BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Kemajuan dalam bidang politik, sosial-ekonomi dan kebudayaan yaitu muncul dan berkembangnya gerakan nasionalisme Indonesia juga disebabkan oleh kemajuan-kemajuan di bidang politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan bangsa Indonesia. Terutama kemajuannya di bidang politik; yang menjadi pembicaraan kita kali ini yaitu mulai munculnya kegiatan gerakan atau partai-partai nasionalis yang ingin menumbangkan dominasi politik kaum imperialis dan kolonialis Belanda (Barat). Kekuasaan kaum pribumi pada masa itu terkungkung oleh pengaruh politik kolonial Belanda yang ketat dan kejam. Praktek-praktek penyalahgunaan kekuasaan dan pelecehan hak asasi manusia sering mewarnai kehidupan politik pemerintahan kolonial, maka golongan nasionalis tampil menyuarakan aspirasi masyarakat yang terjajah.
Sejak Indonesia memilih untuk memerdekakan dirinya pada 17 Agustus 1945, tidak sedikit permasalahan yang menimpa bangsa dan negara ini. Perkembangan politik di Indonesia begitu hebat semenjak Negara Indonesia kita Merdeka pada Tahun 1945 dimana partai-partai politik silih berganti sampai dengan sekarang. Munculnya partai politik tentu harus kita sambut dengan tangan terbuka karena Indonesia adalah negara Demokrasi. Yang jadi masalah sekarang ini adalah arti nasioanalisme yang harusnya buat negara tetapi sekarang seolah-olah nasionalisme tersebut hanya untuk Partai. Kita bisa melihat hampir semua anggota Dewan menyuarakan kepentingan untuk rakyat tetapi setelah kita lihat ternyata adalah rakyat yang berpihak ke partainya.
Nasionalisme yang menjadi api membara membakar semangat kita menjalani hidup pasca kemerdekaan pun mulai kita pertanyakan kehangatannya. Pengertian kita dan kepedulian kita mengenai nasionalisme pun mulai pudar. Nasionalisme sebagai ikatan kita di tengah perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan habis digerogoti oleh pihak-pihak yang mengambil kesempatan dalam mencapai tujuan pribadi dan kelompoknya.
Sikap nasionalisme hanya ditunjukan apabila nampang dilayar kaca tapi tanpa implementasi dilapangan tidak ada sama sekali. Hal ini ditunjukan oleh kaum elit negara yang seharusnya dapat memberikan contoh kepada rakyatnya.
Gambaran ini dapat dilihat banyaknya bendera parpol yang masih berkibar dijalanan yang sering kita lewati. Jalanan dipenuhi dengan berbagai macam bendera parpol tetapi minim bendera merah putih. Seharusnya para elit politik yang nantinya akan menjadi pemimpin di negara ini harus dapat memberikan contoh untuk menunjukan sikap nasionalisme. Apabila calon pemimpin yang notabene berasal dari parpol bertindak demikian bagaimana rakyat akan peduli dengan pemimpinnya. Banyak yang beranggapan partai politik hanya mementingkan diri sendiri dan golongannya. Akan tetapi tidak mempunyai sikap untuk kepentingan rakyat apalagi pada negara. Ini dapat dilihat bagaimana sulitnya untuk menganti bendera partai politik dengan bendera merah putih walaupun hanya sementara. Rakyat kecil saja dengan susah payah berusaha memperinganti HUT kemerdekaan RI dengan mengelar berbagai kegiatan dan kemeriahan merah putih akan tetapi disaingi partai politik yang memamerkan bendera partainya.
II Rumusan Masalah
• Apa itu partai politik?
• Apa itu nasionalisme?
• Apa hubungan antara partai politik dan nasionalisme?
• Bagaimana sejarah serta perkembangan partai politik akan pengaruhnya terhadap nasionalisme?
III Tujuan
• Menjelaskan latar belakang partai politik
• Korelasi yang ada diantara partai politik dengan nasionalisme
BAB II
PEMBAHASAN
Partai Politik
Ada semacam konsensus di kalangan ilmuwan politik, terutama yang mempelajari demokratisasi, bahwa partai politik adalah instrumen sentral dalam demokrasi. Partai politik merupakan ‘the nerve centre of democracy’. Partai politik adalah prasyarat atau kelengkapan suatu negara demokrasi. Di negara demokrasi diperlukan partai politik yang bebas baik dalam program-programnya maupun kader-kadernya.
Definisi dari partai politik adalah Kumpulan orang-orang yang terorganisir, memiliki nilai dan kepentingan yang sama, bertujuan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan politik (biasanya) melalui cara-cara yang konstitusional. Terorganisir artinya memiliki keanggotaan yang jelas. Diikat oleh suatu nilai dan kepentingan (baca: ideologi) yang berfungsi untuk memperoleh dan mempertahankan dukungan. Bertujuan untuk berkuasa atau memerintah. Menang melalui pemilu (cara demokrasi konstitusional).
Definisi lainnya tentang partai politik, secara operasional partai politik di definisikan sebagai asosiasi sekelompok warga negara yang memiliki pandangan dan kepentingan yang kurang lebih sama, bertujuan merebut kekuasaan dan mempengaruhi kebijakan, serta ikut serta dalam pemilihan umum untuk memperjuangkan pandangan, kepentingan dan tujuan tersebut. Secara undang-undang no. 2 tahun 2011, partai politik didefinisikan sebagai suatu organisasi politik, yang dibentuk oleh sekelompok Warga Negara Indonesia, secara sukarela, atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita, untuk memperjuangkan atau membela kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indinesia Tahun 1945.
Partai politik didirikan untuk menjalankan beberapa fungsi. Pertama ada fungsi sosialisasi politik, dimana partai politik menanamkan dan mengajarkan nilai-nilai serta norma-norma yang baik dalam berpolitik (etika politik yang baik). Fungsi rekrutmen politik, yaitu menarik dan mengambil tenaga potensial untuk dijadikan kader politik untuk kemudian dijadikan pemimpin. Fungsi komunikasi politik, yaitu partai politik dijadikan sebagai perantara keinginan masyarakat dan kebijakan pemerintah. Fungsi pengelolaan konflik, dimana partai politik ikut turun tangan (baca: membantu bukan ikut campur belaka) dalam memecahkan berbagai masalah yang ada didalam masyarakat (penengah pemerintah dan rakyat) . Fungsi pendidikan politik, fungsi pemeliharaan konstituen, fungsi perwakilan politik, fungsi regenerasi politik, fungsi seleksi kepemimpinan, serta fungsi pembuatan kebijakan.
Sistem kepartaian juga berbeda-beda. Jika berdasarkan jumlah, ada 4 sistem kepartaian yaitu sistem tanpa partai, sistem partai tunggal, sistem dwi-partai, dan sistem multi-partai. Jika berdasarkan tinkat kompetisinya, sistem kepartaian juga dibedakan menjadi 4, yaitu Monolitic party systems, Dominant party systems, Hegemonic party systems, dan Competitive party systems.
Nasionalisme
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa kebenaran politik atau legitimasi politik dimana kebenaran politik itu dikatakan bersumber dari kehendak rakyat.
“Nationalism” dalam kamus Webster dinyatakan sebagai ‘loyalty and devotion to a nation especially as expressed in an exalting of one nation above all others with primary emphasis on promotion of its culture and interests’.
Nasionalisme adalah orientasi yang menunjukkan adanya kesetiaan dan pengabdian untuk suatu bangsa, dinyatakan dalam sikap kebanggaan terhadap bangsa sendiri khususnya sisi kultur dan kepentingan bangsa.
Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tubuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan bermutu rendah. Ikatan ini pun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun, bila suasanya aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini.
Menurut Hans Kohn, dalam bukunya yang berjudul Nasionalisme, Arti dan Sedjarahnya, adalah salah satu dari kekuatan yang menentukan dalam sejarah modern. Berasal dari Eropa Barat abad ke 18, selama abad ke 19 telah tersebar di seluruh Eropa dan dalam abad ke 20 dan telah menjadi suatu pergerakan sedunia.
Definisi dari nasionalisme itu sendiri menurut hans Kohn adalah kondisi jiwa, dimana loyalitas tertinggi individu ditujukan bagi negara bangsanya. Sementara menurut Carlton Hayes adalah sebuah kondisi kejiwaan yang menyatakan bahwa loyalitas seseorang terhadap negara-nasionalnya dalam bentuk ide maupun fakta adalah superior dibandingkan dengan loyalitas yang lain.
Nasionalisme sendiri dibagi dalam beberapa bentuk:
• Nasionalisme Kewarganegaraan, adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya. Teori ini mula-mua dibangun oleh J. J. Rosseau yang berjudul Du Contract Sociale.
• Nasionalisme Etnis, adalah adalah sejenis nasionalisme di mana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Diprakarsai oleh oleh Johann Gottfried Von Herder dengan konsep Volk (rakyat).
• Nasionalisme Romantik, hampir menyerupai nasionalisme etnis, hanya saja Nasionalisme romantik abergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik.
• Nasionalisme Budaya, dimana negara mendapat kedaulatan politik dari budaya, bukan berdasarkan ras, suku, etnis, atau sifat keturunan lainnya. Contohnya adalah rakyat Tiongkok.
• Nasionalisme Kenegaraan, adalah nasionalisme kewarganegaraan yang digabungkan dengan nasionalisme etnis. Sangat mengutamakan kejayaan negara, dimana dalam penerapannya sangat mengutamakan kejayaan negara dan terkadang berbenturan dengan prinsip masyarakat demokrasi, dimana sangat mengutamakan terbentuknya national state tersendiri yang jauh lebih baik. Nasionalisme kenegaraan yang kuat secara sistematis akan selaras dengan konflik kesetiaan masyarakat. Contohnya adalah Nazisme Jerman, serta nasionalisme Turki kontemporer.
• Nasionalisme Agama, dimana negara mendapat legitimasi politik dari agama. Tetapi tidak selamanya nasionalisme agama itu menjadi tujuan utama, tetapi ada tujuan lain selain agama itu sendiri yaitu menciptakan negara yang merdeka, hanya saja agama digunakan sebagai simbol pemersatu.
Jika dilihat dari aspek historis, Hutchinson dan Smith mengatakan bahwa definisi nasionalisme sendiri dari zaman klasik hingga modern setidaknya selalu memuat tiga aspek, yaitu Autonomus, Unity, dan Identity. Autonomus atau otonomi mengacu kepada satu prinsip atau logika pemikiran yang menjelaskan nasionalisme adalah satu pemikiran yang menganggap bahwa nation adalah satu entitas komunitas yang mampu berdiri sendiri secara utuh. Dan seperti dalam konteks perkembangan sejarah, kemampuan biasa mengacu pada upaya setiap nation untuk mendirikan satu self government.
Unity atau kesatuan adalah unsur dalam pemikiran nasionalisme yang menerangkan bahwa suatu nation adalah suatu komunitas yang hidup dalam kesatuan sejarah atau nasib yang sama. Dimana dengan keberadaanya, nasionalisme dapat mengikat setiap individu yang berbeda-beda berdasarkan ras, etnis, maupun kelas-kelas ekonomi berada dalam sebuah komunitas bernama nation. Dan ketiga Identity atau identitas adalah satu unsur yang menyertakan nasionalisme sebagai sebuah paham pembeda antara satu komunitas dengan komunitas lainnya. Dalam hal ini Nasionalisme selalu memiliki muatan primordialis yang selalu menguatkan perbedaan antara “Us” dan “Them”. Teori nasionalisme itu sendiri mengalami perkembangan-perkembangan.
Partai Politik dan Nasionalisme
Sejarah pergerakan nasional adalah bagian dari sejarah Indonesia meliputi periode tahun 1908, ialah tahun berdirinya Boedi Oetomo sebagai organisasi nasional, sampai tahun 1942, tahun pecahnya perang pasifik. Budi Utomo adalah organisasi pergerakan modern yang pertama di Indonesia dengan memiliki struktur organisasi pengurus tetap, anggota, tujuan dan juga rencana kerja dengan aturan-aturan tertentu yang telah ditetapkan. Budi utomo pada saat ini lebih dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu STM yang memiliki siswa yang suka tawuran, bikin rusuh, bandel, dan sebagainya. Biasanya anak sekolah tersebut menyebut dengan singkatan Budut / Boedoet (Boedi Oetomo). Pada artikel kali ini yang kita sorot adalah Budi Utomo yang organisasi jaman dulu, bukan yang STM.
Budi Utomo didirikan oleh mahasiswa STOVIA dengan pelopor pendiri Dr. Wahidin Sudirohusodo dan Sutomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang bertujuan untuk memajukan Bangsa Indonesia, meningkatkan martabat bangsa dan membangkitkan Kesadaran Nasional. Tanggal 20 Mei 1908 biasa diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional Indonesia.
Sebagai suatu organisasi yang baik, Budi Utomo memberikan usulan kepada pemerintah Hidia Belanda sebagai mana berikut ini :
1. Meninggikan tingkat pengajaran di sekolah guru baik guru bumi putera maupun sekolah priyayi.
2. Memberi beasiswa bagi orang-orang bumi putera.
3. Menyediakan lebih banyak tempat pada sekolah pertanian.
4. Izin pendirian sekolah desa untuk Budi Utomo.
5. Mengadakan sekolah VAK / kejuruan untuk para bumi putera dan para perempuan.
6. Memelihara tingkat pelajaran di sekolah-sekolah dokter jawa.
7. Mendirikan TK / Taman kanak-kanak untuk bumi putera .
8. Memberikan kesempatan bumi putra untuk mengenyam bangku pendidikan di sekolah rendah eropa atau sekolah Tionghoa - Belanda.
Kongres pertama budi utomo diadakan di Yogyakarta pada oktober 1908 untuk mengkonsolidasikan diri dengan membuat keputusan sebagai berikut :
1. Tidak mengadakan kegiatan politik.
2. Bidang utama adalah pendidikan dan kebudayaan.
3. Terbatas wilayah jawa dan madura.
4. Mengangkat R.T. Tirtokusumo yang menjabat sebagai Bupati Karanganyar sebagai ketua.
Pemerintah Hindia-Belanda mengesahkan Budi Utomo sebaga badan hukum yang sah karena dinilai tidak membahayakan, namun tujuan organisasi Budi Utomo tidak maksimal karena banyak hal, yakni:
1. Mengalami kesulitan dinansial
2. Kelurga R.T. Tirtokusumo lebih memperhatikan kepentingan pemerintah kolonial daripada rakyat.
3. Lebih memajukan pendidikan kaum priyayi dibanding rakyat jelata.
4. Keluarga anggota-anggota dari golongan mahasiswa dan pelajar.
5. Bupati-bupati lebih suka mendirikan organisasi masing-masing.
6. Bahasa belanda lebih menjadi prioritas dibandingkan dengan Bahasa Indonesia.
7. Pengaruh golongan priyayi yang mementingkan jabatan lebih kuat dibandingkan yang nasionalis.
Nasionalisme di Indonesia, seperti juga di Negara-negara asia tenggara lainnya, mempunyai basis historis pada masa kolonilalisme, maka sifat antikolonialisme menjadi bagaian utamanya. Oleh karena itu, ada interdependensi antara nasionalisme dan kolonialisme pada umumnya dan juga terasa adanya pengaruh timbal balik, terutama antara nasionalisme yang sedang tumbuh dan politik kolonial beserta ideologi kolonialnya.
Nasionalisme anti kolonial digunakan untuk menjelaskan nasionalisme pada bangsa-bangsa di Asia dan Afrika pada masa kolonialisme dahulu. Berbeda dengan nasionalisme yang telah teraplikasi di Eropa barat dimana kondisi bangsa disana telah jauh lebih kokoh, muncullah definisi baru yang mengantisipasi gejolak nasionalisme dunia timur khususnya di Asia, dimana nasionalisme menginspirasi setiap orang atau bangsa untuk membangun sebuah negara yang merdeka serta menentukan pilihannya sendiri. (Cobban 1944: 4).
Para ilmuwan sosial sperti Rupert Emerson dengan para sarjana lain yang sealiran menginterpretasi kebangkitan nasionalisme Asia dan Afrika sebagai Nasionalisme anti kolonial (Emerson 1962: 295-239). Plamenantz mengkategori nasionalisme menjadi dua yaitu: (1) Nasionalisme barat : Nasionalisme di dalam masyarakat yang telah maju, sebagai upaya mengatasi situasi yang tidak menguntungkan, dan (2) nasionalisme timur : sebagai upaya mengatasi keterbelakangan dengan cara meniru barat, tetapi memusuhi barat.
Dalam definisi-definsi nasionalisme yang berkembang pada masa ini, postulat filsafat Kantian yang menyatakan bahwa manusia adalah bebas ketika ia mematuhi hukum moral yang ia temukan dari dalam dirinya sendiri, bukan dari dunia eksternal, menjadi sumber referensi yang banyak digunakan (Ellie Kedourue. 1971: 23). Maka tak heran jika kemudian hipotesa yang dipeloporkan oleh kalangan ilmuwan yang berasal dari periode ini menjelaskan bahwa: jika sebuah bangsa atau rakyat diberikan sebuah hak self determination, secara otomatis mereka seharusnya dapat menentukan sendiri keberadaan negaranya, menentukan sendiri bentuk nation state nya. Konsep maupun definisi nasionalisme anti kolonial ini adalah sumber bagi banyak studi nasionalisme bagi belahan dunia yang mengalami masa-masa kolonialisme hingga pertengahan abad XX.
Tetapi pada tahun 70- 80 an mulai banyak perdebatan mengenai definisi nasionalisme anti kolonial, terutama yang ditujukan pada kuatnya elemen politis yang terdapat di dalamnya. Hosbawn menyebutkan bahwa ada beberapa factor yang melekat dalam paham nasionalisme anti kolonial yang sangat memungkinkan untuk menjadikannya bertolak belakang dengan keinginan masyarakat luas. Adapun faktor-faktor yang dijelaskannya adalah sebagai berikut:
Pertama, pemaknaan nasionalisme dalam sebuah nation state seringkali hanya dilakukan oleh kelompok-kelompok politik teratas (elit) tanpa mengikutsertakan kelompok-kelompok bangsa yang mayoritas sehingga menyebabkan nasionalisme sering dipergunakan sebagai alat propaganda-propaganda politik penguasa demi kepentingannya. Kedua, karena nasionalisme bukan merupakan paham atau ide yang memiliki landasan kriteria-kriteria objektif, maka tidak ada pula batasan-batasan objektif yang termuat didalamnya. Semuanya mengandung unsur subjektivitas sehingga banyak negara yang belum mampu mendesainnya sedemikian baik dalam sebuah sistem negara. Ketiga, sebagai sebuah bagian dari proses dialektika sejarah, nasionalisme sangat bergantung kepada proses-proses politik, ekonomi, dan budaya yang terdapat dalam sebuah kurun waktu, sehingga rentan untuk berubah.
Pergerakan nasional di Indonesia dalam arti umum dapat dianggap sebagai suatu regenerasi. pergerakan ini bukanlah pergerakan yang hanya terbatas pada bidang politik tatapi melitputi juga bidang ekonomi, sosial, dan kultural.
Sifat universal dari fenomena ini meneyabakan pergerakan itu mempunyai aspek multidimensional. Karena mengalami regenerasi ini, maka para partsipan menjadi sadar akan segala sesuatu, baik yang lama maupun yang modern. semunya didorong ke arah kemajuan dan terlibat pada semua kegiatan secara aktif.
Pergerakan nasional sebagai bentuk revivalisme dalam hubungan-hubungan masyarakat kolonial sudah barang tentu mengalami politikalisasi, dan bahkan sejak taraf pertamanya pergerakan itu sudah jelas menunjukan orientasi politik umum. Di tanah jajahan kepentingan ekonomi dan politik terjalin erat antara satu dengan lainnya: dominasi politik melindungi erat monopoli ekonomi modal colonial dan menggunakan pemerintahan colonial sebagai alat kekuasaan. Sejak itu disadari bahawa kekuasaan poltik diperlukan untuk memkasa pemerintah colonial memperlihatkan kesejahteraan rakyat. Aspriasi politik, meskipun belum jelas formulasinya, telah tampak pada waktu itu Boedi Oetomo didirikan. Dengan perkataan lain dapat dinyatakan lain dapat dinyatakan bahwa organisasi ini menghendaki turut ambil bagian dalam mengatur penghidupan rakyat dan memperbaiki nasibnya. Di sisi lain dengan berdirinya volksraad maka keinginan-keinginan politik dapat disalurkan dengan resmi kepada pemerintah kolonial. Pengalaman pengalaman di dalan volksraad menimbulkan keyakinan bahwa melalui koperasi usaha usaha rakyat tidak akan terlindungi, sehingga golongan nasionalis menganggap sangat perlu menyusun kekuatan rakyat untuk mengambil alih kekuasaan politik. Formulasi tujuan politik ini makin lama juga makin terperinci. Perhimpunan Indonesia, organisasi-organisasi mahasiswa Indonesia di negeri belanda, membuat analisis yang tepat mengenai hubungan-hubungan colonial dan mengambil resolusi bahwa pergerakan nasional harus menuju ke Indonesia merdeka, sedang kerja sama dengan kaum penjajah ditolak.
Bila kita mempelajari nasionalisme, akan tampak jelaslah bahwa ada pertumbuhan konsep yang besar dan pendekatan-pendekatannya bermacam-macam. Apa yang menarik perhatian kita dalam hubungan ini ialah banwa secara luas disetujui bahwa nasionalisme dalam beberapa pengertian asal mula dan perkembangannya bersifat historis sehingga sejarah pergerakan nasional menjadi inti akibat-akibatnnya bebeda-beda tegantung pada keadaan keadaan historis. Nasionalisme sebagai fenomena historis timbul sebagai jawban terhadap kondisi-kondisi historis, politik, ekonomi, dan sosial tertentu. Penyelidikan tentang nasionalisme sebagai sutatu fenomena yang serba kompleks memerlukan pula pendekatan yang multidisipliner. Dengan demikian, akan terjadi jelas apek multidimensionalnya. Untuk mengenal sifat sifat khas nasionalisme sudah barang tentu unsur unsur pembentukan perlu pula diselidiki dengan menggunakan multiple approach seperti tersebut diatas.
Masalah yang sedang kita hadapi kali ini adalah kebalikan daripada masa lalu. Dulu pada masa kebangkitan nasional, yang namanya nasionalisme betul-betul menyatukan rakyat. Meskipun sesungguhnya tetap terbagi ke dalam beberapa golongan, namun tingkat fragmatisme yang kecil telah memperbesar terjadinya peluang untuk konsolidasi nasional, alias bersatunya kekuatan nasional. Dulu aspirasi rakyatlah yang menghidupkan organisasi-organisasi nasionalis itu. Namun sekarang diperlukan kesadaran, penyediaan tempat untuk menampung, menggabungkan serta merealisasikan aspirasi rakyat.
Jika begini terus wajar jika anarkisme semakin berkembang di Indonesia. Partai politik sebagai sumber tokoh-tokoh politik di Indonesia kurang senyawa dengan aspirasi warga. Dalam berbagai kasus pemicu nasionalisme misalnya, hampir tidak ada tokoh-tokoh politik yang bersuara dan kalau pun ada sangat jauh dari pewakilan emosi warga.
Dalam kasus pengibaran bendera OPM oleh Australia dan tindakan-tindakan politikus Belanda yang menggembar-gemborkan RMS misalnya, tidak ada reaksi apa pun dari para politisi.Sangat jauh dari yang diharapkan. Lihat bagaimana negara-negara Barat memanggil pulang duta besarnya dari Iran.
Tokoh Indonesia harus berani mengambil dua gertakan untuk memenuhi emosi warga,
1. Memulangkan diplomat Australia, Belanda dari Indonesia dan memanggil pulang diplomat Indonesia dari Australia Belanda.
2. Memperkuat kerjasama dengan Cina. Aksi tersebut tidak perlu direalisasikan. Tetapi cukup menjadi sekedar gertakan.
Kita dapat melihat, anggota-anggota parlemen negara Barat pun sering menggertak Indonesia dengan berbagai macam gertakan, padahal kita tahu itu semua cuma gertakan. Tetapi meski hanya gertakan, sudah cukup untuk melampiaskan kedongkolan warganya.
Beberapa politisi Indonesia mewarisi nama-nama besar para pahlawan Indonesia, tetapi karakter mereka sungguh beda. Kita lihat bagaimana Soekarno berhasil menyalurkan aspirasi warga Indonesia masa lampau dengan gaya pendekatan Cina, keluar dari PBB dan sebagainya. Memang ada konsekuensi yang dianut, tetapi emosi dan harga diri bangsa perlu ditegakkan walaupun cuma oleh basa-basi gertakan sambel belaka. Setidaknya sedikit memuaskan daripada tidak sama sekali.
Hal ini juga yang lama-lama semakin memecah masyarakat ke dalam golongan-golongan kecil yang banyak diantaranya yang serupa tapi tak sama. Mari kita lihat jumlah partai politik di Indonesia. Pada era reformasi pada tahun 1999 terdapat sebanyak 148 partai, 48 di antaranya menjadi peserta pemilu. pada tahun 2004, jumlah partai yang terdaftar 261 partai, 24 partai di antaranya menjadi peserta pemilu. pada pemilu 2009 jumlah partai politik terdaftar sebanyak 64, 38 di antaranya menjadi peserta pemilu.
Kondisi perpecahan golongan ini semakin dewasa ini semakin baik. Adanya penyederhanaan partai dengan persyaratan-persyaratan yang terus bertambah memaksa partai-partai kecil untuk merger menjadi ukuran yang lebih besar. Untuk pemilu 2014 nanti, Mahkamah Konstitusi telah menyiapkan kebijakan baru lagi untuk mengurangi jumlah suara yang terlalu terpecah. Yaitu dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 khususnya pasal 8 mengenai partai peserta pemilu sebagai pembicaraan kita kali ini. Semoga saja kebijakan yang dikeluarkan dapat berfungsi dengan sebaik mungkin dan memberikan manfaat yang berkelanjutan sehingga dapat semakin mempercepat dilaksanakannya pemilu serentak setelah 2014 nanti.
Isi daripada undang-undang tersebut adalah
UU no 8 tahun 2012
Pasal 8
(1) Partai Politik Peserta Pemilu pada Pemilu terakhir yang memenuhi ambang batas perolehan suara dari jumlah suara sah secara nasional ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu pada Pemilu berikutnya.
(2) Partai politik yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara pada Pemilu sebelumnya atau partai politik baru dapat menjadi Peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan:
a) Berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-Undang tentang Partai Politik;
b) Memiliki kepengurusan di seluruh provinsi;
c) Memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima persen) jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan;
Memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan;
d) Menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat;
e) Memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau 1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah Penduduk pada kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud pada huruf c yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda anggota;
f) Mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkatan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir Pemilu;
g) Mengajukan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik kepada KPU; dan
h) Menyerahkan nomor rekening dana Kampanye Pemilu atas nama partai politik kepada KPU.
Undang-undang ini juga telah meminta untuk dilakukan pengujian, pada hari Rabu, 29 Agustus 2012, sesuai dengan apa yang diberitakan oleh harian kompas.
JAKARTA, KOMPAS.com -- Pada Rabu siang, MK memutuskan permohonan pengujian atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 mengenai Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Seluruh parpol memiliki kursi di DPR ataukah tidak, mesti mengikuti verifikasi untuk menjadi peserta Pemilu 2014. Selain itu, ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen dinyatakan hanya berlaku untuk pemilu anggota DPR, sementara tak ada ambang batas parlemen untuk pemilu anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
Putusan MK tersebut sekaligus merupakan momentum untuk melakukan evaluasi basis konstituen parpol dan menyusun strategi baru dalam hal pemenangan pemilu. “Kalau organisasi parpol tidak rapi dan wellorganized maka (parpol) susah untuk menambah suara.” Rabu (29/8/2012) di Jakarta.
Namun tetap saja masih banyak partai yang memprotes kebijakan tersebut karena mungkin mereka merasa diberatkan dengan persyaratan-persyaratan yang semakin kompleks itu. Namun menurut kami, mereka yang protes itu adalah mereka yang tidak layak. Kalau untuk pemenuhan syarat saja mereka tidak siap, lebih baik bubar saja atau merger dengan partai yang lain. Mereka protes sebab mereka takut tidak sanggup memenuhi persyaratan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Nasionalisme pada periode pembentukan lebih terikat pada aspek-aspek subjektif daripada aspek-aspek objektif. Mengutip pernyataan Ernest Rennant yang mengakui nasionalisme sebagai paham yang pada dasarnya tidak memuat kriteria objektif yang tidak akan dapat terukur. Kenyataan sejarahnya dimulai sebagai fakta-fakta konseptual, kemudian berkembang perlahan lahan ke bentuk yang lebih kongkret dan menjadi fakta fakta sosio-psikologis bedasar atas unsur-unsur komponenya menunjukan tingkatan-tingkatan perkembangan nasionalisme pada semua aspeknya dan pada variasi jawaban nasionalisme terhadap kolonialisme. Tiga aspek nasionalisme aspek kognitif, aspek orientasi tujuan/nilai dan aspek-spek afektif dapat diterapkan sebagai kriteria perbedaan kategori-kategori yang menggambarkan tipologi berbagai organisasi pergerakan nasional. Bahkan tak salah pula jika kita menilai bahwa nasionalisme sebagai paham yang irasional.
Meski telah banyak para teoritisi dengan latar belakang paradigma keilmuan sejak zaman klasik hingga kontemporer mencoba memberikan pengertian mengenai apa itu nasionalisme, namun tetap saja penjelasan mengenai apa itu nasionalisme tetap berada pada wilayah abu-abu. Nasionalisme dikembalikan ke dasar eksistentisnya; terutama nasionalisme sebagai suatu ide pada semua bentuknya perlu diselidiki keselarasanya dan hubungannya dalam konteks sistuasional realitas sejarah tertentu. Manifestasi-manisfestasinya harus dihubuhngkan dengan masing-masing kelompok sosial yang mendukungnya, perubahan-perubahan strukutural harus diterangkan sejalan dengan dinamisme kelompok dan derajat integrasinya. Terutama sekali lagi ditekankan bahwa partai politik memiliki pengaruh yang nyata dalam kehidupan negara sehingga partai politik harus menjunjung tinggi persatuan nasional, mengurangi perpecahan suara dan menjalankan fungsi partai politik dengan baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam, 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (bab 13)
http://nasional.kompas.com/read/2012/08/29/19024394/Putusan.MK.Solidkan.Jaringan.Organisasi.Parpol Diunduh pada hari Senin, 15 oktober 2012, pukul 13.00 WIB
http://angkringan.web.id/index.php/serba-serbi/71-nasionalisme-partai-politik-rendah Diunduh pada hari Senin, 15 oktober 2012, pukul 13.00 WIB
http://opini.ghobro.com/1/post/2011/11/nasionalisme-partai-politik.html Diunduh pada hari Senin, 15 oktober 2012, pukul 13.00 WIB
http://www.anneahira.com/nasionalisme.htm Diunduh pada hari Senin, 15 oktober 2012, pukul 13.00 WIB
http://www.nationalismproject.org/links/scotland.htm Diunduh pada hari Senin, 15 oktober 2012, pukul 13.00 WIB
http://organisasi.org/organisasi-pergerakan-nasional-budi-utomo-menghadapi-kekuasaan-kolonial-hindia-belanda-tahun-1908 Diunduh pada hari Senin, 15 oktober 2012, pukul 13.00 WIB
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=7598#.UH0PCFKnjIU Diunduh pada hari Senin, 15 oktober 2012, pukul 13.00 WIB
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_perundangan&id=3683&task=detail&catid=1&Itemid=42&tahun=2012 Diunduh pada hari Senin, 15 oktober 2012, pukul 13.00 WIB
http://www.haluankepri.com/news/politik/33407-uu-no-8-tahun-2012-.html Diunduh pada hari Senin, 15 oktober 2012, pukul 13.00 WIB
http://www.bps.go.id/hasil_publikasi/flip_2011/4601003/files/search/searchtext.xml Diunduh pada hari Senin, 15 oktober 2012, pukul 13.00 WIB
http://www.pergerakankebangsaan.org/?p=867 Diunduh pada hari Senin, 15 oktober 2012, pukul 13.00 WIB
http://www.perludem.or.id/index.php?option=com_k2&view=item&id=298:catatan-atas-tiga-kali-pemilu-paska-reformasi-1998&Itemid=123 Diunduh pada hari Senin, 15 oktober 2012, pukul 13.00 WIB
*Sumber: https://www.academia.edu/5497411/MAKALAH_NARSIS_NASIONALISME_DAN_RESOLUSI_KONFLIK_ETNIS
0 Komentar untuk "Nasionalisme dan Resolusi Konflik Etnis"