tanah air tahun silam. Hakim Pengadilam Tinggi Jawa Barat memberikan putusan bahwa pemenang Pilkada kota Depok adalah Badrul Kamal dengan mendasarkan putusannya pada asumsi belaka, yaitu dengan mengakumulasikan suara yang hilang kepada calon ini, sehingga perolehan suara calon ini meningkat drastis. Padahal yang terjadi di lapangan dan Komisi Pemilihan Umum Kota Depok sudah memutuskan bahwa Nurmahmudi Ismail yang memenangkan pemilu. Kasus ini akhirnya diputus oleh Mahkamah Agung dengan menerima permohonan Kasasi Nurmahmidi Ismail sehingga Nurmahmudi Ismail lah yang menjadi walikota Depok terpilih. Terdengar kabar bahwa Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat memperoleh bayaran tinggi dalam memutus perkara ini.

C. Kasus Suap Probo Sutejo
Kasus suap ini menjadi bahan pembicaraan di masyarakat bahkan di media cetak atau elektronik yang ada di tanah air. Kasus korupsi dana reboisasi yang dilakukan oleh Probo Sutejo telah di putus di Pengadilan Negeri dengan pidana penjara 4 tahun dan diperkuat lagi oleh Pengadilan Tinggi. Dalam usulan Kasasi ke Mahkamah Agung yang tak kunjung diselesaikan, ternyata pihak Probo Sutejo yang juga merupakan adik tiri dari mantan Presiden Soeharto mengambil jalan pintas dengan menyuap para pejabat di Mahkamah Agung kurang lebih 16 milyar rupiah. Jawaban yang diberikan Probo Sutejo sangat tidak masuk di akal bahwa jumlah itu adalah bukan untuk suap tapi untuk administrasi agar Kasasinya diselesaikan secepatnya. Memang 16 milyar adalah jumlah yang sangat menggiurkan, tapi reputasi lembaga kehakiman tertinggi serta kepercayaan terhadap hukum di negara ini menjadi pudar disebabkan oleh kasus di atas.

D. Kasus Suap Urip Tri Gunawan
Kasus ini paling mencoreng muka Kejaksaan dimana Ketua tim Jaksa kasus BLBI, Urip Tri Gunawan tertangkap basah oleh tim Penyidik KPK saat menerima uang dari salah satu tersangka kasus tersebut. Ia beralasan bahwa uang tersebut diberikan dalam rangka bisnis. Alasan itu perlu dipertanyakan kebenarannya, dan masyarakat pun pasti tidak mudah percaya begitu saja pada alasan ini. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan sendiri melarang seorang jaksa merangkap sebagai pengusaha. Jaksa Urip Tri Gunawan dalam hal ini jelas telah melanggar Undang-Undang Kejaksaan dan Kode Etik Kejaksaan. Saat ini kasus tersebut masih dalam proses peradilan. Sungguh betapa rendahnya kualitas moral para aparat penegak hukum kita.

Pada umumnya, praktek mafia peradilan ini terekspos ketika pemeriksaan kasus besar seperti korupsi. Hal ini terjadi karena kasus korupsi adalah lahan yang sangat subur untuk menambah “ penghasilan “ bagi para penegak hukum kita. Terdakwa kasus korupsi ini biasanya adalah orang – orang yang memiliki posisi strategis di masyarakat sehingga tak heran untuk memulihkan nama baiknya mereka bersedia mengeluarkan uang dengan jumlah berapapun. Kasus korupsi yang menjadi lahan bagi para mafia peradilan telah menjadi kasus nomor satu di negara ini, bahkan untuk tingkat dunia Indonesia juga medapat peringkat yang “ luar biasa “.

Banyak hal memang yang dilakukan oleh pemerintah untuk memberantas korupsi ini. Bagaikan penyakit yang sudah kronis, korupsi ini sudah menjadi kegiatan yang hampir di katakana dilakukan secara struktural dari pemerintah pusat hingga pejabat daerah terendah pun telah melakukan ini sejak dahulu dan sulit untuk diberantas. Pelaksanaan Undang – Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi , Kolusi dan Nepotisme juga belum mampu memberikan hasil yang maksimal untuk memberantas korupsi ini, meskipun korupsi ini telah digolongkan sebagai tindak pidana khusus yang mendapat perlakuan khusus dalam penyelidikannya. Seluruh Undang – Undang yang dibuat pun belum bisa merealisasikan tekad pemerintah untuk memberantas korupsi.

Banyak hal memang yang mempengaruhi kinerja aparat penegak hukum yang bertugas menyelesaikan perkara korupsi ini yang antara lain adalah pada umumnya pelaku korupsi ini adalah orang yang cukup berpengaruh di negara ini atau mantan pejabat, dan juga disebabkan oleh mental pejabat–pejabat kita yang masih bobrok, kalau sudah berbicara masalah uang pasti sulit untuk berpaling sehingga tak jarang memang para penegak hukum pun masih mau menerima suap untuk merekayasa penyelidikan kasus korupsi itu. 

F. Reformasi Hukum
Dalam bukunya ”Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatanh “, Prof. Barda Nawawi Arief,S.H. mengatakan bahwa di negara kita ini perlu dilakukan suatu reformasi hukum dan keadilan, meskipun reformasi hukum dan Keadilan itu bukan masalah yang sederhana. Masalah yang ada dalam hal ini sangat kuat dan kompleks. Reformasi hukum tidak hanya berarti melakukan reformasi dalam peraturan perundang- undangan, tetapi mencakup sistem hukum secara keseluruhan, yaitu meliputi substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Bahkan secara lebih luas lagi, masalah reformasi hukum dan keadilan sebenarnya bukan semata – mata masalah sistem hukum, tetapi terkait dengan keseluruhan sistem politik, sistem ekonomi dan sistem sosial. Oleh karena itu, masalah hukum adalah masalah kompleks yang membutuhkan perhatian khusus. Perhatian terhadap penegakan hukum sangatlah penting, karena untuk melaksanakannya seluruh komponen masyarakat harus berperan.

Terlepas dari itu semua, tentu pengaruh orang yang secara langsung bersinggungan dalam penegakan hukum ini tentunya lebih besar, sehingga tidak heran bahwa setiap masalah yang timbul dalam hukum di negara kita, orang tersebut menjadi sasaran kritik dari masyarakat.para penegak hukum kita yang seharusnya menaati hukum itu, sehingga memberikan contoh yang baik kepada masyarakat secara keseluruhan. Tentunya, Reformasi hukum ini harus berawal juga dari para penegak hukum di negara ini, sehingga perbaikan atas hukum kita tercapai dengan baik.



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tegaknya hukum di negara ini adalah sebuah keniscayaan yang harus kita yakini bersama. Memang untuk mewujudkan supremasi hukum akan sangat berat jika seluruh elemen masyarakat dan pemerintah tidak bahu–membahu memperjuangkan nya.

Kemerdekaan yang kita peroleh selama 63 tahun akan terasa hampa tanpa adanya kehidupan yang berkeadilan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Setiap orang pada prinsipnya berkewajiban untuk tunduk dan patuh menjunjung tinggi hukum demi tegaknya keadilan dan kebenaran bagi setiap orang guna melindungi dan mempertahankan hak – hak asasi manusia, menempatkan manusia sesuai dengan martabatnya. Tapi rasa tunduk itu kian lama akan pudar jika orang – orang yang bertindak di sana telah mengingkari hukum yang ada, akibatnya kepercayaan masyarakat terhadap hukum pudar pula.

Sebenarnya tidak mutlak bahwa sistem hukum di negara inilah yang mengakibatkan rasa keadilan tidak terwujud, tapi pengaruh para penegak hukum menjadi perhatian utama, sehingga tidak ada gunanya sistem hukum baik tapi orang yang melaksanakannya tidak bermoral. Hal ini yang lebih disebabkan oleh terjadinya praktek–praktek penyimpangan hukum yang sering disebut mafia peradilan itu.

Dari makalah ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa apa yang terjadi di negara kita adalah bukan masalah sistem hukum semata tapi lebih kepada mental para penegak hukum yang merusak sistem hukum itu. Untuk itu kita semua punya tugas besar untuk mengembalikan kepercayaan seluruh masyarakat terhadap hukum sehingga rasa keadilan itu memang terwujud dan dinikmati oleh seluruh masyarakat.

B. Saran
Mafia peradilan adalah momok yang menakutkan dan terus akan menjadikan negara ini menjadi terpuruk baik dari segi hukum maupun segi kehidupan lain, karena hukum di sebuah negara akan mempengaruhi seluruh bidang kehidupan yang ada di negara itu. Untuk itu tidak ada tawar menawar dalam menghadapi yang namanya mafia peradilan ini.

Pemerintah harus mulai melakukan perombakan besar – besaran terhadap hukum negara ini.Tidak hanya perombakan dari sisi hukumnya saja, tapi perombakan yang dilakukan harus secara luas dan integral dan mencakup sistem hukum secara keseluruhan, yaitu meliputi substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Bahkan secara lebih luas lagi, masalah perombakan hukum ini sebenarnya bukan semata – mata masalah sistem hukum, tetapi terkait dengan keseluruhan sistem politik, sistem ekonomi dan sistem sosial di nagara ini. Langkah – langkah yang harus ditempuh oleh pemerintah harus menuju ke arah perbaikan hukum misalnya seperti:
perumusan peraturan perundang – undangan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas peradilan kita’
 melakukan peningkatan kualitas peradilan kita yang tentunya terkait dengan berbagai aspek yang mempengaruhi kualitas penegakan hukum.
menumbuhkan kesadaran taat hukum dalam masyarakat yang dimulai dari tingkatan yang lebih tinggi yaitu para pejabat negara, para penegak hukum hingga ke tingkatan yang paling rendah dalam masyarakat dan menciptakan budaya hukum yang sehat serta mendukung proses supremasi hukum di negara ini.
meningkatkan kualitas pada sendi – sendi kehidupan masyarakat terutama bidang sosial dan ekonomi.

Langkah- langkah di atas adalah sebagian dari sekian banyak solusi yang harus dicari dan dilaksanakan pemerintah untuk perbaikan hukum kita. Pemerintah juga harus memulai dari diri sendiri untuk memberikan contoh positif bagi rakyatnya dalam hal ketaatan pada hukum dan menunjukkan komitmennya terhadap penegakan supremasi hukum di negara ini.
Berikutnya, para penegak hukum yang selama ini bermain di balik “ meja hijaunya “ harus sadar dan memberikan segala potensinya untuk terwujudnya supremasi hukum dan mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk taat hukum sehingga kehidupan yang berkeadilan serta terwujudnya masyarakat sejahtera bukan menjadi cita – cita belaka.
Namun hal di atas bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan aparat penegak hukum saja.

Seluruh masyarakat harus menjadi penjaga dan pengawas pelaksanaan hukum itu juga, sehingga akan tercipta budaya kritis masyarakat akan hukum dengan kritik – kritik yang membangun bagi hukum di negara ini. Setiap orang berhak berbicara mengeluarkan pendapatnya sesuai dengan kemampuannya. Mungkin perbaikan hukum yang kita inginkan tersebut akan terwujud jika pemerintah, para penegak hukum serta masyarakat menciptakan komitmen bersama untuk perbaikan hukum demi terciptanya masyarakat yang berkeadilan dan sejahtera.





DAFTAR PUSTAKA

Barda Nawawi Arief, S.H.Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. 2001. Bandung : PT Citra Aditya Bakti
Lubis, Suhrawardi. Etika Profesi Hukum. 2000. Jakarta : Sinar Grafika
Perpustakaan Nasional RI. Menjaga Denyut Konstitusi Refleksi Satu Tahun Mahkamah Konstitusi. 2004. Jakarta : Konstitusi Pres
Moeljatno, S.H. Asas – Asas Hukum Pidana. 2002. Jakarta : PT Rineka Cipta
Moeljatno, S.H. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana. Cetakan ke-23. 2003. Jakarta : Bumi Aksara
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang – Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang – Undang No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat





*Sumber: https://www.academia.edu/13845923/Mafia_Peradilan

Tag : Hukum, Lainnya, PKn
0 Komentar untuk "Mafia Peradilan di Indonesia"

Back To Top