Fungsi Zakat Untuk Kesejahteraan Umat

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam ajaran Islam diajarkan, bahwa dalam setiap harta yang kita miliki terdapat hak orang lain. Ajaran ini telah ditetapkan oleh Allah SWT sebagai salah satu Rukun Islam, dan seringkali penyebutannya berdampingan dengan sholat dalam 28 ayat Al Quran.  Jadi dapat dilihat, bahwa Islam telah dari awal mengajarkan rasa kepedulian sosial kepada sesama manusia, yang saat ini didengung-dengungkan oleh Dunia Barat.

Islam adalah ajaran yang komprehensif yang mengakui hak individu dan hak kolektif masyarakat secara bersamaan. Sistem Ekonomi Syariah mengakui adanya perbedaan pendapatan (penghasilan) dan kekayaan pada setiap orang dengan syarat bahwa perbedaan tersebut diakibatkan karena setiap orang dengan syarat bahwa perbedaan tersebut diakibatkan karena setiap orang mempunyai perbedaan keterampilan, insiatif, usaha, dan resiko.

Namun perbedaan itu tidak boleh menimbulkan kesenjangan yang terlalu dalam antara yang kaya dengan yang miskin sebab kesenjangan yang terlalu dalam tersebut tidak sesuai dengan syariah Islam yang menekankan sumber-sumber daya bukan saja karunia Allah, melainkan juga merupakan suatu amanah. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk mengkonsentrasikan sumber-sumber daya di tangan segelintir orang.

Secara teknik, zakat adalah kewajiban financial seorang muslim untuk membayar sebagian kekayaan bersihnya atau hasil usahanya apabila kekayaan yang dimilikinya telah melebihi nishab (kadar tertentu yang telah ditetapkan). Zakat merupakan institusi resmi syari’at Islam untuk menciptakan kesejahteraan sosial-ekonomi yang berkeadilan, sehingga pembangunan ekonomi mampu menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat. 

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal soleh, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka, dan tidak ada ketakutan yang akan menimpa mereka, dan mereka tidak akan berduka cita”. (QS Al Baqarah: 277)

Pentingnya pembahasan tentang zakat ini diharapkan dapat memberikan solusi terhadap membangun kesejahteraan umat dan diharapkan dapat menurunkan angka kemiskinan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, dalam makalah ini saya akan membahas tentang zakat sebagai upaya membangun kesejahteraan umat.

1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimanakah konsep zakat dalam Islam?
2) Bagaimanakah kesejahteraan umat dalam perspektif Islam?
3) Bagaimanakah bentuk pengelolaan zakat dalam membangun kesejahteraan umat?

1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep zakat dalam Islam.
2. Untuk mengetahui kesejahteraan umat dalam perspektif Islam.
3. Untuk mengetahui korelasi zakat dengan kesejahteraan umat.

1.4 Metodologi
Metode yang saya gunakan untuk mengumpulkan data, yaitu saya menggunakan buku-buku literature, tehnik library research, web, internet dan segala sesuatu yang mendukung dalam penulisan makalah ilmiah ini



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian zakat
Menurut bahasa, zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, baik, berkembang. Bagi orang yang mengeluarkan zakat, hati dan jiwanya akan menjadi bersih, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah swt. Yang terdapat dalam surah At-Taubah ayat 103.

Artinya :“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka…”

Sedangkan menurut istilah, zakat berarti sebutan atau nama bagi sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah swt. Untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Orang-orang yang berhak menerima zakat dijelaskan dalam surah at-Taubah ayat 60, yang berbunyi: 

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”

Fungsi Zakat Untuk Kesejahteraan Umat

Menurut istilah syara’, zakat ialaha mengeluarkan sebagian harta benda sebagai sedekah wajib, sesuai perintah Allah SWT kepada orang- orang yang telah memenuhi syarat- syaratnya dan sesuai pula dengan ketentuan hukum islam. Hukum berzakat adalah fardu ‘ain bagi setiap Muslim/ muslimah yang telah mencukupi syarat- syaratnya.

Jadi orang yang berhak menerima zakat adalah:
1. Orang Fakir,yaitu orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
2. Orang miskin, yaitu orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
3. Pengurus zakat, yaitu orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
4. Muallaf, yaitu orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
5. Memerdekakan budak, mencakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
6. Orang berhutang, yaitu orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
7. Orang yang berjuang pada jalan Allah (sabilillah), yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
8. Musafir, yaitu orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.

B. Syarat zakat
Harta yang wajib dizakati adalah harta yang memiliki persyaratan sebagaimana berikut :
1. Dimiliki secara penuh, yaitu kekayaan berada di bawah kekuasaan pemilik dan tidak tersangkut di dalamnya hak orang lain.
2. Berkembang, yaitu kekayaan yang dikembangkan atau mempunyai potensi untuk berkembang produktif dan memberikan keuntungan.
3. Cukup senisab, yaitu jumlah minimal harta yang harus dikeluarkan zakatnya dalam waktu tertentu.
4. Melebihi kebutuhan rutin, yaitu sesuatu yang harus ada untuk ketahanan hidup, seperti makanan dan minuman, pakaian, perumahan, dan alat kerja.
5. Bebas dari hutang, apabila mempunyai hutang yang mengurangi jumlah satu nisab, pemilik tidak wajib mengeluarkan zakat.
6. Berlaku satu tahun (haul), maksudnya bahwa kepemilikan yang berada di tangan si pemilik sudah berlalu masanya dua belas bulan Qamariyah. Persyaratan satu tahun hanya untuk ternak, uang, dan harta perdagangan.

C. Macam-macam zakat
Secara garis besar zakat dibagi menjadi dua, yaitu zakat mal dan zakat fitrah.
1. Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah sedekah wajib yang dibayarkan menjelang Idul Fitri dengan beberapa ketentuan dan persyaratan. Syarat-syarat wajib zakat fitrah adalah orang yang mengeluarkan zakat beragama islam, dibayarkan pada sebelum hari raya Idul Fitri, orang yang membayar zakat fitrah mempunyai kelebhan harta untuk keperluan makan pada malam hari raya dan siang harinya, baik untuk diri dan  keluarganya maupun untuk hewan peliharaannya.
Zakat fitrah pembagiannya diprioritaskan bagi fakir miskin, mengingat maksud utamanya adalah untuk membantu fakir miskin pada hari lebaran. Zakat fitrah bertujuan menyucikan orang yang berpuasa dari ucapan kotor dan perbuatan yang tidak berguna, memberi makan pada orang-orang miskin, dan mencukupi kebutuhan mereka pada Hari Raya Idul Fitri. Zakat fitrah dikeluarkan untuk setiap orang sebanyak 2,5 kg atau 3,5 liter beras atau boleh diganti dengan uang senilai 2,5 kg beras.

2. Zakat Mal (harta)
Zakat mal adalah bagian dari harta kekayaan seseorang atau badan hukum yang wajib diberikan kepada orang tertentu setelah mencapai jumlah minimal tertentu dan setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu.
Yang termasuk zakat mal adalah :
Emas, perak, dan mata uang
Harta perniagaan
Hewan ternak
Buah- buahan dan biji- bijian yang dapat dijadikan makanan pokok
Barang tambang dan harta rikaz ( harta terpendam )

Harta yang akan dikeluarkan sebagai zakat harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Milik penuh, yakni harta tersebut merupakan milik penuh individu yang akan mengeluarkan zakat.
Berkembang, yakni harta tersebut memiliki potensi untuk berkembang bila diusahakan.
Mencapai nisab, yakni harta tersebut telah mencapai ukuran/jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan, harta yang tidak mencapai nishab tidak wajib dizakatkan dan dianjurkan untuk berinfaq atau bersedekah.
Lebih dari kebutuhan pokok, orang yang berzakat hendaklah kebutuhan minimal/pokok untuk hidupnya terpenuhi terlebih dahulu
Bebas dari hutang, bila individu memiliki hutang yang bila dikonversikan ke harta yang dizakatkan mengakibatkan tidak terpenuhinya nishab, dan akan dibayar pada waktu yang sama maka harta tersebut bebas dari kewajiban zakat.
Berlalu satu tahun (Al-Haul), kepemilikan harta tersebut telah mencapai satu tahun khusus untuk ternak, harta simpanan dan harta perniagaan. Hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz(barang temuan) tidak memiliki syarat haul

Daftar nisab jenis harta dan besar zakatnya

Fungsi Zakat Untuk Kesejahteraan Umat

Nisab hasil pertanian  dan perkebunan adalah ± 930 liter. Besar zakat hasil pertanian jika ditanam dengan biaya yang cukup banyak adalah 5% nya, sedangkan jika ditanam tanpa biaya , zakatnya adalah 10% nya.

Hasil tambang seperti emas, perak, hasil tambang lain, syarat- syarat wajib dikeluarkan zakatnya sama dengan zakat uang kontan atau harta perniagaan. Perbedaannya, bahwa hasil tambang ini zakatnya dikeluarkan setelah barang tambang itu dihasilkan.

Harta rikaz atau harta terpendam ( harta karun )  harus dikeluarkan zakat sebesar 20% nya dari harta rikaz tanpa melihat nisab ataupun menunggu genap satu tahun. 

D. Cara pengumpulan zakat
Dalam Undang-Undang Nomor  38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat pasal 12, 13, 14, dan 15 ditentukan cara pengumpulan zakat :
1. Pengumpulan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) dengan cara menerima atau mengambil zakat dari muzaki, atas dasar pemberitahuan dari muzaki.
2. Muzaki melakukan penghitungan sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya berdasarkan hukum agama.
3. Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) dapat memberikan bantuan kepada muzaki untuk menghitung zakatnya.
4. Zakat yang dibayarkan kepada amil zakat atau lembaga amil zakat dikurangkan dari laba atau pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Pembayaran zakat dapat dilakukan kepada unit pengumpul zakat pada Badan Amil Zakat (BAZ) nasional, BAZ provinsi, BAZ kabupaten/kota, atau BAZ kecamatan secara langsung atau melalui rekening pada bank.

Pengurus Badan Amil Zakat (BAZ) terdiri dari kelompok ulama, cendikiawan, professional, tokoh masyarakat, serta wakil dari pemerintah. Mereka harus memiliki kualifikasi sifat amanah, adil, berdedikasi, professional, dan berintegritas tinggi (Pasal 6 Ayat (4), Pasal 2 ayat (2) Keputusan Mentri Agama). Masa kepengurusan mereka selama tiga tahun (Pasal 13 Keputusan Mentri Agama). 

E. Hikmah zakat
Hikmah disyariatkannya zakat bagi umat Islam antara lain sebagai berikut:
1. Melatih seseorang untuk menjadi dermawan sehingga mengantarkan seseorang mensyukuri nikmat Allah swt. untuk kepentingan menyucikan harta atau dirinya.
2. Menciptakan ketenangan dan ketentraman bagi pemberi dan penerima zakat dan membersihkan jiwa manusia dari kotoran kikir, keburukan, dan kerakusan.
3. Menciptakan dan memelihara persatuan, persaudaraan sesama umat manusia, dan menumbuhkan solidaritas social secara nyata dan berkesinambungan.
4. Membantu mensejahterahkan orang-orang yang berada dalam kesulitan dan penderitaan.
5. Menyambung tali silaturrahmi antara orang kaya dan miskin, dan memperkecil kesenjangan sosial antara orang kaya dan miskin.


Tinjauan tentang kesejahteraan
a. Pengertian kesejahteraan
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) sejahtera adalah aman sentosa dan makmur, selamat (terlepas dr segala macam gangguan). Dan kesejahteraan adalah hal atau keadaan sejahtera, keamanan, keselamatan, ketenteraman jiwa, kesehatan jiwa, sosial keadaan sejahtera masyarakat.

b. Kriteria umat yang sejahtera
Menurut pengertian kesejahteraan diatas, maka penulis menyimpulkan kriteria umat yang sejahtera adalah :
Mempunyai lapangan kerja yang tetap.
Mempunyai kehidupan yang layak.
Mampu memenuhi kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.
Tidak bergantung pada orang lain.
Memiliki alat transportasi.

Standar minimal kesejahteraan menurut Qurasi Sihab tercermin di Surga yang dihuni oleh Adam dan Hawa sesaat sebelum mereka turun melaksanakan tugas kekhalifaan di bumi. Seperti yang disebutkan dalam surah Thaha ayat 117-119.

Artinya : “Maka Kami berkata: "Hai Adam, Sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, Maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. Dan Sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya"

Dari ayat ini jelas bahwa pangan, sandang, dan papan yang diistilahkan dengan tidak lapar, dahaga, telanjang, dan kepanasan semuanya terpenuhi disana. Terpenuhinya kebutuhan ini merupakan unsur pertama dan utama kesejahteraan sosial.

c. Kesejahteraan dalam perspektif Islam
Dilihat dari pengertiannya, sejahtera sebagaimana dikemukakan dalam Kamus Besar Indonesia adalah aman, sentosa, damai, makmur, dan selamat (terlepas) dari segala macam gangguan, kesukaran, dan sebagainya. Pengertian ini sejalan dengan pengertian “Islam” yang berarti selamat, sentosa, aman, dan damai. Dari pengertiannya ini dapat dipahami bahwa masalah kesejahteraan sosial sejalan dengan misi Islam.

Seluruh aspek ajaran Islam ternyata selalu terkait dengan masalah kesejahteraan sosial. Hubungan dengan Allah misalnya, harus dibarengi dengan hubungan dengan sesama manusia (habl min Allah wa habl min an-nâs). Demikian pula anjuran beriman selalu diiringi dengan anjuran melakukan amal saleh, yang di dalamnya termasuk mewujudkan kesejahteraan sosial.

Kesejahteraan sosial dalam Islam pada intinya mencakup dua hal pokok yaitu ‎kesejahteraan sosial yang bersifat jasmani (lahir) dan rohani (batin). Sejahtera lahir dan batin tersebut harus terwujud dalam setiap pribadi (individu) yang bekerja untuk kesejahteraan hidupnya sendiri, sehingga akan terbentuk keluarga/masyarakat dan negeri yang sejahtera.

Dalam Islam kesejahteraan dibagi dalam tiga aspek, yaitu kesejahteraan perorangan (diwujudkan dengan mencari sumber penghasilan), kesejahteraan komunal dalam keluarga/masyarakat (diwujudkan dengan zakat dan kepedulian terhadap dhuafa), kesejahteraan masyarakat yang lebih luas/negara (keberkahan ahlul quro dan negeri sejahtera atau baladan aminan).

Di dalam ajaran Islam terdapat pranata dan lembaga yang secara langsung berhubungan dengan upaya penciptaan kesejahteraan sosial, seperti zakat yang memiliki Lembaga Amil Zakat (LAZ) atau Badan Amil Zakat (BAZ). Semua bentuk pranata dan lembaga sosial berupaya mencari berbagai alternatif untuk mewujudkan kesejahteraan sosial.

Selain itu, ajaran Islam menganjurkan agar tidak memanjakan orang lain atau membatasi kreativitas orang lain, sehingga orang tersebut tidak dapat menolong dirinya sendiri. Bantuan keuangan baru boleh diberikan apabila seseorang ternyata tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Ketika seseorang datang kepada Nabi Saw. mengadukan kemiskinannya, Nabi Saw. tidak memberinya uang, tetapi kapak agar digunakan untuk mengambil dan mengumpulkan kayu. Dengan demikian, ajaran Islam tentang kesejahteraan sosial ini termasuk di dalamnya ajaran yang mendorong orang untuk kreatif dan bersikap mandiri, tidak banyak bergantung pada orang lain.

d. Cara membangun kesejahteraan umat
Dalam Islam membangun kesejahteraan umat dapat dilakukan dengan cara yaitu :
1)      Infak.
2)      Shadaqah.
3)      Zakat.
4)      Wakaf.


2.2 Zakat untuk kesejahteraan umat
Kewajiban zakat dalam pembangunan pada hakekatnya merupakan implementasi dari pembangunan sosial. Penerapan zakat dalam pembangunan dan aktivitas ekonomi ditujukan untuk menciptakan harmoni antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan ekonomi. Setidaknya, dalam pelaksanaan zakat, terdapat fungsi-fungsi dari pembangunan sosial yang secara umum terlihat dalam dua hal, yaitu agenda pendistribusian  harta kekayaan dan upaya pemberdayaan masyarakat.

Perintah zakat, pada dasarnya merupakan sebuah upaya agar harta kekayaan dapat terdistribusi di tengah-tengah  masyarakat, tidak hanya mengumpul di kalangan orang-orang kaya saja, karena  Islam tidak menginginkan harta kekayaan tersebut hanya beredar dikalangan tertentu saja dalam masyarakat, sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Hasyr ayat 7.

Artinya : “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”
Dalam pembangunan sektor riil, zakat memiliki peranan yang cukup besar. Peran tersebut diimplementasikan dalam agenda pemberdayaan masyarakat melalui produktifitas dana zakat. Pada dasarnya, zakat merupakan sebuah proses yang produktif dalam pemberdayaan masyarakat. Jelaslah bahwa zakat tidak hanya sebagai perwujudan keimanan kepada Allah, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlaq mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sikap kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup saja, tapi  sekaligus  membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki. Maka dari itu pengumpulan dan pendistribuasian zakat harus dikelola dengan baik, agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2.3 Pemecahan Masalah.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa cara untuk membangun kesejahteraaan umat salah satunya dengan zakat. Dengan adanya zakat dapat menumbuhkan sikap dermawan, kasih sayang terhadap sesama muslim, membangun persatuan dan menyambung tali sillaturrahmi antar umat Islam, dan juga meningkatkan kesejahteraan umat. Selain di dalam Islam dianjurkan untuk berzakat agar dapat meningkatkan kesejahteraan umat, Islam juga menganjurkan umatnya untuk berusaha dan bekerja agar dapat menunjang kualitas kehidupannya.

Zakat berfungsi pula sebagai sumber dana bagi pengembangan ekonomi syariah dengan manajemen amanah. Zakat disalurkan bukan sekedar kepada fakir miskin yang lebih ditujukan ke kepentingan konsumsi (keluarga), tetapi idealnya dana yang disalurkan dapat dijadikan modal usaha bagi perbaikan ekonomi keluarga warga Muslim. Jadi sisi investasi atas zakat jauh lebih bermanfaat dibandingkan sisi konsumsi dari zakat. Agar tujuan pengelolaan zakat tersebut dapat dicapai dan masyarakat dapat dan mau membayarkan zakatnya melalui Badan Amil Zakat (BAZ), maka perlu dilakukan perubahan paradigma tentang zakat, sehingga dengan demikian konsepsi zakat berubah dari konsepsi yang bersifat statis menjadi konsepsi yang bersifat dinamis dan pada gilirannya akan mendapat perhatian yang cukup dari ummat Islam. Perubahan paradigma menuju paradigma baru tersebut dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Merubah pandangan yang menyatakan bahwa zakat adalah bersifat sukarela dan belas kasihan orang kaya terhadap fakir miskin, menjadi zakat adalah merupakan perintah Allah dan hukumnya wajib untuk dilaksanakan.
2. Zakat dibayarkan setelah satu tahun, menjadi zakat dibayarkan tidak mesti satu tahun tetapi dapat dicicil setiap bulan (system kredit).
3. Zakat adalah untuk kiyai, tuan guru mengaji, menjadi zakat
4. Zakat adalah diserahkan langsung kepada orang per orang, menjadi zakat diserhakan melalui Badan Amil Zakat (BAZ), Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan diserahkan kepada kumpulan orang (system kelompok).
5. Zakat harus dibagi delapan asnaf sama besar, menjadi zakat dibagi secara prioritas sesuai kebutuhan yang paling mendesak.
6. Zakat dikelola secara konsumtif murni, menjadi zakat harus dikelola secara produktif.
7. Zakat hanya dapat dirasakan seketika, menjadi zakat harus bermanfaat ganda dan bersifat jangka panjang.
8. Zakat cenderung tidak mendidik, menjadi zakat harus mendidik masyarakat keluar dari kemiskinan yang menyelimutinya.
9. Hal-hal yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah yang terdapat dalam fiqh-fiqh lama, mejadi hal-hal yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah semua perolehan dan penghasilan yang baik-baik.
10. Zakat dianggap mengurangi kekayaan muzakki, tetapi justru menjadi zakat justru menambah dan memberkahi kekayaan si muzakki.

Selain dengan cara mengubah paradigma tentang zakat, untuk mengoptimalkan kerja Badan Amil Zakat (BAZ) dapat dilakukan dengan sosialisasi ke masyarakat tentang fungsi dan kinerja dari BAZ sendiri. Kemudian untuk pengurus dari Badan Amil Zakat (BAZ) hendaknya mengelola dan mendayagunakan zakat semaksimal mungkin, memiliki program kerja yang jelas dan terukur, memberikan zakat kepada orang-orang yang tepat, serta senantiasa mengedepankan prinsip-prinsip kejujuran, profesionalisme, dan transparansi dalam setiap aktivitasnya.

Menurut kami perlakuan nyata yang dapat dilakukan untuk membangun kesejahteraan umat adalah dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakat pentingnya akan zakat, dan kewajiban berzakat. Dan begitu juga Lembaga zakat yang ada agar memantau penggunaan dana dari penerima zakat, apakah dana tersebut benar-benar digunakan untuk modal usaha atau tidak. Selain dengan mensosialisasikan kepada masyarakat pentingnya zakat, perlunya diadakan pemberdayaan masyarakat sejak dini, misalnya pelatihan dengan pelatihan kerja.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada setiap bab maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Zakat berarti sebutan atau nama bagi sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah swt. Untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
2. Hukum berzakat adalah fardu’ain bagi setiap muslim/muslimah yang telah mencukupi sayarat- syarat berzakat
3. Islam menghendaki bahwa umatnya dapat hidup sejahtera, yakni dapat terpenuhi kebutuhan kehidupan jasmani maupun rohani. Dalam Islam kesejahteraan dibagi dalam tiga aspek, yaitu kesejahteraan perorangan (diwujudkan dengan mencari sumber penghasilan), kesejahteraan komunal dalam keluarga/masyarakat (diwujudkan dengan zakat dan kepedulian terhadap dhuafa), kesejahteraan masyarakat yang lebih luas/negara (keberkahan ahlul quro dan negeri sejahtera atau baladan aminan).
4. Untuk membangun kesejahteraan umat dapat dilakukan dengan upaya zakat karena dana yang disalurkan dapat dijadikan modal usaha bagi perbaikan ekonomi keluarga warga Muslim.

Untuk pendistribusian zakat dilakukan melalui lembaga-lembaga yang ada, misalnya lembaga zakat yang ada di desa maupun di sekololah. Perubahan paradigma dibutuhkan demi tercapainya tujuan zakat itu sendiri, perubahan paradigma tersebut diantaranya merubah pandangan yang menyatakan bahwa zakat adalah bersifat sukarela dan belas kasihan orang kaya terhadap fakir miskin, menjadikan zakat adalah merupakan perintah Allah dan hukumnya wajib untuk dilaksanakan. Dan merubah anggapan bahwa zakat mengurangi kekayaan muzakki, menjadi zakat justru menambah dan memberkahi kekayaan si muzakki.




DAFTAR PUSTAKA

https://bazrancasari.wordpress.com/artikel/pembangunan-ekonomi-umat-berbasis-zakat/
Syamsuri. 2006. Pendidikan Agama Islam untuk SMA Kelas X. Penerbit Erlangga. Jakarta.





*Sumber: https://www.academia.edu/33778764/MAKALAH_FUNGSI_ZAKAT_UNTUK_KESEJAHTERAAN_UMAT_doc


Tag : Agama, Lainnya
0 Komentar untuk "Fungsi Zakat Untuk Kesejahteraan Umat"

Back To Top