BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mendengar kata remaja, terlintas di pikiran kita mengenai anak sekolah, lengkap dengan sikapnya yang terkadang bisa dibilang nakal. Anak remaja awal (usia SMP) dan anak remaja akhir (usia SMA). Pada masa remaja, anak-anak mengalami banyak perubahan. Baim dari segi fisik maupun mentalnya.
Dalam makalah ini, membahas mengenai perkembangan emosi dan sosial anak usia remaja (SMP). Dimana pada usia ini, para remaja mengalami perubahan emosi dan sosial yang bisa di bilang tidak stabil. Mengapa? Karena mereka sedang dalam fase perubahan dari usia anak-anak menuju usia dewasa. Pola pikir mereka labil, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, mudah terpengaruh dengan lingkungan luar. Oleh karena itu, peran orang tua menjadi faktor utama dan terpenting dalam mengawasi anak usia remaja agar tidak terjerumus pada hal-hal yang melanggar norma.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan perkembangan emosi dan perkembangan sosial ?
2. Apakah ciri-ciri perkembangan emosi dan perkembangan sosial ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan analisi masalah maka didapatkan tujuan yang lebih lanjut akan diterangkan dalam pembahasan yaitu:
1. Mengetahui apa itu perkembangan emosi dan perkembangan sosial ?
2. Memahami tentang ciri-ciri perkembangan emosi dan perkembangan sosial.
D. Manfaat
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi tugas perkembangan peserta didik
2. Sebagai bahan diskusi tentang perkembangan peserta didik
3. Kita dapat mempelajari apa itu perkembangan emosi dan perkembangan sosial
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERKEMBANGAN EMOSI PADA ANAK USIA SMP
1. Pengertian Emosi
Menurut Sunatro Agung, : 2006 adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian diri dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik yang berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Sarlito, 1982 berpandangan bahwa emosi merupakan warna afektif yang lebih mendalam, lebih luas, dan lebih terarah. Warna afektif adalah perasaan senang atau tidak senang yang selalu menyertai perbuatan kita sehari-hari.
Dari dua pengertian diatas, dapat kita tarik beberapa poin penting mengenai emosi, yaitu:
a) Emosi berada pada ranah afektif
b) Emosi menyangkut perubahan fisik dan mental
c) Emosi berwujud tingkah laku individu
d) Emosi menyertai perbuatan kita sehari-hari
2. Karakteristik Remaja Awal (Remaja SMP)
Siswa SMP dan sederajat umumnya berusia sekitar 12-15 tahun atau berada pada masa remaja awal. Usia remaja awal berkisar antara 10 hingga 15 tahun, dan remaja akhir berusia setelah 15 tahun hingga 19 tahun. Dengan demikian, siswa SMP umumnya berada pada kategori remaja awal, sedangkan siswa SMA umumnya berada pada remaja akhir. Secara umum, mereka memiliki ciri psikologis yang sama yaitu masa pembentukan jati diri. Bedanya, remaja awal baru memulai, sedangkan remaja akhir sudah akan mengakhiri. (Marhane Muji, 2018)
Ciri-ciri masa remaja awal ini diantaranya:
a) Perilaku yang kurang menentu muncul karena diperlakukan seperti anak-anak, namun pada saat lainnya mereka dituntut untuk berperilaku sebagai orang yang sudah dewasa. Hal itulah yang membuat remaja usia SMP terkadang berperilaku kurang menentu.
b) Cenderung emosional. Segala jenis emosi ada pada remaja awal. Rasa marah, takut, cemas, rasa ingin tahu, iri hati, sedih, kasih sayang, dan lain-lain.
c) Ketidakstabilan akibat dari perasaan yang tidak pasti mengenai dirinya. Kesedihan bisa tiba-tiba berganti gembira. Percaya diri bisa tiba-tiba berganti ragu-ragu. Suka menolong bisa tiba-tiba berganti egoisme. Antusiasme bisa tiba-tiba berganti acuh tak acuh. Persahabatan berganti-ganti, dan lain-lain.
d) Masalah yang banyak dan sulit diselesaikan, antara lain:
a. Masalah keadaan fisik, merasa tidak bersyukur dengan keadaan fisiknya karena pengaruh idola atau perkataan orang lain disekitarnya.
b. Masalah kebebasan, ingin diakui sebagai pribadi yang mandiri atau berkuasa atas dirinya (dalam hal kebebasan memilih pakaian, music yang digemari, dan sebagainya.)
c. Masalah nilai & norma. Mulai menyangsikan konsep ‘benar’ & ‘salah’ dari orang tua / dewasa lainnya. Jadi tidak jarang akan mendebat pendapat orang tua. Tidak mau begitu saja menerima pendapat orang tua/dewasa. Ingin menggunakan kesimpulannya sendiri berdasarkan pengalamannya.
d. Masalah hubungan dengan lawan jenis. Remaja akan senang jika ada orang dewasa mau membicarakan tentang masalah mengenai jalinan pertemanan dengan lawan jenis. Kalau komunikasi dengan orang tua cukup baik, dan orang tua cukup terbuka akan masalah-masalah remaja, maka beberapa pertanyaan akan mudah mendapatkan jawaban.
e. Masalah hubungan dalam masyarakat. Remaja awal lebih berorientasi ke teman sebaya. Kebutuhan akan dukungan, persetujuan & penerimaan teman sebaya sangat penting bagi mereka. Hal itu perlu untuk belajar mandiri dari ketergantungan pada orang tua.
f. Masalah cita-cita (karir masa depan). Remaja ingin memilih & menentukan sendiri masa depannya, tetapi kadang-kadang orang tua telah merencanakannya. Maka dari itu peran orang tua begitu penting dalam memberikan pemahaman dan pengertian sedikit demi sedikit.
g. Masalah kemampuan. Remaja awal harus memiliki ‘rasa mampu’, perlu dukungan, penerimaan, pandangan positif, pengertian, kepercayaan, penghargaan, dll.
e) Masa pencarian identitas diri. Remaja awal umumnya memiliki pertanyaan-pertanyaan mengenai siapa dirinya, apakah ia masih anak-anak atau sudah menjadi bagian dari orang dewasa, dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menimbulkan dilema dan memunculkan krisis identitas.
f) Masa tidak realistis. Hal itu karena mereka melihat diri & orang lain sebagaimana yang diinginkan, bukan sebagaimana adanya, terutama dalam cita-cita & harapan-harapan. Harapan atau cita-cita yang tidak realistis membuat emosinya meningkat yang bisa memunculkan kemarahan, sakit hati, kecewa, dll. Mereka perlu tambahan pengalaman untuk dapat berfikir rasional.
g) Masa Kritis. Akibat berkembangnya kemampuan kognitif atau berfikir. Tahap Formal Operation (Piaget), berfikir abstrak. Mereka dapat membayangkan logika formal. Membandingkan informasi yang satu dengan yang lainnya dan membuat kesimpulan. Mereka mulai berfikir lebih mendalam, tidak percaya begitu saja atas jawaban yang diperoleh. Mereka juga akan mencari jawaban dari sumber-sumber informasi lainnya yang bisa diperolehnya.
Karakteristik penting perkembangan konsep diri pada masa remaja, yaitu:
a) Abstract and idealistic.
Pada masa remaja, anak-anak lebih mungkin membuat gambaran tentang diri mereka dengan kata-kata yang abstrak dan idealistis. Meskipun tidak semua remaja menggambarkan diri mereka dengan cara yang idealis, namun sebagian besar remaja membedakan antara diri mereka yang sebenarnya dengan diri yang diidamkan.
b) Differentiated
Konsep diri remaja menjadi semakin terdeferensiasi. Dibandingkan dengan anak yang lebih muda, remaja lebih mungkin untuk menggambarkan dirinya sesuai dengan konteks atau situasi yang semakin terdeferensiasi.
c) Contradiction within them self
Setelah remaja mendeferensiasikan dirinya kedalam sejumlah peran dan dalam konteks yang berbeda-beda, maka muncullah kontradiksi antara diri-diri yang yang terdeferensiasi.
d) The Fluctuating Self
Sifat yang kontradiktif dalam diri remaja pada akhirnya memunculkan fluktuasi diri dalam berbagai situasi. Diri remaja akan terus memiliki ciri ketidakstabilan hingga masa di mana remaja berhasil membentuk teori tentang dirinya.
e) Real and Ideal, true and False Selves
Munculnya kemampuan remaja untuk mengkonstruksikan diri ideal mereka di samping diri yang sebenarnya merupakan sesuatu yang membingungkan remaja. Kemampuan menyadari adanya perbedaan antara diri yang nyata dengan diri yang ideal menunjukkan adanya peningkatan kemampuan secara kognitif
f) Self Conscious
Remaja lebih sadar akan dirinya dibandingkan dengan anak-anak dan lebih memikirkan tentang pemahaman diri mereka. Remaja menjadi lebih introspektif dan kadang-kadang meminta dukungan dan penjelasan dari teman-temannya.
g) Self Protective
Merupakan mekanisme untuk mempertahankan diri, dimana di dalam upaya melindungi dirinya remaja cenderung menolak adanya karakteristik negatif di dalam dirinya. Gambaran diri yang positif seperti menarik, suka bersenang-senang, sensitif, penuh kasih sayang, dan ingin tahu lebih sering disebutkan sebagai bagian inti diri remaja yang penting.
B. PERKEMBANGAN SOSIAL PADA ANAK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
1. PENGERTIAN PERKEMBANGAN SOSIAL
Perkembangan Sosial Pada masa remaja berkembang atau kemampuan untuk memahami orang lain, pemahamannya ini mendorong remaja untuk menjalin persahabatan ataupun percintaan (pacaran). Perkembangan sosial dilakukan dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Perkembangan sosial berkaitan erat dengan keseharian seseorang. Bagaimana tidak? Manusia adalah makhluk sosial, tentunya setiap hari akan bersosialisasi dengan makhluk lainnya. Untuk itu, pencapaian perkembangan sosial menjadi perhatian penting bagi pemerhati perkembangan anak. Menurut Suyadi (2010), perkembangan sosial adalah tingkat jalinan interaksi anak dengan orang lain, mulai dari orang tua, saudara, teman bermain, hingga masyarakat secara luas. Entri poin dalam pendapatnya, Suyadi menekankan pentingnya pembekalan interaksi yang baik kepada anak dalam bersosial bersama orang-orang di sekitarnya. Senada dengan pendapat di atas, Masganti Sitorus (2017) menerangkan bahwa perkembangan sosial merupakan kematangan yang dicapai dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat juga dimaknai sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma yang berlaku serta meleburkan diri dalam bergaul dan bersosial di masyarakat. Ini semakin menyatakan bahwa setiap individu membutuhkan orang lain.
Kebutuhan akan orang lain tentu tidak pada tataran ‘pemanfaatan’, atau mencari keuntungan semata dalam bersosial, melainkan kebutuhan untuk saling melengkapi atas kekurangan masing-masing. Oleh karena itu, pembiasaan akan hal baik, menyikapi sesuatu dengan bijak, dan internalisasi ketaatan akan norma yang berlaku, patut dijadikan bekal pada anak dalam proses pematangan perkembangan sosial. Berdasarkan uraian di atas, dipahami bahwa anak membutuhkan bimbingan orang dewasa dalam bersosial dan mematuhi norma sosial yang berlaku. Kebutuhan itu menegaskan bahwa anak menunjukkan sikap sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan dengan orang lain. Sehingga, perkembangan sosial dapat diartikan sebagai proses kematangan sosial anak dalam berinteraksi dan mematuhi aturan yang berlaku di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
2. BEBERAPA CIRI PERKEMBANGAN SOSIAL REMAJA
Menurut (Oswalt, 2010) adalah sebagai berikut:
• Keterlibatan dalam hubungan sosial pada masa remaja lebih mendalam dan secara emosional lebih intim dibandingkan dengan pada masa kanak-kanak.
• Jaringan sosial sangat luas, meliputi jumlah orang yang semakin banyak dan jenis hubungan yang berbeda (misalnya dalam hubungan teman sekolah untuk menyelesaikan tugas kelompok, berinteraksi dengan pimpinan dalam cara yang penuh penghormatan).
• Menurut Erikson, dalam perkembangan psikososial, remaja harus menyelesaikan krisis yang terjadi pada masa remaja. Istilah krisis digunakan oleh Erikson untuk menggambarkan suatu rangkaian konflik internal yang berkaitan dengan tahap perkembangan, cara seseorang mengatasi krisis akan menentukan identitas pribadinya maupun perkembangan di masa datang.
Pada masa remaja, krisis yang terjadi disebut sebagai krisis antara identitas versus kekaburan identitas. Krisisi menunjukkan perjuangan untuk memperoleh keseimbangan antara mengembangkan identitas individu yang unik dengan “fitting-in” (kekaburan peran tentang “siapa saya”, “apa yang akan dan harus saya lakukan dan bagaimana caranya”, dan sebagainya). Jika remaja berhasil mengatasi krisis dan memahami identitas dirinya, maka ia akan dengan mudah membagi “dirinya” dengan orang lain dan mampu menyesuaikan diri (well-adjusted), dan pada akhirnya ia akan dapat dapat dengan bebas menjalin hubungan dengan orang lain tanpa kehilangan identitas dirinya. Sebaliknya, jika remaja gagal mengatasi krisis, ia akan tidak yakin tentang dirinya, sehingga akan terpisah dari hubungan hubungan sosial, atau hal bisa jadi justru mengembangkan perasaan berlebihan tentang pentingnya dirinya dan kemudian mengambil posisi sebagai ekstrimis. Jika ia masuk pada kondisi ini, maka ia tidak akan mampu menjadi orang dewasa yang matang secara emosi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan emosi dan perkembangan sosial adalah kepekaan anak untuk memahami perasaan orang lain ketika berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam makna ini, anak diupayakan pembekalan sikap peka terhadap lingkungan. Bagaimana dalam berinteraksi anak diberi pemahaman bahwa setiap orang berbeda-beda dan juga memiliki kesamaan. Oleh karenanya, kesamaan disikapi sebagai anugerah, pun begitu dengan perbedaan disikapi sebagai nikmat keragaman dari Sang Pencipta. Sehingga, kematangan emosi dan sosial akan sangat mempengaruhi cara interaksi anak dalam menanggapi setiap problematika yang dihadapinya.
B. Saran
Sebagai tenaga pendidik kita harus paham bagaimana perkembangan emosi dan perkembangan sosial pada peserta didik kita. Agar kita tidak salah dalam berkata dan dapat akrab terhadap peserta didik kita.
DAFTAR PUSTAKA
Oswalt, A. (2010). An Introduction to Adolescent Development. (online).
Tersedia: htpp://www.mentalhelp.net/poc/view_doc.php.
Sitorus, Masganti. (2017). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Kencana
Suyadi, S. (2010). Psikologi Belajar Pendidikan Anak .
Yogyakarta: Pedagogia
Agung, Sunarto(2006). Perkembangan emosi anak. (online) Tersedia:https://www.researchgate.net/publication/299345496_Profil_Problem_Emosi_Perilaku_Pada_Remaja_Pelajar_smp.
Muji, Marheni S. (2018). Perkembangan remaja awal. (online)
Tersedia: https://www.skketapang.org/memahami-perkembangan-remaja-awal-remaja-smp-oleh-ibu-marheni-muji-sasanti-kepsek-smp/
*Sumber: https://www.academia.edu/43111454/MAKALAH_perkembangan_emosi_dan_sosial
0 Komentar untuk "Perkembangan Emosi dan Sosial"