BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 28 tentang Sistem Pendidikan Nasional menerangkan bahwa pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, melalui pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal, pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal meliputi Taman Kanak-Kanak, Roudlotul Athfal, atau sederajat. Sedangkan pendidikan nonformal melalui kelompok bermain dan bina keluarga balita. Tahap pendidikan usia dini disesuaikan dengan perkembangan anak prasekolah yaitu usia 0-6 tahun.
Menurut Yuliani Nurani (2011: 55) masa usia dini merupakan pondasi pertumbuhan dan perkembangan awal yang selanjutnya akan berpengaruh pada tahap kehidupan berikutnya. Merujuk pada pendapat Freud dalam Muhammad Fadlillah (2012: 56) menerangkan pula bahwa perkembangan anak sejak kecil akan berpengaruh ketika anak tersebut dewasa. Pengalaman-pengalaman yang diberikan oleh pendidik dan orang tua kepada anak akan tertanam pada diri anak. Hal ini sesuai dengan karakteristik anak usia dini 0-6 tahun yang unik, aktif dan energik, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, eksploratif, serta senang dan kaya akan fantasi atau imajinasi. Karakteristik anak tersebut mendukung anak untuk belajar hal-hal yang ada di lingkungannya. Pemahaman tentang lingkungan dapat diterapkan pada kemampuan anak pada bidang sains.
Mengacu pada pendapat Sumaji dalam Ali Nugraha (2005: 27) yang menerangkan bahwa tujuan pembelajaran sains pada anak usia dini adalah untuk mengembangkan seseorang agar dapat memahami arti dari sains secara menyeluruh dan dapat menggunakan aspek-aspek pentingnya dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Jadi pembelajaran sains hendaknya dapat memberi pemahaman, minat, dan penghargaan anak didik terhadap dunia tempat tinggal mereka.
Pembelajaran sains pada anak usia dini mendapat kendala. Salah satu masalahnya yaitu materi pembelajaran dipandang oleh siswa terlalu teoritis, kurang memberi contoh-contoh yang kontekstual. Metode penyampaian bersifat monoton, kurang memanfaatkan berbagai media secara optimal (Dikti, 2004 dalam http://www.fipumj.net). Untuk menjawab masalah tersebut dibutuhkan model pembelajaran yang tepat agar pengalaman yang diterima anak dapat berkesan sampai mereka dewasa.
Model pembelajaran bidang sains yang dapat diterapkan untuk anak usia dini yaitu pembelajaran berbasis alam. Hal ini dikarenakan isi dari pembelajaran sains berhubungan langsung dengan alam dan bersifat kongkret. Model pembelajaran berbasis alam merupakan konsep pendidikan yang kembali pada alam back to nature school. Ide dasarnya adalah pendidikan pada anak dilakukan dengan mengajak anak dalam suasana sesungguhnya melalui belajar pada lingkungan alam sekitar. Pada makalah ini akan dibahas tentang pembelajaran sains pada anak usia dini dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis alam.
B. Identifikasi Masalah
Pembelajaran sains untuk anak usia dini memiliki kendala dalam metode penyampaiannya. Penyampaian materi kurang memberi kesan pada peserta didik dan masih monoton. Pendidik juga kurang memanfaatkan media untuk proses pembelajaran.
C. Batasan Masalah
Pada makalah ini akan membahas tentang pembelajaran berbasis alam untuk anak usia dini yang berusia 0-6 tahun, sebagai solusi untuk meningkatkan kemampuan sains anak dengan pembelajaran yang berkesan.
D. Rumusan Masalah
Bagaimanakah penerapan metode pembelajaran berbasis alam untuk meningkatkan kemampuan sains pada anak usia dini (0-6 tahun)?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Cara Anak Mempelajari Sains
Berdasarkan teori perkembangan kognisi, menurut Piaget anak usia dini yang berusia 0-6 tahun memasuki masa sensorimotor dan praoperasional. Masa sensorimotor yaitu anak mengenal lingkungannya, sedangkan masa praoperasional merupakan masa yang ditandai dengan kemampuan secara simbolis yang ditunjukan dengan anak suka meniru tingkah laku orang lain, binatang, atau peristiwa yang mereka lihat. Perilaku ini muncul setelah anak mengamati objek yang menarik perhatiannya (Nurani, 2011: 56). Kegiatan meniru anak ini dapat merangsang seluruh aspek perkembangan anak.
Menurut Nugraha (2005: 70-71) kegiatan yang merangsang perkembangan anak mulai dari fisik, motorik, emosi-sosial, moral dan kepribadian dapat disusun dengan bentuk belajar yang multi guna dan multi fungsi. Kegiatan belajar dipilih yang mampu menciptakan learning to know (belajar untuk tahu), learning to do (belajar untuk melakukan), learning to be (belajar membentuk diri), dan learning to life together (membantu kemampuan hidup dalam kebersamaan).
Aplikasi bentuk pembelajaran ini untuk pendidikan anak usia dini yaitu melalui pemberian fasilitas anak untuk kegiatan langsung pada objek sains. Seperti melakukan penyelidikan dan eksperimen. Pemberian fasilitas ini dikemas dalam bentuk yang dapat menumbuhkan budaya kelompok dan aktivitas individual.
Kegiatan sains dimulai dari kegiatan berkelompok lalu dilanjutkan pada kegiatan individu dan mengarah lagi pada kegiatan berkelompok. Kegiatan dilakukan dengan persiapan dan pengenalan sains secara terbimbing. Contoh kegiatan yang dapat dilakukan yaitu dengan observasi atau manipulasi. Pada akhirnya anak dapat menyajikan hasil belajar sainsnya. Pendekatan penunjang untuk melakukan kegiatan tersebut dapat melalui kegiatan proyek yang bermuatan sains sesuai tingkatan anak. Media yang dapat digunakan misalnya air dan pasir yang baik untuk mengembangkan berbagai dimensi perkembangan anak.
Terdapat pengembangan lain yang dapat mengarahkan anak dalam mempelajari sains. Dimulai dari anak diajak untuk berfikir kritis dan kreatif. Anak dibiasakan untuk bertanya mengapa suatu hal terjadi dan dilatih untuk mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan analisa mereka masing-masing. Cara selanjutnya untuk meningkatkan kegiatan berfikir kritis dan kreatif yaitu melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut yaitu observasi dasar atau mengamati, mengandaikan atau mengasumsi, menemukan kemungkinan-kemungkinan atau memprediksi, dapat menemukan kesalahan, memperkirakan penyebab, membuat keputusan, dan yang terakhir membuat kateogori (Yulianti, 2010: 65-71).
B. Program Pembelajaran Sains Berbasis Alam
Penyusunan program pembelajaran sains yang berbasis alam dapat menggunakan beberapa pendekatan, diantaranya yaitu:
1. Pendekatan Pedosentris
Yang dimaksud dengan pendekatan pedosentris atau yang sering dikenal dengan leaner centered yaitu cara memandang kegiatan pembelajaran yang bertumpu atau bertitik tolak dari kesanggupan atau kemampuan anak sebagai individu yang belajar. Pada pendekatan ini guru dituntut untuk mengerti kesanggupan belajar setiap siswa sehingga pembelajaran yang akan diberikanpun sesuai dengan kemampuan siswa tersebut.
2. Pendekatan Child Centered
Pada pendekatan ini menggunakan sudut pandang bahwa pusat kegiatan pembelajaran berdasarkan pada aktivitas anak. Pendekatan child centered memandang siswa memiliki kemampuan untuk melakukan berbagai aktivitas sains dengan sendirinya. Aktivitas-aktivitas tersebut diantaranya adalah mencari permasalahan dari sumber belajar sains yang dihadapi, menemukan sendiri jawaban dari masalah tersebut atau mengasumsikan jawaban yang menurut mereka benar, selanjutnya adalah mengkomunikasikan sendiri berbagai pengetahuan yang dia miliki.
Pada pendekatan ini mengharuskan guru untuk mendesain situasi dan fasilitas belajar yang mendukung anak untuk mengeksplorasi pengetahuannya. Pendekatan ini dalam pembelajaran berbasis alam, pendidikan dapat mengajak anak menggunakan berbagai sumber belajar lingkungan sekitar secara aktif.
3. Pendekatan Discovery (penemuan)
Pendekatan dengan cara ini memusatkan pada kemampuan anak dalam menemukan sendiri berbagai aspek pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai melalui berbagai pengalaman yang dirancang dan diciptakan guru. Pendekatan ini memiliki hubungan dengan pendekatan pedosentris dan child centered.
4. Pendekatan Proses
Pembelajaran lebih mengedepankan proses belajar dari pada hasil belajar. Proses belajar sebagi pemerolehan berbagai ragam pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan oleh anak sendiri. Ini merupakan ciri khas dari pendekatan proses dalam program berbasis alam.
5. Pendekatan Kongkrit
Pendekatan kongkrit mengusahakan pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan proses yang kongkrit. Anak-anak mempelajari hal-hal yang dapat mereka lihat dan rasakan secara langsung menggunakan indra mereka. Pendekatan ini dapat menciptakan pembelajaran yang bermakna dan dapat mereka ingat dengan waktu yang lama.
6. Pendekatan Tematik
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tematik yaitu menggunakan berbagai konteks dalam kehidupan anak sehari-hari. Pemilihan konteks memberi celah bagi guru untuk mengembangkan pembelajaran menjadi lebih bermakna, utuh, dan terpadu yang mengaitkan antara pembelajaran yang satu dengan pembelajarn yang lain, selain itu peserta didik tidak merasakan pergantian bahan ajaran. Pendekatan tematik ini dapat menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan peserta didik.
- Penjelasan mengenai pendekatan-pendekatan tersebut berdasarkan Panduan Model
- Pembelajaran Berbasis Alam yang dikembangkan oleh Pusat Kurikulum Departemen
- Pendidikan Nasional tahun 2008
Pendekatan-pendekatan tersebut dapat diintegrasikan dalam sebuah rancangan pembelajaran yang komprehensif dan langsung menjurus pada kebutuhan anak tentang sains. Dengan penyusunan program yang memperhatikan pendekatan-pendekatan tersebut anak akan mendapatkan pembelajaran yang bermakna. Dengan keadaan tersebut maka teori Freud tentang pembelajaran yang bermakna di usia dini akan dibawa sampai dewasa akan dapat dipraktekan dengan baik.
C. Pelaksanaan Pembelajaran Sains Berbasis Alam
Pembelajaran sains dengan menggunakan model pembelajaran berbasis alam ini sudah pernah dilakukan penelitian, dan hasilnya menunjukan bahwa dengan model pembelajaran ini pemahaman peserta didik akan ilmu sains bertambah 20%-40%. Penelitian dilakukan pada sebuah lembaga pendidikan anak usia dini, namun penelitian yang dilakukan hanya pada sains bidang hayati tumbuhan (flora) saja. Penelitian ini dilakukan oleh Yenimar tahun 2013.
Pada sub bab ini akan dijelaskan secara langsung pelaksanaan pembelajaran sains berbasis alam yang bersifat lebih praktis. Menurut isi bahan kajian sains meliputi ilmu bumi dan jagat raya, biologi, serta fisika-kimia. Keterampilan yang dikembangkan berdasarkan isi bahan ajaran yaitu meliputi keterampilan mengamati, mengelompokan, mengkomunikasikan, menggunakan angka atau hitungan, membuat kesimpulan, dan keterampilan memprediksi.
1. Pembelajaran berkaitan dengan pengenalan bumi dan jagat raya.
Pembelajaran ini membahas mengenai bebatuan dan mineral, cuaca, tata surya, dan perubahan suhu suatu tempat. Salah satu contoh mengidentifikasi berbagai jenis batuan dan mineral. Lalu mengelompokan berbagai batuan yang diperoleh di sekitar anak, misalkan saja berdasarkan warna, dan ukurannya. Setelah itu untuk melatih keterampilan mengkomunikasikannya, anak diminta menjelaskan perputaran bumi secara alamiah.
Pembelajaran dilanjutkan dengan anak diminta menghitung dengan jari beberapa batuan kecil, misalnya koral atau kerikil yang telah disiapkan, kegiatan ini untuk melatih menggunakan hitungan.
Pembelajaran yang dilakukan di lingkungan alam secara langsung, anak mengamati beberapa lapisan tanah di beberapa tempat di sekitar lingkungan sekolah, kemudian membuat penafsiran atas keadaan tanah tersebut. Misalnya mengapa tanah dibelakang sekolah ditumbuhi rumput lebih subur, tetapi di depan sekolah tidak ditumbuhi rumput sama sekali. Contoh lain anak diajak menyimpulkan masalah mengapa tanah di bawah cucuran air hujan yang mengalir melalui genting sekolah terlihat berlubang, tetapi di tempat lainnya tidak, dan sebagainya.
Untuk melatih keterampilan memprediksi anak diajak untuk memperkirakan atau menduga keadaan cuaca untuk esok hari atas pengamatan cuaca pada hari ini, misalkan anak-anak diajak melihat keadaan udara, awan dan sinar matahari hari itu lalu ditanyakan apakah besok akan seperti ini juga?.
Rangkaian pembelajaran ini menggunakan beberapa pendekatan pembelajaran berbasis alam, seperti pendekatan child centered, discovery, dan pendekatan kongkrit.
2. Pembelajaran sains terkait bidang biologi.
Pembahasan dalam bidang biologi yaitu tentang makhluk hidup, makhluk tak hidup, tumbuhan, perubahan organisme, dan kekuatan suatu perasaan (sakit, luka, haus, kering, dll). Sebagai contoh rangkaian pembelajaran dimulai dari anak mengamati karakteristik makhluk hidup dan makhluk tak hidup. Lalu anak mengelompokan makhluk hidup dan tak hidup tersebut dengan mempertimbangkan cuaca.
Untuk keterampilan berkomunikasi, anak mengutarakan ciri-ciri makhluk hidup dan tak hidup berdasarkan yang mereka amati. Lalu anak menyimpulkan bagaimana perbedaan makhluk hidup dan tak hidup, serta cara makhluk hidup beradaptasi dengan lingkungannya. Selanjutnya anak dilatih keterampilan memprediksi dengan membuat terkaan tentang pengaruh lingkungan terhadap organisme.
Pendekatan discovery akan lebih tertanam ketika anak diberi aktivitas untuk memelihara, merawat, dan menjaga binatang kesayangannya. Dengan kegiatan tersebut anak dapat mengeksplorasi dan menemukan karakteristik dari binatang yang dikenalnya menjadi lebih tinggi intensitasnya.
3. Pembelajaran sains terkait dengan pengenalan konsep fisika-kimia.
Konsep pembelajaran fisika-kimia mencakup warna, ukuran, kekerasan, hangat-dingin, suara, wujud benda, dan perubahan materi (objek). Misal pembelajaran yang dapat diterapkan yaitu diawali dengan anak mengamati gambaran dan ciri-ciri wujud benda padat, cair, dan gas. Setelah itu anak mengelompokan benda-benda yang termasuk padat, cair, atau gas. Melatih keterampilan mengkomunikasikan objek, anak diminta menerangkan tentang ciri-ciri dari benda-benda tersebut, atau berganti objek dengan listrik. Mulai dari manfaat listrik dan alat-alat yang bergerak dengan listrik, dilanjutkan dengan alasan manusia menghemat listrik. Lalu anak dilatih menyimpulkan pemakaian listrik di rumah atau di sekolah agar menjadi hemat dan tidak boros.
Selanjutnya anak diajak untuk memprediksi suatu benda, misalnya sebuah senter jika diisi dengan baterai atau tidak diisi dengan baterai apakah akan menyala atau tidak.
Dalam pembelajarn fisika anak dilatih melakukan pengukuran dengan menimbang benda-benda yang mereka lihat, atau dengan mudah menimbang berat badan mereka sendiri.
Penggalian kemampuan sains bidang fisika-kimia dapat mengintegrasikan pendekatan-pendekatan berbasis alam yang disisipkan dalam pembelajaran (Nugraha, 2005: 147-241).
Pembelajaran pada bidang-bidang sains tersebut akan memberikan pengalaman berkesan pada anak jika dilakukan dengan cara yang asik dan menyenangkan bagi anak. Anak akan antusias dalam pembelajaran dan akan berkonsentrasi penuh untuk menerima materi. Perlu diperhatikan pula untuk alokasi waktu belajar yang akan digunakan sehingga anak tidak bosan dengan proses pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjabaran pada kajian pustaka dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk menerapkan metode pembelajaran berbasis sains pada anak usia dini dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan, diantaranya pendekatan pedosentris, child centered, discovery, proses, kongkrit, dan tematik. Penerepan pendekatan-pendekatan tersebut dengan pembelajaran yang langsung menggunakan media alam sebagai sumber belajar. Dengan upaya tersebut sehingga dapat memberikan pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik dan dapat meningkatkan kemampuan sains anak.
B. Saran
Hendaknya keahlian guru dalam mengkondisikan kelas dan memberikan pengalaman belajar disesuaikan dengan kemampuan masing-masing peserta didik dan dilakukan dengan tidak monoton. Penyediaan fasilitas untuk pembelajaran sains disesuaikan dengan metode pembelajaran yang akan dilakukan, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Fadlillah, Muhammad. (2012). Desain Pembelajaran PAUD: Tinjauan Teoretik dan Praktik. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Isjoni. (2010). Model Pembelajaran Anak Usia Dini. Bandung: Alfabeta.
Mujtaba, Imam. (2014). Masalah Belajar dan Pembelajaran Anak Usia Dini. http://www.fipumj.net/artikela87ff679a2f3e71d9181a67b7542122c-MASALAH-BELAJAR-DAN-PEMBELAJARAN-ANAK-USIA-DINI-.html. (online). Diakses pada 22 Desember 2014.
Nugraha, Ali. (2005). Pengembangan Pembelajaran Sains Pada Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas.
Nurani, Yuliani. (2011). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia DiniI. Jakarta: Indeks.
Pusat Kurikulum Badan Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Model Pembelajaran Berbasis Alam Pendidikan Anak Usia Dini Formal Dan Nonformal. Http://Www.Bintangbangsaku.Com/Sites/Default/Files/Model%20Kurikulum%20PBA%20PAUD.Pdf. (Online). Diakses Pada 17 Desember 2014.
Yenimar. (2013). Peningkatan Kemampuan Sains Flora Anak Dengan Pembelajaran Berbasis Alam Di Paud. Http://Ejournal.Unp.Ac.Id/Index.Php/Pnfi/Article/Download/1522/Pdf. (Online). Diakses Pada 17 Desember 2014.
Yulianti, Dwi. (2010). Bermain Sambil Belajar Sains di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Indeks.
*Sumber: https://www.academia.edu/10041036/MAKALAH_PENDIDIKAN_SAINS_UNTUK_PAUD
0 Komentar untuk "Pendidikan Sains Untuk PAUD"